BAB II TINJAUAN PUSTAKA
B. Keterkaitan Antar Variabel
1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja berdasarkan Pendidikan Tinggi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Dalam penelitian Amir, Khan, & Bilal (2015), Islam (2016) dan Kusuma (2020) menemukan bahwa adanya pengaruh yang positif antara modal manusia melalui pendekatan tingkat pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Selajan dengan penelitian dari Puspasari (2019) dengan analisis regresi short dan long run, modal manusia berdasarkan tingkat partisipasi angkatan kerja dengan level advance memiliki pengaruh yang signifikan baik dalam jangka pendek dan jangka panjang, penelitian ini sejalan dengan teori Schultz bahwa pendidikan merupakan suatu bentuk investasi dalam pembangunan.
Selain itu, Tingkat Pendidikan tinggi akan menyerap teknologi dan inovasi serta memberikan high-skilled labor terhadap labor market, dimana akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan penelitian Holland, Liadze, Rienzo dan Wilkinson dalam Maneejuk & Yamaka (2021) bahwa peran graduates didalam pertumbuhan ekonomi di UK dan menemukan bahwa higher education memiliki peran yang sangat penting dalam pereknomian di UK. Meningkatnya jumlah tenaga kerja dengan meningkatnya higher education degree dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
47
Berlawanan dengan penelitian dari Ziberi, Rexha, Ibraimi, & Avdiaj (2022) bahwa pendidikan tertiery memiliki hubungan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi di North Mecadonia. Hal tersebut dikarenakan tidak ada produktivitas yang tumbuh di setiap penambahan karyawan sehingga lapangan pekerjaan tidak cukup untuk mengakomodasikan seluruh pekerja, dengan artian tenaga kerja tidak dapat menyesuaikan labour market.
2. Gross Fixed Capital Formation Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dalam penelitian Rostiana & Rodesbi (2020) pertumbuhan GFCF memiliki hubungan positif dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Hasil tersebut sesuai dengan teori postulate yang menyatakan bahwa perubahann modal merupakan faktor utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Peningkatan modal akan diikuti dengan peningkatan kemampuan memproduksi barang dan jasa. Peningkatan produksi barang dan jasa merupakan tanda pertumbuhan ekonomi yang diukur dengan Pertumbuhan GDP.
Pentingnya gross fixed capital formation dalam pertumbuhan ekonomi sangat besar. Investasi dalam fixed capital dan pertumbuhan ekonomi sangat bergantung pada karakteristik spesifik dari ekonomi disuatu negara, dalam beberapa penelitian sebelumnya dilakukan di negara Asia- Pasifik, Pakistan, dan Uni Eropa bahwa GFCF memiliki hubungan positif dan signfikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat didorong oleh Gross Fixed Capital Formation melalui berbagai cara, seperti dengan menciptakan keuntungan besar, meningkatkan investasi dengan
48
menciptakan pasar dan skala ekonomi yang lebih besar, dengan transfer informasi, teknologi dan pengetahuan (Ali 2017; Khayyat & Kafour 2018;
Brkić 2020).
Berlawanan dengan penelitian sebelumnya, dalam penelitian Haidar
& Firmansyah (2021) dengan menggunakan pendekatan first-differences generalized method of moments (FD-GMM) dalam estimasi noconstant, bahwa GFCF memiliki pengaruh tidak signifikan dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi pada kelompok penelitian keseluruhan negara dan kelompok negara maju di kawasan ASEAN+6. Hal tersebut dikarenakan, pertumbuhan GFCF di negara ASEAN+6 cenderung melambat pada tahun 2007-2009, serta di negara Vietnam dan India mengalami pertumbuhan yang negatif dari tahun ke tahun.
3. Economic Freedom terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Studi yang dilakukan oleh Medina-Moral & Montes-Gan (2018) economic freedom merupakan faktor penting dalam mempengaruhi pembangunan ekonomi di suatu negara. Studi yang dilakukan dengan menggunakan alat analisis probit panel dari periode 1996-2011 yang dikelompokkan menjadi tiga kelompok negara berdasarkan tingkat pembangunannys, serta mendapatkan hasil bahwa economic freedom berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi dan tata kelola negara penting pada tahap pembangunan menengah.
Seperti contoh kasus di negara berkembang dalam studi Miller &
Kim (2017), negara berkembang cenderung berjuang dengan komponen
49
kebebasan ekonomi seperti, bagaimana memiliki sistem hukum yang tepat, hak milik, akses ke pasar, dan lainnya. Misalnya efektivitas peradilan yang merupakan salah satu sistem hukum dan sangat penting untuk meletakkan dasar hukum bagi pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Selain itu, dalam penelitian Al-Katout & Bakir (2019) menunjukkan hasil bahwa negara kelompok pertama, dengan indeks kebebasan tinggi di tandai dengan pendapatan yang tinggi, sehingga fleksibilitas akan cenderung meningkat dibandingkan dengan negara-negara pada kelompok kedua yang ditandai dengan penurunan baik indeks kebebasan maupun pendapatan perkapita.
Sejalan dengan penelitian Rebolledo & Emara, (2020), membuktikan bahwa di negara-negara OECD dan APAC menunjukan hasil bahwa kebebasan ekonomi memiliki dampak positif pada output per- pekerja dengan meningkatkan intensitas modal dan akumulasi modal manusia. Dengan membedakan hasil sampel antar negara APAC dan OECD, pengaruh kebebasan ekonomi di suatu negara lebih rendah untuk OECD daripada APAC.
4. Perbandingan Pertumbuhan Ekonomi di Negara Middle-Income dan High-Income APEC
World Bank mengklasifikasikan negara-negara di dunia berdasarkan pada tingkat pendapatan dan kemampuan perekonomiannya. Klasifikasi tersebut dibagi menjadi empat kelompok yaitu negara berpenghasilan tinggi (high income), menengah ke-atas (upper-middle), menengah ke-bawah
50
(lower-middle), dan berpenghasilan rendah (low income). Klasifikasi ini dilihat berdasrkan Gross National Income (GNI) disetiap tahunnya.
Pada setiap tahun daftar negara kelompok ini akan mengalami perubahan yang disesuaikan berdasarkan standar GNI yang ditetapkan oleh world bank setiap tanggal 1 Juli pada tiap tahunnya. Pada penelitian ini menggunakan klasifikasi negara berdasarkan GNI tahun 2020-2021 mengingat penelitian ini menggunakan akhir tahun penelitian 2020. Berikut klasifikasi negara berdasarkan GNI tahun 2021:
Tabel 2.2 Klasifikasi Negara Berdasarkan Pendapatan 2020-2021
Group GNI/Capita (Current US$)
Low Income
Lower-Middle Income 1.046 – 4.095 Upper-Middle Income 4.096 – 12.695
High Income >12.695
Sumber: World Bank, 2021
Pada era globalisasi ini membuat dinamika perekonomian semakin kompetitif. Hal tersebut membuat setiap negara berlomba-lomba untuk mengoptimalkan kinerja perekonomiannya demi mencapai ekonomi nasional yang maju dan berdaya saing dalam skala regional maupun internasional. Studi yang dilakukan oleh Likuayang & Matindas (2021) tentang perbandingan pertumbuhan ekonomi di negara Indonesia dan sembilan negara ASEAN tahun 2015-2018 pertumbuhan ekonomi di negara Indonesia dengan sembilan negara ASEAN memiliki perbedaan yang signifikan. Jika dibandingkan dengan sesama golongan negara middle-
51
income, ekonomi Indonesia memiliki kinerja yang tergolong baik pada indikator pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang terus meningkat meskipun stagnan. Namun, jika dilihat dari golongan negara high-income, perekonomian Indonesia memiliki laju pertumbuhan yang cepat, namun tingkat kemakmuran dan kesejahteraan yang dicerminkan dari pendapatan perkapita masih sangat berbeda signfikan, begitu pula terhadap inflasi yang masih tergolong tinggi.
Dalam menghindari jebakan negara perpenghasilan menengah atau Middle Income Trap (MIT) dapat dilakukan dengan mencapai angka pertumbuhan ekonomi tertentu pada setiap tahunnya. Rata-rata pertumbuhan perkapita yang harus dicapai pada masing-masing tingkat middle income trap, baik upper maupun lower, sebagai berikut (Felipe, Abdon, & Kumar, 2012):
a) Negara dapat keluar dari lower middle income ke upper middle income tidak lebih dari 28 tahun periode serta pendapatan perkapita harus tumbuh paling sedikit pada tingkat 4,7% per-tahun.
b) Negara dapat keluar dari upper middle income ke high-income tidak lebih dari 14 tahun periode serta pendapatan perkapita harus tumbuh paling sedikit pada tingkat 3,5% per-tahun.
Kesenjangan besar antar negara maju dan negara berkembang (termasuk negara middle-upper income dan lower-middle income) yang konsumsi rata-ratanya tiga kali lebih rendah dari negara maju. Negara middle-income rentan terhadap kemiskinan dan pendapatan yang rendah
52
sehingga akan memberikan dampak negatif terhadap economic growth.
Sehingga negara-negara middle-income harus merancang kebijakan yang konsisten dengan kebutuhan rumah tangga dan meningkatkan ketahanan (Andrianjaka, 2017).
Bulman, Eden, & Nguyen (2017) membahas mengenai permasalahan pembangunan untuk keluar dari middle income trap. Dimana studi ini menunjukkan bahwa pendidikan tersier memiliki pengaruh yang signifikan di negara lower-middle income. Namun, di negara upper-middle income, hak paten memiliki pengaruh yang signifikan. Berlawanan dengan asumsi dari Mankiw (2018) di negara berkembang sendiri, biasanya sumber daya manusia yang berkualitas langka, serta adanya perbedaan antara upah pekerja terdidik sangat besar. Jadi, salah satu cara dimana kebijakan pemerintah dapat meningkatkan standar hidup masyarakatnya adalah dengan menyediakan fasilitas sekolah yang baik dan mendorong populasi penduduk untuk memanfaatkan keberhasilan sekolah tersebut.
Selain itu, studi yang dilakukan oleh Haidar & Firmansyah (2021) bahwa kelompok negara berkembang dalam keterbukaan perdagangan memiliki pengaruh yang signifikan namun modal manusia dan GFCF memiliki pengaruh yang tidak signifikan, sedangkan kelompok negara maju modal manusia berpengaruh signifikan namun keterbukaan perdagangan dan GFCF negatif.
53