• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

F. Gambaran Umum Operasi Perusahaan

b. Menyiapkan, melaksanakan, mengendalikan, dan melaporkan kegiatan proses pengadaan jasa pemborongan.

Bagian Pengadaan terdiri atas:

a. Sub bagian pengadaan barang dan jasa konsultasi;

b. Sub bagian pengadaan jasa pemborongan.

10.Airport Duty Manager

Airport Duty Manager merupakan staf fungsional yang menyelenggarakan kegiatan pengawasan, koordinasi, dan penanggulangan masalah pelayanan operasional kebandarudaraan selama waktu berlangsungnya kegiatan pelayanan Bandar udara, yang menjalankan tugasnya secara bergiliran sehingga kegiatan operasional pelayanan jasa kebandarudaraan terjamin selalu berkualitas dan bernilai komersial tinggi sesuai dengan ketentuannya.

F. Gambaran Umum Operasi Perusahaan

d. Alat-alat perhubungan udara

e. Alat-alat pengangkutan dan lain-lain f. Alat-alat kantor

g. Instalasi air h. Instalasi telepon i. Peralatan mekanikal j. Publik informasi sistem k. Detektor

Secara umum pendapatan PT Angkasa Pura I (Persero) terdiri atas 2 (dua) bagian, yaitu:

a. PendapatanAeronautika

Pendapatan Aeronautika adalah pendapatan yang berasal dari kegiatan yang berhubungan langsung dengan penerbangan, antara lain:

1. Pendapatan Jasa Pendaratan, Penempatan, Penyimpanan Pesawat Udara (PJP4U), yaitu pendapatan perusahaan yang diperoleh dari pendaratan, penempatan, dan penyimpanan pesawat udara airlines. PJP4U dikenakan pada perusahaan penerbangan domestik maupun internasional.

2. Pendapatan Jasa Pelayanan Penumpang Pesawat Udara (PJP3U), yaitu pendapatan yang diperoleh dari penumpang pesawat udara yang berangkat dan dikenakan bea pelayanan penumpang udara PSC (Passenger Service Charge).

PSC dikenakan kepada penumpang domestik maupun internasional.

3. Pendapatan Jasa Pelayanan Penerbangan Udara (PJP2U), yaitu pendapatan perusahaan yang diperoleh dari pelayanan pemandu dan pengguna lampu landasan oleh pesawat terbang, baik itu yang berasal dari domestik maupun internasional serta pesawat lintas udara di wilayah yuridiksi Bandar udara Sultan hasanuddin.

4. Pendapatan Jasa Pemakaian Garbarata(aviobridge usage)

Pengoperasian garbarata dilakukan oleh petugas AMC dan digunakan sebagai penghubung antara pesawat dengan boarding loungedi dalam terminal.

Dengan pemakaian garbarata penumpang tidak perlu khawatir kepanasan, ataupun kehujanan. Pembebanan biaya dikenakan berdasarkan MTOW.

5. PendapatanExtended Fee

Pendapatan yang berasal dari pelayanan jasa aeronautika yang diberikan kepada perusahaan penerbangan diluar jam operasi untuk penerbangan domestik atau internasional.

b. PendapatanNon Aeronautika

Pendapatan Non Aeronautika adalah pendapatan yang berasal dari kegiatan yang secara tidak langsung berhubungan dengan penerbangan atau dengan kata lain memberikan dukungan kepada penerbangan agar dapat berjalan dengan lancar, antara lain:

1. Pemakaian counter, adalah jumlah penumpang pesawat udara yang menggunakan counter yang dinyatakan dalam satuan pax serta dibedakan untuk penerbangan dalam dan luar negeri.

2. Sewa ruang, merupakan jumlah dari seluruh ruangan yang terjual untuk disewakan dalam satuan m2x bulan.

3. Konsesi, merupakan jumlah penjualan kotor dari konsesi yang berusaha dalam Bandar udara yang dinyatakan dalam satuan rupiah (omzet).

4. Sewa tanah, merupakan jumlah luas tanah yang disewakan untuk pemakai jasa yang dinyatakan dalam satuan m2x bulan.

5. Parkir mobil, merupakan jumlah karcis parkir mobil yang terjual dan dinyatakan dalam satuan lembar.

6. Pemakaian listrik, merupakan jumlah pemakaianlistrik yang digunakan oleh pemakai jasa dan dinyatakan dalam satuan Kwh.

7. Pemakaian tempat reklame, merupakan jumlah tempat reklame yang disewakan dan dinyatakan dalam m2x bulan.

8. Pemakaian air, merupakan jumlah pemakaian air yang digunakan oleh pemakai jasa yang dinyatakan dalam satuan m3.

9. Pemakain telepon, merupakan jumlah pesawat telepon yang digunakan oleh pemakai jasa yang dinyatakan dalam satuan.

10. Parkir motor, merupakan jumlah karcis parkir motor yang terjual dan dinyatakan dalam satuan lembar.

2. Kebijakan Akuntansi Perusahaan

Kebijakan akuntansi adalah pemilihan prinsip dan metode-metode akuntansi tertentu yang sesuai dengan karakteristik perusahaan serta sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan pemakai laporan keuangan. Kebijakan

akuntansi yang pada PT Angkasa Pura I berpedoman pada Standar Akuntansi Indonesia (SAK).

Kebijakan akuntansi ini dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan SAK dan memperhatikan peraturan pemerintah yang ditetapkan pada periode yang berlaku. Periode akuntansi perusahaan dimulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember setiap tahunnya. Mata uang pelaporan yang digunakan untuk penyusunan laporan keuangan adalah mata uang Rupiah (Rp).

Adapun proses pencatatan akuntansi pada PT Angkasa Pura I adalah sebagai berikut:

a. Akuntansi Pusat dan Cabang

1. Kantor pusat dan cabang PT Angkasa Pura I melakukan pembukuan secara terpisah (desentralisasi) dengan menggunakan kebijakan akuntansi yang sama, sedangkan hubungan timbal balik antar kantor pusat dengan cabang serta antar cabang dilakukan melalui rekening perantara.

2. Pada akhir tahun buku, disusun laporan keuangan gabungan kantor pusat dan seluruh cabang dengan menghasilkan rekening perantara.

b. Piutang Eksploitasi

Piutang eksploitasi disajikan sebesar jumlah bruto tagihan dikurangi dengan jumlah yang dicadangkan untuk piutang yang secara ekonomis sukar ditagih ke dalam cadangan penyisihan piutang ragu-ragu.

c. Penyisihan Piutang Ragu-Ragu

Rekening ini dimaksudkan untuk menampung besarnya penyisihan piutang usaha yang diperkirakan tidak tertagih. Dimana:

1. Piutang yang berumur 1-2 tahun disisihkan sebesar 25%.

2. Piutang yang berumur lebih dari 2-3 tahun disisihkan sebesar 50%.

3. Piutang yang berumur di atas 3 tahun disisihkan sebesar 100%.

d. Pendapatan dan Biaya

Pendapatan dan biaya diakui saat terjadi (accrual basis) dengan melakukan adjusment(penyesuaian) pada ahir periode.

e. Transaksi Valuta Asing

Transaksi dalam valuta asing dijabarkan kedalam rupiah dengan menggunakan Kurs Tetap Pembukuan (KTP), untuk kurs tetap pembukuan ditetapkan pada awal tahun berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia 31 Desember tahun sebelumnya.

f. Persediaan

Pencatatan persediaan dengan metode perpetual yaitu pembelian langsung berdasarkan voucher pembayaran dan pembelian melalui kontrak, dicatat dalam kartu persediaan berdasarkan bukti memorial yang dibuat atas dasar berita acara surat penerimaan barang. Persediaan suku cadang alat-alat kantor dan bahan- bahan dinilai berdasarkan harga perolehan, sedangkan pencatatan pemakaian menggunakan metode FIFO (First In First Out).

g. Aktiva Tetap Aktiva tetap yang berasal dari pengadaan sendiri dicatat berdasarkan harga perolehan, sedangkan aktiva tetap yang berasal dari pemerintah dicatat berdasarkan harga yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan aktiva

tetap yang berasal dari kompensasi sewa dicatat berdasarkan nilai perolehan pada saat diterima. Penyusutan aktiva tetap dihitung berdasarkan metode presentase tetap.

h. Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditentukan Statusnya

Merupakan bantuan pemerintah yang telah diserahterimakan kepada PT Angkasa Pura I tetapi belum ditentukan statusnya oleh Menteri Keuangan. Apabila bantuan tersebut telah ditetapkan statusnya, maka bantuan pemerintah tersebut dipindahkan pengelompokannya sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Keadaan Karyawan Perusahaan PT. Angkasa Pura I (Persero)

Pajak penghasilan (PPh) pasal 21 merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam negri berupa gaji, upah honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun yang sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan lain yang dilakukan oleh wahib pajak prang pribadi dalam negri.

Perusahaan PT. Angaksa Pura I (Persero) cabang Makassar adalah salah satu badab yang melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak penghasilan khususnya PPh Pasal 21 dimana setiap akhir bulan menghitung jumlah PPh Pasal 21 yang harus disetor oleh setiap pegawai, berdasarkan keuangan memotong PPh Pasal 21. Kemudian bagian kepegawaian menghitung gaji dan membayarnya beserta PPh Pasal 21 nya.

Dalam kaitannya dengan uraian tersebut diatas akan disajikan beberapa contoh perhitungan pajak penghasilan PPh Pasal 21 atas beberapa karyawan.

Perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21:

a. Karyawan Belum Menikah

Agussalim berstatus belum menikah adalah karyawan PT. Angkasa Pura I Cabang Makassar dengan gaji pokok sebulan sebesar Rp. 2.395.851 dan membayar uang pensiun sebesar Rp. 114.800

53

Perhitungan PPh Pasal 21:

Jumlah kotor Rp. 2.395.851

By. Jabatan 5% x Rp. 2.395.53 = Rp. 119.792

= Rp. 114.800 Rp. 234.576

Penghasilan Netto Sebualn Rp. 2.161.275

Penghasilan Netto Setahun Rp. 25.935.300

12 x Rp. 2.161.275

PTKP Setahun : Rp. 24.300.000 Rp. 24.300.000

PKP Setahun Rp. 1.635.300

PPh Pasal 21 terutang :

5 % x Rp. 1.635.300 = Rp. 81.765 Rp. 81.765÷12 = Rp. 6.813

b. Menikah Belum Punya Anak

Hamsir berstatus sudah menikah tapi belum mempunyai anak adalah karyawan PT. Angkasa Pura I Cabang Makassar dengan gaji pokok sebulan Rp. 2.755.800, dan membayar iuran pension sebesar Rp 160.687.

Perhitungan PPh Pasal 21 :

Jumlah kotor Rp. 2.755.800

By. Jabatan 5% x Rp. 2.755.800 = Rp. 137.790

= Rp. 160.687 Rp. 298.477

Penghasilan Netto Sebualn Rp. 2.457.323

Penghasilan Netto Setahun Rp. 29.487.876

12 x Rp. 2.457.323

PTKP Setahun : Suami Rp. 24.300.000 Rp. 2.025.000 Rp. 26.325.000

PKP Setahun Rp. 3.162.876

PPh Pasal 21 terutang :

5 % x Rp. 3.162.876 = Rp. 158.143 Rp. 158.143÷12 = Rp. 13.179

c. Menikah dan Mempunyai Anak 1

Fadliyah Nasir berstatus menikah dan mempunyai 1 orang anak adalah karyawan PT. Angkasa Pura I Cabang Makassar dengan gaji pokok sebulan sebesar Rp. 3.025.900, dan membayar iuran pension sebesar Rp. 195.505.

Perhitungan PPh Pasal 21 :

Jumlah kotor Rp.3.025.900

Jabatan5% x Rp. 3.025.900 = Rp. 151.295

= Rp. 195.505 Rp. 346.800

Penghasilan Netto Sebualn Rp. 2.679.100

Penghasilan Netto Setahun Rp. 32.149.200

12 x Rp. 2.679.100 `

PTKP Setahun : Suami Rp. 24.300.000 Istri Rp. 2.025.000 K/1 Rp. 2.025.000 Rp. 28.350.000

PKP Setahun Rp. 3.799.200

PPh Pasal 21 terutang :

5 % x Rp. 3.799.200 = Rp. 189.960 Rp. 189.960÷12 = Rp. 15.830

Dari penjelasan diatas maka dapat dilihat perbedaan perhitungan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 antara karyawan yang bujang, menikah tapi belum punya anak, dan yang memiliki 1 anak. Perbedaan itu terlihat jelas pada penghasilan tidak kena pajak.

B. Prosedur Perhitungan dan Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Gaji Karyawan

Dengan berlakunya UU No. 162/PMK.011/Tahun 2012 tentang Pajak penghasilan, masyarakat wajib pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghitung, memotong/memungut, menyetor dan melaporkan besarnya jumlah pajak yang harus dibayar dan melaporkannya sesuai dengan keadaan yang sesungguhny Perusahaan sebagai tempat pemberi kerja berfungsi sebagai pemotong dan pemungut pajak penghasilan pasal 21 terhadap karyawannya pada saat pembayaran gaji, maka dalam hal pelaporan dipandang perlu untuk menyelenggarakan prosedur administrasi yang baik sehingga perhitungan, pemotongan dan pemungutan sampai pelaporan pajak penghasilan pasal 21 tidak bertentangan dengan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.

Pada PT. Angkasa Pura I (Persero) cabang Makassar obyek pajak penghasilan pasal 21 yang terdiri dari 266 orang, yang secara keseluruhan merupakan pegawai tetap yakni pegawai yang menerima dan memperoleh gaji dalam jangka waktu tertentu secara berkala dan teratur serta terus menerus ikut mengelolah kegiatan

perusahaan. Berikut tabel jumlah karyawan yang dimiliki oleh perusahaan selama bulan Desember tahun 2010.

Tabel 1

PT. ANGKASA PURA I (Persero)

JUMLAH KARYAWAN TETAP PADA KC MAKASSAR DESEMBER TAHUN 2010

Bulan Jumlah Karyawan

Desember 266 orang

Sumber : PT. Angkasa Pura I (Persero)

Jumlah karyawan tersebut merupakan karyawan tetap perusahaan yang gajinya di bayarkan setiap bulan oleh perusahaan sebagai pemberi kerja

Perusahaan juga memberikan tunjangan-tunjangan pada karyawan baik itu tunjangan jabatan, serta tunjangan lain seperti tunjangan jamsostek, tunjangan pajak, dana pensiun, dan tunjangan transport.

Berikut ini dijelaskan prosedur perhitungan dan pemotongan pajak penghasilan pasal 21 yang digunakan oleh perusahaan berdasarkan Standar Operating Prosedur PPh Pasal 21 PT. Angkasa Pura I (Persero) cabang Makassar adalah:

Kebijakan Umum

Mengatur hal-hal sebagai berikut :

1. PPh pasal 21 karyawan dikenakan atas semua penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk

apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

2. Melakukan penghitungan pajak terutang atas PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

3. Melampirkan Daftar Gaji / Daftar Perhitungan Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 21 ke dalam SPT.

4. Memperhitungkan semua kredit pajak ke dalam perhitungan pajak terhutang PPh Pasal 21 Tahunan.

5. Membayarkan atas kekurangan dari perhitungan PPh Pasal 21 Tahunan paling lambat tanggal 25 bulan maret.

6. Melaporkan SPT Tahunan paling lambat 31 Maret.

7. Menyebarkan atas kekurangan atas perhitungan PPh Pasal 21 Masa paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

8. Melaporkan SPT PPh Pasal 21 Masa paling lambat tiap tanggal 20 bulan berikutnya.

9. Mengarsipkan dokumen / SPT secara urut berdasarkan bulan.

Kebijakan Operasional

Mengatur hal-hal sebagai berikut :

1. Melakukan up date sistem dengan menyesuaikan peraturan perpajakan yang berlaku untuk perhitungan PPh Pasal 21.

2. Memasukkan semua yang menjadi obyek pemotongan / pemungutan PPh Pasal 21 ke dalam perhitungan SPT Tahunan ataupun SPT Masa, seperti : Gaji, Tunjangan-tunjangan dan lain-lain.,-

C. Analisis Jumlah Gaji dan Pajak Penghasilan Karyawan (PPh Pasal 21) Yang Dipungut Oleh Perusahaan

Sesuai dengan kebijakan yang telah dibuat oleh perusahaan bahwa untuk karyawan yang dinyatakan mampu untuk bekerja dan diberi kesempatan untuk bekerja pada perusahaan, jumlah gaji yang akan diberikan sesuai dengan jenjang pendidikan yang dimiliki dan kemapuan bekerja pada perusahaan. Berikut daftar gaji karyawan perusahaan selama bulan Desember tahun 2010 adalah sebagai berikut :

Sumber : PT. ANGKASA PURA I (Persero) 0

PADA PERUSAHAAN PT. ANGKASA PURA I (Persero)

BULAN DESEMBER 2010

No. Nama Unit Kerja Gaji Pokok

Tunjangan

Paket Gaji

RumahSewa Tunj.

Jabatan

Tunjangan

Ins. Merit Tunj.

Transport

KotorGaji

Potongan

Potongan Gaji BersihTot.

Istri PerusahaanAnak

IRJATunj.

Pangan Perbaika

n

PPH. 21 JKMJKK

D.Pensiun Jamsostek

T.H.T Taspen

Askes PPh. 21 1. General Manager

Jumlah Pegawai : 1 Jumlah istri 1 Jumlah Anak 2

2,060,306 206,306 82,412 618,091

200,0000 0

3.166.839 0

8.000.000 5,881,884 16.020 8.900

5,659,866

6.500.000 29.233.50

9 148.341

84.256 100.461 00 5,881,884

6.214.942 23.018.567

2. Airport Duty Manager Jumlah Pegawai : 6 Jumlah Istri 6 Jumlah Anak Jumlah Anak 9

11.914.236 1.191.419

351.832 0

1.050.00 00

18.081.75

5 0

18.000.000 10.346.994 91.967 51.092

24.065.244

15.000.000 85.637.05

2 851.584

483.691 576.721 00 10.346.994

12.258.99

0 73.378.062

60

D. Penerapan Perhitungan dan Prosedur Akuntansi PPh Pasal 21 pada PT.

Angkasa Pura I (Persero)

Perusahaan sebagai pemberi kerja, secara otomatis mengutamakan kebersihan dalam penyelenggaraan sistem dan prosedur administrasi yang relevan untuk mengkoordinir segala kebutuhan operasional perusahaan. Demikian halnya dengan perhitungan, pencatatan, dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 yang dipungut atau dipotong oleh perusahaan.

Pada bab Tunjauan Pustaka, dijelaskan bahwa pajak penghasilan pasal 21 adalah merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi.

Dalam kaitannya dengan uraian tersebut di atas, maka berikut ini akan disajikan beberapa contoh kasus perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 pada PT. Angkasa Pura I (Persero) . Cabang Makassar beserta pencatatan akuntansinya dimana PPh Pasal 21 setiap karyawannya dimasukkan dalam tunjangan pajak.

Contoh Perhitungannya

Gaji sebulan + Tunjangan Rp. 23.351.900

Tunjangan Pajak Rp. 5.881.884 +

Penghasilan Bruto Sebulan Rp.29.233.784

Pengurangan :

Biaya Jabatan 5% x Rp. 29.233.784 Rp. 1.461.690

Iuran Pensiun Rp. 148.341 Jamsostek Rp. 84.256

T.H.T Rp. 100.461 +

Rp. 333.058

Rp. 1.794.748 +

Penghasilan Netto Sebulan Rp. 31.029.000

Penghailan netto setahun Rp. 31.029.000 x 12 Rp. 372.342.384 PTKP :

GM : Rp. 24.300.000 Istri : Rp. 2.025.000 K/2 : Rp. 2.025.000 +

` Rp. 30.375.000

PKP Setahun Rp. 341.967.384

PPh 21 Terutang :

5% x Rp. 50.000.000 Rp. 2.500.000 15% x Rp. 250.000.000 Rp. 37.500.000 25% x Rp. 41.967.384 Rp. 10.491.846 +

Rp. 50.491.846

PPh 21 Sebulan Rp. 50.491.846 ÷ 12 = Rp. 4.207.653

Jurnalnya :

1. Saat pembayaran gaji

Biaya Gaj Rp. 2.060.306

Tunj. Pajak Rp. 5.881.884

Kas Rp. 3.485.735

Utang PPh 21 Rp. 4.207.653

Iuran THT Rp. 100.461

Iuran Pensiun Rp. 148.341

2. Saat Penyetoran PPh 21

Utang PPh Pasal 21 Rp. 4.207.653

Kas Rp. 4.207.653

3. Saat Penyetoran Premi Asuransi (JAMSOSTEK)

Iuran THT Rp. 100.461

Iuran Pensiun Rp. 148.341

By. Asuransi Rp. 109.176

Kas Rp. 357.978

Dalam penerapan perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 perusahaan juga melakukan evaluasi secara berkala atas prosedur pajak yang ditetapkan untuk menghindari kesalahan yang berpengaruh terhadap penyampaian Surat Setoran Pajak kepada bendaharawan negara. Apabila terjadi kesalahan penyampaian maka perusahaan mengadakan restitusi dengan kewajiban pajak untuk tahun berikutnya jika

lebih bayar. Sedangkan apabila kurang bayar, maka pada saat itu juga diadakan Surat Setoran pajak tambahan atas pajak yang kurang bayar.

Berdasarkan dari analisis atas perhitungan dan prosedur akuntansi atas gaji karyawan yang merujuk pada Standar Operating Prosedur PPh Pasal 21 pada PT.

Angkasa Pura I (Persero) Cabang Makassar bahwa hipotesis yang diangkat pada awal penelitian ini terbukti, karena perusahaan telah menerapkan perhitungani Pajak Penghasilan Pasal 21 yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku yakni Undang-Undang No. 162/PMK.011/Tahun 2012.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan pada bab sebelumnya berikut ini dikemukakan beberapa kesimpulan, yaitu :

1. Dalam hal penerapan perhitungan pajak penghasilan Pasal 21, perusahaan telah menerapkan sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan No.

162/PMK.011/Tahun 2012 khususnya pajak penghasilan pasal 21 atas gaji karyawan.

2. Prosedur pencatatan akuntansi yang dilakukan oleh PT. Angkasa Pura I (Persero) Cabang Makassar sudah terselenggara dengan baik dan telah sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.

3. Perhitungan dan Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) 21 pada PT. Angkasa Pura I (Persero) Cabang Makassar atas gaji karyawan telah sesuai dengan UU Perpajakan No. 162/PMK.011/Tahun 2012.

B. Saran

1. Supaya perusahaan senantiasa mengikuti perkembangan dan perubahan Undang-Undang Perpajakan terutama dalam hal pemotongan PPh Pasal 21 atas gaji karyawan agar dapat terus sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Sehingga jika hal ini dapat terus dipertahankan maka kredibilitas perusahaan juga dapat terus terjaga, terhadap pemerintah.

65

2. Untuk menghindari sanksi-sanksi perpajakan, maka sebaiknya bendaharawan PT. Angkasa Pura I (Persero) Cabang Makassar berkonsultasi ke Kantor Pelayanan Pajak atau KantorPenyuluhan Setempat guna mendapatkan informasi sejelas-jelasnya mengenai PPh Pasal 21.

Dokumen terkait