• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Bagi Institusi

3.4 Metode Implementasi

4.1.1 Hasil Tinggi Tanaman

Tinggi tanaman cabai besar diukur setiap satu minggu sekali menggunakan alat penggaris satuan yang digunakan adalah cm. cara pengukuran pada parameter tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun. Pengukuran dilakukan pada umur tanaman cabai besar mulai dari umur 14-56 HST bisa dilihat pada (lampiran 2). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam ANOVA dan dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Hasil rata-rata tinggi tanaman cabai besar bisa dilihat pada (lampiran 3) yang telah dilakukan menunjukkan hasil sig.> 0,05 (dikatakan signifikan lebih dari 0,05). Berikut rata-rata tinggi tanaman cabai besar yang disajikan pada tabel 2 dibawah ini:

Tabel 2. Rata-rata Tinggi Tanaman Perlakuan Jenis Pupuk Organik dengan Penambahan 10 gram Trichoderma sp

Perlakuan Rata-rata Tinggi Tanaman

14 HST 21 HST 28 HST 35 HST 42 HST 49 HST 56 HST P0 (Kompos) 9,65 a 11,40 a 15,38 a 18,05 a 22,11 a 26,11 a 30,55 a P1 (Sapi) 10,38 a 11,21 a 19,05 c 19,83 c 24,05 a 27,05 a 33,83 a P2 (Kambing) 10,33 a 11,01 a 17,61 b 18,72 b 23,89 a 26,39 a 31,72 a P3 (Ayam) 10,78 a 15,03 b 19,55 c 26,50 d 29,66 b 34,72 b 40,83 b Keterangan: Angka yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama berarti tidak berbeda nyata dari uji DMRT 5%. Jika diikuti oleh huruf yang berbeda berarti perlakuan berbeda nyata.

45

Dilihat pada tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman cabai besar pada 14 hari setelah tanam tidak berbeda nyata antar perlakuan hal ini dikarenakan tanaman cabai besar masih menyesuaikan dengan media tanam yang digunakan sehingga pertumbuhan tinggi tanaman tidak terlihat. Sehingga bisa dilihat pada tabel diatas bahwasanya notasi setelah angka menunjukkan hasil yang sama yaitu artinya pada 14 hari setelah tanam tidak terdapat perbedaan nyata antar perlakuan pupuk kompos, pupuk kotoran sapi, pupuk kotoran kambing dan pupuk kotoran ayam.

Pada 21 hari setelah tanam tanaman sudah mulai menyesuaikan dengan lingkungan dan media yang digunakan di dalam polybag. Sehingga pada 21 hari setelah tanam tanaman untuk perlakuan kotoran ayam menghasilkan tinggi tanaman cenderung labih tinggi daripada pupuk kompos, pupuk kotoran sapi dan kotoran kambing. Hal ini disebabkan kandungan untuk unsur N ayam lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga perlakuan. Dilihat dari tabel diatas dituliskan bahwa rata-rata untuk perlakuan pupuk kotoran ayam setelah angka diikuti oleh notasi yang berbeda yang artinya pada 21 hari setelah tanam parameter untuk tinggi tanaman untuk perlakuan pupuk kotoran ayam berbeda nyata antar tiga perlakuan lainnya.

Pada 28 hari setelah tanam tinggi tanaman cabai besar sudah beragam hal ini dikarenakakan pada minggu ketiga dilakukan pemupukan susulan yaitu pemberian pupuk organik ke tanaman cabai sehingga membuat pertumbuhan tinggi tanaman pada cabai besar pada 28 hari setelah tanam lebih memperlihat hasil yang nyata antar perlakuan. Hal ini dibuktikan pada tabel diatas dituliskan bahwa untuk perlakuan pupuk kotoran sapi dan pupuk kotoran ayam memberikan hasil yang sama yaitu artinya untuk perlakuan dengan kotoran sapi dan kotoran ayam pada 28 hari setelah tanam mengalami pertumbuhan tinggi tanaman dengan rata-rata yang sama.

Pada 35 hari setelah tanam hasil yang didapatkan berbeda nyata antar perlakuan hal ini dikarenakan setelah dilakukannya pemupukan susulan pada minggu ketiga atau 21 hari setelah tanam tanaman bisa menyerap unsur haranya dengan sempurna pada minggu kelima atau 35 hari setelah tanam. Hal ini dibuktikan pada tabel diatas perlakuan pupuk kompos diikuti notasi a yang artinya perlakuan pupuk kompos memberikan rata-rata tinggi tanaman paling rendah, perlakuan kotoran sapi diikuti notasi c yang artinya rata-rata tinggi termasuk kategori tinggi, perlakuan kotoran kambing diikuti notasi b yang artinya rata-rata tinggi tanaman memiliki kategori cukup tinggi dan perlakuan pupuk kotoran ayam diikuti notasi d yang artinya rata-rata tinggi tanaman dikategorikan sangat tinggi pada 35 hari setelah tanam.

Pada 42 hari setelah tanam hasil rata-rata tinggi tanaman mengalami perbedaan nyata yaitu untuk perlakuan pupuk kompos, pupuk kotoran sapi dan pupuk kotoran kambing menunjukkan rata-rata tinggi tanaman yang hampir sama hal ini disebabkan tanaman sudah akan memasuki masa generatif atau masa dimana tanaman akan menghasilkan bunga atau buah sehingga untuk pertumbuhan tinggi tanaman cenderung tidak bertambah karena lebih fokus ke pembungaan. Sehingga pada 42 hari setelah tanam perlakuan yang lebih baik diantara perlakuan lainnya yaitu pada perlakuan pupuk kotoran ayam.

Pada 49 hari setelah tanam menghasilkan rata-rata tinggi tanaman sama dengan 42 hari setelah tanam hal ini dikarenakan tanaman sudah memasuki masa generatif sehingga pertumbuhan tanaman tidak berbeda nyata karena unsur hara yang diserap lebih ke unsur P (fosfor) untuk proses pembungaan. Dilihat pada tabel diatas bahwa perlakuan pupuk kompos, pupuk kotoran sapi dan pupuk kotoran kambing diikuti notasi a yang artinya cukup tinggi dan perlakuan pupuk kotoran ayam diikuti notasi b yang artinya perlakuan

47

kotoran ayam memberikan hasil rata-rata tinggi tanaman yang berbeda nyata dengan ketiga perlakuan lainnya.

Pada 56 hari setelah tanam hasil rata-rata tinggi tanaman sama seperti 42 dan 49 hari setelah tanam untuk notasinya. Hal ini menunjukkan pada 56 hari setelah tanam perlakuan pupuk kotoran ayam berbeda nyata diantara ketiga perlakuan lainnya artinya perlakuan pupuk kotoran ayam merupakan perlakuan terbaik diantara pupuk kompos, pupuk kotoran sapi dan pupuk kotoran kambing.

Hal ini dikarenakan pada 56 hari setelah tanam tanaman sudah fokus ke pembungaan sehingga untuk tinggi tanaman tidak terlalu berbeda nyata.

Berdasarkan hasil kajian teknis yang telah dilakukan dilapangan dan dikuatkan dengan data hasil perhitungan perlakuan dengan jenis pupuk organik kotoran ayam memberikan rata-rata tinggi tanaman tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan kandungan unsur hara dari kotoran ayam lebih tinggi daripada ketiga perlakuan lainnya. Hal ini sejalan dengan hasil laboratorium yang dilakukan oleh Wiryanta dkk, (2002) kandungan N pada kotoran ayam sebesar 3,21%.

Sesuai dengan pendapat Susanti (2016) mengatakan pupuk organik kororan ayam merupakan sumber nitrogen (N) untuk pertumbuhan tinggi tanaman serta nitrogen di dalam pupuk dirombak oleh mikroorganisme menjadi humus atau bahan organik tanah. Hal ini berhubungan dengan pendapat Prihmantoro (1999) bahwa salah satu unsur yang banyak terdapat dalam pupuk kotoran ayam adalah unsur hara nitrogen, karena unsur hara nitrogen diperlukan oleh tanaman untuk merangsang pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif seperti tinggi tanaman dikarenakan unsur hara nitrogen merupakan salah satu unsur hara yang penting dan dibutuhkan untuk membentuk persenyawaan asam amino, protein, klorofil (zat hijau daun), dan persenyawaan penting dari tanaman.

Untuk itu tanaman tidak boleh kekurangan nitrogen. Gejala kekurangan nitrogen

antaranya daun mengecil berwarna pucat hijau kekuningan, tanaman kerdil, daun-daun sebelah tampak hangus dan mati dan perkembangan bunga berkurang akibat rontok. Kelebihan N juga perlu diwaspadai. Ciri-ciri tanaman apabila unsur N nya berlebih adalah warna daun yang terlalu hijau, tanaman rimbun dengan daun, tanaman rentan terhadap serangan jamur dan penyakit, serta mudah roboh.

Pemberian berbagai jenis pupuk organik memberikan hasil berbeda nyata antar perlakuan pada umur 14-56 hari setelah tanam. Pertumbuhan rata-rata tinggi tanaman yang tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (pupuk kotoran ayam) kemudian diikuti oleh P1 (kotoran sapi) dan P2 (kotoran kambing) sedangkan rata-rata terendah terdapat pada perlakuan P0 kontrol (pupuk kompos) hal ini terjadi dikarenakan unsur hara yang terdapat pada pupuk kompos sedikit dibandingkan dengan pupuk kotoran hewan dengan demikian berpengaruh pada masa pertumbuhannya salah satunya pada tinggi tanaman.