• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hipotesis Pertama

BAB III METODOLOGI PENELITIAN …

B. Pengujian Persyaratan Analisis

1. Hipotesis Pertama

C. Pengujian Hipotesis

Uji hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan uji anova satu arah (One Way-Anova) baik hipotesis pertama, dan kedua.

2004: 233), dengan nilai HSD = 2.13. Hasil perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 49.

Perbedaan rata-rata antar kelompok diuraikan dalam Tabel 18 berikut.

Tabel 18. Perbedaan Rata-Rata Antar Kelompok pada Hasil Belajar

x

V

x

A

x

K

x

V × 0.28 4.22

x

A 0.28 × 4.50

x

K 4.22 4.50 ×

Dengan membandingkan perbedaan rata-rata antar kelompok dengan HSD maka bisa diketahui mana yang mempunyai perbedaan secara signifikan. Dari Tabel 18 dapat disimpulkan bahwa:

A V K A K

V μ μ μ μ μ

μ ≠ , ≠ , =

Terlihat perbedaan hasil belajar yang diperoleh oleh masing- masing kelompok siswa, dimana diantara kelompok siswa kinestetik dengan siswa visual dan auditorial terdapat perbedaan dan siswa dengan kelompok visual dan auditorial tidak terdapat perbedaan pada hasil belajarnya. Siswa dengan gaya belajar kinestetik mempunyai hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan dua kelompok gaya belajar lainnya yaitu visual dan kinestetik, hal ini disebabkan karena perangkat belajar yang diberikan kepada mereka sesuai dengan gaya belajar yang mereka miliki yaitu dengan menggunakan perangkat belajar kinestetik.

2. Hipotesis Kedua

“Terdapat perbedaan motivasi belajar diantara kelompok siswa yang memiliki gaya belajar auditorial, visual, dan kinestetik yang diajar dengan perangkat pembelajaran kinestetik”.

Hasil penghitungan motivasi belajar siswa pada ketiga kelompok gaya belajar menggunakan uji rata-rata anova satu arah (One Way-Anova) diperoleh Fhitung = 5.42 dan Ftabel = 3.38 pada taraf signifikansi α=0.05, perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 48. Ringkasan analisis uji anova dapat dilihat pada Tabel 19 berikut.

Tabel 19. Ringkasan Uji Anova Satu Arah (One Way-Anova) Motivasi Belajar

Sumber Variansi

Jumlah Kuadrat (SS)

Derajat Kebebasan (df)

Kuadrat Rerata (MS)

Fhitung Ftabel

Antar Grup (b) 292.20 2 146.10 5.42 3.38

Dalam grup (w) 673.91 25 26.96 Ket:

5.42 < 3.38 (signifikan)

Total (t) 966.11 27

Dari Tabel 19 dapat disimpulkan bahwa hipotesis (H0) ditolak.

Artinya terdapat perbedaan motivasi belajar diantara ketiga gaya belajar dengan penerapan perangkat pembelajaran kinestetik.

Untuk mengetahui gaya belajar mana yang berbeda secara signifikan maka uji dilanjutkan dengan uji Tukey’s HSD (Agus Rianto, 2004: 233), dengan nilai HSD = 4.40. Hasil perhitungan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 50.

Perbedaan rata-rata antar kelompok diuraikan dalam Tabel 20 berikut.

Tabel 20. Perbedaan Rata-Rata Antar Kelompok pada Motivasi Belajar

x

V

x

A

x

K

x

V × 2.83 7.28

x

A 2.83 × 4.45

x

K 7.28 4.45 ×

Dengan membandingkan perbedaan rata-rata antar kelompok dengan HSD maka bisa diketahui mana yang mempunyai perbedaan secara signifikan. Dari Tabel 20 dapat disimpulkan bahwa:

A V K A K

V μ μ μ μ μ

μ ≠ , ≠ , =

Terlihat perbedaan motivasi belajar yang diperoleh oleh masing- masing kelompok siswa, dimana diantara kelompok siswa kinestetik dengan siswa visual dan auditorial terdapat perbedaan, dan siswa dengan kelompok visual dan auditorial tidak terdapat perbedaan pada motivasi belajarnya. Siswa dengan gaya belajar kinestetik mempunyai motivasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan dua kelompok gaya belajar lainnya yaitu visual dan auditorial, hal ini disebabkan karena perangkat belajar yang diberikan kepada mereka sesuai dengan gaya belajar yang mereka miliki yaitu dengan menggunakan perangkat belajar kinestetik.

D. Pembahasan

Hipotesis pertama tolak H0, yakni terdapat perbedaan hasil belajar diantara kelompok siswa yang memiliki gaya belajar auditorial, visual, dan kinestetik yang diajar dengan perangkat pembelajaran kinestetik. Setelah dilakukan uji Tukey’s HSD, ternyata hasil belajar pada kategori gaya belajar kinestetik lebih baik dibandingkan dengan kategori gaya belajar visual, dan auditorial. Hal ini disebabkan karena perangkat pembelajaran yang digunakan yaitu dengan menggunakan perangkat pembelajaran kinestetik, yaitu mulai dari silabus, RPP, LKS yang sudah dirancang sedemikian rupa dengan gaya belajar kinestetik. Salah satunya juga dengan penggunaan model prisma dan limas yang dirancang oleh siswa sendiri berdasarkan petunjuk LKS yang diberikan. Dari model prisma dan limas yang dibuat oleh siswa sendiri, mereka dapat melihat, meraba, dan lebih leluasa untuk mencermati dan menelaah secara konkret bagian- bagian dari bangun ruang tersebut, sehingga akan lebih memudahkan dalam melakukan perhitungan geometrinya. Selain itu model prisma dan limas sebagai salah satu media pembelajaran sederhana terbukti dapat membantu siswa untuk lebih mengerti dan lebih memahami konsep bangun ruang prisma dan limas khususnya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Ahmad Fauzan (2008:

11) bahwa: “karena konsep-konsep matematika bersifat abstrak, guru perlu menemukan cara untuk menjadikan konsep-konsep tersebut menjadi riil bagi siswa”.

Selanjutnya LKS yang dirancang dengan bentuk gaya belajar kinestetik bertujuan untuk mengaktifkan siswa agar dapat melakukan atau menemukan sendiri konsep bangun ruang sisi datar khususnya prisma dan limas dengan metode do by learning. Pada LKS tersebut siswa diperintahkan untuk merancang sendiri model prisma dan limas dengan ide kreatifitas siswa. Siswa yang bergaya belajar kinestetik cenderung lebih semangat dalam mengerjakannya. Mereka merasa lebih bebas dalam melakukan kegiatan belajar, dan lebih paham dengan soal-soal yang ada pada LKS. Dengan adanya rancangan model prisma dan limas tersebut dapat terlihat jelas bagian-bagian atau unsur-unsur dari bangun ruang yang dimaksud, sehingga untuk tahapan materi selanjutnya mereka lebih paham seperti penentuan jaring-jaring, perhitungan luas dan volume. Hal ini senada dengan teori belajar geometri oleh Van Hiele (internet:2009) yang mengatakan bahwa “Geometri memberikan kepada kita jalan untuk mengartikan dan memikirkan alam sekitar kita. Ia dapat digunakan sebagai alat untuk mempelajari topik-topik yang lain dalam matematika dan sains”.

Bagi siswa kinestetik, model prisma dan limas merupakan suatu fakta yang menarik. Dari media tersebut siswa akan menyimpulkan sendiri tentang apa yang dilihatnya. Model juga berguna untuk memfungsikan indera siswa.

Kenyataan ini diungkapkan oleh Ruseffendi (1989) bahwa makin banyak indera yang dipakai makin efisien anak belajar. Bila siswa hanya mendengar tetapi tidak melihat dan melakukan sendiri, maka mereka tidak akan memperoleh pengalaman belajar yang bermakna. Semua ini tentu berdampak baik pada hasil belajar siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik.

Penggunaan perangkat kinestetik, dalam pembelajarannya yaitu dengan mempergunakan model prisma dan limas yang dibuat oleh siswa. Dimulai dengan membuat kerangka prisma dan limas, membuat model bangun ruangnya, kemudian membentuk jaring-jaringnya, mencari volume prisma dan limas dari plastisin. Dengan kegiatan tersebut memberikan kemampuan mengetahui suatu proses kemampuan berfikir siswa. Hal ini sesuai dengan teori belajar geometri yang diungkapkan oleh Van Hiele (internet:2009), yaitu tingkat visualisasi, tingkat ini disebut juga tingkat pengenalan. Pada tingkat ini, siswa memandang sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan (wholistic). Kemudian tingkat analisis, tingkat ini dikenal sebagai tingkat deskriptif. Pada tingkat ini siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri dari masing-masing bangun. Setelah siswa melalui tahap tingkatan dua tersebut, maka nantinya mereka dapat melewati tiga tahap yang lebih tinggi yaitu tingkat abstraksi (memahami hubungan antar ciri yang satu dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun), tingkat dedukasi formal (memahami pengertian-pengertian, definisi- definisi, aksioma-aksioma, dan terorema-teorema dalam geometri), dan tingkat rigor (tingkat matematis). Pada tingkat ini, siswa mampu melakukan penalaran secara formal tentang sistem-sistem matematika (termasuk sistem-sistem geometri), tanpa membutuhkan model-model yang konkret sebagai acuan. Maka dengan model yang di rancang sendiri oleh siswa diharapkan nantinya siswa akan melalui tahapan perkembangan berfikir geometri yang dikemukan oleh Van Hiele mulai dari tingkat visualisasi sampai dengan tingkat rigor.

Selanjutnya hasil belajar siswa yang bergaya belajar visual lebih rendah yakni dengan rata-rata sebesar 72.00 bila dibandingkan dengan siswa yang bergaya belajar kinestetik sebesar 79.77, hal ini disebabkan dominasi belajar siswa yang bergaya belajar kinestetik. Siswa yang bergaya belajar visual ini cenderung membacakan apa yang diperintahkan pada LKS, dan mereka hanya melihat apa yang dikerjakan oleh siswa yang bergaya belajar kinestetik kemudian membuat tugas yang ada pada LKS. Sesuai dengan karakteristik gaya belajarnya, yaitu mengingat dengan asosiasi visual, lebih suka membaca daripada dibacakan (dePorter, 2003:116). Disisi lain juga terlihat bahwa sebagian siswa bergaya visual ada yang suka bekerja sendiri, setelah ditanyakan langsung dan mereka mengatakan bahwa bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada pada LKS dengan cepat tanpa harus menunggu hasil kerja kelompoknya, ini juga disesuaikan karakteristik cara belajarnya yaitu lebih suka membaca, biasanya tidak terganggu oleh keributan (dePorter, 2003:116). Namun demikian siswa yang bergaya belajar visual juga antusias dalam melakukan kegiatan belajar kelompok, mereka juga ikut terlibat di dalam menyelesaikan tugas kelompok, walaupun masih ada juga sebagian siswa visual yang bekerja sendiri.

Hal yang sama juga terjadi pada siswa yang bergaya belajar auditorial memperoleh hasil belajar lebih rendah dibandingkan hasil belajar yang bergaya belajar kinestetik. Siswa dengan gaya belajar auditorial ini cenderung lebih banyak berbicara dengan teman sekelompoknya, dalam kegiatan kelompok mereka cenderung suka menyuruh teman-temannya, seperti mengambil barang- barang untuk membuat model prisma dan limas. Disini mereka cenderung aktif

dalam berdiskusi, menyampaikan idenya, dan tampil sebagai front liner untuk kelompoknya dalam mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka. Sesuai dengan karakteristik gaya belajarnya, yaitu belajar dengan mendengarkan dan mengingat apa yang didiskusikan daripada yang dilihat, suka berbicara, suka berdiskusi, dan menjelaskan sesuatu panjang lebar, senang membaca dengan keras dan mendengarkan, mudah terganggu oleh keributan (dePorter, 2003:118).

Hipotesis kedua tolak H0, yakni terdapat perbedaan motivasi belajar diantara kelompok siswa yang memiliki gaya belajar auditorial, visual, dan kinestetik yang diajar dengan perangkat pembelajaran kinestetik. Setelah dilakukan uji Tukey’s HSD, ternyata motivasi belajar pada kategori gaya belajar kinestetik lebih baik dibandingkan dengan kategori gaya belajar visual, dan auditorial.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, siswa dengan gaya belajar kinestetik mempunyai cara belajar yang positif dan lebih fokus terhadap kegiatan yang diberikan seperti membuat model dan memanfaatkannya dalam pembelajaran. Mereka pun juga dapat menyalurkan keterampilannya sendiri dalam membuat model yang bagus, dan selalu ingin menampilkan karya terbaiknya.

Siswa dengan gaya belajar visual mengalami sedikit penurunan motivasi belajar, hal ini disebabkan dari ketidakterlibatan langsung dalam membuat model prisma dan limas. Siswa yang mempunyai gaya belajar visual ini hanya membantu temannya dengan membacakan apa yang diperintahkan pada LKS, kemudian siswa dengan gaya belajar kinestetik yang mengerjakannya. Disamping itu,

mereka terlihat bingung ketika disuruh untuk mengerjakan kegiatan yang diperintahkan pada LKS. Setelah ditanyakan apa penyebabnya, siswa ini menjawab masih belum bisa memanfaatkan model yang ada, dikarenakan dominasi kerja yang dilakukan siswa dengan gaya belajar kinestetik. Namun mereka tetap semangat dalam belajar karena dari kegiatan belajar yang ada mereka dapat secara nyata melihat bagian-bagian dari bangun prisma dan limas tersebut, dan merasa bangga terhadap hasil karya yang dibuat.

Selanjutnya siswa dengan gaya belajar auditorial mengalami peningkatan motivasi belajar yang tidak signifikan. Hal yang sama juga terjadi pada siswa auditorial dengan visual, dimana kurangnya keterlibatan langsung mereka dalam membuat model prisma dan limas. Mereka cenderung melihat saja apa yang dilakukan oleh anggota kelompok mereka, dan merasa terganggu dengan suasana kelas yang ribut. Walaupun demikian antusiame mereka terlihat dalam mempresentasikan hasil kerja kelompoknya

Dari kondisi tersebut, terlihat bahwa penerapan pembelajaran dengan perangkat kinestetik ini siswa yang bergaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik ternyata mempunyai motivasi belajar yang berbeda-beda. Hal ini sesuai dengan karakteristik gaya belajar masing-masing, dimana setiap gaya belajar mempunyai keunikan sendiri dalam menyerap dan menerima informasi yang ada.

Sementara itu, Nasution (1998:94) menyatakan bahwa gaya belajar adalah cara konsisten yang dilakukan siswa. Kekonsistenan itu berupa kemampuan dalam menangkap stimulus atau informasi, cara mengingat, berfikir, dan memecahkan soal. Artinya, bagaimana siswa belajar dapat diketahui dengan cara-cara siswa

dalam menerima dan mengolah informasi, proses berfikir mereka, dan kecenderungan mereka dalam memecahkan masalah belajar.

Dokumen terkait