• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik analisis data

Dalam dokumen penilaian tingkat kesehatan bank sebelum (Halaman 50-55)

BAB 3 METODE PENELITIAN

G. Teknik analisis data

Analisis data dapat diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan untuk mengubah data penelitian menjadi informasi baru yang dapat dipahami dengan mudah yang digunakan untuk memperoleh suatu kesimpulan alat yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah uji beda yaitu dengan menguji tingkat kesehatan bank sebelum dan setelah adanya Covid-19.

Sebelum menguji hipotesis data yang digunakan dalam penelitian harus diuji normalitas dan homogenitas nya terlebih dahulu dengan menggunakan Statistik Prodict Service Solusion (SPSS).

Adapun tahapan yang dilakukan guna menganalisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Statistik Deskriptif

Pada dasarnya Statistik deskriptif digunakan untuk mengumpulkan, mengelola dan menganalisa data kemudian menyajikan dalam bentuk yang baik (Saiful Ghozi, 2016). Pada penelitian ini, analisis deskriptif akan menggunakan nilai rata-rata dari

36

rasio tingkat kesehatan bank pada perusahaan perbankan, sehingga diketahui rata-rata tingkat kesehatan bank sebelum dan selama adanya Covid-19.

2. Analisis Statistik a. Uji Normalitas

Sebelum melakukan pengujian beda, langkah awal yang yang harus dilakukan adalah melihat distribusi data dengan uji normalitas. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah variable-variabel penelitian berdistribusi norma atau tidak (Sari, 2018). Cara untuk mengetahui data distribusi normal atau tidak dengan cara melihat grafik atau uji statistik dengan tes Kolmogrof- Sminorv (Ghazali,2016).

Dalam penelitian ini menggunakan grafik Q-Q plot yang ada pada output SPSS. Pada uji ini apabila data tersebut akan dikatakan terdistribusi Normal maka sebaran plot akan mendekati model (garis lurus), sebaliknya apabila sebaran data tersebut tidak terdistribusi Normal maka sebaran plot menjauh dari model (garis lurus).

Hasil uji normalitas akan digunakan untuk menentukan alat uji yang sesuai untuk menguji hipotesis penelitian. Jika hasil normalitas menunjukkan data berdistribusi normal dan lulus uji homogenitas maka akan dilakukan uji beda dengan Independent Sample T-Test sedangkan jika data berdistribusi tidak normal atau tidak lulus homogenitas maka akan menggunakan sign-wilxocon.

b. Uji Homogenitas

Uji Homogenitas adalah uji variabel dependen untuk mengetahui apakah variabel memiliki varian yang sama dalam kategori variabel independen (Ghozali, 2016). Uji homogenitas yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu Uji Homogenitas Varians.

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data dalam variabe bersifat homogen atau tidak.

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel pada penelitian tersebut diperoleh dari populasi yang bervariansi homogen atau tidak dan apabila asumsi data sampel berasal dari populasi yang homogen ini tidak terpenuhi maka

kondisi ini menunjukkan bahwa ragam dari masing-masing sampel tidak sama. Ketentuan dalam pengujian ini dilihat dari nilai Signifikasinya, untuk melihat nilai Signifikasinya dilihat pada tabel.

Berikut dasar pengambilan keputusan untuk pengujian ini;

1) Jika data objek yang diteliti nilai Signifikasinya > 0,05, maka data tersebut homogen.

2) Jika data objek yang diteliti nilai Signifikasinya < 0,05, maka data tersebut tidak homogen.

Uji ini dilakukan sebagai persyaratan dalam pengujian beda.

Dalam Levene’s est apabilah nilai signifikan lebih dari 0,05 maka uji t menggunakan nilai Equal Variences Assumed (diasumsikan varian sama) dan apabila nilai singifikansi lebih kecil dari 0,05 maka uji t menggunakan nilai Equal Variences not Assumed (diasumsikan varian berbeda).

38

3. Uji Beda

Uji beda dilakukan pada 2 populasi yang bertujuan untuk mengetahui adakah perbedaan mean atau rata-ratanya (Santoso, 2008). Uji beda digunakan untuk menguji hipotesis. Hipotesis untuk membuktikan apakah terdapat perbedaan kesehatan bank jika dilihat dari segi rasio NPL, ROA, dan CAR.

Penggunaan uji beda ini membandingkan nilai rata-rata dari satu objek yang berhubungan karena mengkaji dampak terhadap suatu objek. Data yang digunakan berasal dari sebelum dan selama Covid- 19, data sebelum Covid-19 diambil mulai dari bulan Januari 2019 hingga Maret 2020 sedangkan data selama Covid-19 diambil dari bulan April 2020 hingga bulan Juni 2021.

Uji ini digunakan untuk menguji hipotesis. Adapun uji beda yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Independent Sample T-Test

Uji beda yang dilakukan pada kasus seperti pada penelitian ini adalah uji Independent Sample T-Test yang menguji perbedaan rata- rata pada sampel yang berpasangan. Uji Independent Sample T-Test merupakan uji parametrik yang mempunyai syarat data berdistribusi normal serta lulus uji homogenitas atau dengan kata lain lulus uji asumsi dasar. Untuk mengetahui bahwa terdapat perbedaan atau tidak pada rata-rata dua sampel dilihat dari nilai signifikasinya.

Adapun ketentuan dalam uji Independent Sample T-Test adalah sebagai berikut:

1. Jika t hitung < t Tabel dan probabilitas (Asymp.sig) < 0,05 maka Hipotesis diterima

2. Jika t hitung > t tabel dan probabilitas (Asymp.sig) > 0,05 maka Hipotesis ditolak

b. Sign-Wilxocon

Uji non-parametrik yang dilakukan dalam uji beda sampel yang berpasangan adalah uji sign-wilxocon. Uji sign- wilxocon adalah uji untuk mengetahui apakah ada perbedaan atau tidak antara sampel yang berpasangan yang digunakan sebagai uji alternatif dari uji paired sample T-test jika data tidak memenuhi asumsi dasar.

Adapun dasar pengambilan keputusan dalam pengujian ini adalah sebagai berikut:

1) Jika Z hitung ≤ Z tabel dan signifikasinya < 0,05 maka Hipotesis diterima

2) Jika Z hitung ≥ Z Tabel dan nilai signifikasinya > 0,05 maka Hipotesis ditolak

40 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 1. Sejarah Singkat Bursa Efek Indonesia (BEI)

Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam bahasa inggris Indonesia Stock Exchange (IDX) adalah sebuah pasar saham yang merupakan hasil penggabungan Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan bursa Efek Surabaya melebur kedalam bursa Efek Jakarta. Adapaun alasan perusahaan menggabungkan 2 bursa di 2 kota terbesar di Indonesia adalah demi efektifitas operasional dan transaksi.

Secara historis, Pasar Modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka Pasar Modal atau Bursa Efek telah hadir sejak zaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia Pasar Modal ketika itudidirikan oleh pemerintah Hindia Belada untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC.

Meskipun Pasar Modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan Pasar Modal tidak berjalan seperti yang diharapkan bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi Bursa Efek tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali Pasar Modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang

dikeluarkan pemerintah. Bursa Efek Jakarta pertama kali dibuka pada taggal 14 Desember 1912, dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda didirikan di Batavia pusat pemerintahan kolonial Belanda yang kita kenal sekarang dengan Jakarta. Bursa Efek Jakarta dulu disebut Call-Efek.

Bursa efek terdahulu bersifat demand-following namun setelah tahun 1977 bersifat supplay-leading, artinya bursa dibuka saat pengertian mengenai bursa pada masyarakat sangat minim sehingga pihak BAPEPAM harus berperan aktif langsung dalam memperkenalkan bursa.

Pada tahun 1977 hingga 1978 masyarakat umum tidak atau belum merasakan kebutuhan akan bursa efek, Perusahaan tidak antusias untuk menjual sahamnya kepada masyarakat. Tidak satupun perusahaan yang memasyarakatkan sahamnya pada periode ini. Baru pada tahun 1979 hingga 1984 dua puluh tiga perusahaan lainnya menyusul menawarkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta. Namun sampai tahun 1988 tidak satu pun perusahaan menjual sahamnya melalui Bursa Efek Jakarta.

Untuk lebih mengairahkan kegiatan di Bursa Efek Jakarta, maka pemerintah lebih melakukan berbagai paket deregulasi, antrian seperti paket Desember 1987, paket Oktober 1988, paket Desember 1988, paket Januari 1990, yang prinsipnya merupakan langkah-langkah penyesuaian peraturanperaturan yang bersifat mendorong tumbuhnya pasar modal secara umum dan khususnya Bursa Efek Jakarta.

Setelah dilakukan paket-paket regulasi tersebut Bursa Efek Jakarta mengalami kemajuan pesat. Harga saham bergerak naik cepat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang bersifat tenang.

Perusahaan- perusahaan pun akhirnya melihat bursa sebagai wahana

43

yang menarik untuk mencari modal, sehingga dalam waktu relative singkat sampai akhir tahun 1977 terdapat 283 emiten yang tercatat di Bursa Efek Jakarta.

Tahun 2001 Bursa Efek Jakarta mulai menerapkan perdagangan jarak jauh (Remote Trading), sebagai upaya meningkatkan akses pasar, efisiensi pasar, kecepatan dan frekuensi perdagangan. Tahun 2007 menjadi titik penting dalam sejarah perkembangan Pasar Modal Indonesia. Dengan persetujuan para pemegang saham kedua bursa, BES (Bursa Efek Surabaya) digabungkan ke dalam BEJ (Bursa Efek Jakarta) yang kemudian menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan tujuan meningkatkan peran pasar modal dalam perekonomian Indonesia.

Pada tahun 2008 Pasar Modal Indonesia terkena imbas krisis keuangan dunia menyebabkan tanggal 8-10 Oktober 20018 terjadi penghentian sementara perdagangan di Bursa Efek Indonesia. IHSG yang sempat menyentuh titik tertinggi 2.830,26 pada tanggal 9 Januari 2008, terperosok jatuh hingga 1.111,39 pada tanggal 28 Oktober 2008 sebelum ditutup pada level 1.355,41 pada akhir tahun 2008. Kerosotan tersebut dipulihkan kembali dengan pertumbuhan 86,98% pada tahun 2009 dan 46,13% pada tahun 2010. Pada tanggal 2 Maret 2009 Burs Efek Indonesia meluncurkan sistem perdagangan baru yakni Jakarta Automated Trading System Next Generation (JATS Next-G) yang merupakan pengganti sistem JATS yang beroprasi sejak Mei 1955.

Sistem semacam JATS Next-G telah diterapkan di beberapa bursa Negara asing, seperti Singapura, Hong Kong, Swiss, Kolombia dan Inggris. JATS Next-G memiliki empat mesin (engine), yaknI mesin utama,

back up mesin utama, disaster recovery centre (DRC), dan back up DRC.

JATS Next-G memiliki kapasitas hingga tiga kali lipat dari JATS generasi lama.

2. Visi dan Misi a. Visi

Menjadikan bursa yang kompetitif dengan kredibilitas tingkat dunia.

b. Misi

Menjadikan infrastruktur untuk mendukung terselenggaranya perdanganan efek yang reratur, wajar, dan efesiensi serta mudah diakses oleh seluruh pemangku kepentingan (stokeholder).

3. Struktur Organisasi

Gambar 4.1

Struktur organisasi BEI

Sumber : http://idx.co.id

45

4. Deskriptif Objek Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif komparatif yang mengaji dampak dari suatu fenomena bagi objek yang diteliti. Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk mengetahui perbedaan tingkat kesehatan bank pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI.

Penelitian ini menggunakan metode REC (Risk profile, Earnings dan Capital). Risiko kredit dalam penelitian ini diproksikan dengan menggunakan rasio Non Performing Loan (NPL), aspek Good Corporate Governance yang dilihat adalah skor dari penilaian terhadap penerapan Good Corporate Governnac, Earnings ini diproksikan dengan menggunakan rasio Return On Assets (ROA), dan Capital diproksikan dengan menggunakan rasio Capital Adequacy Ratio (CAR).

Dalam penelitian ini, data yang digunakan merupakan data sekunder berbentuk laporan keuangan publikasi triwulanan tahun 2019 - 2021 yang dapat di lihat melalui website http://idx.co.id dan website resmi perbankan. Objek penelitian adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Perusahaan Perbankan yang terdaftar di bursa Efek Indonesia dengan periode pengamatan yaitu 2019-2021. Dan adapun sampel pada penelitian ini yaitu 36 perusahaan perbankan.

B. HASIL PENELITIAN

Pada penelitian ini, peneliti mengambil populasi dalam penelitian yaitu perusahaaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2019-2021. Dan terdapat 36 perusahaan yang sudah memenuhi kreteria yang sudah ditetapkan untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 36 perusahaan dan sampel penelitian 180 berjumlah sampel. Data yang diperoleh bersumber dari data laporan keuangan perusahaan perbankan.

Hasil penelitian ini berupa informasi untuk menguji apakah terdapat perbedaan kinerja keuangan secara signifikan sebelum dan setelah adanya Covid-19. Berdasarkan penjelasan dan permasalahan dan metode analisis dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan uji Statistik Deskriptif dengan program SPSS versi 21. Berikut hasil uji analisis data pada penelitian ini:

1. Uji Statistik Deskriptif

Berikut ini adalah hasil uji statistik deskriptif pada variabel NPL, ROA, dan CAR pada perusahaan perbankan pada periode tahun 2019- 2021 dapat di lihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.1

Deskriptif Statistik variabel

Variabel N Mean Minimum maximum Deviation Std.

NPL Sebelum Adanya Covid-19 180 3,7073 ,56 16,73 2,34663

Setelah Adanya Covid-19 180 4,0853 ,00 22,27 3,16859

ROA Sebelum Adanya Covid-19 180 ,8323 -15,89 4,00 2,27450

Setelah Adanya Covid-19 180 ,3974 -11,27 3,90 2,18695

CAR Sebelum Adanya Covid-19 180 22,9394 9,01 148,28 13,89688 Setelah Adanya Covid-19 180 29,9704 8,02 538,01 48,70750

Sumber : Lampiran 3

47

a. Non Performing Loan (NPL)

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui variabel NPL bank yang terdaftar di BEI sebelum adanya covid -19 mempunyai nilai rata – rata 3,7073 sedangkan nilai rata - rata sesudah adanya covid-19 yaitu 4,0853, maka dapat diketahui bahwa NPL mengalami kenaikan sebesar 0,3780 maka hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mengalami penurunan nilai pada rasio NPL. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tahun 2004, NPL dianggap sangat sehat jika lebih kecil dari 2% dan dikatakan tidak sehat jika lebih besar dari 12 %. Dengan begitu dapat diketahui bahwa variabel NPL bank yang terdaftar di BEI sebelum dan sesudah adanya covid -19 dapat dikategorikan aman atau sehat. Maka dapat disimpulkan bahwa bank yang terdaftar di BEI sebelum adanya covid -19 mampu menjaga rasio NPL walaupun mengalami penurunan.

Non Performing Loan (NPL) sebelum adanya covid-19 memiliki Mean Iebih besar dari standar deviasi ( 4,0853 > 2,34663) artinya distribusi data NPL baik yaitu niIai penyimpangan data dari mean-nya Iebih besar. Sedangan Non Performing Loan (NPL) sesudah adanya covid-19 memiliki Mean Iebih besar dari standar deviasi (3,7073 > 3,16859 ) artinya distribusi data NPL baik yaitu niIai penyimpangan data dari mean-nya Iebih kecil.

Nilai minimum sebelum adanya covid-19 sebesar 0,56 yang dimiIiki oIeh Bank Natonalnobu pada triwulan 1 2019 sedangkan nilai minimum sesudah adanya covid-19 sebesar 0,00 yang dimiliki oleh

Bank Jago dan Bank Captal Indonesia pada triwulan I dan II tahun 2021. NiIai maksimum sebelum adanya covid-19 sebesar 16,73 yang dimiliki oleh Bank Neo Commerce pada triwulan I tahun 2019 sedangkan nilai maksimum sesudah adanya covid-19 sebesar 22,27 yang dimiliki oleh Bank Tabungan Negara (persero) pada laporan triwulan IV tahun 2020.

b. Return On Asset (ROA)

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui variabel ROA bank yang terdaftar di BEI sebelum adanya covid -19 mempunyai nilai rata – rata yaitu sebesar 0,8323 sedangkan sesudah adanya covid-19 mempunyai nilai rata- rata sebesar 0,3974 maka dapat diketahui bahwa ROA mengalami penurunan sebesar 0,4349 maka hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mengalami penurunan pada rasio ROA. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.13/24/DPNP 2019 ketentuan ROA dianggap sangat sehat jika lebih dari 1,5 % dan dikatakan tidak sehat jika kurang dari 0%.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa variabel ROA bank yang terdaftar di BEI sebelum adanya covid -19 dapat dikategorikan sehat sedangkan sesudah adanya covid-19 dapat dikategorikan kurang sehat. Maka dapat disimpulkan bahwa perbankan yang terdaftar di BEI sesudah adanya covid -19 tidak mampu menjaga rasio ROA karena mengalami penurunan.

ROA sebelum adanya covid-19 memiliki Mean Iebih kecil dari standar deviasi ( 0,8323 < 2,27450 ) artinya distribusi data ROA

49

kurang baik yaitu niIai penyimpangan data dari mean-nya Iebih kecil.

Sedangan ROA sesudah adanya covid-19 memiliki Mean Iebih besar dari standar deviasi (3,974 > 2,18695 ) artinya distribusi data NPL baik yaitu niIai penyimpangan data dari mean-nya Iebih kecil.

Nilai minimum sebelum adanya covid-19 sebesar -15,89 yang dimiIiki oIeh Bank Jago pada triwulan IV 2019 sedangkan nilai minimum sesudah adanya covid-19 sebesar -11,27 yang dimiliki oleh Bank Jago pada triwulan IV tahun 2020. Dan niIai maksimum sebelum adanya covid-19 sebesar 4,00 yang dimiliki oleh Bank Central Asia pada triwulan III dan IV tahun 2019 sedangkan nilai maksimum sesudah adanya covid-19 sebesar 3,90 yang dimiliki oleh Bank Central Asia pada laporan triwulan III tahun 2020.

c. Capital Adequacy Ratio (CAR)

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui variabel CAR bank yang terdaftar di BEI sebelum adanya covid -19 mempunyai nilai rata – rata sebesar 22,9394 sedangankan sesudah adanya covid-19 mempunyai rata-rata yaitu sebesar 29,9704. Maka dapat diketahui bahwa CAR mengalami kenaikan sebesar 7,031 maka hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mengalami peningkatan pada rasio CAR. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/ dpnp TAHUN 2004, CAR dianggap sangat sehat jika lebih dari 12% dan dikatakan tidak sehat jika lebih kecil dari 6 %. Dengan begitu dapat diketahui bahwa variabel CAR bank yang terdaftar di BEI sebelum dan sesudah adanya covid -19 dapat dikategorikan sangat sehat.

Maka dapat disimpulakan bahwa perbankan yang terdaftar di BEI sebelum adanya covid -19 mampu menjaga dan meningkatkan kinerja rasio CAR.

CAR sebelum adanya covid-19 memiliki Mean Iebih besar dari standar deviasi ( 22,9394 > 13,89688) artinya distribusi data CAR baik yaitu niIai penyimpangan data dari mean-nya Iebih besar.

Sedangan CAR sesudah adanya covid-19 memiliki Mean Iebih besar dari standar deviasi (29,9704 < 48,70750 ) artinya distribusi data CAR kurang baik yaitu niIai penyimpangan data dari mean-nya Iebih besar.

Nilai minimum sebelum covid-19 sebesar 9,01 yang dimiIiki oIeh Bank Tabungan Negara (persero) pada triwulan IV tahun 2019 dan triwulan I tahun 2020 sedangkan nilai minimum sesudah adanya covid-19 sebesar 8,02 yang dimiliki oleh Bank Tabungan Negara (persero) pada triwulan II tahun 2020 dan niIai maksimum sebelum adanya covid-19 sebesar 148,28 yang dimiliki oleh Bank Jago pada triwulan IV tahun 2019. Sedangkan nilai maksimum sesudah adanya covid-19 sebesar 538,01 yang dimiliki oleh Bank Jago Tbk pada laporan triwulan I tahun 2021.

4. Analisis Statistik

a. Uji Normalitas Data

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui distribusi data yang digunakan apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji nomalitas dilakukan sebelum melakukan uji beda untuk menentukan jenis uji beda yang dilakukan setelahnya, apakah penelitian ini menggunakan Uji Independent Sample T-Test atau Uji Wilcoxon Signed Rank Test

51

dimana apabila data berditribusi normal maka uji beda yang digunakan yaitu Uji Independent Sample T-Test dan sebaliknya apabila data tidak berdistribusi normal maka uji beda yang digunakan yaitu Uji Wilcoxon Signed Rank Test. Uji normalitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah grafik Q-Q Plot. Adapun hasil dari grafik Q-Q plot dapat dilihat dibawah ini:

Tabel 4.2

Hasil Uji Normalitas melalui grafik Q-Q plot

Nama Variabel Distribusi

NPL Sebelum Adanya Covid-19 Tidak normal Sesudah Adanya Covid-19 Tidak normal

ROA Sebelum Adanya Covid-19 Tidak normal Sesudah Adanya Covid-19 Tidak normal

CAR Sebelum Adanya Covid-19 Tidak normal Sesudah Adanya Covid-19 Tidak normal Sumber : Lampiran 4

Berdasarkan tabel 4.3 uji normalitas melalui grafik Q-Q plot, dapat diketahui bahwa tingkat kesehatan bank yang diukur dengan rasio NPL, ROA dan CAR masing-masing menunjukkan bahwa ke ketiga variabel tersebut baik sebelum maupun sesudah covid-19 tidak berdistribusi normal.

Kondisi normalitas tidak terpenuhi karena terdapat nilai uji yang tidak normal. Apabila uji normalitas menunjukan bahwa yang digunakan dalam penelitian ini cenderung tidak normal, maka dapat digunakan asumsi Central Limit Theorem yaitu jika jumlah observasi merupakan data yang besar dan lebih dari 100 sampel maka asumsi normalitas dapat diabaikan (Gujarati,2004). Karena penelitian ini secara total menggunakan 180 data observasi, maka

dengan demikian data dapat diasumsikan memenuhi syarat sebagai memiliki distribusi normal sehingga dapat dilanjutkan untuk uji beda yaitu uji independent sample t test

b. Uji Homogenitas

Uji Homogenitas adalah uji variabel dependen untuk mengetahui apakah variabel memiliki varian yang sama dalam kategori variabel independen (Ghozali, 2016). Uji homogenitas yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu Uji Homogenitas Varians.

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data dalam variabe bersifat homogen atau tidak.

Hasil uji Homogenitas data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3

Uji Homogenitas Sebelum dan Sesudah Adanya Covid-19 Nama

Variabel

Levene

Statistic Sig. Keterangan Distribusi NPL 1,583 ,209 P > 0,10 Homogen ROA ,118 ,732 P > 0,10 Homogen CAR 6,778 ,010 P > 0,10 Homogen Sumber : Lampiran 4

Berdasarkan uji Homogenitas pada tabel 4.3, Nilai signifikansi tingkat kesehatan bank yang diukur dengan rasio NPL, ROA, dan CAR masing-masing > 0,10 yang menunjukkan bahwa ke tiga data tersebut homogen maka analisis uji T menggunakan Equal variances assumed.

53

3. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dalam hal ini menggunakan uji beda dengan menggunakan pengujian Independent Sample T-Test . Pengujian hipotesis pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan tingkat kesehatan bank yang diukur dengan rasio Non performing Loan (NPL), Return On Asset (ROA), dan Capital Adequacy Ratio (CAR) sebelum dan sesudah adanya covid-19 pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. Adapun hasil dari pengujian Uji Independent Sample T-Test dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 4.4

Hasil Uji Independent Sample T-Test

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)

NPL

Equal variances assumed 1,583 ,209 -1,286 358 ,199

Equal variances not assumed -1,286 329,946 ,199

ROA

Equal variances assumed ,118 ,732 1,849 358 ,065

Equal variances not assumed 1,849 357,450 ,065

CAR

Equal variances assumed 6,778 ,010 -1,862 358 ,063

Equal variances not assumed -1,862 207,951 ,064

Sumber : Lampiran 5

a. Hipotesis 1 Non performing Loan (NPL)

Pengujian hipotesis pada tabel 4.4 dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan Non performing Loan (NPL) sebelum dan sesudah adanya covid-19 pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. HasiI pengujian menunjukkan bahwa niIai

F

hitung 1,583 dan nilai signifikansi sebesar 0,209 karena nilai signifikansi > 0.10 maka analisis

Dalam dokumen penilaian tingkat kesehatan bank sebelum (Halaman 50-55)

Dokumen terkait