BAB IV KANDUNGAN HADIS DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KAUM
B. Implementasi Hadis Kesederhanaan Berpakaian Terhadap Kaum
Sarungan
Kesederhanaan dalam berpakaian telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. di setiap ajaran dan suri tauladan yang beliau ajarkan kepada sahabat hingga umat saat ini. Tidak hanya dalam berpakaian, segala segi dalam kehidupan juga turut beliau praktikkan dengan pola hidup sederhana dan bersahaja. Beliau senantiasa mengajarkan untuk tidak terlalu berlebih-lebihan dalam melakukan sesuatu, baik makan, minum, mencari dan memiliki harta, dan lain-lain. Sebagaimana dengan firman Allah swt., “makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”. (QS. Al-A’ra>f/7: 31).241
Kaum sarungan atau dalam hal ini ialah orang-orang yang dalam kehidupan kesehari-hariannya mengenakan sarung dalam berbagai kegiatan, memberikan kesan penampilan sederhana atau biasa-biasa saja jika diperhatikan dengan saksama. Hal tersebut dikarenakan sarung merupakan pakaian yang hanya terbuat dari sepotong kain yang dijahit pada kedua ujungnya dan dipakai dengan cara dibebatkan di pinggang untuk menutup tubuh bagian pinggang ke bawah. Terlepas dari bahan, corak dan teknik pembuatannya, kain sarung secara
240 Al-Tirmiz\i,. Al-Ja>mi’ Al-Kabi>r Sunan Al-Tirmiz\i, Juz. IV, h. 241.
241 Departeman Agama RI, Al-Hikmah: Al-Qur’an dan Terjemahnya, Cet. IV, h. 154.
kasat mata apabila melihat seseorang yang memakainya menampilkan kesan sederhana dan bersahaja.
Sarungan merupakan model berpakaian yang bisa dikatakan modis dan fleksibel. Ia dapat dipadukan dengan berbagai pakaian pelengkap, dapat digunakan dalam berbagai acara dan kegiatan, dan penggunaannya pula sangatlah sederhana dan gampang. Dalam dunia kesantrian, sarungan merupakan tradisi yang memberikan kesan dan nilai moral dan kesopanan bagi santri apabila digunakan untuk kegiatan ibadah dan acara pondok lainnya.
Berdasarkan berbagai penjelasan dan syarah terkait hadis yang penulis angkat terkait kesederhanaan berpakaian, penulis menyimpulkan bahwa ketika seseorang lebih memilih untuk bersikap sederhana dalam berpakaian, dalam artian meninggalkan pakaian-pakaian mewah padahal ia berasal dari kalangan orang yang berada atau berkecukupan, maka hal tersebut lebih baik dan akan mendapatkan ganjaran pahala oleh Allah swt. kelak. Namun perlu digaris bawahi terkait lafal tawad}u’ (
اًعُضاَﻮَػت
) dalam hadis tersebut. Meninggalkan pakaian mewah yang dimaksud yakni atas dasar tawad}u’ atau rendah hati dan tidak sombong, baik kepada Allah swt. maupun kepada sesama manusia.Jika dikaitkan dengan tradisi sarungan, apabila seseorang lebih memilih untuk mengenakan sarung dalam kesehariannya yang menampakkan kesan kesederhanaan padahal ia berasal dari kalangan mampu, maka hal tersebut lebih baik dilakukan dan diterapkan daripada mengenakan pakaian yang terlalu menampakkan kemewahan. Hal tersebut guna menghindarkan diri dari sikap sombong dan angkuh di hadapan manusia dan seluruh makhluk.
Namun di sisi lain, persoalan niat seseorang dalam berpakaian sedehana merupakan persoalan hati. Tidak semua orang yang mengenakan sarung dalam kesehariannya merupakan orang yang menganut paham kesederhanaan dalam
berpakaian. Bisa saja ia hanya ingin tampil beda dengan orang kebanyakan sehingga ia mengenakan pakaian sarung. Hal tersebut dapat menjerumuskan ke dalam sifat ghuru>r (tertipu).242 Mereka beranggapan bahwa hal yang dilakukannya merupakan tanda orang yang sederhana namun mengharap orang lain berpikiran hal itu terhadapnya. Jadi, orang tersebut menampakkan eksistensinya dengan mengharapkan komentar positif orang lain bahwa ia adalah orang sederhana. Nyatanya, hal tersebut merupakan sebuah tindakan penipuan, dan yang ia lakukan tidak hanya menipu orang lain melainkan juga menipu diri sendiri. Orang yang melakukan hal tersebut disebut al-maghru>rin (orang-orang yang tertipu).
Maka dari itu, apabila seseorang ingin mengenakan sarung (sarungan) ataupun pakaian lain yang memiliki nuansa sederhana dalam berkehidupan sehari-hari, haruslah memperbaiki niat bahwa yang dilakukannya memang atas dasar tawad}u’, ingin mengikuti ajaran Nabi Muhammad saw. yakni berpakaian yang sederhana. Hal tersebut agar tidak terjerumus dalam perbuatan riya’, ujub, ghuru>r, atau sifat kesombongan lainnya. Hal tersebut senada dengan hadis Nabi saw.,
ْبَع يِدْيَمُلْا اَنَػثَّدَح ، يِراَصْنَلْا ٍديِعَس ُنْب َيََْيَ اَنَػثَّدَح :َؿاَق ،ُفاَيْفُس اَنَػثَّدَح :َؿاَق ،ِْيرَػب زلا ُنْب ِوَّللا ُد
َِسَ :ُؿﻮُقَػي ،َّيِثْيَّللا ٍصاَّقَو َنْب َةَمَقْلَع َعَِسَ ُوَّنَأ ، يِمْيَّػتلا َميِىاَرْػبِإ ُنْب ُدَّمَُمُ ِنيَرَػبْخَأ :َؿاَق َنْب َرَمُع ُتْع
:ُؿﻮُقَػي َمَّلَسَو ِوْيَلَع ُللا ىَّلَص ِوَّللا َؿﻮُسَر ُتْعَِسَ :َؿاَق َِبرْنِلما ىَلَع ُوْنَع ُوَّللا َيِضَر ِباَّطَلْا ُؿاَمْعَلْا اََّنَِّإ «
242 Imam al-Ghaza>li dalam kitab al-Kasyf wa Tabyi>n fi> Ghuru>ri al-Khalq Ajmain menjelaskan bahwa terdapat banyak macam dari perbuatan ghuru>r. Salah satunya yakni mereka yang mengetahui dan menyadari akhlak-akhlak tercela. Hanya mereka ujub (bangga diri), menyangka bahwa akhlak yang tercela tersebut telah lepas darinya. Mereka memang memiliki ilmu. Secara lahir terlihat beradab kepada lainnya, namun dalam batinnya menyimpan sifat sombong, gila hormat, jabatan dan gila popularitas. Perasaan batin ini tidak Nampak secara fisik, namun tersimpan rapat dalam hati. Inilah ghurur yang berbahaya. Selengkapnya lihat : Kholili Hasib, “Tasawuf Dan Reformasi Umat Berdasarkan Pemikiran Imam Al-Ghazali”, Al-Rasikh:
Jurnal Hukum Islam (Online: 2580-2755, Print: 2089-1857).
ْوَأ ،اَهُػبيِصُي اَيْػنُد َلِإ ُوُتَرْجِى ْتَناَك ْنَمَف ،ىَﻮَػن اَم ٍئِرْما ِّلُكِل اََّنَِّإَو ، ِتاَّيِّػنلاِب ،اَهُحِكْنَػي ٍةَأَرْما َلِإ
ِوْيَلِإ َرَجاَى اَم َلِإ ُوُتَرْجِهَف
243
Artinya:
Al Humaidi> Abdullah bin Az Zubair telah menceritakan kepada kami, dia berkata: Sufya>n telah menceritakan kepada kami, dia berkata: Yahya bin Sa'i>d Al Ans}a>ri> telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Ibra>him Al-Taimi> telah mengabarkan kepada kami, bahwa dia pernah mendengar Alqamah bin Waqa>sh al-Lais\i> berkata: saya pernah mendengar
„Umar bin Al Khat}t}a>b diatas mimbar berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap orang (tergantung) apa yang diniatkan, Barangsiapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena seorang perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan". (HR.
Bukha>ri)
Salah satu hal yang dapat dilakukan guna berpakaian yang sederhana dan mengikuti ajaran Rasulullah saw. yakni berpakaian yang sopan dan berprilaku santun. Proporsional dalam berpakian, yakni menyesuaikan pakaian dengan kegiatan yang akan dilakukan. Secara zaman sekarang dan masa Nabi dahulu, pasti memiliki perbedaan dalam berpakaian, akan tetapi apabila terdapat sebuah model berpakaian yang menampakkan kesederhanaan dan kebersahajaan bagi pemakainya, maka hal tersebut juga sudah termasuk dalam ajaran yang dibawa oleh Rasulullah saw.
Maka dari itu, sebagai kesimpulan, tradisi berpakaian kaum sarungan merupakan salah satu bentuk dalam kesederhanaan berpakaian sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi saw. apabila dilakukan dengan niat meninggalkan pakaian yang lebih mewah karena tawad}u’ dan rendah hati kepada Allah swt. dan sesama manusia.
243 Al-Bukha>ri, Muhammad bin Isma>’il bin Ibra>him bin Mugi>rah bin Bardizbah. S}ahi>h al-
Bukha>ri, Juz. I (Beirut: Da>r al Kitab al-‘Ilmiyah, 1992) h. 6.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian terkait hadis tentang kesederhanaan berpakaian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Kualitas dan kehujjahan hadis yang menjadi pokok penelitian ialah hasan.
Hadis tersebut memiliki 11 riwayat sesuai data yang didapatkan melalui metode takhri>j al-h}adi>s. Terdapat 1 jalur pada Sunan al-Tirmiz\i>, 1 jalur pada Sunan Abu> Da>ud, 1 jalur pada Musnad Ahmad bin H}anbal, 2 jalur pada Mu’ja>m al-Kabi>r al-T}abra>ni, 1 jalur pada Al-H}ilyah Abu>> Nu’aim, 1 jalur pada Mustadrak al-H}a>kim 1 jalur pada Sunan al-Kubra> Al-Baihaqi>> 1 jalur pada Musnad Al-H}a>ris\ dan 2 jalur pada Musnad Abi Ya’la>. Dari 11 riwayat tersebut, tidak terdapat sya>hid karena hanya ada seorang periwayat di tingkat sahabat yang menerima hadis dari Rasulullah saw. yakni Mu’a>z\
bin Anas al-Juhani>. Hadis ini juga tidak memiliki mutabi’ karena yang meriwayatkan hadis tersebut di tingkat tabi’in hanyalah Sahal bin Mu’a>z\
seorang. Dari 11 riwayat tersebut, peneliti mengkaji dan mengkritik jalur al-Tirmiz\i>. Kemudian, hasil kajian dan kritik yang menyentuh dua aspek (sanad dan matan) tidak memenuhi kriteria kes{ahihan hadis karena pada segi sanad terdapat dua perawi yang memiliki kritik jarh oleh beberapa ulama, yakni Abu> Marhu>m ‘Abd al-Rahi>m bin Maimu>n dan Sahl bin Mu’a>z\ bin Anas sehingga mengakibatkan jatuhnya salah satu syarat kes{ahihan hadis yakni diriwayatkan oleh perawi yang adil dan d}a>bit.
Namun dilihat dari segi matan, kriterianya terpenuhi sehingga kualitas hadis tersbut menjadi hasan. Hadis tentang kesederhanaan berpakaian yang diteliti dapat diterima dan diamalkan.
2. Kandungan hadis tentang kesederhanaan berpakaian yakni ketika seseorang lebih memilih untuk bersikap sederhana dalam berpakaian, dalam artian meninggalkan pakaian-pakaian mewah karena tawad}u’ dan rendah hati kepada Allah swt. dan sesama manusia padahal ia berasal dari kalangan orang yang berada atau berkecukupan, maka hal tersebut lebih baik dan akan mendapatkan ganjaran pahala oleh Allah swt.
3. Implementasiasi hadis tentang kesederhanaan berpakaian terhadap tradisi kaum sarungan yakni apabila seseorang lebih memilih untuk mengenakan sarung dalam kesehariannya yang menampakkan kesan kesederhanaan padahal ia berasal dari kalangan mampu, maka hal tersebut lebih baik dilakukan dan diterapkan daripada mengenakan pakaian yang terlalu menampakkan kemewahan. Namun dengan alasan hanya untuk mengikuti ajaran Nabi saw. yakni tawad}u’ dan rendah hati.
B. Implikasi
Setelah meneliti hadis terkait kesederhanaan berpakaian riwayat Mu’a>z\ bin Anas al-Juhani>, maka penulis menyadari bahwa kesederhanaan ialah hal penting yang telah diajarkan oleh Nabi saw. agar hidup menjadi tenang dan bersahaja.
Sederhana dalam berpakaian mencegah seseorang untuk bersikap sombong dan angkuh dihadapan manusia dan seluruh makhluk lain. Tidak hanya berpakaian yang menjadi ajaran Rasulullah saw. terkait kesederhanaan, namun beliau juga senantiasa mengajarkan untuk sederhana dalam berbagai segi kehidupan.
Hasil penelitian ini penulis berharap dapat memberikan pemahaman kepada para pembaca terutama masyarakat agar dapat menerapkan pola hidup sesuai yang diajarkan oleh Nabi saw. yakni kesederhanaan dalam segala hal.
Selain itu, dapat dijadikan sebagai sumber rujukan karya ilmiah dalam bidang akademik.
DAFTAR PUSTAKA
A.J. Weinsinck. 1936. al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfa>z} al-H}adi>s\ al-Nabawi>. terj.
Muh}ammad Fua>d ‘Abd al-Ba>qi. Li>din: Maktabah Biri>l.
‘Abd al-Wahid, Abu> al-Hasan ‘Ali bin ‘Abi> al-Karm Muhammad bin Muhammad bin Abd al-Kari>m. 1994. Asd al-Ga>bah fi Ma’rifat al-S}aha>bah. T.t.: Da>r al-Kita>b al-‘Alamiyah.
Abi> Ha>tim, Abu> Muhammad ‘Abdurrahma>n bin Muhammad bin Idri>s bin al- Munzi>r al-Ra>zi. 1952. al-Jarh wa al-Ta’dil. Beirut: Da>r Ihya al-Turas\ al-
‘Arabi.
Abu>> Da>wu>d, Sulaiman bin Asy’as\ bin Ishaq bin Basyi>r bin Syadda>d bin Amr al- Azadi>. T.th. S}unan Abu>> Da>wu>d. Juz. IV. Beirut: al-Maktabah al-As}riyah.
Abu Khalid. T.th. Kamus Arab Al-Huda: Arab-Indonesia.Surabaya: Fajar Mulya.
Abu> al-Husain, Ahmad Ibn Faris Ibn Zakaria. 1422 H. Mu’jam Maqa>yi>s al-Luga>h.
Beirut: Da>r Ihya>’ at-Turas\ al-‘Arabi>.
Abu> Nu’aim, Ahmad bin ‘Abdullah bin Ahmad bin Isha>q bin Mu>sa bin Mahra>n al-As}baha>ni>. 1409 H. Hilyah al-Auliya>’ wa T}abaqa>t al-As}fiya>’. Cet. III.
Beirut: Da>r al-Kita>b al-‘Alamiyah.
Abu> Ya’la,> Ahmad bin ‘Ali> bin al-Mus\anna> bi Yahya> bin ‘I>sa bin Hila>l al- Tami>mi>. 1984. Musnad Abi> Ya’la>. Dimasyqi>: Da>r al-Ma’mu>n li al-Turas.
Abustani Ilyas dan La Ode Ismail Ahmad 2019. Studi Hadis: Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi. Cet. I. Depok: Rajawali Press.
Ahmad, Arifuddin. 2013. Metodologi Pemahaman Hadis Kajian Ilmu Ma’a>ni> al- H{adis, Cet. II. Makassar: Alauddin University Press.
_______. T.th. Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi. Jakarta: Insan Cemerlang.
‘Alimi>, Ibnu Ahmad. 2008. Tokoh dan Ulama Hadis. T.t: Mashun.
al-Amir, Muhammad bin Ismail. 1992. Istisfa’ al-Aqwal fi Tahrimi al-Isbal ‘Ala al-Rijal. Cet. I. Shan‟a: Maktabah Dar al-Qudsi.
Arifin, Zainul. 2013. Studi Kitab Hadis. Cet. I. Surabaya: Al-Muna.
al-As\qala>ni, Abu> al-Fad}l Ahmad bin ‘Ali> bin Muhammad bin Ahmad bin Ja’fa>r.
1326 H/1908 M. Tahzi>b al-Tahzi>b. Cet.I. T.t.: T.p.
_______. 1986. Taqri>b al-Tahzi>b. Cet. I. Suriya: Da>r al-Rasyi>d.
al-As\qala>ni>, Ibn Hajar. 2005. Fathu al-Ba>ri fi> Syarhi S}ahi>h al-Bukha>ri>. Cairo: Da>r al-H}adi>s\.
al-Baghda>di>, Abu> ‘Abdullah Muhammad bin Sa’i>d bin Mani>’ al-Hasyimi>. 1990.
Tabaqa>t al-Kubra>. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Alamiyah.
al-Baghda>di>, Abu> Bakr Ahmad bin ‘Ali> bin S|abit bin Ahmad bin Mahdi> al- Khatib. 2002. Tarikh Baghda>d. Cet. I. Beirut: Da>r al-Garb al-Isla>mi.
al-Baghda>di>, Abu> Hafs} ‘Umar bin Ahmad bin ‘Us\man bin Ahmad bin Muhammad bin Ayyu>b bin Azdaz\. 1989. Tarikh Asma>’ al-D}u’afa>’ wa al- Kazzabi>n.T.t.: T.p.
al-Baihaqi>, Abu> Bakar Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali> bin Mu>sa al-Khusrawirdi> al- Khurasa>ni>. 2003. al-Sunan al-Kubra>. Beirut-Libanon: Da>r al-Kita>b al-
‘Alamiyah.
al-Bukha>ri, Muhammad bin Isma>’il bin Ibra>him bin Mugi>rah bin Bardizbah.
1992. S}ahi>h al-Bukha>ri. Beirut: Da>r al Kitab al-‘Ilmiyah.
_______. T.th. Tari>kh al-Kabi>r. T.t: Da>’irah al-Mu’a>rif al-‘Us\maniyah.
Bustamin dan M. Isa. 2004. Metodologi Kritik Hadis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Departeman Agama RI. 2006. Al-Hikmah: Al-Qur’an dan Terjemahnya. Cet. IV.
Bandung: CV. Penerbit Diponegoro.
El Rais, Heppy. 2012. Kamus Ilmiah Populer, Membuat Berbagai Kata dan Istilah Dalam Bidang Politik, Sosial, Budaya, Sains dan Teknologi, Psikologi, Kedokteran Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Farid, Ahmad. 2005. Min A’lam As-Salaf, terj. Masturi Irham dan Asamu’i Taman, 60 Biografi Ulama Salaf. Cet. 1. Kairo: Dar al-Akidah.
Fatmawati, Ita. 2019. “Implementasi Hadis Etika Berpakaian (Studi Living Hadis Pada Jama‟ah Majelis Taklim Al-Kahfi Salatiga)”. Skripsi. Salatiga: Fak.
Ushuluddin Adab dan Humainora IAIN Salatiga.
Firdaus. 2004. Ushul Fiqh: Metode Mengkaji dan Memahami Hukum Islam Secara Komprehensip. Jakarta: Zikrul Hakim.
al-Ha>kim, Abu> Abdullah Muhammad bin ‘Abdullah bin Muhammad bin Hamdawiyah bin Nu’aim bin al-Ha>kam al-D}a>bi al-Naysabu>ri>. 1990. al- Mustadrak ‘ala> al-S}ahi>hain. Beirut: Da>r al-Kita>b al-‘Alamiyah.
al-Ha>ris\, Abu> Muhammad bin Muhammad bin Dahi>r al-Tami>mi> al-Bagda>di>.
1992. Musnad al-Ha>ris. Madinah al-Munawwarah: Marka>z Khadamah al- Sunnah wa al-Sira>h al-Nabawiyah.
Hasib, Kholili. T.th. “Tasawuf Dan Reformasi Umat Berdasarkan Pemikiran Imam Al-Ghazali”. Al-Rasikh: Jurnal Hukum Islam.
Ibnu Hibba>n, Muhammad bin Ahmad bin Hibba>n bin Mu’a>z\ bin Ma’ba>d. 1973.
al-S|iqah. T.t.: Da>’irah al-Mu’a>rif al-‘Us\maniyah.
Ibnu Ma>jah, Abu> Abdullah Muhammad bin Yazid. T.th. Sunan Ibnu Ma>jah. T.t:
Da>r Ihya> al-Kutu>b al-‘Arabiyah.
al-‘Ijli>, Abu> al-Hasan Ahmad bin ‘Abdullah bin S}alih al-Ku>fi>. 1984. Tarikh al- S|iqah. T.t.: Da>r al-Ba>z.
Ikromi, Zul. 2020. “Fiqh Al-H}adi>s: Perspektif Metodologis Dalam Memahami Hadis Nabi”. Al-Bukhārī: Jurnal Ilmu Hadis 3. No. 1.
Ilyas, Yunahar. 2007. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: LIPI Pustaka Pelajar.
Imam Ahmad bin Hambal, 2000. Zuhud. Jakarta: Darul Falah.
Imam Ghozali. 1995. Ihya Ulumuddin. terj. Muh. Zuhri.Semarang: CV al-Syifa.
Ismail, M. Syuhudi. 1992. Metodologi Penelitian Hadis Nabi. Cet. II. Jakarta:
Bulan Bintang.
_______. 1994. Pengantar Ilmu Hadis. Cet. III. Bandung: Angkasa.
_______. 1995. Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, (Telaah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah). Cet.II. Jakarta: PT Bulan Bintang.
‘Iyad}, Al-Qad}i. T.th. Al-Ilma>’ Ila> Ma’rifati ‘Ushu>li Al-Fiqh. T.t: T.p.
Khallaf, Abdul Wahhab. 1972. Ilmu Ushul Fiqh. Jakarta: Al-Majelis al-A`ala al- Indonesia li al-Da`wah al-Islamyah.
Luthfi, Khabibi Muhammad. 2013. “Kritik Matn Sebagai Metode Utama Dalam Penelitian Kesahihan Hadis Nabi”. JIE 2. No. 3.
M. Agus Solahusin dan Agus Suyadi. 2017. Ulumul Hadis. Cet. III. t.t: Pustaka Setia.
Materu‚ Ruslan Daeng. 2011. “Kesahihan Sanad Hadis (Kombinasi Metode Analisis dan Kesarjanaan Muslim Dan Non Muslim)”. Jurnal al-Qalam 17. No.1.
al-Mizzi>, Yu>suf bin ‘Abd al-Rah}ma>n bin Yu>suf Abu> al-Hajja>j. 1980. Tahz{i<b al- Kama>l fi< Asma'>i al-Rija>l. Cet. I. Beirut: Muassasah al-Risa>lah.
_______. 1983. Tuhfah al-Asyra>f bi Ma’rifah al-At}ra>f. Cet. II. Beirut: al- Makhtab al-Isla>mi.
Mochtar, M. Mashuri. 1435 H. Kamus Istilah Hadis. Cet. I. Pasuruan: Pustaka Sidogiri.
Muh{ammad, Ibnu ‘Abd al-Gani< bin Abi Bakar bin Syuja>’. 1988. al-Taqyi<d al- Ma’rifah Ruwa>h al-S}unan wa al-Masa>nid. Cet. I. T.t: Da>r al-Kita>b al-
‘Ilmiyah.
Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Al- Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Cet.
XIV. Surabaya: Pustaka Progressif.
Musli>m, Ibnu al- Hajja>j Abu> al- Hasan al-Qusyairi> an-Naisabu>ri>. T.th. S}ahi>h Musli>m. Beirut: Da>r Ihya> al-Tura>s\ al- ‘Arabi>.
Muslim, Bukhari. 2018. Dari Keadilan Sahabat Dan Kema’suman Imam Hingga Validitas Hadi>s. Cet.I. Kampung Jagangerjo: Ladang Kata.
al-Mutqi>, Ala>uddin Ali> bin H{isam al-Din. 1985. Kanz al-Umma>l fi> S}unan al- Aqwa>l wa al-Af’a>l. Cet. V. Beirut: Mu’assasah al-Risa>lah.
Muthmainnah Baso. 2015. “Aurat dan Busana”. Jurnal Al-Qadau 2. No. 2.
al-Nasa>’i, Ahmad bin ‘Abdurrahman bin Syu’aib Ali>. T.th. Sunan al-Nasa>’i.
Riyad: Maktabah al-Ma‟arif.
al-Nawawi>, Abu> Zakariya Muhyiddi>n Yahya> bin Syari>f. 2007. Riya>d} al-S}a>lihi>n.
Beirut: Da>r Ibnu Kas\ir.
Nihayah, Rohatan. 2019. “Term al-Libas Dalam AL-Qur‟an: Kajian Tafsir Tekstual-Kontekstual”. Jurnal Syariati 5. No. 2.
Nurkholis, Mujiono. 2003. Metodologi Syarah Hadist. Bandung: Fasygil Grup.
Nurmansyah,Gunsu dkk. 2019. Pengantar Antropologi. Bandar Lampung: Aura Publisher.
Al-Qardhawi, Yusuf. 1993. Bagaimana Memahami Hadis Nabi saw., terj.
Muhammad al-Baqir. Bandung: Karisma.
_______. 2008. Kaifa Nata`mal Ma`a as-Sunnah an-Nabawiyah. Mesir: Da>r al- Syuru>q.
Risnawati,V. Naniek. 2014. “Busana Mencerminkan Kepribadian”, Jurnal STIE Semarang 6, No. 1.
al-Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi. 2019. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadist. Edisi III. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Shiddiq, Muhammad al-Minsyawi. T.th. Kamus Istilah Hadis (Kumpulan Istilah Ahli Hadis Disusun Berdasarkan Abdjad) terj. Erwin Hafid. T.t: T.p.
Solihin, Olih. “Makna Komunikasi Non Verbal Dalam Tradisi Sarungan Di Pondok Pesantren Tradisional Di Kota Bandung”, Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, Bandung.
al-Subki, Abdul Wahab Ibn Ali Taj al-Din. 2011. Jam’u al-Jawa>mi’. Beirut: Da>r Ibn Hazm.
al-Suyu>t}i<, ‘Abd al-Rah}ma>n bin Abi< Bakr Jala>l al-Di<n. 2003. al-Fath} al-Kabi<r fi Dam al-Ziya>dah al-Ja>mi’ al-Kabi<r. Juz III. Beirut: Da>r al-Fikr.
_______. T.th. Jami’ al-Aha>di>s\. Juz. 20. T.t: T.p.
Syahraeni, A. 2011. Kritik Sanad dalam Perspektif Sejarah. Cet. I. Makassar:
Alauddin Press.
al-Syaiba>ni, Abu>> ‘Abdilla>h Ah{mad bin Muh{ammad bin H{anbal bin Hala>l bin Asdi. 2001. Musnad al-Ima>m Ah{mad bin H{anbal. T.t: Muasasah Al- Risa>lah.
Syamsuddin, Sahiron. 2014. “Kaidah Kemuttasilan Sanad Hadis (Studi Kritis Terhadap Pendapat Syuhudi Ismail)”, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis 15. No.1.
Syarifudin, Amir. 1997. Ushul Fiqh. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
al-T}abra>ni, Abu> Qa>sim Sulaiman bin Ahmad bin Ayyu>b bin Mati>r al-Lakhmi> al- Sya>mi>. 1994. Mu’ja>m al-Kabi>r. al-Qahirah: Maktabah Ibnu Taimiyah.
al-Tahhan, Mahmud. 1995. ‘Ushu>l al-Takhri>j wa Dira>sa>t al-Asa>nid. terj. H.S.
Agil Husain Al-Munawar dan Masykur Hakim: Dasar-Dasar Ilmu Takhrij dan Studi Sanad. Cet. I. Semarang: Dina Utama.
_______. 1995. Usulut Takhrij Wa-Dirasatul Asanid. terj. Ridwan Nasir. Metode Takhrij dan Penelitian Sanad Hadis. Surabaya: PT Bina Ilmu.
al-Thi>bi. T.th. al-Khulas}a>h fi ‘Ushu>l al-Fiqh. T.t: T.p.
Tim Penulis Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat. 2019.
Islam Wasathiyah. MUI.
al-Tirmiz\i, Abu> ‘I>sa> Muhammad bin ‘I>sa> bin Saurah. 1998. Al-Ja>mi’ Al-Kabi>r S}unan al-Tirmiz|i. Juz. IV. Beirut: Dar al-Gharb al-Islami.
Titik Rahmawati dan Agus Khunaifi. 2019. “Etika Berpakaian dalam Islam (Studi Tematik Akhlak Berpakaian Pada Kitab Shahih Bukhari)”. Jurnal Inspirasi 3. No. 1.
al-Utsaimin, Muhammad bin Shalih. 2016. Syarah Riyadus Shalihin. Jakarta:
Darus Sunnah.
Widyosiswoyo, Hariwijaya Soewandi. 1991. Ilmu Alamiah Dasar. Jakarta Timur:
Ghalia Indonesia.