• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG KAUM SARUNGAN

B. Kaidah Kes}ahihan Hadis

2. Kaidah Kes}ahihan Sanad Hadis

Sanad merupakan salah satu unsur terpenting dalam sebuah hadis yang tanpanya, sebuah hadis diragukan kualitasnya untuk disebut sebagai sebuah hadis.yang dimaksud dengan sanad hadis atau biasa disebut juga isna>d al-h}adi>s\, ialah penjelasan tentang jalan (rangkaian periwayat) yang menyampaikan kita kepada materi hadis. Dalam hal ini, termasuk juga para periwayat (ruwa>t) hadis.60

Kaidah yang diciptakan ulama terkait dengan kes{ahihan sanad hadis adalah segala syarat atau kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu sanad hadis yang berkualitas s{ahih yakni bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh periwayat yang adil dan d}abit serta tidak memiliki sya>z\ dan ‘illat.61

a. Sanad Bersambung (ittisa>l al-sanad)

Sebuah sanad yang bersambung mengandung beberapa poin yang harus dipenuhi. Antara sanad satu dengan yang lain dihubungkan dengan lafal tahammul. Dari sisi rentang masa kehidupan, kedua pihak merupakan guru dan murid. Dalam konteks hidup sezaman, ada indikasi terjadi kontak pertemuan secara langsung atau adanya pengakuan satu sama lain sebagai guru dan murid.62 Selanjutnya syarat-syarat tersebut ditetapkan sebagai kaidah minor sanad bersambung yang terdiri dari dua hal yakni:63 muttasi>l; 64 dan marfu>’.65

59 M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, h. 60.

60 M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, (Telah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah), h. 9.

61 M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, (Telah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah), h. 119.

62 Ruslan Daeng Materu‚ “Kesahihan Sanad Hadis (Kombinasi Metode Analisis dan Kesarjanaan Muslim Dan Non Muslim)”, Jurnal al-Qalam 17, no.1 (2011): h. 84-85.

63 Selengkapnya lihat: M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, (Telah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah), h. 128.

b. Para Perawi Adil (‘adala>t al-ruwa>t)

Keadilan periwayat bisa diukur melalui beberapa hal yakni: muslim, baliq, berakal, terhindar dari hal-hal yang menyebabkan kefasikan, serta memelihara muru’ah.66 Berdasarkan unsur-unsur keadilan tersebut, jika dikaitkan ke dalam pribadi pribadi periwayat, maka tampak bahwa ada unsur yang berhubungan dengan keimanan, terdapat juga unsur yang berkaitan dengan kualitas kemanusiaan, serta ada yang berkaitan dengan penerapan keimanan dalam dunia nyata. 67 Maka dari itu, syarat yang dapat ditetapkan sebagai unsur-unsur kaidah minor periwayat yang adil yakni: 1) beragama Islam; 2) mukhallaf; 3) melaksanakan ketentuan agama; dan 4) memelihara muru’ah.68

Menjadi seorang Muslim sebagai syarat awal keadilan seorang periwayat. Hal ini dikarenakan posisi hadis sebagai sumber ajaran Islam setelah al-Qur‟an. Dalam al-Qur‟an, umat dituntut untuk bersikap hati-hati ketika mendengar informasi yang disampaikan oleh orang fasik. Dengan demikian, untuk informasi yang didapatkan dari orang kafir lebih baik ditinggalkan. Bagi ahli hadis, riwayat orang kafir yang pernah menerima informasi dari Rasulullah saw. masih dalam keadaan kafir, riwayat atau informasi yang didapatkan tetap tidak dapat diterima. Syarat mukhallaf, yakni

64 Muttasi>l ialah hadis yang sanadnya bersambung mulai dari awal sanad sampai akhir dengan pendengaran masing-masing rawi dari orang-orang diatasnya sampai akhir, baik berakhir kepada Nabi atau sahabat. Lihat: Mashuri Mochtar, Kamus Istilah Hadis, h. 265.

65 Marfu>’ berarti yang terangkat. Dalam istilah ilmu hadis maksudnya ialah perkataan, perbuatan, dan/atau penetapan (taqri>r) yang dihubungkan kepada Nabi saw., baik sanadnya berkesinambungan atau tidak. Lihat: Mashuri Mochtar, Kamus Istilah Hadis, h. 287.

66 Al-Muru’ah artinya adab kesopanan pribadi yang membawa pemeliharaan diri manusia pada tegaknya kebajikan moral dan kebiasaan-kebiasaan. Hal ini dapat diketahui dari adat istiadat yang berlaku di berbagai negeri. Lebih lanjut lihat: M. Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Hadis (Telah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah), h. 133.

67 Ruslan Daeng Materu, “Kesahihan Sanad Hadis (Kombinasi Metode Analisis dan Kesarjanaan Muslim Dan Non Muslim)”, Jurnal al-Qalam 17, no.1 (2011): h. 85.

68 M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, (Telah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah), h. 134.

memberikan pengertian bahwa seorang perawi harus mampu bertanggung jawab baik dari segi penampilan maupun tingkat keahlian atau kecakapan.

Oleh karena itu, anak-anak tidak dapat dikategorikan sebagai periwayat, atau apa yangdisampaikan belum bisa diterima. Hal yang sama berlaku untuk orang dengan penyakit mental atau gangguan kejiwaan. Oleh karena itu, hanya Muslim dewasa dalam keadaan pikiran yang terkendali yang diperbolehkan meriwayatkan hadis dan dapat diterima secara moral.69

c. Para Perawi D}abit (d}awa>bit al-ruwa>t)

Ked}abitan seorang perawi meliputi unsur-unsur periwayat yang mampu menghafal, menyampaikan, memahami dan mengamalkan hadis yang diriwayatkan dengan baik. Kemudian ulama membagi d}abit menjadi dua jenis, yaitu: 1) D}abit s}adr, adalah periwayat yang hafal hadis yang diterimanya dengan sempurna, mampu mentransmisikan hadis yang dihafalnya dengan baik kepada orang lain, dan memahami hadis yang dihafalnya; 2) D}abit al- kita>b, adalah seorang periwayat yang sangat memahami hadis-hadis yang tertulis dalam kitabnya. Ketika ada kesalahan dalam kitab hadis, dia tahu letak kesalahannya.70

Cara menentukan ked}abitan periwayat menurut berbagai pendapat ulama, dapat dikemukakan sebagai berikut: 1) ked}abitan periwayat dapat diketahui berdasarkan kesaksian ulama; 2) ked}abitan periwayat juga dapat diketahui berdasarkan kesesuaiannya dengan riwayat yang dituturkan oleh periwayat lain yang telah dikenal d}abit; 3) ketika seorang perawi sesekali mengalami kekeliruan, ia masih dapat digambarkan sebagai periwayat yang

69 Ruslan Daeng Materu, “Kesahihan Sanad Hadis (Kombinasi Metode Analisis dan Kesarjanaan Muslim Dan Non Muslim)”, Jurnal al-Qalam 17, no.1 (2011): h. 84-85.

70 M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, (Telah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah), h. 138.

d}abit. Tetapi jika kesalahan tersebut sering terjadi, periwayat yang bersangkutan tidak dapat lagi dianggap sebagai perawi yang d}abit.71

d. Terhindar dari kejanggalan (sya>z\)

Imam Syafi‟i menjelaskan bahwa hadis sya>z\ (hadis yang mengandung sya>z\) adalah hadis yang diriwayatkan oleh orang yang s\iqah, namun riwayatnya bertentangan dengan riwayat perawi s\iqah lainnya.72 Sebuah hadis mengandung sya>z\ jika pada dasarnya terdapat kontradiksi seorang periwayat dengan periwayat lain dari segi kualitas. Kelebihan periwayat disini, dapat dilihat lebih pada aspek atau unsur kes\iqahan atau keunggulan sifatnya, baik yang berkaitan dengan keadilan maupun ked{abitan dengan tidak melihat segi jumlah riwayatnya.73

e. Terhindar dari cacat (‘illat)

Ibnu al-Salah dan Imam al-Nawawi menjelakan bahwa ‘illat ialah sebab tersembunyi yang merusak kualitas hadis yang dapat menyebabkan hadis yang berkualitas s{ahih menjadi tidak s{ahih.74 Ulama hadis umumnya mengungkapkan bahwa ‘illat hadis kebanyakan memiliki bentuk: 1) sanad yang tampak muttasi>l dan marfu>’, ternyata muttasi>l tetapi mauqu>f;75 2) sanad yang tampak muttasi>l dan marfu>’, ternyata muttasi>l tetapi mursa>l;76 3) terjadi percampuran hadis dengan bagian hadis lain; dan 4) terjadi kesalahan dalam

71 M. Syuhudi Ismail, Kaedah Kesahihan Sanad Hadis, (Telah Kritis dan Tinjauan dengan Pendekatan Ilmu Sejarah), h. 137.

72 Arifuddin Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi, dengan kata pengantar Said Agil Husin al-Munawwar (Jakarta: Insan Cemerlang, t.t), h. 143.

73 Ruslan Daeng Materu, “Kesahihan Sanad Hadis (Kombinasi Metode Analisis dan Kesarjanaan Muslim Dan Non Muslim)”, Jurnal al-Qalam 17, no.1 (2011): h. 88.

74 Arifuddin Ahmad, Paradigma Baru Memahami Hadis Nabi, dengan kata pengantar Said Agil Husin al-Munawwar, h. 147.

75 Mauqu>f adalah hadis yangberupa perkataan dan perbuatan yang disandarkan kepada sahabat, baik sanadnya bersambung maupun terputus. Lihat: Mashuri Mochtar, Kamus Istilah Hadis, h. 315.

76 Mursa>l adalah sebuah hadis yang disandaran langsung oleh tabiin kepada Nabi tanpa menyebutkan sahabat, baik berupa ucapan, tindakan, atau taqrir. Lihat: Mashuri Mochtar, Kamus Istilah Hadis, h. 285.

penyebutan periwayat, karena ada lebih dari seorang periwayat yang memiliki kemiripan nama sedangkan kualitasnya tidak sama-sama s|iqah.77

Dokumen terkait