• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal

Dalam dokumen manajemen pendidikan kontemporer (Halaman 189-200)

Manajemen Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal

C. Implementasi Pendidikan Berbasis Kearifan Lokal

tokoh adat, dongeng, legenda dan elemen lain.

Sebab pendidikan berbasis kearifan lokal mengajarkan anak didik untuk selalu dekat pada situasi kedaerahan yang sedang hidup di dalamnya.

Disadari bersama, pendidikan merupakan gerakan kultural. Maka untuk membentuk karakter anak didik harus melalui pembentukan b u d a y a l i n g k u n g a n p e n d i d i k a n y a n g berkarakter. Dikarenakan gerakan pendidikan karakter bersangkut paut dengan kebudayaan dan kebudayaan itu sendiri hasil kerja sosial, maka pelestarian pendidikan karakter berbasis kearifan lokal harus melalui dukungan masyarakat.

C. Implementasi Pendidikan

lain. Masa anak didik rentan cepat terpengaruh dan tidak sulit mencerna karakter. Maka dari itu, pada masa status sebagai “anak didik” adalah waktu yang tepat untuk belajar pendidikan karakter, lebih-lebih yang bersifat kearifan lokal.

Sutarno melakukan penelitian khusus mengenai konsep penanaman karakter melalui kearifan lokal di lembaga sekolah dasar, SLTP dan SLTA. Terdapat empat macam pembelajaran dalam kaitannya dengan karakter berbasis kearifan lokal, yaitu:

1. Mempelajari bidang budaya, yaitu dengan menempatkan budaya sebagai bidang keilmuan yang termaksut dalam kurikulum pelalajaran wajib. Budaya dipelari pada skup materi pembelajaran khusus. Dalam hal ini, pembelajran budaya tidak terintegrasi dengan bidang ilmu umum. Anak didik digodok untuk memahami budaya pada sektor khusus, sektor tersebut selain pembelajaran juga dilatih untuk melestarikan.

2. Belajar dengan budaya, yaitu budaya diwujudkan sebagai media atau instrumen dari pembelajaran. Mata pelajaran dikontekskan pada budaya. Semisal, belajar hitung menghitung (matematika) dengan menggunakan ertefak

peninggalan nenek moyang seperti cendana, aloek dan sebagainya.

3. Belajar melalui budaya, yaitu strategi yang memberikan kesempatan kepada anak untuk menunjukkan pemahaman kebudayaan atau kearifan lokal yang mereka pahami.

Pengetahuan tersebut kemudian dihubungkan dengan pelejaran yang tengah dipelajari.

4. Belajar berbudaya, proses ini dimana anak didik berperan sebagai pelaksana budaya atau kearifan lokal tersebut. Baik dari aspek bahasa, seni, potensi alam untuk dikelola maupun hal lainnya. Disini, anak didik mempraktekan kearifan lokal dengan cara memahami dan memaknai.23

Dalam implementasinya, pendidikan karakter berbasis kearifan lokal di semua satuan pendidikan tidak terbentuk dengan mudah, diperlukan proses panjang nan sabar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Tenaga pendidik sebagai garda terdepan karena berinteraksi langsung dengan anak didik, memerlukan strategi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pendidikan karakter. Kementerian

23 Zamroni, Strategi dan Model Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan dan Pembelajaran, Yogyakarta: PHK-1 UNY, 2010, hlm.8

Pendidikan Nasional (Kemendiknas) strategi implementasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal di satuan pendidikan meliputi langkah-langkah berikut.

a. Integrasi kearifan lokal ke dalam mata pelajaran

Setiap mata pelajaran terdapat muatan nilai-nilai karakter yang sesuai dengan standar sosial masing-masing daerah anak didik tinggal secara khusus. Dengan demikian, pembelajaran nilai karakter yang mengacu pada kearifan lokal tidak hanya pada tataran kognitif saja, tapi menyisir pada wilayah internalisasi dan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Pengembangan karakter bangsa yang memperhatikan aspek budaya lokal terintegrasikan dalam mata pelajaran.

Semisal pada pelajaran ilmu sosial dan sejarah, terdapat nilai-nilai karakter seperti tanggungjawab memeprtahankan kebudayaan daerah, rasa cinta untuk mengembangkan potensi lokal, melakukan upaya mandiri dan kreatif terhadap sumber daya lokal, mengkaji beberapa manuskrip daerah sebagai kekayaan untuk dikembangkan dan merawat lingkungan untuk dilestarikan.

Begitu juga dalam pelajaran ilmu pengetahuan sosial dan hukum misalnya, anak didik diarahkan untuk menjadi warga negara yang memiliki tanggung jawab dan cinta tanah air, memiliki prinsip demokratis. Kompetensi dasar difokuskan pada rasa cinta keagamaan dengan menjunjung tinggi kesopanan, toleransi dan asasi manusia sebagai landasan moral untuk mengenal daerahnya dan menyelesaikan konflik daerah. Demikian juga, diarahkan kompetensi dasar pada penjagaan lingkungan pada pelajaran ilmu pengetahuan alam.

b. Integrasi pendidikan karakter ke dalam muatan lokal

Strategi integrasi dalam muatan lokal ini disesuaikan dengan aturan Peraturan Menteri dan Kebudayaan No. 79 Tahun 2014, muatan lokal adalah bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal dengan tujuan untuk membentuk pemahaman peserta didik tentang keunggulan, potensi dan kearifan lokal agar anak didik dapat bersikap, mengetahui dan terampil dengan memperhatikan beberapa hal, yaitu 1) mencintai lingkungan, alam, sosial, spiritual dan budaya

di daerahnya, dan b) melestarikan dan menjaga keunggulan kearifan lokal yang berguna untuk diri sendiri dan lingkungannya dalam rangka membangun potensi nasional.

c. Integrasi pendidikan karakter melalui pengembangan budaya dan pusat kegiatan belajar mengajar

Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan pembelajaran meliputi;

1. Situasional, yaitu membuat kondisi pembelajaran karakter berbasis kearifan lokal dibuat semendukung mngkin agar anak didik dapat cepat menangkap dan mempraktekkan. Misalnya kebersihan ruang kelas, kebersihan pakaian, halaman lingkungan, membuat ruang kearifan lokal yang merangsang pemahaman anak didik.

2. Rutinitas, kegiatan yang dilakukan anak didik dengan cara diatur oleh lembaga sebagai bentuk hal yang harus dilaksanakan secara terus menerus. Seperti piket kelas, berdoa sebelum memulai pembelajaran, mengucapkan salah ketika memasuki kelas dan berpapasan dengan pendidik, dan lain sebagainya.

3. Spontanitas, merupakan kegiatan sosial yang masih berhubungan dengan lingkungan sekolah

dan menggambarkan sikap karakter berbasis kearifan lokal. Semisal, melestarikan tradisi jenguk menjenguk ketika ada teman sejawat, pendidik dan kependidikan atau tetangga yang sakit.

4. Keteladanan, pelatihan karakter yang dikhususkan pada pendidik agar dapat ditiru oleh anak didik baik di lingkungan pendidikan maupun di luar. Semisal tindakan dan keputusan baik yang diambil oleh pendidik ketika terdapat masalah di daerahnya, baik melalui trasisi islah dengan mengumpulkan tokoh adat atau mediasi.

d. Integrasi pendidikan karakter melalui kegiatan pembelajaran

Salah satu model pembelajaran karakter berbasis kearifan lokal adalah menyusun strategi dan pendekatan pembelajaran ygang sesuai.

Semisal dengan menggunakan pendekatan muatan lokal dan komunikasi sebagai bahan untuk menyusun program dan kegiatan.24

24 Terakhir adalah integrasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal pada kegiatan ekstrakulikuler.

Kegiatan ini merupakan media potensial untuk pembinaan karakter dan peningkatan mutu akademik bagi peserta didik. Menurut peraturan Mendikbud Nomor 62 tahun 2014, kegiatan ekstrakulikuler adalah kegiatu kurikuler yang dilakukan oleh anak

dihubungkan dengan kearifan lokal mengatakan bahwa:

local wisdom is part of culture. Local wisdom is traditional culture element that deeply rooted in human life and community that related with human resources, source of culture, economic, security and laws”.25

Dengan asumsi ini jelaslah bahwa untuk mengimplementasikan pendidikan berbasis kearifan lokal harus menyatu dan memahami dengan budaya. Tanpa pengetahuan tentang budaya, sulit merumuskan strategi pembelajaran kearifan lokal. Segala keilmuan lain, dijadikan pendukung untuk melestarikan kearifan lokal.

Seperti materi tentang antropologi, sosial dan kebudayaan, dimaksudkan untuk menambah wawasan untuk memahami kearifan lokal secara utuh.

didik di luar jam kegiatan seperti seni dan tari. Lihat Abdullah Munir, Pendidikan Karakter, Yogyakarta:

Pedagogia, 2010, hlm. 129.

25 Clifford Geertz, The Interpretation of Cultures, New York: Basic Books, 1973.

Pendapat ini kemudian dijabarkan oleh Brooks dan Brooks menyatakan bahwa pendekatan dalam pembelajaran berbasis kearifan lokal dapat menghasilkan pemahaman yang terpadu kepada anak didik. Satu sisi, mereka dapat memahami keilmuan, dan di sisi lain, mereka dapat mengejawantahkan pengetahuan keilmuan tersebut kepada masyarakat melalui pengembangan potensi lokal.26 Karena bagaimanapun, kearifan lokal merupakan norma yang berlaku di masyarakat dan diyakini kebenarannya serta menjadi acuan untuk bertindak sehari-hari.

Secara dasar, kegiatan dalam pendidikan berupaya menjadikan anak didik menguasai materi (kompetensi) yang tertera pada kurikulum. Namun anak didik juga diajarkan bagaimana bersikap peduli, bertanggungjawab, bersosial, tolong menolong dan nilai-nilai karakter lainnya. Internalisasi nilai-nilai karakter pada setiap mata pelajaran merupakan model pertama agar anak didik dapat belajar memaknai dan mempraktekkan nilai tersebut.

26 J.G. Brooks dan M.G. Brooks, In Search of Understanding the Case for Constructivist Classrooms, Alexandria: ASCD, 2000, hlm. 98.

Salah satu temuan di lapangan adalah integrasi kearifan lokal pada pelajaran ilmu pengetahuan sosial (IPS). Integrasi pada pembelaran IPS ini mengacu pada tingkah laku sehari-hari melalui proses pembelajaran dari tahapan perencanaan, pelaksanaan sampai pada tahap evaluasi. Pertama, tahap perencanaan.

Dalam merencanakan pelajaran IPS, maka yang menjadi tujuan utama adalah keteladanan dan pembiasaan. Dari tujuan ini dibuatlah rencana metode pembelajaran karakter dengan mengacu pada nilai-nilai yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Baru setelah itu, dibuatlah bagan perencanaan dengan menginternalisasi budaya masyarakat yang kondusif dan berdampakk pada karakter.

Tahap kedua, adalah pelaksanaan. Melalui pembelajaran IPS, anak didik diharuskan mengerjakan berbagai tugas dengan dilandasi oleh karakter yang baik. Tugas tersebut dapat dilakukan melalui kondisi sosial di daerahnya masing-masing dengan menampilkan sisi potensi lokal yang ada. Selain itu, anak didik juga ditugaskan membuat master plan dalam rangka mengembangkan kearifan lokal yang ada.

Tahap ketiga, evaluasi. Evaluasi diakukan bukan hanya pada penguasaiaan materi atau evaluasi

nilai, melainkan evaluasi yang berhubungan dengan kemampuan anak didik memiliki rasa peka terhadap kondisi sosial, kebudayaan dan lingkungan.27

27 Penerapan pendidikan berbasis kearifan lokal dalam pembelajaran IPS merupakan salah satu metode sederhana untuk sensitive pada nilai-nilai sosial, bukan hanya pengetahuan akademiknya saja.

Karena bagaiamanapun, anak didik nantinya akan kembali ke daerahnya dengan keilmuan yang telah dimiliki. Maka tidak ayal, apabila mereka dituntut memhami dua hal sekaligus, keilmuan dan kearifan lokal dengan mengacu pada pola nilai karakter.

Lihat dalam Happri Novriza Setya Dhewantoro, Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal pada Pembelajran IPS. dalam http://seminar.

umpo.ac.id/index.php/.

Dalam dokumen manajemen pendidikan kontemporer (Halaman 189-200)