• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implikasi Makna Tanda Ḍayq Al-Ṣadr Terhadap Masyarakat

BAB IV PEMBAHASAN

E. Implikasi Makna Tanda Ḍayq Al-Ṣadr Terhadap Masyarakat

75

1. Kesedihan atau Kemurungan Akibat Orang Lain a. Q.S Hud ayat 12

Penafsiran ayat ini menunjukkan sikap Nabi Muhammad yang sedih dan kecewa akibat perbuatan kaumnya yang tidak ingin mempercayai wahyu yang disampaikan Rasulullah. Mereka menginginkan bukti materi untuk memastikan Muhammad adalah seorang utusan, akan tetapi permintaan mereka di luar batas kemampuan manusia yang menyebabkan hati Nabi Muhammad menjadi sempit.100

Maksud ayat ini bukanlah penyakit ḍayq al-ṣadr yang menghinggapi Nabi Muhammad, melainkan sikap yang akan terjadi kepada Nabi Muhammad sebagai utusan untuk menyampaikan wahyu namun wahyu itu tidak dipercaya. Ayat ini sekaligus sebagai peringatan agar mengabaikan perkataan orang yang tidak menyukai kita, agar tidak berdampak kesedihan pada diri kita. Sebagaimana maksud ayat ini juga sebagai penghibur Nabi, sehingga hatinya menjadi tenang dan selalu bahagia.

Kesedihan yang terus menerus akibat terlalu memikirkan perkataan orang lain menjadikan kita susah untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar, sehingga takut untuk mengatakan kebenaran dan takut untuk mencegah kemungkaran. Perkataan orang lain yang membawa energi negatif sebaiknya dihadapi

100Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz 11 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1992), 23.

77

dengan sikap percaya diri, karena bermasyarakat harus berkomunikasi dengan banyak orang yang berbeda-beda sifat, dan pasti akan selalu ada orang yang tidak menyukai.101

Ucapan negatif yang berdampak hati menjadi sedih, sepatutnya dijadikan sebagai motivasi untuk menjalani kebaikan dan tetap mensyi‟arkan kebenaran dan menolak kemungkaran semampunya. Selanjutnya bertawakallah kepada Allah dan menjalani segala lika-liku kehidupan dengan bahagia dan bersyukur.

b. Q.S. asy-Syu‟ara‟ ayat 13

Hamka menggambarkan ayat ini sebagai beratnya seorang pendakwah dalam menghadapi kaum yang tidak mengenal Allah.

Ḍayq al-ṣadr dialami oleh Nabi Musa karena tantangannya adalah melawan Fir‟aun yang memiliki pengikut serta pasukan yang sangat banyak. Musa takut dakwahnya akan mental dan didustakan oleh kaumnya sendiri. Musa bersempit hati terlebih dahulu karena Musa juga memiliki lidah yang tidak lancar berbicara, sehingga melengkapi kesedihannya sampai wahyu yang turun kepadanya hampir tidak tersampaikan. Kemurungan Nabi Musa untuk menyampaikan wahyu dibantu oleh Allah dengan mengangkat saudaranya Harun menjadi Nabi.102

101Syafaat Selamet, Bersedihlah Saat Hidupmu Beegitu Jauh Dari Allah (Bandung: Mizania Pustaka, 2015), 69.

102Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz 21, 69.

Dalam kehidupan masyarakat sifat ḍayq al-ṣadr (sempitnya hati) harus dihindari karena akan menyebabkan timbulnya kegelisahan hati dan dalam menyampaikan ajaran agama bisa menjadi murung. Sebagaimana contoh kisah nabi musa yang mengalami sempit hati takut di dustakan oleh kaumnya karena tidak lancarnya dalam berbicara. Untuk itu sebagai umat muslim harus percaya diri dan tidak perlu khawatir dalam menyampaikan ajaran Allah agar tidak terjadi kemunkaran dan kemaksiatan dalam kehidupan sosial masyarakat.

Bersyukur merupakan salah satu jembatan bagi manusia untuk menjalani kehidupan, yang akan membuat manusia tidak murung untuk menjalani tugasnya. Seseorang akan kesulitan ketika dihadapannya adalah orang yang berbeda kenyakinan, kebenaran apapun akan mentah dan tidak tersampaikan dalam hatinya. Hal seperti ini akan pasti selalu ada, sebagai tantangan pendakwah untuk mengajarkan ajaran islam.

c.

Q.S. an-Naml ayat 70

Dalam fenomena masyarakat modern saat ini banyak yang tidak percaya dengan hari akhir yang dianggap sebagai dongeng belaka menyebabkan banyak prilaku-prilaku yang menyimpang dari ajaran agama dan merusak tatanan norma masyarakat. Orang- orang seperti ini berpandangan mumpung hidup di dunia harta dan kekayaanlah yang harus dikejar.

79

Kebanyakan orang kota lebih menyibukkan diri bekerja untuk bersaing memperbanyak kekayaaan, sehingga lalai terhadap Tuhannya. Karena hidup mereka disibukkan dengan mengejar harta, penyakit ḍayq al-ṣadr ini menghinggapi mereka yang berupa kesedihan dan kekhawatiran akan kegagalan mereka dalam berusaha. Padahal yang mereka usahakan adalah sebuah pencapaian semu yang tidak bisa dibawa ketika mereka mati.103

Fenomena di atas, tidak hanya mereka yang terdampak ḍayq al-ṣadr. Namun, kesedihan dan kemurungan juga berdampak kepada umat muslim yang berusaha menasehati mereka akan kebenaran adanya hari kiamat. Tidak akan mempan untuk menasehati mereka yang kesibukannya mencari dunia, sehingga tugas kita sebagai umat muslim yang mengetahui ajaran islam yang baik hanya menyampaikan, Allahlah yang akan memberi mereka petunjuk.

2. Kesombongan Akibat Memiliki Kelebihan a. Q.S. at-Taubah ayat 25

Menurut Hamka ayat ini menjelaskan bahwa pertolongan Allah selalu ada pada setiap peperangan yang dilakukan oleh kaum muslimin, sehingga pada saat perang Hunain yang nyaris kalah sebab beberapa orang muslim terdampak penyakit ḍayq al-ṣadr

103Suni Oktavia, “Konsep Al-Qur‟an dalam Menyikapi Kesedihan (Studi Kitab Tafsir Al- Maraghi)” (Skripsi, UIN Banten, 2021), 81.

akibat menganggap kemenangan umat muslim sudah pasti didapat, Allah pun pada akhirnya memberi pertolongan.104

Dampak ḍayq al-ṣadr pada ayat ini adalah sifat sombong yang melekat pada hati manusia karena merasa lebih besar kekuatannya dari pada musuh. Kesombongan semacam ini akan menjadikan penderitanya tidak bisa mengambil pelajaran dari peristiwa kehidupan. Orang-orang yang tidak bisa mengambil pelajaran kehidupan akan mengalami kerugian dalam hidupnya, karena hidupnya akan selalu merasa dalam kesalahan dan kekeliruan. Hidup karena kesombongan hidupnya akan selalu merasa gelisah dan jiwanya tergoncang setiap ada masalah.105 3. Penyesalan Telah Melakukan Kesalahan

a. Q.S. at-Taubah ayat 118

Al-Sya‟rawi menafsirkan ayat ini sebagai kesalahan yang dilakukan tiga orang islam yang tidak mengikuti perang karena bermalas-malasan. Mereka menyesal karena telah melakukan kesalahan yang berdampak dikucilkan oleh orang muslim lainnya.

Ketiga orang ini dikucilkan selama 50 hari oleh kaum muslimin sampai kemudian Allah mengampuninya.106

Selanjutnya dalam berinteraksi sosial kepada sesama pasti ada kesalahan baik disengaja maupun tidak disengaja, hal itu

104Hamka, Tafsir Al-Azhar, Juz 10, 69.

105Sugeng Prayetno, “Kesombongan Fir‟aun Dalam Al-Qur‟an (Kajian Tafsir Tahlili)”

(Skripsi, UIN Sulthan Thaha Jambi, 2020), 36.

106Syekh Muhammad Mutawalli Sya`rawi, Tafsir Sya`rawi, 74.

81

adalah wajar dalam hidup bermasyarakat. Untuk itu, kita sebagai umat muslim dianjurkan saling memaafkan sebagaimana yang dikisahkan dalam sejarah perang uhud umat islam mengalami kekalahan pastinya rasa belasungkawa yang besar umat islam pada saat itu, hal ini perlu penang hati memafkan atas kesalahan umat islam waktu perang uhud agara tidak mengalami ḍayq al-ṣadr (sempit hati).

4. Mempersulit Masa Iddah a. Q.S. at-Thalaq ayat 6

Maraknya fenomena perceraian di kehidupaan masyarakat saat ini sangat mempersulit seorang mantan istri saat menjalani proses masa iddah hal ini karena pihak suami tidak menafkahi dan memberi tempat tinggal yang disebabkan pihak suami mengalami ḍayq al-ṣadr (sempit hati) menurut syekh Nawawi Al-Jawi wanita- wanita yang ditalak ba‟in wajib diberi tempat tinggal, sedangkan menurut Imam Abu Hanifah wanita yang ditalak wajib mendapatkan tempat tinggal dan nafkah pendapat Imam Abu hanifah ini merujuk pada hadits yang diriwayatkan oleh Umar, bahwa rasulullah bersabda sehubungan dengan perempuan yang diceraikan berhak mendapat nafkah dan tempat tinggal sebagai imbalan saat menjalani masa iddah.

Fenomena perceraian di masyarakat kebanyakan disebabkan oleh faktor ekonomi. Faktor ini mempengaruhi

keterbebasan mantan suami yang melupakan kewajibannya yang masih harus menafkahi mantan istri serta memberinya tempat tinggal. Dampaknya mantan istri menjadi berat untuk menjalani masa iddahnya.

Faktor lain yang mempengaruhi mantan istri mengalami kesulitan dalam menjalani masa iddah adalah tidak ketahuannya tentang hak dan kewajiban yang seimbang serta pengetahuan tentang agama yang terbatas.107 Pada akhirnya kebencian pada kedua belah pihak yang menyelimuti kehidupannya. Hal ini harus dihindari oleh orang muslim dengan memperdalam pengetahuan agamanya dan saling mendekatkan diri kepada Allah.

107Mahfudz Junaedi, “Fenomena Perceraian dan Perubahan Sosial (Studi Kasus di Kabupaten Wonosobo)” dalam jurnal studi islam, gender dan anak vol. 13 no. 2, 2018. 274.

83 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

Penelitian tentang ayat-ayat ḍayq al-ṣadr dengan memakai teori semiotika Roland Barthes yang sudah dilakukan. Dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pertama, pemaknaan kata ḍayq al-ṣadr dalam al-Qur‟an secara teori denotasi dan konotasi Roland Barthes menghasilkan, 1) Surah Hud ayat 12, makna denotasinya adalah menjadi sempit dada Nabi Muhammad karena perkataan orang kafir dan menghasilkan makna konotasi, Nabi Muhammad ragu-ragu untuk menyampaikan wahyu karena khawatir tanggapan-tanggapan yang tidak masuk akal dari orang kafir. 2) Surah asy-Syu‟ara‟ ayat 13, denotasinya adalah sempitnya dada Nabi Musa karena risalah yang dulu disampaikannya tidak dipercaya lagi oleh kaumnya. Konotasinya adalah kisah kesedihan atau kekhawatiran Nabi Musa akan risalahnya yang sudah tidak dipercaya lagi merupakan penghibur hati Nabi Muhammad bahwa Nabi terdahulu pun juga mengalami hal yang sama. 3) Surah an-Naml ayat 70, denotasinya adalah jangan sampai tipu daya orang kafir menjadikan dada Nabi Muhammd sempit. Konotasinya, kegelisahan Nabi Muhammad menghadapi akan tipu daya orang musyrik. 4) Surah at-Taubah ayat 25, denotasinya adalah beberapa kaum muslimin merasa sempit dada karena telah meremehkan musuh. Konotasinya, kecemasan kaum muslimin atas ancaman yang diberikan Allah dan Rasulnya akibat dari sikap sombongnya. 5) Surah

at-Taubah ayat 118, denotasinya adalah sempitnya dada tiga orang kaum muslimin sebab telah melakukan kesalahan. Konotasinya, sahabat yang merasa cemas dan gelisah akibat hukuman sosial dari Nabi Muhammad serta kaum muslimin dan ditangguhkan taubatnya. 6) Surah at-Thalaq ayat 6, denotasinya adalah larangan untuk membuat sempit dada mantan istri dalam menjalani masa iddah. Konotasinya, mempersulit proses iddah mantan istri dengan tidak menafkahi dan memberikanya tempat tinggal.

Kedua, mitos yang dihasilkan pada ayat-ayat tersebut adalah pesan semangat berdakwah, semangat berdakwah menyebarkan amar makruf nahi munkar serta selalu menebar kebaikan, kesabaran dan tabah dalam menghadapi masalah, kemurnian tauhid yang harus dimiliki oleh semua orang islam, karena hakikatnya hanya Allah yang maha penolong dan maha segala- galanya, bentuk kehambaan yang totalitas seorang makhluk kepada penciptanya dan bentuk cintanya Allah kepada makhluknya yang diwujudkan dengan ampunannya yang begitu besar, Islam adalah agama yang kompleks dalam mengurusi penganut agamanya mulai segala hal yang kecil hingga sesuatu yang rumit.

Ketiga, Implikasi dari ḍayq al-ṣadr (sempitnya hati) terhadap masyarakat dapat penulis klasifikasikan. Pertama, ḍayq al-ṣadr pada konteks ayat 12 surah Hud, ayat 13 surah asy-Syu‟ara dan ayat ke 70 surah an-Naml tentang kesedihan atau kemurungan akibat orang lain. Kedua, pada surah at- Taubah ayat 25 tentang kosombongan akibat memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Ketiga, pada ayat ke 118 surah at-Taubah tentang

85

penyesalannya sendiri akibat telah melakukan kesalahan dan dikucilkan oleh orang lain. Keempat, pada ayat enam surah at-Talaq tentang mempersulit masa iddah.

B. Saran-saran

Setelah melalui proses dari pembahasan mengkaji ayat-ayat tentang ḍayq al-ṣadr serta mengaplikasikan ayat-ayat ḍayq al-ṣadr dengan menggunakan teori semiotika Roland Barthes. Harus penulis akui bahwa objek kajian dalam penelitian skripsi ini kurang mendalam, penulis menyarankan kepada para peneliti (terutama mahasiswa Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir) yang hendak melakukan penelitian dengan tema yang relevan. Oleh karena itu penulis perlu mengemukakan beberapa saran untuk penelitian lebih lanjut sebagai berikut:

1. Perlunya untuk mengkaji lebih lanjut terkait ḍayq al-ṣadr dalam Al- Qur‟an

2. Perlunya untuk mengkaji lebih luas terkait ilmu semiotika dan terutama untuk mengaplikasikan ayat-ayat Al-Qur‟an dengan menggunakan metode semiotika. Agar mudah memahami cara mengaplikasikan ayat-ayat Al- Qur‟an dengan metode semiotika, penulis hanya fokus menggunakan dengan metode semiotika Roland Barthes. Semiotika Roland Barthes hanya meneruskan metode Suassure, yaitu denotasi, konotasi dan mitos.

86

DAFTAR PUSTAKA

„Abd al-Baqi, Muhammad Fu‟ad. Al-Mu‟jam al-Mufahras Li al-Faz al-Qur‟an al- Karim. Kairo: Dar al-Kutub al-Mishriyyah. 1324 H.

Aidh Al-Qorni, La Tahzan : Jangan Bersedih, terj. Samson Rohman (Jakarta:

Qisthi Press, 2004)

Al-Jauziyyah, Ibnu Qoyyim. Zaadul-Ma`ad Bekal Perjalanan Ke Akhirat. Jakarta:

Pustaka Azzam. 2000.

Al-Jawi, Muhammad Nawawi. Tafsir Al-Munir Marah Labib jilid 3. terj.

Baharun Abubakat dkk. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2017.

Al-Maraghi, Ahmad Mushthafa. Tafsir Al-Maraghi. terj. Bahrun Abubakar dkk.

Semarang: Toha Putra. 1993.

Al-Qattan, Manna. Mabahis fi ‘ulu>mil Al-Qur’an. Kairo: Maktabah Wahbah.

Al-Qorni, Uwes. 60 Penyakt Hati, Cet. 9. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

2003.

Ar-Rumi, Fahd bin Abdurrahman. Ulumul Qur’an Studi Kompleksitas Al-Qur’an.

Yogyakarta: Titian Ilahi Pres. 1996.

Ash-Shiddieqy, Hasbi. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an Media Pokok dalam Menafsirkan Al- Qur’an. Jakarta:PT Bulan Bintang. 1993.

As-Suyuthi, Imam. Asbabun Nuzul. tej. Muhammad Mifthahul Huda. Sukoharjo:

Insan Kamil. 2018.

As-Syuyuti, Jalaluddin. Tafsir Jalalain. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2016.

Aziz, Moh Ali. Mengenal Tuntas Al-Qur’an. Surabaya: Imtiyaz. 2015.

Azkiya, Khikmatiar.“Konsep poligami Dalam Al-Qur'an (Aplikasi Semiotika Roland Barthes Terhadap Q.S An-Nisa [4]:3),”dalam jurnal Qof studi ilmu al-qur`an dan tafsir vol 3 no. 1, (2019).

Barthes, Roland. Elemen-Elemen Semiologi. terj. M. Ardiansyah.Yogyakarta:

Basa Basi. 2017.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia https://kbbi.web.id/sempit (Kamis, 18November 2021).

Destari, Alvi Lutviyah. Dayq dalam Prespektif Al-Qur`an (Studi Komparatif Tafsir Al-Azhar dan Tafsir Al-Sya`rawi Tentang Ayat-Ayat Dayq). Skripsi, UIN Syarif Hidyatullah Jakarta. 2018.

87

Dewi Umaroh. “Makna „abasa Nabi Muhammad dalam al-Qur‟an (aplikasi semiotika Roland Barthes terhadap QS. „Abasa (80): 1)”, dalam jurnal al- bayan:studi ilmu al-Qur’an dan tafsir vol. 5 no. 2, (2021).

Hamka. Tafsir Al-Azhar, Juz 11 Jakarta: Pustaka Panjimas. 1992

Ichwan, Muhammad Noor. Memasuki Dunia Al-Qur’an. Semarang: Lubuk Raya.

2001.

Junaedi, Mahfudz. “Fenomena Perceraian dan Perubahan Sosial (Studi Kasus di Kabupaten Wonosobo)” dalam jurnal studi islam, gender dan anak vol. 13 no. 2, (2018)

Kementerian Agama Republik Indonesia. Terjemah Makna Al-Qur’an Bahasa Indonesia. Madinah: Percetakan Al-Qur‟an Raja Fahd, 1441 H.

Khoiriyah, Ulufatul. Perempuan Sebagai Harsun Dalam Al-Qur’an (Kajian Semiotika Roland Barthes). Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

2014.

L. J. Moleong. Metodologi Penelitian Kuallitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

2017.

Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir: Kamus Arab-Indonesia. Surabaya:

Pustaka Progresif. 1997.

Musbikin, Imam. Istantiq Al-Qur`an Pengenalan Studi Al-Qur’an Intedisipliner.

Madiun: Jaya Star Nine. 2016.

Oktavia Suni. Konsep Al-Qur’an dalam Menyikapi Kesedihan (Studi Kitab Tafsir Al-Maraghi). Skripsi, UIN Banten. 2021

Prayetno, Sugeng. Kesombongan Fir’aun Dalam Al-Qur’an (Kajian Tafsir Tahlili). Skripsi, UIN Sulthan Thaha Jambi. 2020.

Rahmatikawi, Yayan dkk. Metodologi Tafsir Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.

2013.

Saudiah, Diana. Jilbab Dalam Al-Qur’an Surah Al-Ahzab [33]: 59 Analisi Semiotika Roland Barthes. Skripsi, UIN Khas Jember. 2021.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah, vol 5. Jakarta: Lentera Hati. 2011.

Sobariah, Siti. Kisah Nabi Sulaiman Dalam Al-Qur’an Prespekstif Semiotika Roland Barthes. Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2020.

Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:

ALFABETA. 2013.

Sya`rawi, Syekh Muhammad Mutawalli. Tafsir Sya`rawi, Renungan Seputar Kitab Suci Al-Qur`an. Medan: Penerbit Duta Azhar. 2007.

Syaikh, Abdullah bin Muhammad Alu. Tafsir Ibnu Katsir. terj. M. Abdul Ghofar E. M Jilid 3. Bogor: Pustaka Imam Syafi`i. 2003.

Taufiq, Wildan. Semiotika Untuk Kajian Sastra Dan Al-Qur`an. Bandung: Yrama Widya. 2016.

Tebba, Sudirman. Tafsir Al-Qur’an: Menyingkap Rahasia Hati. Jakarta: Pustaka Irvan. 2007.

Zoest, Aart Van. Serba-Serbi Semiotika. terj. Panuti Sudjiman. Jakarta: Gramedia Pustaka Purnama. 1992.

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Muhammad Afi

NIM

:U20181 113

Program Studi : Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora Institusi :UIN KH. Achmad

Siddiq Jember

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa dalam hasil penelitian ini tidak

terdapat unsur-unsur penjiplakan karya penelitian atau karya ilmiah yang pernah dilakukan atau dibuat orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber

kutipan

dan daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari ternyata hasil penelitian ini terbukti terdapat

unsur-unsur penjiplakan dan ada klaim dari pihak lain, maka saya bersedia untuk diproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan tanpa paksaan dari siapapun.

Jember, 29 Juni 2022

Saya yang menyatakan

METERAL TEMPEL

234AJX892594913

Muhammad Afi U201811 13

Dokumen terkait