103 : Jarak Komunikasi Informal dan Formal
E. IMPLIKASI DALAM PEMBELAJARAN
109
BAB 3 ◾ BAHASA, LOGIKA, SERTA KOMUNIKASI VERBAL ...
110
absolut untuk berbicara. Sudah saatnya guru memperba- nyak porsi menyimak dan membelajarkan anak didiknya.
Artinya, guru tidak boleh lagi terlalu banyak bicara (meng- ajar) dengan menyampaikan semua materi kepada siswa (spoon feeding). Guru harus memainkan peran sebagai fa- silitator yang memberikan fasilitas dan ruang bagi peserta didik untuk belajar. Semakin banyak waktu untuk kegiatan belajar, maka semakin sedikitlah waktu bagi guru untuk mengajar (berceramah).
3. Jadilah pembicara yang efektif dan efisien. Saat guru berbi- cara, maka bicaralah dengan efektif dan efisien. Efektif, ar- tinya tepat sasaran dan efisien artinya tepat waktu. Hindari kalimat-kalimat panjang dan mubazir sehingga justru mem- buat peserta didik bingung menangkap pesan dan maksud guru.
4. Bawalah energi positif dalam setiap pembicaraan. Apa pun kondisi yang dialami, guru harus mampu menjadi stabilisa- tor keadaan. Ketika peserta didik mulai turun motivasinya, maka guru tampil dengan kalimat-kalimat motivasinya.
Kalimat guru ibarat sumber energi baru bagi peserta didik.
Hindari kalimat-kalimat bernuansa negatif di dalam kelas, seperti kalimat emosional, kalimat merendahkan, menghi- na, dan kasar.
Dari dua contoh sederhana (lihat Tabel 6) dapat kita anali- sis, sebagai berikut:
1. Pada contoh 1, terlihat bahwa guru membuka pelajaran dengan pola komunikasi tertutup dan dominan. Semua in- formasi datang dari satu arah. Guru menempatkan peserta didik sebagai objek saja. Adapun pada contoh 2, guru mem- berikan ruang dialog kepada peserta didik sehingga komu- nikasi berlangsung dua bahkan banyak arah. Jika diprakti- kan maka contoh 2 lebih memberikan dampak emosional kepada anak dibanding contoh 1. Apalagi pada awal pem- belajaran. Jika, guru hanya berbicara saja, maka biasanya,
111
BAB 3 ◾ BAHASA, LOGIKA, SERTA KOMUNIKASI VERBAL ...
peserta didik akan menjadi pendengar saja (mendengar dan melupakannya).
2. Pada contoh 1, guru menganggap hujan sebagai hal yang negatif. Adapun pada contoh 2, guru mengajak siswa untuk mencari hal positif dari hujan. Penyebaran energi negatif akan merangsang otak anak untuk berpikir sama dengan ka- limat gurunya. Demikian sebaliknya.
3. Kalimat pada contoh 1 masih belum efektif karena banyak kata-kata berulang dan mubazir. Adapun pada contoh 2, ka- limatnya lebih efektif dan efisien.
Terkait dengan implikasi komunikasi non-verbal dalam pembelajaran berikut disajikan beberapa contohnya:
1. Isyarat tangan. Dalam mengajar, tentunya guru tidak bisa hanya mengandalkan komunikasi verbal semata. Komuni- kasi non-verbal bisa menjadi penguat pesan-pesan verbal.
Perhatikan contoh kalimat pembuka pembelajaran berikut ini.
Tabel 6 Perbandingan Kalimat Pembuka Pelajaran
Contoh 1 Contoh 2
Selamat pagi anak-anak, Apa kabar? Selamat pagi anak-anak? Bapak berharap, kalian semua berada dalam keadaan sehat. Aamiin Bapak berharap kalian semua dalam
keadaan sehat wal afiat. Nah, pagi ini, walaupun dalam kondisi cuaca yang kurang kondusif karena hujan sangat lebat, seperti biasa kita akan kembali belajar dalam mata pelajaran geografi.
Nah, anak-anak, coba perhatikan ke luar? Apa yang kalian lihat?
(hujan Pak)... Bagus. Ayo, siapa yang bisa menyampaikan manfaat hujan?....
Topik atau materi yang akan kita pela- jari hari ini masih berkaitan dan meru- pakan kelanjutan dari materi minggu kemarin yang telah kita pelajari, yaitu berbicara tentang konsep esensial geografi yaitu kegunaan/nilai guna.
Anak-anak, Hari ini kita akan belajar tentang konsep esensial Geografi yaitu nilai guna ...
Apakah ada yang sudah tahu dengan
konsep esensial geografi nilai guna? Coba perhatikan gambar yang bapak tayangkan?...
112
Salah satunya adalah isyarat tangan. Tangan dengan jari- jarinya bisa dijadikan sebagai penguat pesan yang disam- paikan. Contoh, ketika guru menerangkan bumi yang bulat, maka tangan guru juga membuat gerakan yang memben- tuk bulat. Sehingga apa yang didengar oleh anak bisa dili- hat melalui gerakan tangan guru. Hal ini sangat membantu anak-anak yang memiliki modal belajar visual. Contoh lain- nya, ketika guru mempersilakan seorang anak untuk berdi- ri. Akan lebih respektif jika kalimat “silakan, Robi tampil ke depan” juga diikuti oleh gerakan tangan yang terbuka dan bergerak sesuai arahan verbal.
2. Gerakan kepala. Guru yang berbicara di kelas dengan kepa- la tegak/90 derajat menandakan guru yang serius dan ber- hati-hati. Namun sedikit gerakan ke atas atau ke bawah akan member dampak yang berbeda. Jika kepala guru bergerak ke belakang, maka akan terkesan guru tersebut menguji bah- kan terkesan sombong. Apalagi jika dilakukan saat berbica- ra. Namun jika kepala guru bergerak ke bawah, hal itu justru menandakan penghormatan dan kesetaraan.
3. Cara berjalan. Cara berjalan seseorang sering dengan ce- pat mendapat respons orang yang melihatnya. Termasuk cara berjalan guru. Guru laki-laki, biasanya berjalan de- ngan langkah yang pasti dan gagah. Pembawaannya tampak maskulin dan jauh dari kesan kemayu atau “melambai”. Bi- asanya tidak banyak gerakan. Berbeda dengan guru perem- puan. Perempuan identik dengan kelembutan dan gemulai.
Jika ada guru yang berlawanan dengan kodrat yang telah di- jelaskan tadi, maka hal itu akan memberikan kesan lain di mata peserta didik. Berjalan dan bergerak tergesa-gesa juga mengisyaratkan ketidaksiapan dan ketidakstabilan emosi.
4. Kontak mata dan pandangan. Mempertahankan pandang- an/kontak mata saat berbicara dengan mitra bicara adalah lambang penghormatan. Demikian juga dengan pembela- jaran. Guru dalam menjelaskan pembelajaran tentunya juga
113
BAB 3 ◾ BAHASA, LOGIKA, SERTA KOMUNIKASI VERBAL ...
harus mengadakan kontak mata/pandangan dengan siswa- nya. Lucu kiranya, jika dalam mengajar guru justru banyak melihat ke papan tulis, ke loteng, atau ke lantai.
5. Ruang dan jarak. Semestinyalah guru menganggap siswa- siswinya adalah orang dekatnya. Oleh sebab itu, guru di dalam kelas harus mampu menciptakan jarak yang ideal dalam artian fisik dan psikis dengan siswanya. Tetapi, perlu juga dipahami oleh guru, bahwa bisa jadi tidak semua siswa merasa nyaman untuk didekati. Barangkali ada alasan-alas- an pribadi yang menyebabkannya. Hal ini bisa diantisipasi oleh guru dengan memperhatikan perubahan ekspresi wa- jah siswa saat didekati. Jika saat guru mendekat, siswa mem- perlihatkan wajah senang dan memberikan kesan hangat, maka guru bisa menempatkan diri lebih dekat. Demikian sebaliknya.
6. Nada suara. Nada suara juga menjadi pesan non-verbal yang perlu diperhatikan di dalam kelas. Seharusnya, guru mampu mencari nada yang pas saat memulai pembelajar- an. Sesuai kebutuhan. Tidak rendah, tidak pula tinggi. Ber- bicara dengan nada tinggi biasanya membuat orang yang berbicara dan yang mendengarkan cepat capek dan bosan.
Nada suara yang pas akan membuat nyaman pendengar.
7. Sentuhan. Sentuhan adalah penguat dan stimulus yang bisa digunakan guru dalam pembelajaran. Sentuhan meng- isyarakatkan kasih sayang dan kepedulian. Tentunya, guru juga harus memahami norma-norma dan nilai yang berla- ku pada masyarakat di mana sekolahnya berada. Berikanlah sentuhan untuk menunjukkan perhatian dan kepedulian serta memberikan dorongan kepada siswa. Biasanya sentuh- an seperti itu diberikan di pundak atau bahu dan dilakukan guru laki-laki kepada anak laki-laki dan guru perempuan ke- pada anak perempuan.
8. Ekspresi wajah. Orang bijak mengatakan bahwa ekspresi wajah adalah cerminan hati. Ekspresi wajah yang tulus dan
114
ikhlas akan memancarkan keteduhan kepada orang yang melihatnya. Adapun ekspresi wajah yang dibuat-buat atau dipaksakan akan terlihat aneh di mata orang yang melihat.
Guru di dalam kelas harus mampu menampilkan ekspresi yang tulus dan ikhlas kepada anak-anaknya. Jangan menco- ba melakukan pembohongan ekspresi di depan anak-anak atau bermuka manis. Ekspresi juga dipengaruhi oleh kuali- tas pemahaman terhadap materi yang disampaikan. Guru yang ekspresif dalam mengajar biasanya adalah guru yang memahami materi dengan baik. Adapun guru yang terlihat kaku dan kurang ekspresi bisa diartikan sebagai guru yang kurang menguasai materi pelajaran.
Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan orang lain untuk bisa bertahan hidup dan mengembangkan kehidupan ser- ta membangun kebudayaan. Ketika melakukan interaksi, manu- sia memerlukan alat untuk melakukan kontak dan aksi. Di sinilah peran komunikasi. Sebelum manusia melakukan komunikasi de- ngan orang lain, manusia tersebut berkomunikasi dahulu dengan dirinya dalam menyikapi tangkapan-tangkapan indriawinya ser- ta stimulus-stimulus internal dan juga eksternal yang dirasakan.
Proses manusia berkomunikasi dengan diri sendiri inilah yang disebut dengan komunikasi intrapersonal. Di dalam diri manu- sia terdapat komponen-komponen komunikasi, seperti sumber, pesan, saluran, penerima, dan balikan. Dalam komunikasi intra- personal hanya satu orang yang terlibat. Berbeda dengan komu- nikasi interpersonal dan komunikasi kelompok kecil.
Setiap format interaksi komunikasi, baik komunikasi intra- personal, komunikasi interpersonal, maupun komunikasi ke- lompok kecil memiliki fungsi masing-masing. Dalam buku Many Voices One World atau Aneka Suara Satu Dunia, di mana Mc Bri- de bertindak sebagai editornya menyatakan bahwa komunikasi tidak hanya sebatas pertukaran informasi semata tapi sebagai kegiatan individu dan kelompok, maka komunikasi dalam sis- tem sosial memiliki banyak fungsi. Salah satu di antara fung- si tersebut yang berkaitan dengan topik kajian dalam buku ini adalah fungsi pendidikan dan memajukan kebudayaan. Komu-