BAB III. METODE PENELITIAN
G. Indikator Keberhasilan
Beberapa peneliti yang melakukan penelitian terkait dengan indikator keberhasilan selalu mendefinisikan bahwa keberhasilan sama dengan kesuksesan usaha produk pangan UMKM dengan mengukur keberhasilan/kesuksesan suatu usaha15 menggunakan kriteria berdasarkan kinerja keuangan ( Jennings dan Beaver 1997, Willard et all 1992, Zahra dan Covin 1995, Murphy ets 1996, Robbinson 1999, Santos dan Benito 2000, Harada 2003).
14 ibid
15 . Dyan Vidyatmoko, A.Husni Yasin Rosadi, Faktor Utama Kesuksesan Wirausaha di Industri Pangan, Pusat Pengkajian Kebijakan Inovasi Teknologi, BPPT, Jurnal Manajemen Teknologi Vol.14 No.1 Tahun 2015
27
Mengukur keberhasilan /kesuksesan berdasarkan kinerja finansial seperti disebutkan diatas sangat sulit bila digunakan dalam konteks UMKM.
Untuk itu peneliti simpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi indikator keberhasilan/kesuksesan diantaranya sebagai berikut :
1. Faktor Psikologis meliputi pencapaian terbaik, keberanian mengambil resiko, kepercayaan diri, orientasi bertindak, internal locus of control, motivasi yang kuat, entrepreuner, kreatif dan inovatif.
2. Faktor Perilaku Kerja terdiri dari bekerja keras, kepemimpinan, berorientasi strategis, cara pengambilan keputusan, lingkungan industri, orientasi pasar, kemampuan memanfaatkan peluang pasar dan jaringan sosial.
3. Faktor bentuk organisasi yaitu skala usaha, umur perusahaan, lokasi perusahaan, jaringan usaha, pengalaman bisnis, keahlian pemasaran.
4. Faktor Bantuan teknis meliputi kredit/pembiayaan, pelatihan, akses konsultasi bisnis, magang, kerjasama bisnis dengan luar negeri.
5. Faktor Kompentensi Inti meliputi keahlian teknis, keahlian manajerial, keahlian hubungan personal, ketajaman bisnis, inovasi, keahlian dalam siklus manajerial.
Dengan demikian, pentingnya personality enterpreneur16 dalam suatu usaha mempunyai pengaruh sangat besar pada indikator keberhasilan suatu usaha UMKM baik perilaku personal seperti inovatif terhadap produk pangan UMKM yang diproduksi untuk dipasarkan ke konsumen, sehingga dapat meningkatkan penguasaan, pengembangan teknologi UMKM untuk meningkatkan daya saing
16 . Caliendo dan Kritikos, 2007
28
produk pangan UMKM yang berbasis inovasi teknologi 17berkualitas sumber daya lokal dan berorientasi ekspor.
Daya saing 18sebagai kemampuan suatu perekonomian nasional yang mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang berkelanjutan, meliputi kebijakan- kebijakan yang tepat, institusi yang sesuai, karakter ekonomi yang lain yang mendukung, terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan.
Teori Daya Saing adalah Keunggulan daya saing Porter (1994) adalah keunggulan komparatif yang dapat dilakukan di tingkat perusahaan dan pada tingkat nasional. Ada empat hal dalam membangun keunggulan dari suatu negara digambarkan oleh Porter yaitu suatu skema berlian. Skema Berlian adalah kondisi seperti tenaga terampil, sarana prasarana, kondisi permintaan dan tuntutan mutu dalam negri untuk hasil industri tertentu, eksistensi industri terkait dan pendukung yang berdaya saing, strategi, struktur dan persaingan antar perusahaan, akan tetapi dalam penelitian ini adalah produsen produk pangan UMKM yang ada di Propinsi Jawa Timur.
Pada dasarnya secara umum, daya saing didefinisikan sebagai kemampuan dari suatu industri untuk menunjukkan keunggulan dalam hal tertentu dengan cara memperlihatkan situasi dan kondisi yang paling menguntungkan, hasil kerja yang lebih baik dibandingkan dengan industri lainnya. Sehingga faktor yang harus diperhatikan dalam persaingan adalah keunggulan.
17 . Edy Purwo Saputro, Penguatan Kapasitas Klaster UMKM : Kasus Di Serenan, Klaten, Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 9, No.1, Juni 2008, hal.83-95, Fakultas Ekonomi Universitas Muhamadiyah Surakarta, Jawa Tengah.
18 . Word Economic Forum (WEF) adalah suatu lembaga yang secara rutin menerbitkan “Global Competitiveness Report “dalam Annisa Diana Haq, UMY, “Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kabupaten Bantul, Yogyakarta.
29
Sehingga dalam pengembangan UMKM, maka Pemerintah melalui Kementrian Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah menekankan kebijakan peningkatan daya saing dengan memberikan perkuatan-perkuatan baik finansial maupun non finansial antara lain :19
a. Program penumbuhan iklim usaha yang kondusif
b. Program peningkatan akses kepada sumber daya produktif
c. Program pembinaan kewirausahaan yang berkeunggulan kompetitif
d. Program peningkatan partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam pemberdayaan koperasi dan UKM secara terpadu
Menurut Heckscher-Ohlin (1990), faktor produksi yang diumumnya dikategorikan sebagai tanah, tenaga kerjs dan modal terlalu umum untuk dapat menunjukkan keunggulan daya saing dalam strategi industri-industri yang berbeda.Faktor-faktor dapat dikelompokkan ke dalam sejumlah kategori besar seperti SDM, ilmu pengetahuan, modal dan infrastruktur. Pemakaian campuran dari faktor-faktor tersebut berbeda antar industri.
Menurut Paltts dan Gregory (2001), faktor pemilihan kompetitif tergantung pada keunggulan suatu komoditas yang dihasilkan oleh perusahaan atau industri.
Selain itu tergantung pada permintaan konsumen terhadap produk cukup signifikan mendorong perusahaan untuk lebih kompetitif.Berdasarkan hal tersebut, daya saing suatu komoditas pola perdagangan sekarang tidak serta didalan melakukan perdagangan internasional.
19 . Prihatin Lumbanraja, 2011, dalam jurnal dengan Judul Menuju Keberhasilan Pembinaan Usaha Kecil, Dan Menengah di Kabupaten Ponorogo oleh Titi Rapini, Umi Farida, Setyo Adji, Fakultas Ekonomi Universitas Muhamaddiyah Ponorogo
30
Menurut Thurow (2001) dalam era globalisasi ekonmi, keunggulan kompetitif menjadi faktor yang tidak bisa diabaikan karena dalam konteks daya saing komoditas yang akan diperdagangkan memiliki keunggulan komparatif dari segi kelimpahan faktor tetapi belum kompetitif.
Menurut Tambunan (2002) bahwa daya saing suatu komoditas juga ditentukan oleh teknologinya. Dimasa depan tuntutan teknologi merupakan karakteristik dalam proses pengembangan ekspor dengan mengambil dasar pemikiran dan asumsi-asumsi yang dibangun oleh teori klasik yang tidak melihat pentingnya pengaruh proses teknologi terhadap pola perdagangan dunia.
Kondisi utama yang harus dipenuhi agar20 pengembangan industri pada akhirnya dapat bersaing di pasar regional maupun internasional adalah :
1. Menciptakan lingkungan internal yang kondusif : kualitas sumber daya manusia, penguasaan teknologi dan informasi, struktur organisasi, sistem manajemen, budaya bisnis, kekuatan modal dan jaringan bisnis dengan pihak luar.
2. Menciptakan lingkungan eksternal yang kondusif : sistem perburuhan dan kondisi pasar buruh, kondisi infrastruktur dan tingkat pendidikan masyarakat.
Sedangkan menurut Ismail dan Syafitri (2005:29), untuk mengukur daya saing ekonomi daerah, ada empat indikator yang harus digunakan yaitu :
20 . Tambunan dalam “ Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Saing Pada Sentra Industri Makanan Khas Bangka di Kota PangkalPinang
31
1. Struktur ekonomi yang meliputi kondisi ekonomi, produktivitas, output dan nilai tambah, serta tingkat investasi asing atau domestik
2. Potensi wilayah yang meliputi non tradeable seperti lokasi, prasarana, sumber daya alam, serta citra daerah.
3. Sumber daya manusia meliputi kualitas sumber daya manusia yang mendukung kegiatan ekonomi mulai dari proses produksi, konsumsi, hingga distribusi
4. Kelembagaan meliputi konsistensi kebijakan pemerintah dan perilaku masyarakat yang pro-pengembangan ekonomi lokal, budaya yang mendukung produktivitas.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Saing :
Pertama, faktor modal kerja yakni menggambarkan jaminan kelangsungan operasi perusahaan pada periode berikutnya. Ada beberapa modal kerja meliputi konsep kuantitatif/ modal kerja bruto, konsep kualitatif/aktiva lancar dengan jaminan aktiva lancar, konsep fungsional/income/future income.
Kedua, faktor kemasan produk yakni produk yang dihasilkan oleh satu perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan yang lain. Contoh H2 : Variabel kemasan produk mempengaruhi daya saing pada sentra industri khas makanan di kota Surabaya dan sekitarnya.
Ketiga, faktor network/jaringan usaha Keempat, faktor Pengembangan Usaha
32 Kelima, faktor Sumber Daya
Pengembangan Sumber Daya Manusia sangatlah diperlukan dalam meningkatkan daya saing produk pangan dalam rangka menciptakan fasilitator atau pendamping baik manajemen kelembagaan dan operasional proses produksi melalui pameran UKM di Surabaya.
Peningkatan daya saing UMKM Pangan melalui peningkatan kemampuan memproduksi pangan yang aman dan bermutu merupakan langkah strategis dan dapat dilakukan dengan Pengembangan FSCH (Food Safety Clearing House) dengan fokus pada 4 intervensi peningkatan aksesibilitas yaitu akses keamanan pangan, akses teknologi, akses modal, dan akses pasar. Secara umum, keberadaan FSCH21 diharapkan dapat membantu kemandirian UMKM dan meningkatkan kemampuannya untuk memproduksi pangan yang aman, peningkatan daya saing berimplikasi pada penguatan ekonomi nasional, karena tujuan FSCH adalah mempromosikan keamanan pangan UMKM dan memenuhi persyaratan keamanan pangan. Sehingga program peningkatan daya saing UMKM harus diupayakan dengan baik dengan komitmen, dukungan dan kerjasama yang baik antar instansi pemerintah, industri besar dan pihak terkait lainnya, Jika UMKM bisa dikelola secara professional maka akan dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat yang akan berdampak pada perekonomian nasional.
21 . Rahayu WP, Nababan H, Hariyadi P, Novinar, Keamanan Pangan Dalam Rangka Peningkatan Daya Saing Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Untuk Penguatan Ekonomi Nasional, makalah disampaikan pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi X, 20-21 November 2012, Jakarta.
33
Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing UMKM antara lain : Pertama, konsisten menjaga produk. Dalam hal ini pembuatan standar
operasional prosedut (SOP) yang jelas dalam setiap proses produksi, agar barang-barang yang dipasarkan memiliki kualitas standar mutu yang terjamin.
Kedua, melalui packaging produk yang menarik. Menjaga kualitas produk, hal lain yang perlu diperhatikan para pelaku UMKM adalah mendesain packaging yang menarik, serta mencantumkan logo dan nama produk disetiap kemasan produk.
Ketiga, berani bersaing dari segi harga. Salah satu keunggulan produk dengan harga jualnya lebih murah dibandingkan produk-produk dari negara lain.
Keempat, menjaga loyalitas konsumen. Ketika konsumen memiliki loyalitas yang cukup tinggi terhadap produk-produk yang dipasarkan, maka sebagai pelaku UMKM tidak perlu khawatir ditinggalkan konsumen.
Hal tersebut diatas memberikan kesimpulan bahwa Para pelaku UMKM, diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan produk pangan UMKM yang dihasilkan, memiliki kreativitas dalam melakukan inovasi terhadap produk pangan yang diproduksi, melakukan pemilihan SDM yang baik dan
34
memanfaatkan teknologi informasi sebagai pendukung untuk meningkatkan daya saing UMKM dengan 22introduksi teknologi produksi dan kemasan.
Introduksi teknologi produksi dilakukan dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi dan kualitas produk UMKM berupa alat produksi untuk kemasan produk pangan UMKM baik penggunaan handsiller /kemasan dengan perekatan serta perbaikan desain kemasan baik desain branding bentuk dan warna huruf, pengambilan gambar, pencantuman komposisi bahan dan manfaat serta cara penyajian, pencantuman ijin usaha, alamat usaha dan yang paling penting tanggal kedaluarsa dan pencantuman sertifikat HALAL MUI.
Pengemasan merupakan sistem yang terkoordinasi untuk menyiapkan barang menjadi siap untuk ditransportasikan, didistribusikan, disimpan, dijual dan dipakai, karena dalam membuat kemasan produk pangan UMKM diperlukan suatu keahlian dalam memadukan desain kemasan produk tersebut baik bentuk, warna, ukuran serta informasi lengkap(komposisi bahan, berat produk, kedaluarsa produk).
Adanya pengemasan suatu produk dapat memberikan keuntungan baik bagi produsen maupun konsumen dalam hal : 23
Bagi Produsen :
1. Melindungi barang-barang yang dibungkusnya sewaktu barang-barang tersebut bergerak melalui proses marketing.
22 . Wiwit Rahayu, Emi Widiyanti, Widiyanto, Peningkatan Daya Saing UMKM Keripik Pisang di Kabupaten Klaten Melalui Introduksi Teknologi Produksi dan Pengemasan, Psp-Kumkm LPPM, UNS
23 Alma dalam Desain Kemasan Makanan KUB Sukarasa Di desa Wisata Organik Sukorejo, Sragen.Solo, 2015.
35
2. Memudahkan pedagang eceran untuk membagi-bagi atau memisahkan barang tersebut
3. Untuk mempertinggi nilai isinya dengan daya tarik yang ditimbulkan oleh pembungkus, sehingga menimbulkan ciri-ciri khas produk tersebut.
4. Untuk identitas, mudah dikenal, karena adanya label atau merek yang tertera pada pembungkus
5. Pembungkus digunakan sebagai alat komunikasi karena membawa berita atau catatan mengenai produk itu
6. Pembungkus sebagai salesmen diam, seperti supermarket. Pembeli cukup mengetahui dan memilih barangnya sendiri dengan membaca label pada pembungkus.
7. Selain Packaging/kemasan yang baik, kemasan indah untuk menarik konsumen.
Bagi Konsumen
1. Dengan adanya pembungkus produk akan tetap bersih dan praktis untuk dibawa kemana saja, tahan lama dan mudah disimpan
2. Dengan pembungkus berarti timbangan di dalamnya benar.
3. Pengemasan menunjukkan kualitas barang seperti menerangkan isi yang dibungkus
4. Dengan adanya pembungkus, pembeli dapat membeli dengan jumlah yang cukup (diperlukan)
5. Sering pembungkus yang isinya telah habis terpakai masih dapat digunakan untuk tempat penyimpan barang lain
36
6. Pembungkus yang memberi informasi akan memberi dorongan pada pembeli untuk membaca dulu dan sambil berfikir akan membelinya
7. Pembungkus dapat menimbulkan harga diri bagi yang membawa
Desain kemasan 24memiliki sifat dasar kemasan dan pihak-pihak yang terkait di dalam seluruh proses desainnya, muncul beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam merancang sebuah kemasan (Susanti :2002) yaitu : keamanan atau perlindungan konsumen, produksi pada biaya produksi, distribusi ke pengecer, informasi brand image, ergonomi/struktur kemasan mudah dibawa, estetika/daya tarik,identitas produk/penampilan keseluruhan citra produk.
Untuk itu, Pemerintah Propinsi Jawa Timur dapat memberikan pembinaan kepada UMKM produk pangan di Sidoarjo, Mojokerto, Malang dan Surabaya dengan melakukan beberapa pendekatan :
a. Non Policy Approach yang difokuskan pada industri yang bergerak pada kegiatan marginal dan menciptakan biaya birokrasi yang relatif tinggi.
b. Protection Approach, Kebijakan proteksi pada umumnya berupa larangan bagi industri berskala besar untuk memproduksi barang-barang tertentu, batasan impor untuk memproduksi barang-barang tertentu, batasan impor untuk produk subtitusi, kontrol terhadap penyebaran inovasi teknologi yang dapat menyebabkan kejutan mendadak bagi industri kecil. Kebijakan ini menguntungkan produsen ketimbang konsumen.
24 . Syamsudin, M.Farid Wajdi, Aflit Nuryulia Praswati, Desain Kemasan Makanan KUB Sukarasa Di Desa Wisata Organik Organik, Sukorejo, Sragen, Benefit Jurnal Manajemen dan Bisnis, Volume 19 Nomor 2, desember 2015, hal.68-78
37
c. Stimulation Approach, kebijakan yang memfokuskan pada sisi supplay dalam bentuk pemberian kredit, penyediaan bahan baku dan peralatan produksi, serta penyelenggaraan kursus. Kebijakan ini memiliki dampak negatif, antara lain berupa tergesernya unit usaha yang tidak atau belum terlayani oleh program pengembangan UMKM produk pangan di Propinsi Jawa Timur khususnya Sidoarjo, Mojokerto, Malang dan Surabaya.
Menurut Supratikno dalam Yustika (2003 :114) ada 5 keadaan yang memungkinkan industri kecil/umkm mampu bertahan dari persaingan yang datang dari industri berskala besar yaitu :
Pertama, usaha industri kecil bergerak dalam pasar yang terpecah-pecah sehingga menyebabkan keberadaan skala ekonomi usaha besar tidak menonjol.
Kedua, Usaha industri kecil menghasilkan produk-produk dengan karakteristik elasitas pendapatan yang tinggi, sehingga apabila terjadi kenaikan pendapatan masyarakat maka permintaan akan produk-produk UMKM juga meningkat.
Ketiga, usaha kecil memiliki tingkat hetorogenitas tinggi khususnya hetrogenitas teknologi yang bisa digunakan sehingga dapat menghasilkan variasi produk yang beraneka ragam.
Keempat, usaha industri kecil tergabung dalam suatu klaster (sentra industri) sehingga mampu memanfaatkan efisiensi kolektif, misalnya dalam
38
hal pembelian bahan baku, pemanfaatan tenaga kerja trampil dan pemasaran bersama.
Kelima, usaha industri kecil diuntungkan oleh kondisi geografis yang membuat produk-produk industri memperoleh ptoteksi alami karena pasar yang dilayani tidak terjangkau oleh inovasi produk-produk industri skala besar.
Untuk itu, Pemerintah Jawa Timur dan instansi terkait sebagai pembina harus mendorong penciptaan kesadaran “kualitas“ secara total dan berkesinambungan serta menyelenggarakan pemberdayaan UMKM dengan pengembangan usaha, kemitraan, perizinan, koordinasi dan pengendalian sehingga dapat menjaga daya saing produk pangan UMKM tersebut.
Akan tetapi pengembangan usaha akan berhasil apabila kualitas produk yang dihasilkan, harga produk yang dihasilkan, selera konsumen, loyalitas yang menunjukkan seberapa jauh loyalitas yang diberikan oleh pelaku usaha kepada tenaga kerja / sumber daya manusia serta promosi produk pangan UMKMnya akan meningkatkan nilai UMKM tersebut. Sehingga dapat disimpulkan25 bahwa setiap pelaku usaha produk pangan harus memperhatikan kualitas produk yang dihasilkan. Selain kualitas juga memperhatikan kemasan produk pangan UMKM dengan memiliki ciri khas tersendiri, maka hal tersebut untuk menarik selera konsumen dalam pemasaran produk pangan UMKM, karena menurut peneliti konsumen produk pangan UMKM lebih banyak menginginkan
25. Hasil simpulan Peneliti
39
suatu produk apabila kemasan produk tersebut diinovasi seperti dengan mencantumkan komposisi pada kemasan tersebut.
40 BAB IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Tingkat Kepatuhan UMKM Dalam Memenuhi Aturan-Aturan Hukum Mengenai Kemasan Produk Pangan.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan UMKM Dalam Memenuhi Aturan-Aturan Hukum Mengenai Kemasan Produk Pangan.
B. Pembahasan
1. Tingkat Kepatuhan UMKM Dalam Memenuhi Aturan-Aturan Hukum Mengenai Kemasan Pangan
Pentingnya Legalitas Kemasan Produk Pangan UMKM di Propinsi Jawa Timur (Studi pada UPT Industri Makanan, Minuman dan Kemasan Propinsi Jawa Timur di Sidoarjo, Lembaga Pengembangan Kemasan UKM Indonesia di Mojokerto, Dinas Koperasi dan UMKM Propinsi Jawa Timur, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Timur ), karena legalitas atau perijinan produk pangan UMKM digunakan untuk membangun kepercayaan (Trust) kepada konsumen terhadap produk yang membuktikan bahwa produk pangan UMKM tersebut sudah berada dalam pengawasan pemerintah dan aman untuk dikonsumsi. Legalitas atau perijinan untuk industri rumah tangga / produk pangan UMKM adalah P-IRT (Perizinan Industri Rumah Tangga) yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Setempat.
41
Dalam hal ini, UMKM Produk Pangan harus dapat membetengi usahanya dengan menggunakan sertifikasi halal, sertifikasi nutrition fact, dan harus mempunyai hak paten merek dagang dari produk pangan yang dihasilkan, sehingga UMKM Produk Pangan UMKM dapat bersaing dengan produk- produk lain dari luar serta dapat diakui secara legal dimata hukum baik halal MUI, BPOM atau PIRT, terbatasnya informasi dan sosialisasi tentang pentingnya kemasan dan lemahnya standarisasi produk.
Kemasan yang menarik menurut APRINDO harus memiliki kriteria komponen visual, verbal dan fitur. Dari aspek visual, warna harus menarik, serta ukuran dan bentuk harus disesuaikan , dari aspek verbal setidaknya memuat beberapa informasi kualitas produk yaitu informasi halal, expired date, PIRT atau BPOM, ingredients dan ukuran produk. Sebagian UMKM dinilai belum peduli tentang atribut kemasan sebagai alat pemasaran.
Sebagai contoh berdasarkan observasi, UMKM harus memiliki sertifikat halal MUI namun atribut halal kadang tidak dicantumkan pada kemasan produknya, sehingga implementasi inovasi kemasan UMKM adalah aspek legalitas produk26 (Halal MUI, BPOM atau PIRT) tidak terlaksana dengan baik dan perlu pengawasan dalam produk pangan UMKM.
Oleh karena itu, peran kemasan sangatlah penting untuk menjaga keamanan produk pangan yang dipasarkan27seperti yang dijelaskan Mudra tentang alasan utama untuk sebuah produk perlu diberi kemasan yaitu untuk menjaga
26 . Tri Hanifawati, Any Suryatin, Jangkung Handoyo Mulyo, Pengaruh Atribut Kemasan Makanan dan Karakteristik Konsumen Terhadap Pembelian, Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Agriekonomika, Volume 6, Nomor 1, 2017.
27 . Seperti Pendapat Mudra dalam “Pengaruh Kemasan dan Harga Pada Keputusan Pembelian Minuman Isotonik, Jurnal Manajemen dan Bisnis Sriwijaya Vol.13 No.1 Maret 2015
42
keamanan produk yang akan dipasarkan, untuk membedakan dari produk pesaing dan meningkatkan penjualan sehingga kemasan harus dibuat menarik dan unik. Dengan kata lain menurutnya kemasan sebagai benda yang berfungsi untuk melindungi, mengamankan produk tertentu yang berada didalamnya serta dapat memberikan citra tertentu pula untuk membujuk penggunanya/konsumen. Karena makanan yang dikonsumsi harus mengandung unsur-unsur informasi yang harus ada pada label produk pangan UMKM, karena tidak ada karakter desain yang unik dan menonjol dari setiap label, seperti kata Klimchuk bahwa “Suatu desain yang terlihat mirip dengan kompetitornya dapat menimbulkan kebingungan pasar” ( Klimchuk pada Sabran : 2007:43), sehingga akan lebih mudah diingat konsumen jika identitas merek ciri khas khusus yang tidak sama dengan lisan dan tulisan merek produk pangan UMKM.
Implikasi praktisnya adalah perlu dibangun kerjasama intensif untuk meningkatkan daya saing UMKM produk pangan, antara dinas UMKM dan dinas terkait, rumah kemasan, akademisi/litbang, third sector sebagai sumber knowledge atau intermediator IPTEK melalui pengemasan dan pelatihan PIRT untuk mendapat sertifikat PIRT28 yang merupakan syarat hasil produksi pangan UMKM dapat dijual secara lokal dan dapat mengembangkan inovasi produk UMKM didasarkan pada konsep the
28 . Nur Priati Ningsih, Kirwani, Peran Dinas Perindustrian dan Perdagangan Dalam Meningkatkan Tingkat Produksi dan Tingkat Pendapatan UMKM Ledre Pisang di Desa Dukohlor Kecamatan Malo, kabupaten Bojonegoro, Vol.3 no.3 Tahun 2015
43
innovation works skill29yang meliputi pemilik usaha paham akan merek dan label produk pangannya, pemilik produk pangan mengeluarkan gagasan bentuk dan merek yang cocok untuk produk pangan mereka, pemilik usaha mampu merumuskan keinginan atas merek dan label pada produk pangannya, rumusan ide merek dibuat dengan aplikasi komputer dan disablon, menggunakan kemasan yang dirancang untuk kegiatan penjualan produk selanjutnya, pemilik usaha mengevaluasi produk pangan yang telah diberi label pada kemasannya dan melakukan estimasi tentang ada tidaknya peningkatan penjualan atas produk pangannnya. Dalam hal ini pemerintah melakukan pendampingan terhadap UMKM untuk meningkatkan daya saing akan produk pangan UMKM melalui pembinaan teknik pasar 30dalam mewujudkan efisiensi yang meliputi kepercayaan dari legalitas, sumber daya manusia dan teknologi kemasan yang ramah lingkungan.
Dengan demikian maka pemilik usaha produk pangan UMKM sangat membutuhkan penguatan usahanya dalam bentuk pelatihan, sehingga mampu untuk berinovasi dan mengembangkan kreatifitasnya guna meningkatkan ketrampilan kewirausahaan melalui label kemasan. Sehingga diharapkan produk pangan UMKM lebih dikenal konsumen dan konsumen dapat meningkatkan jumlah pembeliannya sehingga produk yang dihasilkan UMKM dapat ditingkatkan jumlahnya dan memiliki produk pangan yang
29 . Afifah, Gustiana, Investigasi Orientasi Usaha dan Pengembangan Model Penguatan Untuk Usaha Kecil dan Menengah : Sebuah Kajian Empirik “, Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol.10, Februari 2016
30 . Narasumber pada Dinas Perindustrian Prop. Jawa Timur