• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi dan Pemurnian Kapang Endofit

Dalam dokumen UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA (Halaman 42-45)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Isolasi dan Pemurnian Kapang Endofit

Isolasi kapang endofit diawali dengan proses sterilisasi permukaan. Proses ini dilakukan untuk menghilangkan mikroorganisme yang berada pada permukaan tanaman sehingga koloni yang tumbuh pada media isolasi merupakan koloni endofit (Strobel, & Daisy, 2003). Daun bagian pucuk, muda dan tua kemudian dicuci dibawah air mengalir selama 10 menit. Tujuan pencucian dengan air mengalir adalah untuk menghilangkan debu dan kotoran yang menempel pada permukaan daun (Hafsari dan Asterina, 2013). Masing-masing daun kemudian direndam ke dalam etanol 70% selama 1 menit, larutan NaOCl 5,25% selama 5 menit, etanol 70% selama 30 detik dan terakhir dibilas dengan akuades steril selama 3-5 detik. Proses sterilisasi permukaan menggunakan etanol 70% dan larutan NaOCl 5,25% sebagai desinfektan. Etanol dan natrium hipoklorit yang digunakan memiliki aktivitas yang berbeda. Etanol mendenaturasikan protein dengan mendehidrasi dan menginaktifkan enzim (Rutala et al, 2008). Efek bakterisida dari etanol 70% lebih baik dibandingkan etanol murni, karena protein didenaturasi lebih cepat dengan adanya air (Rutala et al., 2008). Natrium hipoklorit merupakan senyawa yang mengandung klorin yang bekerja dengan mengoksidasi secara irreversible gugus sulfihidril pada enzim dan menganggu fungsi metabolik dari sel bakteri (Valera, 2008; Rutala et al., 2008). Pembilasan dengan aquades steril dilakukan untuk membersihkan mikroorganisme yang mati oleh desinfektan (Hafsari dan Asterina, 2013) dan untuk menghilangkan sisa etanol dan natrium hipoklorit yang masih menempel pada daun yang dapat mengganggu pertumbuhan kapang (Kumala, 2014). Aquades bilasan terakhir ini digunakan sebagai kontrol untuk mengetahui dan menentukan apakah kapang yang tumbuh merupakan kapang endofit atau bukan. Jika pada media kontrol terdapat pertumbuhan kapang, maka kapang yang tumbuh dari isolasi daun bukanlah kapang endofit. Media yang digunakan untuk isolasi dan pemurnian kapang endofit adalah media PDA (Potato Dextrose Agar). Media ini bersifat selektif terhadap kapang dan mengandung kentang sebagai sumber karbohidrat yang merupakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan kapang (Ariyono et al , 2014).

Daun kayu jawa diisolasi dari tiga variasi daun yaitu daun pucuk, daun muda dan daun tua dengan media potato dextrose agar. Tujuannya dilakukan variasi adalah agar mendapatkan kapang endofit yang beranekaragam

Tabel 1 Hasil Isolasi dari Variasi Daun Kayu Jawa Isolasi Daun Tua (DT)

Isolasi Daun Pucuk (DA)

DA1 DA2 DA3

Isolasi daun Muda (DM)

DM1 DM2 DM3

Hasil isolasi menunjukan dari ketiga variasi daun pada daun tua tidak ada kapang endofit yang tumbuh, akan tetapi melihat ciri-ciri secara makroskopik yang tumbuh pada isolasi daun tua adalah khamir, karena pada isolasi menggunakan media PDA sangat dimungkinkan tumbuh kapang dan khamir. Pada daun pucuk dan daun muda tumbuh kapang dilihat dari bentuk dan ciri-ciri secara makroskopik dan mikroskopik, kemudian dilakukan proses pemurnian dimana kapang endofit dari daun muda dan pucuk yang sama secara makroskopik dan mikroskopik dianggap satu jenis.

Tabel 2. Hasil Pemurnian Kapang Endofit Daun Kayu Jawa

Sampel Bagian Daun Jumlah Isolat Kode Isolat

Daun Lannea coromandelica

Houtt.(Merr.)

Daun dekat dengan percabangan batang

[Daun Tua] (DT) - - Daun bagian tengah/

Daun Muda (DM) 2

DM1K DM2K Daun bagian atas atau

pucuk daun (DA) 2

DA2K DA3K

Pemurniaan dilakukan berdasarkan morfologi kapang secara mikroskopik dan makroskopik (Ariyono, 2014). Setiap bentuk, warna, dan karakteristik yang berbeda dari kapang, ditumbukan dalam satu cawan. Pemurnian dilakukan berulang kali sehingga diperoleh satu isolat kapang murni.

Hasil dari pemurniaan ditanaman kembali dalam media PDA miring sebagai stok kultur dan kultur kerja. Stok kultur digunakan sebagai persediaan yang dapat diremajakan kembali yang diimpan dalam lemari pendingin, sedangkan stok kerja digunakan untuk kelanjutan pekerjaan. Dari dua kali proses isolasi dan pemurniaan didapatkan 4 isolat kapang endofit, tabel 2 menunjukan bahwa kapang endofit dari daun kayu jawa ditemukan pada bagian pucuk dan daun muda.

4.4 Karakterisasi Isolat Kapang Endofit

Karakterisasi kapang endofit dilakukan terhadap 4 isolat yang diperoleh, pengamatan karakteristik makroskopik yang dilakukan dengan mengamati warna koloni, warna sebalik, permukaan koloni (granular, seperti tepung, menggunung, licin ada atau tidak tetes eksudat), diameter pertumbuhan koloni kapang dan lingkaran-lingkaran konsentris (Kumala, 2014). Sedangkan pengamatan karakteristik secara mikroskopik meliputi ada atau tidaknya sekat pada hifa, pertumbuhan hifa (bercabang atau tidak bercabang), ada tidaknya konidia, dan bentuk konidia (Ariyono,2014). Diperoleh 4 isolat, yaitu isolat DA2K, DA3K,

DM1K, DM2K. .

4.4.1 Isolat DA2K

Permukaan koloni kapang abu-abu tua dan bagian pinggir berwarna putih permukaan kapang bergelombang tidak rata, dan dengan diameter 7,5 cm pada pertumbuhan hari ke 12.Warna sebaliknya dari kapang ini yaitu hitam dan bagian pinggir berwarna putih. Secara mikroskopik koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat dan pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang dan memiliki konidia bentuk bulat.

(a) (b)

(c)

Gambar 3. Isolat DA2K secara makroskopik dan mikroskopik (a) Isolat DA2K umur 12 hari tampak depan

(b) Isolat DA2K umur 12 hari tampak sebalik

(c) Pengamatan pada mikroskop cahaya perbesaran 1000x

4.4.2 Isolat DA3K

Permukaan koloni kapang coklat tua agak kehitaman dan bagian pinggir berwarna hitam permukaan kapang rata atau tidak bergelombang dan dengan diameter 5,5 cm pada hari ke 12. Warna sebaliknya dari kapang ini yaitu hitam dan bagian pinggir berwarna hitam. Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat dan pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang dan tidak memiliki konidia.

(a) (b)

(c)

Gambar 2. Isolat DA3K secara makroskopik dan mikroskopik (a) Isolat DA3K umur 12 hari tampak depan

(b) Isolat DA3K umur 12 hari tampak sebalik

(c) Pengamatan pada mikroskop cahaya perbesaran 1000x

4.4.3 Isolat DM1K

Permukaan koloni kapang coklat tua agak kehitaman dan bagian pinggir berwarna hijau tua permukaan kapang pinggir kapang bergelombang dan dengan diameter 8 cm pada hari ke 12. Warna sebaliknya dari kapang ini yaitu hitam dan bagian pinggir berwarna hitam. Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat dan pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang dan memiliki konidia

(a) (b)

(c)

Gambar 5. Isolat DM1K secara makroskopik dan mikroskopik (a) Isolat DM1K umur 12 hari tampak depan

(b) Isolat DM1K umur 12 hari tampak sebalik

(c) Pengamatan pada mikroskop cahaya perbesaran 1000x

4.4.4 Isolat DM2K

Permukaan koloni kapang berwarna putih seperti kapas dan bagian pinggir berwarna putih permukaan kapang rata dan diameter 8,4 cm pada hari ke 12.

Warna sebaliknya dari kapang ini yaitu putih kekuningan. Secara mikroskopis koloni kapang ini memiliki hifa yang bersekat dan pertumbuhan hifa pada kapang ini bercabang dan tidak memiliki konidia

(a) (b)

(c)

Gambar 6. Isolat DM2K secara makroskopik dan mikroskopik (a) Isolat DM2K umur 12 hari tampak depan

(b) Isolat DM2K umur 12 hari tampak sebalik

(c) Pengamatan pada mikroskop cahaya perbesaran 1000x

4.5 Fermentasi

Fermentasi dilakukan untuk mendapatkan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kapang (Stanbury dkk, 2003). Sebelum fermentasi dilakukan, kemurniaan kapang benar dipastikan, dan penyiapan fermentasi dilakukan secara aseptis sehingga terhindar dari kontaminan (Okafor, 2007).

Proses fermentasi berlangsung selama 21 hari yang dinilai bahwa kapang sudah melewati masa stationer yang menjadi fase penghasil metabolit sekunder (Stanbury dkk,2003). Ciri dari fase stationer adalah pertumbuhan kapang tetap, karena terjadi kematian sel yang diikuti pembentukan sel baru (Pratiwi, 2008)

Proses fermentasi kapang endofit menggunakan media Potato Dextrose Yeast broth (PDY broth) sebanyak 250 mL, Kandungan PDY broth sama dengan PDA yang digunakan saat peremajaan, tapi berbentuk cair karena tanpa menggunakan agar. Media Potato Dextrose Yeast (PDY) terdiri dari kentang, dan dextrose sebagai sumber karbon, serta yeast ekstrak sebagai sumber nitrogen yang membantu dalam proses fermentasi (Kumala, & Pratiwi, 2014). Proses fermentasi dilakukan selama 21 hari pada suhu ruang secara statis (Phongpaichit et al.,2006).

Proses fermentasi mengunakan media PDY yang berupa media cair karena fermentasi dengan media cair lebih efektif untuk memproduksi biomassa dan lebih mudah dikerjakan secara aseptis (Pokhrel & Ohga, 2007).

Kapang endofit tumbuh di permukaan media fermentasi cair, media fermentasi berubah seiring dengan pertumbuhan kapang endofit. Selama proses fermentasi terjadi perubahan warna pada media. Hal ini diduga adanya metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kapang endofit. Menurut Gandjar et al. (2006), pertumbuhan kapang endofit dapat diketahui dari penambahan masa sel dan proses metabolisme kapang yang menyebabkan timbulnya perubahan warna pada media cair. Metabolit sekunder yang dihasilkan dengan proses statis dapat diekstraksi dari biomassa miselium dan bagian media (Pokhrel & Ohga, 2007).

4.6 Ekstraksi Hasil Fermentasi Kapang Endofit

Hasil fermentasi diekstraksi dengan dua metode yaitu partisi untuk filtrat dan maserasi untuk biomassanya, ekstraksi dilakukan untuk memisahkan senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan dari fermentasi berdasarkan kepolarannya (Kumala, 2014), Hasil fermentasi setelah 21 hari dari masing-masing isolat dipisahkan bagian biomassa dan Media pertumbuhan dengan menggunakan kertas saring untuk dilakukan proses ekstraksi. Bagian biomassa dihaluskan dengan lumpang dan alu kemudian dilakukan maserasi dengan pelarut metanol, kemudian saring dan ambil filtrat kemudian pekatkan dengan vacum rotary evaporator hasilnya adalah ekstrak kental fraksi metanol. Bagian kedua filtrat yang diperoleh dari koloni kapang diekstraksi dengan cara partisi bertingkat dengan n-heksan dan etil asetat yang kemudiaan juga dipekatkan dengan vacum rotary evaporator hasilnya adalah ekstrak kental fraksi n-heksan dan ekstrak kental etil asetat.

Tabel 3. Hasil perolehan berat ekstrak isolat kapang endofit

Isolat Kapang Endofit

Biomassa Media Fermentasi kapang Ekstrak Metanol Ekstrak n-

Heksan

Ekstrak Etil asetat

DA2K 440 mg 120 mg 210 mg

DA3K 330 mg 60 mg 530 mg

DM1K 660 mg 138 mg 260 mg

DM2K 210 mg 140 mg 99 mg

Ekstraksi dilakukan dengan tujuan untuk menarik senyawa metabolit sekunder hasil fermentasi yang terdapat dalam isolat kapang endofit. Proses ekstraksi bagian biomassa dilakukan dengan cara ekstraksi secara dingin yaitu dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol. Maserasi merupakan metode ekstraksi yang sederhana dengan merendam bahan dengan pelarut selama beberapa hari pada temperatur ruang dan terhindar dari cahaya matahari (Damayanti dan Fitriani, 2012). Keuntungan metode ini adalah peralatan yang

digunakan sederhana (Damayanti dan Fitriani, 2012). Bagian biomassa dihancurkan terlebih dahulu menggunakan lumpang dan alu agar struktur sel pecah sehingga memudahkan zat aktif terekstraksi oleh pelarut. Ukuran yang semakin kecil akan meningkatkan luas permukaan sehingga proses ekstraksi akan semakin efektif (Handa et al., 2008). Metanol dan golongan alkohol merupakan pelarut serba guna yang baik untuk ekstraksi pendahuluan (Harbone, 2006)

Proses maserasi dilakukan berulang kali hingga tidak terdapat lagi senyawa yang tertarik oleh pelarut yang ditandai dengan warna pelarut menjadi bening. Maserat yang didapat kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental metanol kapang endofit.

Bagian media yang telah dipisahkan dari biomassa dilakukan partisi cair- cair. Metode ini merupakan pemisahan komponen kimia diantara dua fase pelarut yang tidak saling bercampur. Komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase sesuai dengan tingkat kepolarannya (Gu, 2000). Setiap isolat dilakukan partisi bertingkat dilakukan menggunakan pelarut n-heksana dan etil asetat. Hasil partisi diperoleh fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat. Masing-masing fraksi kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental n- heksana dan ekstrak kental etil asetat.

Fraksi ekstrak hasil maserasi dan partisi yang sudah diuapkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental kemudian ekstrak disimpan dalam vial tertutup di lemari pendingin untuk menjaga kondisi ekstrak. Ekstrak hasil ekstraksi dapat di lihit di lampiran 13.

Kemudian masing-masing ekstrak dielusi menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) untuk mengetahui spot senyawa. Tabel 4 memperlihatkan perbedaan spot serta eluen yang digunakan, hal ini menunjukan bahwa senyawa yang terkandung dalam setiap ekstrak isolat tidak sama persis.

Tabel 4. Hasil Kromatografi Lapis Tipis Ekstrak Kapang Endofit

NO Isolat Metanol Etil Asetat N-Heksan

KLT Eluen KLT Eluen KLT Eluen

1 DA2K M:EA

8:2

EA:NH 5:5

NH: M 5:5

2 DA3K M:EA

8:2

EA:M 5:5

NH:M 5:5

3 DM1K

M:EA 8:2

EA:M 5:5

NH:M 3:7

4 DM2K M:EA

8:2

EA:NH 8:2

NH:M 3:7

4.7 Uji Kemurnian Bakteri Uji

Identifikasi bakteri uji secara mikroskopik dilakukan dengan metode pewarnaan Gram, uji kemurniaan bakteri uji dilakukan untuk memastikan bakteri yang akan digunakan dalam pengujian antibakteri. Hasil pewarnaan gram akan memperlihatkan perbedaan antara bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.

Gram positif akan berwarna ungu sedangkan gram negatif berwarna merah.

Terdapat empat bakteri yang digunakan sebagai bakteri uji, yaitu Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Helicobacter pylori Dan Pseudomonas aeroginosa.

Table 5. Hasil Uji Kemurnian Bakteri Uji secara Mikroskopik

No. Bakteri Uji Gambar Mikroskopik

1 Staphylococcus aureus

ATCC 25923

Merupakan bakteri Gram positif dengan membentuk warna ungu, sel berbentuk kokus dan berkelompok seperti buah anggur.

2 Escherichia coli

ATCC 25922

Bakteri Gram negatif dengan warna merah, berbentuk batang tunggal.

3 Helicobacter pylori ATCC 43504

Merupakan bakteri Gram negatif dengan membentuk warna merah, sel berbentuk batang agak pendek

4 Pseudomonas aeroginosa ATCC 27853

Merupakan bakteri gram negatif dengan membentuk warna merah

Perbedaan warna yang terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan struktur pada dinding selnya. Dinding bakteri Gram positif banyak mengandung peptidoglikan sedangkan dinding bakteri Gram negatif banyak mengandung lipopolisakarida. Kompleks kristal violet-iodin yang masuk ke dalam sel bakeri Gram positif tidak dapat tercuci oleh alkohol karena adanya lapisan peptidoglikan yang kokoh pada dinding sel, sedangkan pada bakteri Gram negatif alkohol akan merusak lapisan lipopolisakarida sehingga kompleks kristal violet-iodin dapat tercuci dan menyebabkan sel bakteri tampak transparan yang akan berwarna merah setelah diberi safranin (Pratiwi, 2008).

4.8 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kapang Endofit Metode Difusi Cakram

Empat fraksi ekstrak dari 4 isolat kapang endofit kayu jawa diujikan aktivitas antibakterinya terhadap Escherichia coli, Helicobacter pylori Dan Pseudomonas aeroginosa, empat fraksi tersebut yaitu fraksi metanol kapang endofit dan fraksi air fermentasi yang di partisi dengan N-heksan dan etil asetat.

Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak kapang endofit dilakukan dengan menggunakan metode difusi cakram. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan bakteri uji yaitu Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Helicobacter pylori, dan Pseudomonas aeroginosa. Bakteri yang digunakan karena bersifat patogen dan dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit, selain itu juga bakteri uji yang digunakan juga mewakili bakteri Gram negatif (Eschericia coli, Helicobacter pylori dan Pseudomonas aeroginosa ) dan bakteri Gram positif (Staphylocccus aureus). Pengujian dilakukan dengan konsentrasi 1000 µg/ml, kemudian masing-masing ekstrak uji diserapkan ke dalam blank disk yang berdiameter 6 mm sebanyak 20 µl dengan menggunakan mikropipet, diresapkan pada tempat yang berbeda tidak secara langsung diatas permukaan media hingga cakram kering. Hal ini bertujuan untuk mencegah pelarut ekstrak memberikan zona hambat. Pengujian antibakteri menggunakan metode pour plate dan kemudiaan diinkubasi dalam inkubator selama 24 jam dengan suhu 37oC setelah itu diamati zona bening disekitar cakram disk kemudian diukur dengan menggunakan jangka sorong.

Tabel 6. Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen

Isolat Fraksi Uji

Rata-rata diameter zona hambat (mm)

S.aureus E.coli H.pylori P. aeroginosa

DA2K

Metanol 8,2 mm - - 7,0 mm

n-Heksan - - - 8,1 mm

Etil Asetat - - - 7,9 mm

Air - - - -

DA3K

Metanol 7,1 mm - - -

n-Heksan 7,7 mm - - -

Etil Asetat - - - -

Air - - - -

DM1K

Metanol 8,4 mm 8,1 mm 8,7 mm 7,2 mm

n-Heksan 8,1 mm - - -

Etil Asetat - 8,2 mm 7,6 mm 7,6 mm

Air - - - -

DM2K

Metanol 7,9 mm 7,7 mm - 7,5 mm

n-Heksan 8,3 mm - - -

Etil Asetat 8,2 mm 7,9 mm - 7,1 mm

Air - - - -

Kloramfenikol 26,1 mm 25,2 mm 24,2 mm 22,6 mm

Kontrol (-) - - - -

Keterangan : (-) = tidak ada aktivitas antibakteri

Pada uji aktivitas antibakteri ini dilakukan pengujian dua fraksi uji yaitu fraksi metanol kapang endofit dan fraksi air yang dipartisi bertingkat dengan n- Heksan dan etil asetat. Hasil pengujian aktivitas antibakteri menunjukan bahwa dari 16 fraksi ekstrak, fraksi metanol kapang DA2K memiliki aktivitas terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus sebesar 8,2 mm dan Pseudomonas aeroginosa sebesar 7,0 mm, Fraksi metanol DA3K memiliki aktivitas terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus sebesar 7,1 mm, Fraksi metanol DM1K memiliki aktivitas terhadap pertumbuhan semua bakteri uji, dan fraksi metanol DM2K memiliki aktivitas terhadap pertumbuhan S.aureus sebesar 7,9 mm, E.coli

sebesar 7,7 mm dan P.aeroginosa sebesar 7,5 mm. Hal ini terjadi diduga karena perbedaan kemampuan senyawa yang terkandung dalam fraksi metanol kapang endofit untuk berdifusi kedalam sel bakteri dan menimbulkan penghambatan pertumbuhan (Rifda, dkk. 2005).

Pengujian pada fraksi air bertujuan untuk melihat adanya eksudat yang mengandung senyawa metabolit sekunder yang tidak sengaja keluar dan jatuh kedalam media fermentasi. Pada fraksi n-Heksan DA2K memiliki aktivitas terhadap pertumbuhan P.aeroginosa, Fraksi n-Heksan DA3K dan DM1K memiliki aktivitas terhadap pertumbuhan P.aeroginosa dan fraksi DM2K memiliki aktivitas terhadap Staphylococcus aureus.

Fraksi ekstrak etil asetat DA2K memiliki aktivitas terhadaap pertumbuhan P.aeroginosa sebesar 7,9 mm. Fraksi ekstrak etil asetat DA3K tidak memiliki aktivitas terhadap pertumbuhan bakteri. Fraksi ekstrak etil asetat DM1K memiliki aktivitas terhadap pertumbuhan E.coli, H.pylori dan P.aeroginosa dan fraksi ekstrak DM2K memiliki aktivitas terhadap pertumbuhan S.aureus,E.coli dan P.aeroginosa

Pada semua fraksi air tidak terbentuk zona hambat terhadap semua bakteri uji, hal ini disebabkan karena pada fraksi air dimungkinakan sudah tidak ada lagi kandungan metabolit yang tertinggal di dalamnya.

Kontrol negatif yang digunakan adalah pelarut fraksi yaitu n-heksan, etil asetat, dan metanol. Natheer et al (2012) menyebutkan bahwa zat yang dijadikan sebagai kontrol negatif adalah pelarut yang digunakan sebagai pelarut uji.

Tujuannya adalah sebagai pembanding bahwa pelarut yang digunakan tidak mempengaruhi hasil uji antibakteri fraksi. Hasil uji difusi cakram menunjukkan bahwa tidak adanya zona hambat yang terbentuk pada kontrol negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa pelarut yang digunakan tidak berpengaruh terhadap aktivitas antibakteri fraksi.

Kontrol positif yang digunakan adalah cakram disk kloramfenikol 30 µg.

Kloramfenikol dipilih karena merupakan antibiotik berspektrum luas yang dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan Gram positif maupun Gram negatif. Kloramfenikol memberikan efek dengan cara bereaksi pada sub unit 50S ribosom dan menghalangi aktivitas enzim peptidil transferase. Enzim ini berfungsi

untuk membentuk ikatan peptida antara asam amino baru yang masih melekat pada tRNA dengan asam amino terakhir yang sedang berkembang. Sebagai akibatnya, sintesis protein bakteri akan terhenti seketika dan menyebabkan bakteri mati (Pratiwi, 2008).

Hasil pengujian menunjukkan bahwa hampir semua penghambatan bakteri dengan zona hambat yang luas ditunjukkan oleh fraksi ekstrak yang bersifat polar dan semipolar. Menurut Kanazawa et al (1995), suatu senyawa yang mempunyai polaritas optimum akan mempunyai aktivitas antibakteri maksimum, karena untuk interaksi suatu senyawa antibakteri dengan bakteri diperlukan keseimbangan hidrofilik dan lipofilik. Sifat hidrofilik diperlukan untuk menjamin senyawa larut dalam fase air yang merupakan tempat hidup bakteri, tetapi senyawa yang bekerja pada membran sel hidrofobik memerlukan pula sifat lipofilik sehingga senyawa antibakteri memerlukan keseimbangan hidrofilik dan lipofilik untuk mencapai aktivitas yang optimal, dan penghambatan pertumbuhan bakteri lebih banyak menghambat bakteri gram positif yang diwakili oleh Staphylococcus aureus.

Bakteri gram positif memang memiliki sensitifitas lebih besar terhadap senyawa kimia daripada bakteri gram negatif (Pratiwi, 2008).

Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa penghambatan pertumbuhan yang terbentuk pada E.coli, H.pylori dan P.aeroginosa (gram negatif) lebih sedikit dibandingkan dengan S.aureus (gram positif). Hal ini menunjukkan bahwa E.coli dan H.pylori lebih tahan terhadap senyawa antibakteri dibandingkan S.aureus . Hal ini sesuai dengan pernyataan Zuhud et al. (2001) bahwa bakteri Gram negatif mempunyai ketahanan yang lebih baik terhadap senyawa antibakteri dibandingkan bakteri Gram positif. Perbedaan ketahanan hambatan mungkin dikarenakan perbedaan susunan dinding sel bakteri gram negatif mempunyai lapisan dinding sel yang lebih kompleks dibandingkan bakteri gram positif (Natheer et al, 2012).

Hasil pengujian antibakteri menunjukan bahwa ekstrak metanol, n-Heksan dan etil asetat masing-masing membentuk zona hambat pada pertumbuhan bakteri uji. Ekstrak metanol DM1K menunjukan hasil pengujian yang paling potensial dibandingkan dengan fraksi lain, karena ekstrak metanol DM1K mampu memberikan zona hambar pada keempat bakteri uji. Ekstrak etil asetat menyusul peringkat kedua terbanyak sebagai penghambatan antibakteri, lalu n-Heksan. Hal

ini membuktikan bahwa mayoritas metabolit yang dihasilkan kapang endofit saat fermentasi tetap berada di dalam sel kapang endofit walaupun ada juga yang terlarut di dalam medianya, meskipun tanpa ada proses pengocokan. Selain itu, kelarutan metabolit sekunder yang memiliki aktivitas antibakteri diberikan oleh senyawa yang larut dalam pelarut polar dan semipolar.

4.9 Penapisan Fitokimia Daun Kayu Jawa dan Ekstrak Kapang Endofit Dengan Zona Hambat Besar

Pada penelitian ini skrining fitokimia dilakukan terhadap daun yang yang masih segar dan ekstrak kapang endofit yang memiliki zona hambat besar terhadap bakteri patogen. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah senyawa metabolit sekunder yang dikandung oleh tanaman induknya akan sama dengan kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada kapang endofitnya. Hasil penapisan fitokimia daun kayu jawa ekstrak kapang endofit dengan zona hambat besar adalah sebagai berikut :

Tabel 7. Penapisan fitokimia daun dan ekstrak yang berpotensi Metabolit Sekunder Daun Kayu Jawa Ekstrak Metanol DM1K

Alkaloid - -

Saponin - -

Glikosida + +

Tanin + -

Flavonoid + +

Fenol + -

Triterpenoid + -

Keterangan : (+) = Mengandung Metabolit. (-) = Tidak Mengandung Metabolit Hasil penapisan fitokimia ekstrak metanol DM1K (pelarut polar) menunjukkan hasil positif pada pengujian terhadap Flavonoid dan glikosida.

Flavonoid merupakan senyawa polar, maka umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar seperti metanol, etanol, butanol dan air (Harborne, 1987; Markham, 1988), Keefektifan flavonoid sebagai antibakteri juga sudah banyak dilaporkan.

Flavonoid beraktivitas sebagai antibakteri melalui penghambatan sintesis asam nukleat, penghambatan fungsi membran sitoplasma, dan penhambatan

Dalam dokumen UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA (Halaman 42-45)

Dokumen terkait