UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SKRIPSI
ADIA ALGHAZIA 1112102000080
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA DESEMBER 2016
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KAPANG ENDOFIT DAUN KAYU JAWA (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
Helicobacter pylori DAN Pseudomonas aeroginosa
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana farmasi (S.Farm)
ADIA ALGHAZIA 1112102000080
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA DESEMBER 2016
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KAPANG ENDOFIT DAUN KAYU JAWA (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
Helicobacter pylori DAN Pseudomonas aeroginosa
SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI,
DAN SEMUA SUMBER YANG DIKUTIP MAUPUN YANG DIRUJUK TELAH SAYA NYATAKAN DENGAN BENAR
Nama : Adia Alghazia NIM : 1112102000080 Tanda tangan :
Tanggal : 28 Desember 2016
NIM : 1112102000080 Program Studi : Farmasi
Judul
Endofit merupakan mikroorganisme menguntungkan yang berinteraksi dengan tanaman inangnya tanpa menyebabkan gangguan atau kerusakan pada tanaman inang, Kapang endofit juga mampu menghasilkan metabolit sekunder yang memiliki aktivitas serupa dengan tanaman inangnya. Tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.) merupakan salah satu tanaman lokal yang biasa digunakan sebagai tanaman obat yang diketahui mengandung senyawa glikosida, tanin, flavonoid, fenol, dan triterpenoid yang berpotensi sebagai antibakteri.
Tujuan dari penelitiaan ini adalah untuk mengisolasi kapang endofit pada daun kayu jawa (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.) dan menguji aktivitas ekstrak kapang endofit terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 25922, Helicobacter pylori ATCC 43504, dan Pseudomonas aeroginosa ATCC 27853. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolasi kapang endofit, karakterisasi, pemurnian, identifikasi bakteri uji, fermentasi, ekstraksi dan uji aktivitas antibakteri ekstrak kapang endofit. Kapang endofit yang dihasilkan dari proses isolasi sebanyak 4 isolat. Isolat kapang endofit difermentasi statis selama 21 hari dengan medium PDY(Potato Dextrose Agar), kemudian dilakukan ekstraksi sehingga diperoleh empat fraksi ekstrak. Ekstrak air, metanol, etil asetat, dan n-heksan, kemudian diuji aktivitas antibakterinya dengan metode difusi, cakram. Uji aktivitas antibakteri menunjukan dari 16 fraksi ekstrak kapang endofit 8 fraksi yang berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri uji Staphylococcus aureus, 4 fraksi berpotensi menghambat pertumbuhan Escherichia coli , 2 fraksi berpotensi menghambat pertumbuhan Helicobacter pylori, dan 7 fraksi berpotensi menghambat pertumbuhan Pseudomonas aeroginosa. Ekstrak metanol DM1K menunjukan hasil pengujian paling potensial dibandingkan fraksi lain.
Kata kunci : Kayu jawa (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.), kapang endofit, ekstrak kapang endofit, antibakteri, difusi cakram
Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kapang Endofit Daun Kayu Jawa (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Helicobacter pylori Dan Pseudomonas aeroginosa
:
Department : Pharmacy Title
Endophytic is benefical microorganism that interacts with plant without causing any harm to the host. Endophytic can improve the host growing and adaptation.
Besides endophytic can product second metabolites which have similar activities to the host. Kayu jawa (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.) is known as medicinal plant both empirically and scientifically. That were known to containing of compounds such as glycocides, tannins, flavonoids, fenols and triterpenoids. The aim of this experiments was to isolate the endophytic fungi from leaf kayu jawa (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.) and examine their antibacterial activity againt Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 25922, Helicobacter pylori ATCC 43504, dan Pseudomonas aeroginosa ATCC 27853 through disc diffusion method. The method used in this experiment were isolation, purification, characterization, and examine their antibacterial activity of endophytic fungi. A total of 4 isolates of endophytic fungi were obtained from kayu jawa leaf. Fermentation of endophytic were fermented under stationary condition for 21 days at room temperature to get secondary metabolisms using potato dextrose-yeast (PDY), The crude ekstracts of these fungi isolates with water, metanol, ethyl acetate, and n-hexane from fermentation and extraction process were evaluated their antibacterial activity by disk diffusion method. Test crude extracts showed antibacterial activity of 16 fractions of endophytic fungi extract, 8 fractions of potentially inhibits the growth of test bacteria Staphylococcus aureus, 4 fractions potential to inhibit the growth of Escherichia coli, 2 fractions could potentially inhibit the growth of Helicobacter pylori, and 7 fractions potential to inhibit the growth of Pseudomonas aeroginosa.
The crude metanol extract DM1K showed potential antibacterial activity instead of other extracts.
Key Word : Antibacterial activity, Endophytic fungi, Kayu jawa (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.), Endophytic fungi extrack, disc diffusion
Antibacterial Activity Test Of Endophytic Fungi From Leaf of (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.) Againt Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Helicobacter pylori end Pseudomonas aeroginosa
:
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, segala puji syukur selalu terpanjatkan atas segala nikmat, karunia, dan ilmu yang bermanfaat yang diberikan oleh Allah Subhanahuwata’ala, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir nanti semoga kita mendapat syafaat dari beliau.
Skripsi dengan judul “Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kapang Endofit Daun Kayu Jawa (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.) terhadap bakteri staphylococcus aureus, escherichia coli, helicobacter pylori dan pseudomonas aeroginosa” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi di program studi farmasi, fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Selama proses penyusunan dan penulisan laporan ini, penulis menyadari begitu banyak bantuan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya, mendidik dan membimbing, dan mendoakan yang terbaik kepada penulis. Maka pada kesempatan kali ini, penulis menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Kepala Program Studi Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Eka Putri, M.Si., Apt., dan Bapak Saiful Bahri, M.Si. Sebagai pembimbing 1 dan pembimbing 2 yang dengan sabar senantiasa meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan mendidik penulis
4. Ibu Dr, Azrifitria, M.Si.,Apt selaku dosen pembimbing akademik yang setia membimbing dan memberikan arahan selama kuliah.
5. Bapak dan ibu dosen program studi farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya kepada penulis
maupun material dan nasihatnya yang tak akan pernah mampu penulis membalas itu semua. Penulis hanya bisa berdoa kepada Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang agar kiranya dengan kebesarannya mengasihi dan melindungi Ayahanda dan Ibunda tercinta, melimpahkan rezeki, dan memberikan keselamatan di dunia dan akhirat kelak.Aamiinn
7. Adikku tersayang Zulfa Alfi Farida dan Aulia Khalda Salsabila yang selalu memberikan semangat dan keceriaan dalam hidup penulis.
8. Teman-teman penelitiaan endofit dan mikrobiologi Ka Ambar, Ka Ati, Ismatuz Zulfa, Gunawan, Okin, Vano, Wida, Fadil, Dimut, Lilis, Eha, Zakiyah, santi yang bersama dalam melakukan penelitian baik suka maupun duka.
9. Para laboran farmasi : Mba rani, kak lisna, Kak tiwi, Kak eris, kak Yaenab, Kak rahmadi dan Kak Walid yang telah membantu selama penelitiaan
10. Teman-teman Kontrakan ceria Galih, Ghilman, Santo, Ivan, Irham, Bung Okin, Brendi, Towi, Om Guns, Boy. Kalian sudah seperti saudara sendiri dan bersama-sama menjalani keceriaan bersama
11. Teman-teman seperjuangan Mahasiswa/i S1 Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2012 Yang selalu penuh kebersamaan dan berjuang bersama, terkhusus buat Nurul Fitri Rukmana. Dan Tim PDR Dwi Putri dan Intan Cahyani yang telah banyak membantu diakhir penyelesain penelitian.
12. Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis selama ini yang tidak bisa penulis sebut satu per satu.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala bantuan dan dukungannya kepada penulis.Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan dan kekurangan. Maka dari itu, segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran pembaca agar lebih sempurnanya skripsi ini.
Jakarta, Desember 2016
Penulis
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Adia Alghazia NIM : 1112102000080 Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/ karya ilmiah saya, dengan judul :
Untuk dipublikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal : 28 Desember 2016 Yang menyatakan
(Adia Alghazia) UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK KAPANG ENDOFIT DAUN KAYU JAWA (LANNEA COROMANDELICA (HOUTT.) MERR.)
TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Helicobacter pylori DAN Pseudomonas aeroginosa
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kayu Jawa ... 5
2.2 Kandungan Kimia ... 6
2.2 Mikroba Endofit ... 6
2.3 Kapang Endofit ... 7
2.4 Metabolit Sekunder Kapang Endofit ... 7
2.5 Isolat Kapang Endofit ... 8
2.6 Fermentasi ... 9
2.7 Bakteri ... 9
2.8 Bakteri Uji ... 10
2.8.1 Staphylococcus aureus ... 10
2.8.2 Escherichia coli ... 10
2.8.3 Helicobacter pylori ... 11
2.8.4 Pseudomonas aeruginosa ... 12
2.9 Anti Bakteri ... 12
2.10 Uji Aktivitas Antibakteri ... 13
2.11 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Metode Difusi ... 15
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 17
3.2 Alat ... 17
3.3 Bahan ... 17
3.3.1 Tanaman ... 17
3.3.2 Bahan Kimia ... 18
3.3.3 Bakteri Uji ... 18
3.4.3 Pembuatan Media PDY (Potato Dextrose Yeast) ... 18
3.5 Isolasi Kapang Endofit ... 19
3.5.1 Sterilisasi Permukaan ... 19
3.5.2 Pemurnian Kapang Endofit ... 19
3.6 Identifikasi Kapang Endofit ... 20
3.7 Fermentasi Kapang Endofit ... 20
3.8 Ekstraksi Hasil Fermentasi Kapang Endofit ... 21
3.9 Identifikasi BakteriUji ... 21
3.10 Uji Aktivitas Antibakteri ... 22
3.10.1 Media NA (Nutrient Agar)... 22
3.10.2 Media MHA (Mueller Hinton Agar) ... 22
3.10.3 Peremajaan Bakteri Uji ... 22
3.10.4 Pembuatan Suspensi Bakteri ... 22
3.10.5 Pembuatan Larutan Uji ... 23
3.10.6 Pembuatan Larutan Kontrol ... 23
3.11Uji Aktivitas Antibakteri ... 23
3.12 Pengamatan dan Pengukuran Zona Hambat ... 24
3.13 Penapisan Fitokimia Daun Kayu Jawa dan Ekstrak kapang yang berpotensi ... 24
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Determinasi Tanaman ... 25
4.2 Penyiapan Sampel ... 25
4.3 Isolasi dan Pemurnian Kapang Endofit ... 27
4.4 Karakteristik Isolat Kapang Endofit ... 29
4.4.1 Isolat DA2K ... 30
4.4.2 Isolat DA3K ... 31
4.4.3 Isolat DM1K ... 32
4.4.4 Isolat DM2K ... 33
4.5 Fermentasi Kapang Endofit ... 34
4.6 Ekstraksi Hasil Fermentasi Kapang Endofit ... 35
4.7 Uji Kemurnian Bakteri Uji ... 38
4.8 Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kapang Endofit Metode Difusi ... 39
4.9 Penapisan Fitokimia ... 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 45
5.2 Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
LAMPIRAN ... 49
Tabel 2. Hasil pemurnian kapang endofit daun kayu jawa ... 29
Tabel 3. Hasil Perolehan berat ekstrak isolat kapang endofit ... 35
Tabel 4. Hasil kromatografi lapis tipis ekstrak kapang endofit ... 37
Tabel 5. Hasil Uji Kemurnian Bakteri Uji secara Mikroskopik... 38
Tabel 6. Hasil uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen ... 40
Tabel 7. Hasil penapisan fitokimia daun dan ekstrak yang berpotensi ... 43
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tanaman Lannea coromandelica ... 5
Gambar 2. Sampel daun Lannea coromandelica ... 26
Gambar 3. Isolat DA2K secara makroskopik dan Mikroskopik ... 30
Gambar 4. Isolat DA3K secara makroskopik dan Mikroskopik ... 31
Gambar 5. Isolat DM1K secara makroskopik dan Mikroskopik ... 32
Gambar 6. Isolat DM2K secara makroskopik dan Mikroskopik ... 33
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Alur Penelitian ... 49
Lampiran 2 : Hasil Determinasi ... 50
Lampiran 3 : Sterilisasi Permukaan dan Isolasi Kapang Endofit ... 51
Lampiran 4 : Pemurnian Kapang Endofit ... 52
Lampiran 5 : Karakteristik Kapang Endofit ... 53
Lampiran 6 : Fermentasi dan Ekstraksi Kapang Endofit ... 54
Lampiran 7 : Pembuatan Inokulum Bakteri Uji ... 55
Lampiran 8 : Identifikasi Bakteri ... 56
Lampiran 9 : Sterilisasi Permukaan dan Isolasi Kapang Endofit ... 57
Lampiran 10 : Daun Kayu Jawa dan Isolasi Daun Kayu Jawa ... 58
Lampiran 11 : Hasil Kultur Kapang Endofit ... 59
Lampiran 12 : Fermentasi Isolat Kapang Endofit ... 60
Lampiran 13 : Ekstrak Isolat DA2K Kapang Endofit ... 61
Lampiran 14 : Ekstrak Isolat DA3K Kapang Endofit ... 62
Lampiran 15 : Ekstrak Isolat DM1K Kapang Endofit ... 63
Lampiran 16 : Ekstrak Isolat DM2K Kapang Endofit ... 64
Lampiran 17 : Hasil Uji Isolat DA2K Terhadap Staphylococus aureus ... 65
Lampiran 18 : Hasil Uji Isolat DA2K Terhadap E.coli dan H. pylori ... 66
Lampiran 19 : Hasil Uji Isolat DA2K Terhadap Pseudomonas aeroginosa ... 67
Lampiran 20 : Hasil Uji Isolat DA3K Terhadap Staphylococus aureus ... 68
Lampiran 21 : Hasil Uji Isolat DA3K Terhadap E.coli, H. Pylori, P.aero ... 69
Lampiran 22 : Hasil Uji Isolat DM1K Terhadap Staphylococus aureus ... 70
Lampiran 23 : Hasil Uji Isolat DM1K Terhadap Escherichia coli ... 71
Lampiran 24 : Hasil Uji Isolat DM1K Terhadap Helicobacter pylori ... 72
Lampiran 25 : Hasil Uji Isolat DM1K Terhadap P.aeroginosa ... 73
Lampiran 26 : Hasil Uji Isolat DM2K Terhadap Staphylococus aureus ... 74
Lampiran 27 : Hasil Uji Isolat DM2K Terhadap Escherichia coli ... 75
Lampiran 28 : Hasil Uji Isolat DM2K Terhadap Helicobacter pylori ... 76
Lampiran 29 : Hasil Uji Isolat DM2K Terhadap P.aeroginosa ... 77
Lampiran 30 : Hasil Uji Fraksi Air Terhadap ... 78
Lampiran 31 : Skrining Penapisan Fitokimia Ekstrak DM1K ... 79
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Resistensi penggunaan antibiotik telah menyebabkan masalah global yang serius bagi kesehatan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan resistensi antibiotik adalah salah satu masalah kesehatan global di dunia modern dan menjadi salah satu tantangan terbesar dunia kesehatan. Resistensi antibiotik menyebabkan banyak kuman atau bakteri penyebab penyakit kini tak mampu lagi disembuhkan dengan obat antibiotik biasa. Oleh karena itu pencariaan untuk mendapatkan jenis antibiotik baru masih sangat diperlukan (Kaitu,2013).
Beberapa sumber yang potensial dalam pencariaan antibiotik baru berasal dari senyawa bioaktif yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, mikroba, dan organisme lain (Prihatiningtias, 2005). senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan dari jaringan tumbuhan yang tumbuh di hutan tropis memiliki aktivitas biologi yang tinggi. Dari sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar di muka bumi, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih mikroorganisme endofit yang terdiri dari bakteri atau fungi. Indonesia merupakan negara yang memiliki biodiversitas yang tinggi dan kawasan hutan hujan tropis yang luas sehingga merupakan satu kelebihan dalam pencarian sumber-sumber senyawa bioaktif. Indonesia merupakan negara yang memiliki area hutan hujan tropis yang luas. Hutan hujan tropis merupakan sumber tumbuh-tumbuhan yang mengandung senyawa bioaktif yang potensial (Strobel,2003).
Salah satu sumber senyawa bioaktif berasal dari mikroba endofit, kemampuan mikroba endofit menghasilkan senyawa metabolit sekunder yang hampir sama dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder. Mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman inangnya dapat menghasilkan senyawa-senyawa bioaktif yang memiliki daya antimikroba, antimalaria, antikanker dan sebagainya.
(Strobel, 2003). Sehingga apabila endofit yang diisolasi dari suatu tanaman obat dapat menghasilkan metabolit sekunder sama dengan tanaman aslinya atau
bahkan dalam jumlah yang lebih tinggi, sehingga tidak perlu menebang tanaman aslinya untuk diambil sebagai simplisia (Radji, 2005).
Kapang endofit adalah bentuk organisme yang hidup didalam jaringan tanaman tanpa merugikan inangnya, kapang endofit mampu menghasilkan senyawa bioaktif atau metabolit sekunder yang diakibatkan transfer genetik dari tanaman inangnya ke dalam kapang endofit (Tan & Zou, 2001). Kapang dilaporkan memiliki potensi yang lebih besar untuk menghasilkan metabolit sekunder yang bermanfaat sebagai senyawa obat dibandingkan bentuk organisme endofit lainnya (Wahyudi,1998).
Salah satu tanaman obat tradisional yang banyak dimanfaatkan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Watampone, kabupaten Bone, Sulawesi Selatan adalah Kayu jawa atau dalam masyarakat Bugis dikenal dengan sebutan “aju jawa”. Tanaman ini adalah salah satu tanaman obat tradisional yang masih sering digunakan oleh masyarakat Bugis sampai sekarang ini karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh dan biasanya digunakan untuk mengobati luka dalam maupun luka luar. Masyarakat Bugis juga sering menggunakan tanaman aju jawa ini untuk mengobati penyakit diare, mual dan muntah. Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaanya, misalnya untuk pengobatan diare atau muntah masyarakat meminum rebusan tanaman ini. Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka, masyarakat menggunakan bagian tanaman kayu jawa dengan menempelkan ke bagian luka (Rahayu,2006).
kayu jawa (Lannea coromandelica) dengan kandungan metabolit sekundernya memiliki banyak aktivitas biologis. Kulit batang Lannea coromandelica (Houtt.) Merr. Mengandung karbohidrat, flavonoid, saponin, fenol, tanin, terpenoid dan glikosida (Vadivel. et al,. 2012 ; Rajib, et al,. 2013).
Ranting Lannea coromandelica (Houtt.) Merr. Juga mengandung terpenoid, tanin dan flavonoid yang dilaporkan memiliki aktivitas dalam penghambatan bakteri (Gauniyal dkk, 2015).
Penelitiaan terdahulu juga menjelaskan bahwa daun Lannea coromandelica (Houtt.) Merr. Mengandung polifenol, alkaloid, steroid, protein, getah, saponin dan mucilago (Readdy G dkk, 2011). Glikosida, triterpenoid, flavonoid, fenol, tanin, minyak dan lemak (Vedivel dkk, 2011).
Daun lannea coromandelica (Houtt.) Merr. Dilaporkan mempunyai aktivitas antioksidan, antimikroba, trombolitik (Wahid, 2009). Penelitian yang telah ada pada tanaman ini menunjukkan bahwa tanaman kayu jawa yang berasal dari Sulawesi selatan juga memiliki potensi sebagai antibakteri. Pada pengujian antibakteri dari ekstrak etanol 96% kulit batang kayu jawa (lannea coromandelica) memiliki aktivitas sebagai antibakteri (Rahmadani,2015). Maka digunakan bakteri yang berhubungan dengan empiris yang digunakan masyarakat untuk pengobatan, diantaranya adalah bakteri Staphylococcus aureus, merupakan bakteri flora normal pada mulut dan saluran pernapasan tetapi bersifat patogen menyebabkan infeksi pada kulit. Bakteri ini banyak terdapat pada selaput lendir, kulit, bisul (Dwidjoseputro, 1990). Bakteri Escherichia coli, merupakan bakteri normal usus namun dalam keadaan tidak normal bersifat patogen, umumnya menyebabkan diare (Dwidjoseputro,1990). Bakteri Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral yang ditemukan pada lapisan mukosa lambung atau melekat pada lapisan epitel lambung. Helicobacter pylori menyebabkan lebih dari 90% dari ulkus duodenum dan hingga 80% dari ulkus lambung (Jawetz, 1992).
Bakeri Pseudomonas aeruginosa, merupakan bakteri yang sering menyebabkan penyakit bagi manusia, dimana sering diisolasi dari penderita neoplastik, luka dan luka bakar yang berat.
Melihat adanya kandungan daun kayu jawa yang berpotensi sebagai antibakteri, serta belum adanya penelitiaan tentang isolasi kapang endofit yang berasal dari daun kayu jawa serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian dari ekstrak isolat kapang endofit daun kayu jawa (Lannea coromandelica) sebagai antibakteri ini di Indonesia, membuka kemungkinan kapang endofit daun kayu jawa sebagai antibiotik yang lebih ramah lingkungan.
Penggunaan endofit daun kayu jawa ini dalam pengembangan antibiotik yang bisa menjadi suatu eksplorasi kekayaan alam indonesia tanpa harus mengeksploitasi keanekaragaman hayatinya.
Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitiaan untuk mengisolasi kapang yang mungkin ada dalam daun kayu jawa Lannea coromandelica dan menguji aktivitas kapang tersebut terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Helicobacter pylori, dan Pseudomonas aeruginosa.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana mengisolasi kapang endofit dari daun tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.) ?
2. Bagaimana aktivitas antibakteri dari ekstrak isolat kapang endofit dari daun kayu jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Helicobacter pylori, dan Pseudomonas aeruginosa.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan isolat kapang endofit dari daun tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.)
2. Memperoleh ekstrak kapang endofit dari daun tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica (Houtt.) Merr.) yang memiliki aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Helicobacter pylori, dan Pseudomonas aeruginosa.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Secara teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan akan menambah ilmu pengetahun tentang aktivitas antibakteri dari kapang endofit yang diisolasi dari daun tanaman kayu jawa (lannea coromandelica)(Houtt.) Merr.)
1.4.2 Secara metodologi
Secara metodologi penelitian ini diharapkan dapat menjadi refrensi dalam proses isolasi dan uji antibakteri kapang endofit.
1.4.3 Secara aplikatif
Secara aplikatif hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan sebagai dasar pembuatan antibiotik yang berasal dari ekstrak kapang endofit daun kayu jawa (lannea coromandelica)(Houtt.) Merr.)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Tanaman Lannea coromandelica Daun Lannea coromandelica (sumber : Erwin Prawirodiharjo, 2014) (sumber : Koleksi pribadi, 2015)
Secara taksonomi, tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut : Kingdom : Plantae
Phylum : Mannoliophyta Class : Magnoliatae Order : Sapindales Family : Anacardiaceae Genus : Lannea
Species : Lannea coromandelica
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m). Permukaan batang berwarna abu-abu sampai coklat tua, kasar, ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur, batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap, dan memiliki eksudat yang bergetah. Daun meruncing, dan berjumlah 7-11. Bunga berkelamin tunggal berwarna hijau kekuningan. Buah berbiji, panjang 12 mm, bulat telur, kemerahan, dan agak keras. Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari hingga Mei. Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier
yang tersebar di Himalaya (Swat-Bhutan), Assam, Burma, Indo-China, Ceylon, Pulau Andaman, China, dan Malaysia (Avinash, 2004).
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar, luka dalam, dan perawatan paska persalinan (Rahayu 2006). Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen, mengobati sakit perut, lepra, peptic ulcer, penyakit jantung, disentri, dan sariawan. Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan nyeri lokal (Wahid, 2009).
2.2 Kandungan Kimia
Berdasarkan studi literatur Lannea coromandelica, Mengandung Alkaloid, karbohidrat , flavonoid, triterepenoid, steroid, tanin, glikosida, saponin, serta protein (Joshi, 2012). Md. Tofazzal dan Satoshi Tahara (2009) telah mengisolasi senyawa dari kulit batang Lannea coromandelica berupa senyawa dihydroflavonols, (2R,3S)-(+)-3’,5-dihydroxy-4’,7 dimetoxydihiydroflavonol, dan (2R , 3R)-(+) -4’, 5 ,7- Trimetoxydihydroflavonol.
2.3 Mikroba Endofit
Mikroba endofit adalah mikroorganisme yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya (Tan RX, 2001). Bacon dan White (2000) mendefinisikan endofit sebagai mikroorganisme yang membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala penyakit pada inangnya. Mikroba endofit yang terdapat dalam jaringan tumbuhan ada beberapa bentuk yaitu: fungi (kapang dan khamir), bakteria, mycoplasma, archaebacteria. Diantara keempat bentuk organisme tersebut, fungi adalah bentuk mikroorganisme yang paling banyak ditemukan sebagai endofit (Strobel, 2003).
2.4 Kapang Endofit
Kapang endofit merupakan fungi yang hidup di dalam jaringan tanaman pada jangka waktu tertentu dan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tersebut tanpa merugikan inangnya (Radji, 2005).
Kapang yang masih dalam bentuk spora baik dalam daun, akar dan batang tidak dapat diamati tanpa ditumbuhkan dalam medium pertumbuhan. Populasi kapang endofit yang terdapat pada batang dan daun lebih banyak dibandingkan pada akar (Purwanto, 2011). Endofit dapat berperan sebagai perangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil melalui produksi fitohormon dan penyedia hara, sebagai penetral kontaminan tanah sehingga meningkatkan fitoremidiasi, dan agen pengendali hayati. Endofit juga dapat berperan dalam mengurangi infeksi nematoda, meningkatkan ketahanan tanaman, memproduksi metabolit sekunder seperti alkaloid, steroid dan lain-lain (Yulianti, 2012).
2.5 Metabolit Sekunder Kapang Endofit
Metabolisme kapang endofit menghasilkan dua jenis metabolit yaitu metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman memiliki beberapa ciri antara lain spesifik, tidak perlu diproduksi setiap saat, pada kebanyakan kasus fungsinya tidak diketahui. Berbagai jenis endofit telah berhasil diisolasi dari tanaman inangnya, dan telah berhasil dibiakkan dalam media perbenihan yang sesuai. Demikian pula metabolit sekunder yang diproduksi oleh mikroba endofit tersebut telah berhasil diisolasi. Metabolit sekunder yang dihasilkan dari mikroba endofit memiliki bioaktivitas yang bermanfaat baik untuk dunia farmasi maupun pertanian. Bioaktivitas dari kapang endofit yang telah dilaporkan sangat beragam antara lain sebagai antimikroba, antiviral, antioksidan, immunosupresif, antikanker, dan antimalaria. Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar di muka bumi ini, masing- masing tanaman mengandung satu atau lebih mikroba endofit yang terdiri dari bakteri dan kapang (Strobel, 2003).
2.6 Isolasi Kapang Endofit
Isolasi kapang endofit dilakukan dengan metode direct seed planting.
Tanaman sampel di isolasi langsung dari tanaman hidup atau tanaman yang diawetkan. Apabila tanaman diawetkan, sedikit dari jaringan tanaman dipotong dari tanaman dan ditaruh dalam plastik bersegel. Plastik tempat menyimpan tanaman harus bebas dari udara lembab (Strobel, 2003). Sebelum dilakukan sterilisasi permukaan, tanaman sampel yang langsung diperoleh dari alam dialiri dengan air mengalir selama 10 menit hingga bersih dari pengotor seperti debu dan tanah (Wahyudi P, 1998). Sterilisasi permukaan bertujuan untuk mengeliminasi mikroba yang terkandung pada permukaan tanaman. Sterilisasi permukaan dapat dilakukan dengan dicelupkan dalam alkohol 70% , dan direndam di larutan NaOCl (Strobel, 2003).
Langkah selanjutnya setelah dilakukan sterilisasi permukaan, jaringan bagian luar dihilangkan dengan pisau steril. Jaringan bagian dalam lalu dipotong membujur dan diletakkan dengan hati-hati pada permukaan media agar. Potongan
tanaman pada media isolasi diinkubasi selama 7-21 hari (Strobel,2003; Wahyudi P,1988). Medium isolasi yang umum digunakan untuk
kapang adalah Potato Dextrose Agar (PDA) (Margino, 2008 ; Noverita et al., 2003 ; Pawle, 2014).
2.7 Fermentasi
Fermentasi merupakan suatu proses untuk mengubah bahan dasar menjadi produk yang dikehendaki dalam kultur mikroba tertentu. Menurut Purwanto, 2011. dari proses fermentasi yang dilakukan bertujuan untuk menghasilkan beberapa produk di antaranya :
a. Biomassa sel, misalnya protein sel tunggal.
b. Enzim, seperti enzim amilase dan protease.
c. Metabolit, merupakan senyawa hasil reaksi metabolisme dari kapang endofit, seperti metabolit primer (misalnya polisakarida, protein, asam nukleat), serta metabolit sekunder (yaitu senyawa antibiotika).
d. Produk rekombinan, seperti insulin dan interferon.
e. Biokonversi, konversi asam asetat dari etanol sorbitol dan produk steroid, aseton dari propanol, antibiotika dan prostaglandin).
Proses fermentasi kapang endofit menggunakan media Potato Dextrose Yeast.
Medium PDY (Potato Dextrose Yeast) merupakan media fermentasi yang umum di gunakan karena mengandung sumber karbon yang berasal dari kentang dan dextrose, serta ekstrak khamir sebagai sumber nitrogen (Kumala, & Pratiwi, 2014). Senyawa-senyawa sumber karbon dan nitrogen merupakan komponen terpenting dalam medium fermentasi, karena sel-sel mikroba dan berbagai produk fermentasi sebagian besar terdiri dari unsur-unsur karbon dan nitrogen, selain itu juga mengandung garam-garam organik serta beberapa vitamin dan mineral (Kusumaningtyas et al., 2010).
2.8 Bakteri
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan reaksinya terhadap pewarnaan Gram. Perbedaan antara Gram positif dan Gram negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel. Dinding sel bakteri Gram positif sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk struktur yang tebal dan kaku. Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz, 1996). Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang tipis, membran luar yang terdiri dari protein, lipoprotein, fosfolipid, lipopolisakarida dan membran dalam. Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia (Jawetz, 1996). Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas tiga golongan yaitu:
(Dwidjoseputro,1990).
1. Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang, silindris. Sebagian besar bakteri berupa basil. Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 0,2 sampai 2,0μ sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ.
2. Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat. Golongan ini tidak sebanyak golongan basil. Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 0,5μ ada pula yang berdiameter sampai 2,5μ.
3. Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral.
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan dengan golongan kokus maupun golongan basil.
2.9 Bakteri uji :
2.9.1. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat patogen. Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus berdiameter 0,8 - 1,0μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25ºC).
Pertumbuhan terbaik pada suasana aerob namun juga bersifat aerob fakultatif.
Bakteri ini sering ditemukan ditanah, air tawar, dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk manusia (Jawetz, 1996).
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut.
Divisi : Protophyta atau Schizophyta Kelas : Schizomycetes
Bangsa : Eubacteriales Suku : Micrococcaceae Marga : Staphylococcus Spesies : Staphylococcus aureus 2.9.2. Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek yang memiliki panjang sekitar 2μm, diameter 0,7μm, lebar 0,4μm.
(Jawetz,1996). Bakteri ini tidak membentuk spora, tidak tahan asam, sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh permukaan sel
dan beberapa strain mempunyai kapsul). Escherichia coli ini bersifat patogen, bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada manusia, antara lain:
menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare pada anak), infeksi pada saluran kemih. Bakteri ini banyak ditemukan dalam saluran pencernaan, habitat pada umumnya adalah ditanah, lingkungan akuatik, makanan, air seni dan tinja.
klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut Devisi : Bacteria
Kelas : Schizomycetes Bangsa : Enterobacteriales Suku : Enterobacteriaceae Marga : Escherichia
Spesies : Escherichia coli
2.9.3. Helicobacter pylori
H pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok, bersifat Gram negatif, dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam lapisan mukosa, epitel dan jaringan lambung. Infeksi H. pylori telah diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan duodenum).
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut.
Devisi : Bacteria
Kelas : Epsilon Probacteria Bangsa : Campylobacteralis Suku : Helicobateraceae Marga : Helicobacter Spesis : Helicobacter pylori 2.9.4. Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,6 x 2μm. Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan, dan terkadang membentuk rantai yang pendek. P. aeruginosa termasuk bakteri Gram negatif.
Suhu optimum untuk pertumbuhan P. aeruginosa adalah 420C. P. aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena kebutuhan nutrisinya
sangat sederhana. Bakteri ini dijumpai pada luka bakar, infeksi telinga serta luka- luka setelah operasi. Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut:
Divisi : Bacteria Phylum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria Marga : Pseudomonadales Suku : Pseudomonadaceae Genus : Pseudomonas
Species : Pseudomonas aeruginosa
2.10 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik. Bakteriostatik yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme.
Mekanisme kerja antibakteri:
1. Menghambat sintesis dinding sel
Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar, 1988).
2. Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain. Membran memelihara integritas komponen-komponen selular. Kerusakan pada membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel (Pleczar, 1988).
3. Menghambat Sintesis Protein Sel Mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya. Suatu kondisi atau substansi yang mengubah keadaan ini, yaitu mendenaturasi protein dan asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik) komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar, 1988)
4. Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat. Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia. Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel (Pleczar, 1988).
5. Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA, RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses kehidupan normal sel. Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar, 1988).
2.11 Uji Aktivitas Antibakteri
Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi cakram,metode pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi cakram dilakukan dengan mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri. (Hermawan dkk., 2007).
2.10.1 Metode Difusi Cakram
Metode difusi cakram merupakan metode yang paling umum digunakan untuk melakukan uji zat terhadap mikroorganisme. Metoda ini menghasilkan kategori sensitivitas berdasarkan difusi antibakteri dari kertas cakram di dalam media yang sudah mengandung inokulat. Kertas cakram uji diresapi zat uji kemudian kertas cakram tersebut diletakkan pada permukaan media agar yang sudah mengandung inokulat uji, selanjutnya diinkubasi. Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya zona hambat atau zona bening di sekeliling cakram (Kusmayati dan Agustini, 2007). Hal tersebut terjadi karena selama masa inkubasi zat uji yang berada dalam kertas cakram meresap ke media agar. Zona hambat ini dapat menjadi parameter untuk menentukan tingkat sensitivitasnya apakah sensitif, parsial, atau resisten.
Metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor fisika dan kimia, selain faktor antara obat dan organisme misalnya sifat medium dan kemampuan difusi, ukuran molekular dan stabilitas obat (Jawetz et al., 2005).
2.10.2 Metode Dilusi
Antibakteri dibuat seri kadar konsentrasi yang menurun secara bertahap menggunakan media padat atau media cair. Selanjutnya media diinokulasi bakteri uji dan diinkubasi. Kemudian ditentukan KHM (Kadar Hambat Minimum) antibakteri tersebut (Jawetz et al., 2005). Prinsip metode pengenceran ini adalah senyawa antibakteri diencerkan hingga diperoleh beberapa macam konsentrasi, kemudian masing-masing konsentrasi ditambahkan suspensi bakteri uji dalam media cair. Perlakuan tersebut akan diinkubasi dan diamati ada atau tidaknya pertumbuhan bakteri, yang ditandai dengan terjadinya kekeruhan. Larutan uji senyawa antibakteri pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji, ditetapkan sebagai Kadar Hambat Minimal (KHM) atau Minimal Inhibitory Concentration (MIC).
Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan bakteri uji ataupun senyawa antibakteri, dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai Kadar Bunuh Minimal (KBM) atau Minimal Bactericidal Concentration (MBC) (Pratiwi, 2008).
2.11.3 Uji Bioautografi
Bioautografi merupakan metode spesifik untuk mendeteksi bercak pada kromatogram hasil KLT yang memiliki aktivitas antibakteri, antifungi, dan antivirus. Dengan metode ini, maka dapat diketahui bercak yang memiliki aktivitas dan dapat dilakukan isolasi senyawa aktif. Metode ini sangat praktis dan mudah, namun memiliki kerugian yaitu tidak dapat digunakan untuk menentukan KHM atau KBM-nya (Pratiwi,2008).
Ada dua macam uji bioautografi : 1. Bioautografi langsung
Metode ini dapat dilakukan dengan dua cara :
a. Plat hasil KLT disemprot dengan suspensi bakteri uji.
b. Plat KLT disentuhkan di atas media agar yang telah ditanami bakteri uji (sering disebut bioautografi kontak). Setelah diinkubasi, area jernih di mana tidak terdapat pertumbuhan bakteri merupakan spot senyawa aktif.
2. Bioautografi overlay
Metode ini dilakukan dengan cara menuangkan media agar ke dalam petri dan ditunggu hingga memadat. Selanjutnya plat hasil KLT diletakkan di atas media agar tersebut. Media agar berisi bakteri uji dituang di atas plat hasil KLT dan ditunggu hingga memadat. Area hambatan setelah inkubasi pada suhu 37°C selama 18-24 jam dilihat dengan cara menyemprotkan tetrazolium klorida. Spot senyawa aktif akan muncul sebagai area jernih dengan latar belakang ungu (Pratiwi,2008).
Bioautografi langsung merupakan metode bioautografi yang paling banyak digunakan dari semua metode bioautografi. Prinsip dari metode ini adalah plat KLT dicelupkan pada suspensi mikroorganisme kemudian diinkubasi. Visualisasi dari zona ini biasanya dilakukan dengan menggunakan reagen dehydrogenase untuk deteksi aktivitas, yang paling umum adalah garam tetrazolium.
Dehydrogenase mikroorganisme mengkonversi garam tetrazolium menjadi berwarna, sehingga terlihat spot krem-putih dengan latar belakang ungu pada permukaan plat KLT menunjukan keberadaan agen antibakteri (Choma,2010).
2.12 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Uji Antibakteri Metode Difusi Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil pengamatan aktivitas antibakteri dengan metode difusi (Lorian, 1980 dalam Yulia, 2005), antara lain : a. Kedalaman agar
Untuk memperoleh sensitivitas yang optimal, cawan petri diisi dengan lapisan agar tidak lebih dari 2 sampai 3 mm dan merata pada setiap bagiannya.
b. Ukuran inokulum
Ukuran inokulum merupakan salah satu variabel penting yang berpengaruh pada besar kecilnya zona hambatan dan konsentrasi hambat minimum. Jika ukuran inokulum kecil, akan diperlukan lebih banyak waktu untuk mencapai massa zat sel bakteri. Akibatnya zoba hambat yang terbentuk akan menjadi lebih besar, dan konsentrasi hambat minimum menjadi lebih kecil.
c. Komposisi medium
Aktivitas zat antibakteri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kation- kation dalam medium, pH medium dan adanya berbagai macam bahan antagonis.
Kecepatan difusi zat antibakteri ditentukan oleh konsentrasi medium, konsentrasi
berbagai ion dan adanya ikatan elektrostatik antara zat antibakteri dengan sekumpulan ion dalam medium. Kapasitas nutrisi dari medium perumbuhan juga sangat mempengaruhi panjangnya fase pertumbuhan dari bakteri uji, dan akan turut mempengaruhi ukuran zona hambatan dan konsentrasi hambat minimum.
d. Temperatur medium
Tiap-tiap golongan mikroba memiliki temperatur pertumbuhan optimal (jamur umumnya 20-37°C, bakteri 30-37°C) (Pelczar dan Chan, 1986). Maka temperatur inkubasi akan sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroba uji.
Kecepatan pertumbuhan akan menurun pada temperatur yang lebih rendah dari temperatur optimal pertumbuhan mikroba dan terhenti pada temperatur ekstrim bagi mikroba. Hal yang sama terjadi pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur optimal pertumbuhan.
e. Waktu inkubasi
Besarnya zona hambatan juga ditentukan oleh jangka waktu inkubasi, misalnya kebanyakan bakteri patogen dapat diamati pertumbuhan setelah 5 atau 6 jam inkubasi. Pada inkubasi selanjutnya zona hambatan akan menjadi lebih kecil karena terjadi pertumbuhan bakteri pada tepi zona hambatan dan konsentrasi hambatan minimum akan besar.
f. Konsentrasi zat antimikroba
Semakin tinggi konsentrasi zat aktif antibakteri akan semakin besar hambatan terhadap pertumbuhan mikroba, sehingga zona hambatan akan semakin besar.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 , Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian dimulai pada bulan September 2015 - Juli 2016.
3.2 Alat
Laminar Air Flow, incubator (Memmert), timbangan (Scout Pro), mikroskop cahaya (Shimadzu), autoklaf (Jall American), autoklaf digital (ALP), hot plate (ARE Heating Magnetic Stirrer), vacum rotary evaporator, kertas saring steril, paper disc, micro pipet dan tip, magnetic stirrer, pinset, cawan petri, tabung reaksi, jarum ose, ose bulat, beaker glass, gelas ukur, tabung reaksi, bunsen, glass object, cover glass, kaca arloji, batang pengaduk, batang penyebar kaca segitiga, spatula, labu Erlenmeyer, labu ukur, botol fermentasi dan alat-alat gelas lainnya yang umum digunakan pada Laboratorium Mikrobiologi.
3.3 Bahan 3.3.1 Tanaman
Sample uji tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah daun kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Daun di kemas dalam tempat terpisah dari akar dan batang. Daun dipilih yang masih hijau,belum terdapat cacat dan dikirim dalam satu tangkai utuh agar bisa di variasikan. dikirim sudah dalam kondisi bersih dan dikirim 6 oktober 2015 tiba 8 oktober 2015. Tanaman dideterminasi di Pusat Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor.
3.3.2 Bahan Kimia
Larutan Natrium Hipoklorit (NaOCl) 5,25% (Baycline), Alkohol 70%, Alkohol 96% dan akuades steril, Metanol teknis, n-heksan teknis, Etil asetat teknis.
3.3.3 Media Pertumbuhan Mikroba
Nutrient Agar (NA) (Merck), Potato Dextrose Agar (PDA) (Merck), Mueller Hinton Agar (MHA) (Merck), Dextrose Broth (Merck), Yeast Extract (Merck).
3.3.4 Bahan untuk identifikasi kapang: pewarna Methylen blue 3.3.5 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan :
Staphylococcus aureus ATCC 25923, Escherichia coli ATCC 25922, Helicobacter pylori ATCC 43504, Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853.
3.4 Pembuatan Media Pertumbuhan Kapang Endofit 3.4.1 Pembuatan Media PDA
Potato Dextrose Agar 39 g ditimbang dan ditakar 1 liter akuades. Untuk pembuatan media PDA 10% ditimbang Potato Dextrose Agar 2,4; agar 15 gram;
kloramfenikol 0,5 g; akuades 1 L. Panaskan masing-masing campuran bahan hingga homogen. Sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit dengan suhu 121°C. Tuang ke dalam cawan petri, masing-masing 15 mL, kemudian dibiarkan media membeku (Atika, 2011).
3.4.2 Media Agar Miring PDA
Ditimbang Potato Dextrose Agar 39 gram, dan ditakar 1 L akuades.
Campuran bahan dipanaskan hingga homogen. Sterilisasi dengan autoclave selama 15 menit dengan suhu 121°C. Masukkan ke dalam tabung masing-masing 10 mL . Letakkan tabung dengan posisi miring ± 45° dan biarkan media membeku (Purwanto,2011).
3.4.3 Pembuatan Media PDY (Potato Dextrose Yeast)
Ditimbang 200 g kentang yang telah dikupas dan dibersihkan, ditambahkan 200 mL akuades, kemudian dipanaskan sampai mendidih. Ekstrak kentang disaring, kemudian ditambahkan Dextrose sebanyak 10 g, Yeast Extract 2 g, dan ditambahkan akuades sampai 1000 mL. Campuran bahan dihomogenkan sambil diaduk sampai mendidih diukur pHnya sampai 6. Medium dimasukkan ke dalam botol fermentasi sebanyak 250 mL, kemudian disterilisasi dengan autoclave selama 15 menit, pada suhu 121°C (Maryanti,2015).
3.5 Isolasi Kapang Endofit 3.5.1 Sterilisasi Permukaan
Bagian daun tanaman Lannea Coromandelica yang masih segar atau yang masih terlihat hijau dipilih. Daun Tanaman dibersihkan hingga terbebas dari pengotor seperti tanah, debu, dan lumut. bagian daun dipotong dengan ukuran 1x1 cm2. Setelah itu, bagian permukaan daun disterilisasi permukaannya.
Mula-mula masing-masing potongan daun uji direndam ke dalam etanol 70% selama 1 menit, lalu di pindahkan potongan daun uji ke dalam larutan NaOCl 5,25% rendam selama 5 menit, terakhir direndam tanaman uji di dalam etanol 70% selama 30 detik dan yang terakhir rendam dengan akuades steril 5 detik.
Daun yang sudah steril kemudiaan dikeringkan diatas kertas saring, kemudiaan daun dipotong menjadi potongan-potongan kecil berukuran ±1,0 cm.
Daun ditanam diatas permukaan media PDA dan kemudiaan diinkubasi pada suhu kamar selama 5 – 21 hari (Rustanti, 2007 ; Purwanto, 2011). Setiap cawan petri dapat ditanam 2 potongan daun. Sebagai kontrol, diinokulasikan akuades bilasan terakhir pada medium PDA. Proses isolasi dilakukan secara triplo dengan variasi bagian daun yang muda, daun sedang, dan daun tua.
3.5.2 Pemurniaan Kapang Endofit
Kapang endofit yang tumbuh pada media isolasi selanjutnya dimurnikan pada cawan petri berisi PDA. Pemurnian dilakukan berdasarkan kenampakan morfologi secara makroskopis yang meliputi warna dan bentuk koloni dan hifa yang tumbuh. Sedikit hifa kapang dipindahkan dengan jarum ose steril ke dalam cawan petri yang berisi PDA, lalu hasil pemurnian tersebut diinkubasi pada suhu
ruang 250C selama 7-14 hari (Rachmayani, 2008). Isolat kapang yang telah murni dipindahkan ke agar miring PDA untuk dijadikan stock culture dan working culture dan disimpan pada suhu 40C (Handayani, 2007)
3.6 Identifikasi Kapang Endofit
Pengamatan morfologi kapang secara makroskopik dilakukan dengan mengamati karakteristik koloni suatu biakan, antara lain meliputi: warna dan struktur permukaan koloni; ada atau tidaknya tetes eksudat; dan ada atau tidaknya lingkatan kosentris. Pengamatan koloni dilakukan sejak awal penanaman hingga beberapa waktu tertentu, dan segala macam perubahan yang terjadi harus dicatat (Gandjar et al., 1999).
Pengamatan secara mikroskopis dilakukan dengan menggunakan metode Slide Culture (Atlas et al., 1984). Tahapan metode Slide Culture yaitu : kertas kering diletakkan pada dasar cawan petri dan diatasnya diletakkan kaca objek dan cover glass, kemudian cawan petri tersebut disterisasi dalam auotoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Setelah itu, kertas saring dalam cawan Petri dibasahi dengan akuades steril (Kumala,2008). Kaca objek ditetesi medium PDA dan dibiarkan memadat, kemudian isolat kapang endofit diinokulasikan pada medium.
Kaca objek yang telah mengandung medium dan isolat kapang ditutup dengan cover glass. Kapang endofit diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang. Hasil inkubasi diamati di bawah mikroskop pada pembesaran 20 kali, 40 kali dan 100 kali (Atlas et al., 1984 dalam Jauhari, 2010 dengan modifikasi)
Pengamatan pada mikroskopik meliputi hifa berseptum atau tidak, miselium terang atau keruh, miselium berwarna atau tidak berwarna, jenis spora aseksual : sporangiospora, konidia atau arhospora (oidia), ciri kepala pembawa spora : Sporangium (ukuran, warna, bentuk), kepala spora pembawa konidia : tunggal, berantai, pertunasan atau kumpulan, bentuk , penampakan spora aseksual terutama konidia, penampakan sporangiofora atau konidiofora : sederhana atau bercabang, jika bercabang bentuk percabangan, ukuran dan bentuk kulumela pada ujung sporangiofora, konidiofora tunggal atau bergrombol (Waluyo,2007).
3.7 Fermentasi
Hasil metabolit sekunder yang dihasilkan oleh kapang endofit dapat diperoleh melalui suatu proses fermentasi. Koloni kapang endofit yang telah dikultur dalam medium PDA selama 7 hari, diambil menggunakan sedotan steril berdiameter 6 mm empat potongan, bulatan agar yang mengandung isolat kapang endofit dipindahkan menggunakan jarum ose dimasukkan ke dalam 250 mL media PDY cair. Kemudian kultur tersebut diinkubasi pada suhu kamar selama 21 hari dengan kultur diam (statis) (Phongpaichit et al., 2006) (Kumala et al.,2006 dengan modifikasi).
3.8 Ekstraksi Hasil Fermentasi
Koloni kapang yang diperoleh dari proses fermentasi dibagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama, biomassa dihaluskan dengan lumpang dan alu kemudian ditambahkan pelarut metanol ke dalam biomassa kemudiaan diamkan dalam tempat gelap selama 48 jam, kemudian saring dan ambil filtrat kemudian dipekatkan dengan vacum rotary evaporator hasilnya adalah ekstrak kental fraksi metanol digunakan sebagai ekstrak uji 1. Bagian kedua medium air pertumbuhan yang diperoleh dari fermentasi kapang diekstraksi dengan cara partisi dengan n- heksan dan etil asetat yang kemudiaan juga dipekatkan dengan vacum rotary evaporator hasilnya adalah ekstrak pekat yang digunakan sebagai uji 2 dan 3, dan bagian medium fermentasinya diuji sebagai uji 4 sebagai uji fraksi airnya.
Tujuan ekstraksi dibagi menjadi 2 antara biomassa dan medium pertumbuhannya adalah pada biomassa diharapkan eksudat di dalam sel keluar dengan cara pengahalusan sehingga metabolit sekundernya keluar dari selnya sedangkan ekstraksi dengan cara partisi pada medium fermentasi bertujuan untuk menarik eksudat yang keluar dan jatuh kedalam medium fermentasi selama proses fermentasi.
3.9 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan secara makroskopik dan mikroskopik pada bakteri uji yang berusia 18-24 jam. Identifikasi makroskopik dilakukan dengan mengamati morfologi dan pertumbuhan koloni. Bakteri uji diambil satu ose diletakkan diatas kaca objek yang telah ditetesi sedikit NaCl 0,9%. Bakteri
disebar pada kaca objek dengan menggunakan ose bulat kemudian difiksasi dengan cara dilewatkan di atas api. Larutan kristal violet diteteskan di atas preparat dan dibiarkan selama 1 menit, kemudian preparat dicuci dengan air mengalir. Preparat kemudian ditetesi cairan lugol dan dibiarkan selama 45-60 detik, kemudian dicuci dengan air mengalir. Preparat dicuci lagi dengan etanol 96% dan digoyang-goyangkan selama 30 detik. Setelah itu safranin diteteskan di atas preparat dan dibiarkan selama 1-2 menit. Preparat dicuci dengan air dan dikeringkan dengan tisu. Amati di bawah mikroskop dengan perbesaran 100x, 200x, dan 400x (Rachmayani, 2008).
3.10 Uji Aktivitas Antibakteri 3.10.1 Medium Nutrient Agar (NA)
Medium yang digunakan untuk peremajaan bakteri adalah nutrient agar (NA). NA dibuat berdasarkan aturan pakai yang tertera pada kemasan (Merck).Serbuk NA sebanyak 10 gram dilarutkan dalam 500 mL aquadest dan dipanaskan hingga mendidih dan agar tercampur rata. Kemudian disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C selamat 15 menit. Setelah disterilisasi medium dapat digunakan dan disimpan di lemari pendingin.
3.10.2 Mueller Hinton Agar (MHA)
Ditimbang sebanyak 37 g bubuk Mueller Hinton Agar (MHA), ditambahkan 1000 mL aquades, kemudian dihomogenkan dengan menggunakan magnetik stirer dan dipanaskan di atas hot plate. Medium disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit (Suciatmih, 2008).
3.10.3 Peremajaan Bakteri Uji
Peremajaan terhadap bakteri S.aureus,E.coli, H.pylori , dan P.aeruginosa.
dapat menggunakan medium nutrient agar (NA). Medium NA steril dituangkan ke dalam tabung reaksi sebanyak ± 5 mL. Medium NA didinginkan pada suhu ruang dengan posisi miring hingga memadat. Diambil satu ose bakteri uji dari stok kultur, dioleskan secara zig-zag pada media NA miring dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C (Leboffe,Michael J. and Burton E. Pierce, 2010).
3.10.4 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring selama 24 jam pada suhu 37°C, kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 3 mL NaCl fisiologis 0,9% lalu divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada pertumbuhan bakteri, kekeruhan disetarakan dengan Mc. Farland no. III yaitu setara dengan 109 sel bakteri/mL. Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis 0,9% steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakteri/mL (Kuete,2011).
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakteri/mL pada suspensi bakteri berdasarkan kerentanan anaerobik yaitu 106 – 104 (pokyni,2010).
3.10.5 Pembuatan Larutan Uji
Larutan uji ekstrak n-heksan, etil asetat dan metanol kapang endofit dari daun kayu jawa (Lannea Coromandelica), dibuat dengan cara menimbang ekstrak n-heksan, etil asetat dan metanol dan dilarutkan dalam pelarutnya masing-masing.
3.11 Uji Aktivitas Antibakteri dengan menggunakan difusi cakram
Uji aktivitas antibakteri dilakukan dalam LAF dengan metode difusi cakram dalam kondisi aseptis. Larutan uji yaitu ekstrak isolat kapang diserapkan sebanyak 20 μL pada kertas cakram steril dengan konsentrasi 1000 µg/ml.
Cakram yang sudah diresapi larutan uji diletakkan pada permukaan medium uji.
Kontrol positif yang digunakan pada uji aktivitas antibakteri yaitu menggunakan cakram kloramfenikol 30 µg. Kontrol negatif yang digunakan yaitu masing- masing pelarutnya. Bakteri uji diinkubasi selama 18-24 jam pada suhu 35°C, Suspensi bakteri uji dimasukan kedalam cawan petri secara aseptis kemudian ditambahkan medium agar MHA yang telah disterilkan sebanyak 10 ml kemudian cawan petri digoyangkan perlahan untuk memperoleh suspensi bakteri yang tersebar merata pada medium MHA (Rachmayani, 2008).
3.12 Pengamatan dan Pengukuran Zona Hambat
Cawan petri diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37°C selama 24 jam.
Zona hambat antibakteri diamati berdasarkan diameter hambat yang ditunjukkan dengan daerah bening yang terbentuk di sekeliling kertas cakram dan diukur dengan menggunakan jangka sorong. Lalu hasil pengukuran dicatat. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan duplo. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam masa inkubasi. Daerah bening merupakan petunjuk kepekaan bakteri terhadap antibiotik atau bahan antibakteri lainnya yang digunakan sebagai bahan uji yang dinyatakan dengan lebar diameter zona hambat (zona bening) (Vandepitte et al., 2005).
Kemudian diameter zona hambat tersebut dikategorikan kekuatan daya antibakterinya berdasarkan penggolongan Davis and Stout (1971)
Menurut Davis and Stout (1971), kriteria kekuatan daya antibakteri sebagai berikut : diameter zona hambat 5 mm atau kurang dikategorikan lemah, zona hambat 5-10 mm dikategorikan sedang, zona hambat 10-20 mm.
3.13. Penapisan Fitokimia Daun Kayu Jawa dan Ekstrak Kapang Endofit Yang Berpotensi
Analisis fitokimia merupakan analisis kualitatif yang dilakukan untuk mengetahui komponen bioaktif yang terkandung dalam daun kayu jawa dan membandingkannya dengan ekstrak yang berpotensi sebagai antibakteri dari ekstrak isolat daun kayu. Tujuan dilakukannya skrining fitokimia ini adalah untuk melihat apakah senyawa metabolit sekunder yang dikandung oleh tanaman induknya akan sama dengan kandungan metabolit sekunder yang terdapat pada kapang endofitnya, Analisis fitokimia yang dilakukan meliputi uji alkaloid, saponin, terpenoid dan steroid, flavonoid, tanin dan polifenol.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak isolat kapang endofit terhadap beberapa bakteri patogen. Sampel tanaman yang digunakan adalah daun Kayu jawa yang diperoleh dari diperoleh dari daerah Watampone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Tanaman ini telah banyak digunakan secara tradisional untuk mengobati berbagai penyakit. Menurut Strobel, & Daisy (2003), salah satu kriteria tanaman yang dapat dipilih untuk menghasilkan kapang endofit adalah tanaman yang memiliki sejarah etnobotani seperti digunakan dalam pengobatan tradisional. Secara empiris, daun Kayu jawa digunakan untuk mengobati penyakit diare, muntah, tukak peptik, dan luka bakar (Beknal et al., 2010).
Secara garis besar penelitian ini terbagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap isolasi dan pemurnian kapang endofit dari sampel tanaman, tahap karakterisasi isolat kapang endofit, tahap fermentasi kapang endofit, tahap ekstraksi senyawa metabolit sekunder kapang endofit, dan pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak hasil fermentasi kapang endofit.
4.1 Determinasi Tanaman
Tanaman kayu jawa Lannea coromandelica (Houtt.)Merr. yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari Bone-Sulawesi selatan dan telah dilakukan determinasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor. Hasil determinasi menunjukan bahwa sampel tanaman yang digunakan adalah Lannea coromandelica (Houtt) Merr., suku Anacardiacceae. Hasil determinasi tanaman kayu jawa dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 47.
4.2 Penyiapan Sampel
Sampel daun dikemas dalam tempat terpisah dari akar dan batang. Daun dipilih yang masih hijau, belum terdapat cacat dan dikirim dalam satu tangkai utuh agar bisa divariasikan. dikirim sudah dalam kondisi bersih pada tanggal 6 oktober 2015 tiba 8 oktober 2015.
Daun tersebut diambil dari berbagai bagian yang berbeda, yaitu: daun bagian atas yang terdapat di bawah daun pucuk, daun bagian tengah, dan daun bagian bawah dekat dengan percabangan batang. Perbedaan bagian dalam pengambilan sampel ini bertujuan agar kapang endofit yang dihasilkan lebih banyak dan memberikan hasil yang beraneka ragam. Sampel selanjutnya dibersihkan dari debu, tanah, dan pengotor-pengotor lain dengan menggunakan air bersih mengalir lalu permukaan daun dilakukan sterilisasi permukaan.
Gambar 2. Sampel daun Lannea Coromandelica a. Bagian tua daun (DT)
b. Bagian muda daun (DM) c. Bagian pucuk daun (DA)