• Tidak ada hasil yang ditemukan

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

UIN Syarif Hidayatullah

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PENETAPAN KADAR FORMALDEHIDA PADA

IKAN KEMBUNG BANJAR YANG DIJUAL

DI PASAR CIPUTAT DENGAN PEREAKSI NASH

MENGGUNAKAN METODE ANALISIS

SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBLE

SKRIPSI

PRIMO BITTAQWA 1113102000063

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018

(2)

UIN Syarif Hidayatullah

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

HALAMAN JUDUL

PENETAPAN KADAR FORMALDEHIDA PADA

IKAN KEMBUNG BANJAR YANG DIJUAL

DI PASAR CIPUTAT DENGAN PEREAKSI NASH

MENGGUNAKAN METODE ANALISIS

SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBLE

SKRIPSI

Diajukan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

PRIMO BITTAQWA 1113102000063

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018

(3)

iii UIN Syarif Hidayatullah

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Primo Bittaqwa NIM : 1113102000063 Tanggal : 2 Februari 2018 Tanda Tangan :

(4)

iv UIN Syarif Hidayatullah

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Primo Bittaqwa

NIM : 1113102000063

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Penetapan Kadar Formaldehida pada Ikan Kembung Banjar yang Dijual di Pasar Ciputat dengan Pereaksi Nash Menggunakan Metode Analisis Spektrofotometri Ultraviolet-Visible

Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Supandi, M.Si. Apt Dr. Zilhadia, M.Si., Apt

Mengetahui

Kepala Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Dr. Nurmeilis M.Si., Apt.

(5)

v UIN Syarif Hidayatullah

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama : Primo Bittaqwa

NIM : 1113102000063

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Penetapan Kadar Formaldehida Pada Ikan Kembung Banjar yang Dijual di Pasar Ciputat Dengan Reagen Nash Menggunakan Metode Spektrofotometri Ultraviolet-Visible

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Ditetapkan di : Ciputat

Tanggal : 2 Februari 2018

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Supandi, M.Si., Apt.

Pembimbing II : Dr. Zilhadia, M.Si., Apt.

Penguji I : Drs. Umar Mansyur, M.Sc., Apt.

(6)

vi UIN Syarif Hidayatullah

ABSTRAK

Nama : Primo Bittaqwa

NIM : 1113102000063

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Penetapan Kadar Formaldehida pada Ikan Kembung Banjar yang Dijual di Pasar Ciputat dengan Pereaksi Nash Menggunakan Metode Analisis Spektrofotometri Ultraviolet-Visible

Ikan laut merupakan salah satu bahan pangan yang banyak diminati. Pendistribusianya mempunyai kendala sehingga menimbulkan pelanggaran berupa penambahan bahan pengawet bukan untuk makanan. Formaldehida adalah bahan kimia yang sering ditambahkan pada bahan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kadar formaldehida pada ikan kembung Banjar yang dijual di pasar Ciputat dengan reagen Nash menggunakan metode spektrofotometri ultraviolet-visible. Panjang gelombang maksimum formaldehida yang diperoleh adalah 412 nm dengan nilai koefisien korelasi r2 = 0,99993 dan persamaan regresi linier yaitu y = 0,13010x + 0,00520. Diperoleh nilai LOD (Limit of Detection) formaldehida sebesar 0,0953 mg/L dan LOQ (Limit of

Quantification) sebesar 0,2889 mg/L. Diperoleh nilai UPK pada konsentrasi 50,

75, dan 100 mg/L masing-masing adalah 72,940%, 72,070% dan 73,286%. Hasil uji presisi pada konsentrasi 50, 75, dan 100 mg/L adalah 0,0046%, 0,0237% dan 0,0089%. Analisis pada sampel pasar menunjukkan adanya kandungan formaldehida sebesar 0,3444 – 0,5468 mg/L. Dapat disimpulkan masih adanya kandungan formaldehida pada ikan kembung banjar yang dijual di Pasar Ciputat.

(7)

vii UIN Syarif Hidayatullah

ABSTRACT

Name : Primo Bittaqwa

Study Program : Pharmacy

Thesis Title : Determination of Formaldehyde Level on Banjar Mackerel Sold at Ciputat Traditional Market with Nash Reagent Using Spectrofotometric Ultraviolet-Visible Method

Marine fish is one of the most popular foods. Distribution has constraints that lead to violations in the form of non-food additives. Formaldehyde is a chemical that is often added to foodstuffs. This study aims to determine the levels of formaldehyde in Banjar Mackerel fish sold in Ciputat market with Nash reagents using ultraviolet-visible spectrophotometry method. The maximum wavelength of formaldehyde obtained is 412 nm with correlation coefficient value r2 = 0,99993 and linear regression equation is y = 0,13010x + 0,00520. Obtained LOD (Limit of Detection) formaldehyde value of 0,0953 mg/L and LOQ (Limit of Quantification) of 0,2889 mg/L. Percent recovery test values at concentrations of 50, 75, and 100 mg/L were 72,940%, 72,070% and 73,266%. Precision test results at concentrations of 50, 75, and 100 mg/L were 0,0046%, 0,0237% and 0,0089%. The analysis on the market sample showed the presence of formaldehyde content of 0,3444 – 0,5468 mg/L. It can be concluded that the Banjar Mackerel fish sold in Ciputat Traditional Market still contains formaldehyde

(8)

viii UIN Syarif Hidayatullah

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrohiim

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah S.W.T, karena atas

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Penetapan Kadar Formaldehida pada Ikan Kembung Banjar yang Dijual di Pasar Ciputat dengan Pereaksi Nash Menggunakan Metode Analisis Spektrofotometri Ultraviolet-Visible”. Skripsi ini telah diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program pendidikan tingkat Strata 1 (S1) pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini perkenankanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah S.W.T atas segala nikmat dan rahmat yang telah diberikan-Nya kepada penulis dan Nabi Muhammad S.A.W sebagai teladan dalam menjalani kehidupan.

2. Kedua orang tua tercinta, bapak Drs. Suksesyadi, M.Si. dan Ibu Tri Suciati S.Kep., M.Kes yang selalu memberikan doa, kasih sayang, semangat, motivasi dan kepercayaan dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan adik saya Puti Taqwa yang selalu mendukung dan mendoakan saya menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Supandi, M.Si., Apt. dan Ibu Dr.Zilhadia, M.Si., Apt. selaku pembimbing saya yang dengan sabar memberikan bimbingan, masukan, dukungan dan semangat kepada penulis.

4. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, M. Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Ibu Dr. Nurmaelis M. Si., Apt. selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

(9)

ix UIN Syarif Hidayatullah 6. Bapak dan Ibu staf pengajar yang telah memberikan ilmu pengetahuan, bantuan, dan bimbingan sehingga saya dapat menyelesaikan studi di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Seluruh karyawan Program Studi Farmasi yang telah membantu saya selama penelitian dan penyelesaian skripsi.

8. Kepada saudara Haka As’ada dan Tri wahyuni yang selalu membantu, menyemangati, dan menemani dan memberikan masukan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

9. Kepada teman-teman Farmasi angkatan 2013, terima kasih untuk kebersamaan, candaan, dukungan, bantuan, semangat, saran dan kritik selama ini. Kebersamaan kita akan selalu terkenang.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan skripsi ini terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran dari pembaca.

Semoga kebaikan yang telah diberikan kepada penulis dicatat sebagai amal ibadah oleh Allah S.W.T dan penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan dalam pengembangan ilmu pengetahuan

Ciputat, Februari 2018

(10)

x UIN Syarif Hidayatullah

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGASAKHIR UNTUK KEPENTINGAN SKRIPSI

Sebagai sivitas akedemik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Primo Bittaqwa

NIM : 1113102000063

Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul:

PENETAPAN KADAR FORMALDEHIDA PADA

IKAN KEMBUNG BANJAR YANG DIJUAL DI PASAR CIPUTAT DENGAN PEREAKSI NASH MENGGUNAKAN METODE ANALISIS

SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET-VISIBLE

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta. Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKAS

Dibuat di : Jakarta

Pada Tanggal : 2 Februari 2018

Yang menyatakan,

(11)

xi UIN Syarif Hidayatullah

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKAS ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Perumusan masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Formaldehida dan Formalin ... 4

2.1.1. Pengertian Formaldehida ... 4 2.1.2. Sifat Fisikokimia ... 4 2.1.3. Efek Farmakologi ... 5 2.1.4. Penggunaan ... 6 2.1.5. Cara Penyimpanan ... 7 2.1.5. Analisa Formaldehid ... 7 2.2. Ikan ... 8 2.2.1. Pengertian Ikan ... 8

2.2.2. Ikan Yang Mengandung Formaldehida ... 10

2.3. Bahan Tambahan Makanan ... 10

2.3.1. Penggolongan Bahan Tambahan Makanan ... 11

2.4. Sentrifugasi ... 12

2.4.1. Pengertian Sentrifugasi ... 12

(12)

xii UIN Syarif Hidayatullah

2.5. Pereaksi Nash ... 14

2.6. Spektrofotometri UV-Vis ... 15

2.6.1. Pengertian Spektrofotometri ... 15

2.6.2. Instrumentasi Spektrofotometri UV-Vis ... 17

2.7. Validasi Metode ... 17

2.7.1. Pengetian Validasi Metode ... 17

2.7.2. Parameter Validasi Metode ... 18

2.8. Teknik Sampling ... 21

2.8.1. Pengertian teknik sampling ... 21

2.8.2. Teknik Pengambilan sampel ... 21

BAB III KERANGKA KONSEP ... 24

BAB IV METODOLOGI ... 25

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

4.2. Alat dan Bahan Penelitian ... 25

4.2.1. Alat Penelitian ... 25

4.2.2. Bahan Penelitian ... 25

4.3. Prosedur Penelitian ... 25

4.3.1. Penyiapan bahan baku dan pereaksi ... 25

4.3.2. Penentuan panjang gelombang maksimum ... 26

4.3.3. Validasi Metoda Analisa ... 26

4.3.4. Analisa Sampel ... 28

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

5.1. Penetapan Kadar Larutan Formaldehida Pekat ... 30

5.2. Panjang Gelombang Maksimum Larutan formaldehida dengan reagen Nash .. 30

5.3. Validasi Metoda Analisa ... 32

5.3.1. Linieritas dan Kurva kalibrasi ... 32

5.3.2. Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ) ... 33

5.3.3. Kecermatan/Perolehan kembali (Akurasi) ... 33

5.3.4. Keseksamaan (Presisi) ... 35

5.4. Analisis Sampel ... 36

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

6.1. Kesimpulan ... 38

6.2. Saran ... 38

(13)

xiii UIN Syarif Hidayatullah

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kandungan gizi ikan kembung ... 9

Tabel 2.2. Hubungan antara warna dan panjang gelombang sinar tampak ... 15

Tabel 5.1. Hasil titrasi pembakuan HCl dengan 10 ml Boraks 0,1 N ... 29

Tabel 5.2. Hasil titrasi pembakuan NaOH dengan 25 ml Asam Oksalat 0,1 N ... 29

Tabel 5.3. Hasil titrasi penetapan kadar larutan formaldehida pekat ... 29

Tabel 5.4. Hasil uji dan perhitungan batas deteksi dan batas kuantitasi ... 32

Tabel 5.5. Hasil uji dan perhitungan perolehan kembali (akurasi) ... 34

Tabel 5.5. Hasil uji dan perhitungan nilai keseksamaan (presisi) ... 35

(14)

xiv UIN Syarif Hidayatullah

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur Formaldehida ... 4

Gambar 2.2. Sentrifugasi Diferensial ... 12

Gambar 2.3. Sentrifugasi Zona Tingkat dan sentrifugasi isopiknik ... 13

Gambar 3.1. Reaksi formaldehida dan pereaksi Nash... 15

Gambar 5.1. Panjang gelombang maksimum larutan formaldehida 10 mg/L dengan pereaksi Nash ... 30

Gambar 5.2. Kurva kalibrasi konsentrasi larutan formaldehida dibandingkan nilai absorbansi ... 31

(15)

xv UIN Syarif Hidayatullah

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Bahan yang digunakan ... 41

Lampiran 2. Skema bagan kerja ... 42

Lampiran 3 Penetapan kadar formaldehida pada ikan kembung banjaryang dijual di pasar Ciputat ... 46

Lampiran 4. Pembakuan larutan formaldehida ... 47

Lampiran 5. Penentuan panjang gelombang maksimum formaldehida dengan penambahan pereaksi nash ... 48

Lampiran 6. Kurva kalibrasi dan uji linieritas ... 49

Lampiran 7. Data penentuan batas deteksi dan batas kuantitasi ... 50

Lampiran 8. Data uji perolehan kembali/ kecermatan (akurasi) ... 51

(16)

1 UIN Syarif Hidayatullah

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Ikan merupakan bahan pangan yang mengandung nutrisi lengkap dan kandungan omega-3 sangat baik untuk meningkatkan kecerdasan, menjaga kesehatan dan meningkatkan stamina. Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alam bahari dan dikenal sebagai salah satu negara penghasil ikan laut terbesar di dunia (Umbu, 2017).

Potensi lestari sumber daya ikan laut Indonesia sebesar 6,5 juta ton per tahun tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) yang terbagi dalam sembilan wilayah perairan utama Indonesia. Dari seluruh potensi sumber daya tersebut, guna menjaga keberlanjutan stok ikan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 5,12 juta ton per tahun (Setia, 2016).

Pada tahun 2008, Indonesia menduduki peringkat ketiga dunia setelah Cina dan Peru sebagai negara penghasil ikan laut tangkapan. Rata-rata tingkat konsumsi ikan penduduk Indonesia pada tahun 2013 naik menjadi 35,14 kg/kapita/tahun dari sebelumnya 33,89 kg/kapita/tahun di tahun 2012, 32,35 kg/kapita/tahun, tahun 2011 sebesar 32,25 kg/kapita/tahun dan tahun 2010 sebesar 30,48 kg/kapita/tahun. Hingga tahun 2014 tingkat konsumsi ikan penduduk Indonesia ditargetkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan sebesar 38 kg/kapita/tahun (Umbu, 2017).

Peningkatan konsumsi ikan laut menyebabkan meningkatnya permintaan masyarakat terhadap pasar. Ikan laut pada umumnya mudah busuk sehingga untuk menjaga kesegarannya perlu disimpan pada suhu -10 °C sampai 0 °C (Kemenkes, 2004). Tingginya harga es balok untuk penyimpanan selama distribusi dan penjualan memberatkan nelayan (Solihin, 2016). Kemampuan formaldehida sebagai pengawet digunakan agar ikan laut tahan lama dan tidak cepat busuk walau disimpan bukan dengan pendingin selama pendistribusian yang cukup lama (Kemen KP, 2016).

(17)

2

UIN Syarif Hidayatullah Formaldehida merupakan suatu senyawa kimia berbentuk gas dengan rumus CH2O yang termasuk suatu aldehida dan juga disebut sebagai metanal.

Larutan pekatnya disebut formalin (mengandung 37% formaldehida), tidak berwarna, bau sangat menusuk dan biasanya ditambah metanol 15% sebagai stabilisator (Susanti, 2010).

Formaldehida merupakan bahan yang berbahaya bagi kesehatan, dampak negatifnya akan timbul setelah adanya akumulasi dalam tubuh. Ambang batas yang dapat ditolerir tubuh adalah 0,2 mg/kgBB (Susanti, 2010). Laporan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Jakarta, 58 sampel dari 98 sampel tahu, mi, ikan, bakso, dan sosis mengandung formalin. Hal ini membuktikan bahwa lebih dari 50% sampel makanan mengandung zat pengawet mayat tersebut (Anonim, 2011).

Larangan formalin sebagai bahan berbahaya bukan hal baru, karena pemerintah mengeluarkan larangan formaldehida digunakan dalam makanan sejak tahun 1988 lewat Permenkes No. 722/Menkes/Per/IX/88 (Anonim, 2011). Pelarangan penggunaan formaldehida telah diatur dalam undang-undang yaitu UU No. 7/1996 tentang Pangan, UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1168/Menkes/PER/X/1999 dan Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (POM, 2003). Adanya larangan diatas menunjukkan bahwa formaldehida tidak boleh terkandung dalam makanan.

Penggunaan formalin pada makanan semakin meluas, yang dahulu hanya digunakan pada mi basah, tahu, dan bakso, sekarang menyebar pada sosis, ikan, dan daging ayam segar (Anonim, 2011). Hasil penelitian Mahdi dan Mubarak (2008) juga menunjukkan lebih dari 60% produk perikanan, terutama ikan kering asin baik di pasar tradisional maupun supermarket di Jawa Timur, positif berformalin. Hasil penelitian Hastuti (2010) melaporkan bahwa seluruh sampel ikan asin yang diambil dari wilayah Madura, yaitu: Pasar Kamal, Pasar Socah, Pasar Bangkalan dan salah satu pasar di Sampang, terbukti positif mengandung formalin. Berdasarkan penelitian Susanti (2010) terhadap sampel tahu yang diambil dari pasar Ciputat dengan produsen yang berbeda, ditemukan adanya kandungan formalin dengan kadar terbesar 201 mg/L.

(18)

UIN Syarif Hidayatullah Ikan kembung dipilih sebagai sampel karena tingkat konsumsinya tinggi yaitu sebesar 6,91 persen dan kadungan gizinya yang baik (Kemen KP, 2015). Penetapan kadar formaldehida dilakukan dengan metode spektofotometri menggunakan pereaksi larutan Nash yang mengandung campuran ammonium asetat, asam asetat glasial, asetil aseton dan air. Metode ini dipilih karena pada beberapa penelitian terbukti spesifik dan memberikan hasil presisi dan akurasi yang tinggi.

Berdasarkan pernyataan di atas perlu dilakukan penelitian penetapan kadar formaldehida dalam sampel ikan kembung banjar yang beredar di pasar Ciputat. Pasar Ciputat dipilih sebagai lokasi pengambilan sampel karena merupakan pasar tradisional besar dan lokasi yang berdekatan dengan Kampus UIN Syarif Hidayatullah.

1.2. Perumusan masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah metode penetapan kadar formaldehida pada ikan kembung banjar segar menggunakan spektrofotometer UV-Vis disertai pewarnaan dengan pereaksi Nash dapat divalidasi?

2. Apakah terdapat kandungan formaldehida pada ikan Kembung Banjar segar yang beredar di Pasar Ciputat?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat kandungan formaldehida dan menetapkan kadar formaldehida yang terkandung pada ikan Kembung Banjar segar yang dijual di pasar Ciputat.

1.4. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang adanya kandungan formaldehida dan kadarnya pada ikan Kembung Banjar segar yang dijual di Pasar Ciputat.

(19)

4 UIN Syarif Hidayatullah

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Formaldehida dan Formalin 2.1.1. Pengertian Formaldehida

Formaldehida (HCOH) merupakan suatu campuran organik yang dikenal dengan nama aldehide, membeku pada suhu dibawah 92 °C dan mendidih pada suhu 300 °C. Formaldehida awalnya disintesa kimiawan asal Rusia Alexander Butlerov pada tahun 1859, tetapi diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1867. Formaldehida dihasilkan dengan membakar bahan yang mengandung karbon. Dalam atmosfer bumi, formaldehida dihasilkan dari reaksi cahaya matahari dan oksigen terhadap metana dan hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehida terdapat dalam bentuk gas, larutan, dan padatan. Formaldehida yang digunakan dalam proses pembuatan peralatan makan melamin adalah formaldehida dalam bentuk larutan yang dikenal dengan nama formalin (Windholz, 1976).

Gambar 2.1. Struktur formaldehida (HCOH) (Comptondkk, 1980)

Formalin merupakan larutan yang mengandung sekitar 37% formaldehida dalam air, tidak berwarna dan baunya sangat menusuk,. Biasanya ditambahkan metanol hingga 15% sebagai pengawet. Formalin dikenal luas sebgai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri (Anonim, 2005).

2.1.2. Sifat Fisikokimia

Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV (1995) formaldehida larutan pekat (formalin) termasuk ke dalam jenis pereaksi dan larutan pereaksi. Berat molekulnya adalah 30,03 dan mengandung kurang lebih 38,5% HCOH. Pemerian

(20)

UIN Syarif Hidayatullah pemerian adalah cairan tidak berwarna dan uapnya dapat merangsang pengeluaran air mata.

Sifat fisik larutan formaldehida (formalin) adalah merupakan cairan jernih, tidak berwarna atau hampir tidak berwarna, bau menusuk, uap merangsang selaput lender hidung dan tenggorokan dan jika disimpan di tempat dingin dapat menjadi keruh. Biasanya disimpan dalam wadah tertutup, terlindung dari cahaya dengan (Depkes RI, 1995).

Formaldehida pada umumnya memiliki sifat kimia yang sama dengan aldehid namun lebih reaktif daripada aldehid lainnya. Formaldehida merupakan elektrofil sehingga bisa dipakai dalam reaksi substitusi aromatik elektrofilik dan senyawa aromatik serta bisa mengalami reaksi adisi elekrofilik dan alkena. Keadaan katalis basa mengakibatkan formaldehida bisa menghasilkan asam format dan metanol (Depkes RI, 1995).

2.1.3. Efek Farmakologi

Fomalin merupakan bahan berbahaya bagi kesehatan. Dampak mengkonsumsi formalin tidak langsung terlihat tetapi akan terlihat bertahun-tahun kemudan setelah adanya akumulasi formalin. Dosis fatal formalin adalah 60-90 ml (Dreisbach, 1982).

Penelitian Luh Gde Sri Surya Heryani dkk (2011) menunjukkan adanya penurunan sel-sel spermatogenik akibat paparan formalin. Berdasarkan penelitian tersebut terlihat bahwa formalin dapat menyebabkan infertilitas pada pria akibat sifat sitotoksiknya.

Formalin merupakan bahan aditif makanan yang berbahaya. Penggunaan formalin sebagai pengawet bahan makanan seperti bakso, ikan asin, tahu dan beberapa makanan lainnya secara berlebihan atau lebih dari 1 miligram per liter dapat menyebabkan gangguan berbagai organ dalam tubuh (Katzung, 2002). Konsumsi formalin dalam bahan makanan menyebabkan akumulasi dalam tubuh yang melebihi ambang batas akan menyebabkan keracunan, kerusakan hati, otak, limpa, pankreas, susunan saraf pusat, ginjal, dan jantung (Rahmawati dkk, 2009).

Formalin yang masuk ke dalam tubuh akan cepat dimetabolisme menjadi asam format dalam jaringan tubuh, khususnya pada hati dan eritrosit.

(21)

6

UIN Syarif Hidayatullah Pembentukan asam format pada eritrosit dapat menimbulkan kondisi asam pada darah karena banyaknya alkali. Kondisi ini mempengaruhi hemoglobin yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan asam basa. Oleh karena itu, secara tidak langsung formalin dapat mempengaruhi hematopoiesis melalui efek-efek metabolik dan menghambat proliferasi semua elemen seluler di dalam sumsum tulang (Rahmawati dkk, 2009).

2.1.4. Penggunaan

Formaldehida merupakan gas yang larut dalam air dengan konsentrasi 37 % dan dikenal sebagai formalin. Sudah sejak lama dipakai untuk mempersiapkan vaksin-vaksin melalui mensterilkan bakteri atau menginaktifkan bakteri atau toksin maupun virus tanpa merusak antigenitasnya. Untuk keperluan ini dibutuhkan konsentrasi sampai 0,1 %. Formaldehida dapat juga digunakan sebagai gas dalam mensterilkan permukaan-permukaan yang kering, misalnya di dalam kamar dimana pasien mengalami infeksi yang serius atau jika hendak mempersiapkan penjualan/pemakaian alat-alat plastik dalam labotarorium bakteriologis. Akan tetapi reaksi yang terjadi pada permukaan itu hanya berdasarkan adsorpsi dan menghasilkan sebuah polimer (paraformaldehida) yang reversibel. Proses adsorpsi yang tidak diinginkan: formaldehida tidak dapat menembus (penetrasi) substansi-substansi yang poreus (berlubang), sehingga menghasilkan sisa-sisa (residu) yang sukar diuraikan atau dikeluarkan, karena sifatnya yang sukar memproses depolimerisasi deposit dari paraformaldehida tersebut. Akibatnya terbentuklah kelembaban yang tinggi pada permukaan bakteri (Kusnawidjaja, 1993).

Formaldehida dapat digunakan untuk membasmi sebagian besar bakteri, sehingga sering digunakan sebagai disinfektan dan juga sebagai bahan pengawet. Sebagai desinfektan, formaldehida dimanfaatkan untuk pembersih lantai, kapal, gudang, dan pakaian. Formaldehida dipakai sebagai pengawet dalam vaksinasi. Dalam bidang medis, larutan formaldehida dipakai untuk mengeringkan kulit, misalnya mengangkat kutil. Larutan dari formaldehida sering dipakai dalam membalsem untuk mematikan bakteri serta untuk sementara mengawetkan bangkai (Windholz, 1976).

(22)

UIN Syarif Hidayatullah Dalam industri, formaldehida kebanyakan dipakai dalam produksi polimer dan rupa-rupa bahan kimia. Kalau digabungkan dengan fenol, urea, atau melamin, formaldehida menghasilkan resin termoset yang keras. Resin ini dipakai untuk lem permanen, misalnya yang dipakai untuk peralatan rumah tangga, kayu lapis, triplek atau karpet (Arta, 2007).

Dalam konsentrat yang sangat kecil (kurang dari 1%), formaldehida digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih barang rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut kulit, perawatan sepatu, shampoo mobil, lilin, dan pembersih karpet (Windholz, 1976).

2.1.5. Cara Penyimpanan

Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006), cara penyimpanan formalin (larutan formaldehida) yang tepat adalah sebagai berikut :

• Formalin sebaiknya jangan di simpan di lingkungan bertemperatur di bawah 15°C.

• Tempat atau wadah penyimpanan formalin harus terbuat dari baja tahan karat, alumunium murni, polietilen atau polyester yang dilapisi fiberglass.

• Tempat atau wadah penyimpanan formalin tidak boleh terbuat dari baja besi, tembaga, nikel atau campuran seng dengan permukaan yang tidak dilindungi/dilapisi.

• Jangan menggunakan bahan alumunium bila temperatur lingkungan berada di atas 60° C

2.1.5. Analisa Formaldehida

Formaldehid dapat dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif. Analisa kuanttitaif formaldehid dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya dengan metode titrasi, kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan spektrofotometri ultraviolet visible sedangkan untuk analisa kualitatif dapat dilakukan menggunakan beberapa reagen spesifik seperti reagen Nash dan reagen Schryver.

Dalam Farmakope Indonesia edisi III (1979) penetapan kadar formaldehida dilakukan secara titrasi asam basa tidak langsung karena reaksi

(23)

8

UIN Syarif Hidayatullah berjalan lambat pada suhu kamar sehingga dibutuhkan pemanasan. Prinsip reaksi ini yaitu oksidasi formaldehida menjadi asam format oleh hidrogen peroksida dalam suasana alkali berlebih. Selanjutnya, asam format akan bereaksi dengan natrium hidroksida berlebih menghasilkan natrium format. Kelebihan natrium hidroksida dititrasi dengan asam klorida. Suryadi (2010) melakukan analisa formaldehida secara kualitatif dengan menggunakan reagen Schyver dan secara kuantitatif dengan metode spektrofotometri ultraviolet-visible dan reagen Nash. Hasil analisa menunjukkan positif formaldehida dengan pembentukan warna merah dan diperoleh panjang gelombang optimum yaitu 409,5 nm.

2.2. Ikan

2.2.1. Pengertian Ikan

Ikan sebagai sumber bahan makanan hewani yang mengandung protein tinggi dan mengandung asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya mencapai 90%, dengan jaringan pengikat sedikit sehingga mudah dicerna. Hal paling penting adalah harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan sumber protein lain. Ikan juga dapat digunakan sebagai bahan obat-obatan, pakan ternak, dan lainnya. Kandungan kimia, ukuran, dan nilai gizi yang terdapat pada ikan tergantung pada jenis, umur ke tingkat kematangan, dan kondisi tempat hidupnya (Adawyah, 2006).

Kelebihan produk perikanan dibanding dengan produk hewani lainnya sebagai berikut: (Adawyah, 2006).

1. Kandungan protein yang cukup tinggi (20%) dalam tubuh ikan tersusun oleh asam-asam amino yang berpola mendekati pola kebutuhan asam amino dalam tubuh manusia.

2. Daging ikan mudah dicerna oleh tubuh karena mengandung sedikit tenunan pengikat (tendon).

3. Daging ikan mengandung asam-asam lemak tak jenuh dengan kadar kolesterol sangat rendah yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.

4. Selain itu, daging ikan mengandung sejumlah mineral seperti K, Cl, P, S, Mg, Ca, Fe, Ma, Zn, F, Ar, Cu dan Y, serta vitamin A dan D dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia

(24)

UIN Syarif Hidayatullah Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah ikan kembung banjar. Ikan kembung dipilih karena tingkat tingkat konsumsi yang tinggi sebesar 6,91 persen berdasarkan analisa data pokok kelautan dan perikanan 2015 oleh Kementerian Perikanan dan Kelautan Indonesia dan kandungan gizi yang baik.

Kedudukan taksonomi ikan kembung sebagai berikut (Rajagukguk, 2011): Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Bangsa : Perciformes Suku : Scombridae Marga : Rastrelliger Jenis : Rastrelliger sp L.

Ikan kembung sebagai salah satu bahan pangan memiliki kandungan gizi yang memenuhi sejumlah besar unsur kesehatan. Kandungan gizi ikan kembung dan ikan kembung dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kandungan gizi ikan kembung (Rajagukguk, 2011) Kandungan Zat Gizi

Air (gram) 76,0 g Protein (gram) 22,0 g Energi (K) 103,0 K Lemak (gram) 1,0 g Kalsium (mg) 20,0 mg Besi (mg) 1,5 mg Fosfor (mg) 200,0 mg Vitamin A (SI) 30,0 Vitamin B1 0,05

Ikan kembung memiliki tubuh ramping memanjang, memipih dan agak tinggi dengan sisi dorsal gelap, biru kehijauan hingga kecoklatan, dengan 1-2 deret bintik gelap membujur di dekat pangkal sirip punggung dan sisik ventral keperakan. Ikan kembung memiliki sisik-sisik yang menutupi tubuh serta berukuran kecil dan seragam. Sirip punggung dalam dua berkas, diikuti oleh 5

(25)

10

UIN Syarif Hidayatullah sirip kecil tambahan. Jumlah sirip kecil tambahan yang sama juga terdapat di belakang sirip anal, duri pertama sirip anal tipis dan kecil. Sepasang lunas ekor berukuran kecil terdapat di masing-masing 7 sisi batang ekor dan di depan dan belakang mata terdapat pelupuk mata berlemak (adipose) (Rajagukguk, 2011).

2.2.2. Ikan Yang Mengandung Formaldehida

Ikan yang mengandung atau telah diberi formaldehida penampilan atau kenampakannya akan berbeda dengan ikan yang tidak diberi formaldehida. Apabila ikan yang segar dan tidak diberi formalin akan mudah membusuk dan apabila dibiarkan lama akan cepat terlihat tidak segar, sedangkan ikan yang diberikan formalin akan menjadi lebih awet dan tidak cepat mebusuk. Ikan basah yang tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar, insang berwarna merah tua dan tidak cemerlang, serta memiliki bau menyengat khas formalin merupakan tampilan umum ikan yang telah diberikan formalin (Anonim, 2005).

2.3. Bahan Tambahan Makanan

Dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan, Bahan Tambahan Pangan yang selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk memengaruhi sifat atau bentuk pangan.

Dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/MENKES/PER/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan, bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bikan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.

(26)

UIN Syarif Hidayatullah 2.3.1. Penggolongan Bahan Tambahan Makanan

Dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan, penggolongan BTP yang digunakan dalam pangan terdiri atas beberapa golongan sebagai berikut:

1. Antibuih (Antifoaming agent); 2. Antikempal (Anticaking agent); 3. Antioksidan (Antioxidant);

4. Bahan pengkarbonasi (Carbonating agent); 5. Garam pengemulsi (Emulsifying salt); 6. Gas untuk kemasan (Packaging gas) 7. Humektan (Humectant);

8. Pelapis (Glazing agent); 9. Pemanis (Sweetener); 10. Pembawa (Carrier);

11. Pembentuk gel (Gelling agent); 12. Pembuih (Foaming agent);

13. Pengatur keasaman (Acidity regulator); 14. Pengawet (Preservative);

15. Pengembang (Raising agent); 16. Pengemulsi (Emulsifier); 17. Pengental (Thickener); 18. Pengeras (Firming agent);

19. Penguat rasa (Flavour enhancer); 20. Peningkat volume (Bulking agent); 21. Penstabil (Stabilizer);

22. Peretensi warna (Colour retention agent); 23. Perisa (Flavouring);

24. Perlakuan tepung (Flour treatment agent); 25. Pewarna (Colour);

26. Propelan (Propellant); dan 27. Sekuestran (Sequestrant).

(27)

12

UIN Syarif Hidayatullah 2.4. Sentrifugasi

2.4.1. Pengertian Sentrifugasi

Campuran dapat tersusun atas beberapa unsur ataupun senyawa. Komponen – komponen penyusun suatu campuran tersebut dapat dipisahkan berdasarkan sifat fisika zat penyusunnya. Salah satu metode yang digunakan dalam pemisahan campuran adalah sentrifugasi. Sentrifugasi ialah proses pemisahan partikel berdasarkan berat partikel tersebut terhadap densitas layangnya (bouyant density). Dengan adanya gaya sentrifugal maka akan terjadi perubahan berat partikel dari keadaan normal pada 1 G (sekitar 9,8 m/s2) menjadi meningkat seiring dengan kecepatan serta sudut kemiringan perputaran partikel tersebut terhadap sumbunya (Nugroho, 2013).

Pada pemisahan, partikel yang densitasnya lebih tinggi dari pada pelarut turun (sedimentasi), dan partikel yang lebih ringan mengapung ke atas. Perbedaan densitas yang tinggi, membuat partikel bergerak lebih cepat. Jika tidak terdapat perbedaan densitas (kondisi isoponik), partikel tetap setimbang (Nugroho, 2013).

Pemisahan sentrifugal menggunakan prinsip dimana objek diputar secara horizontal pada jarak tertentu. Apabila objek berotasi di dalam tabung atau silinder yang berisi campuran cairan dan partikel, maka campuran tersebut dapat bergerak menuju pusat rotasi, namun hal tersebut tidak terjadi karena adanya gaya yang berlawanan yang menuju kearah dinding luar silinder atau tabung, gaya tersebut adalah gaya sentrifugasi. Gaya inilah yang menyebabkan partikel menuju dinding tabung dan terakumulasi membentuk endapan (Nugroho, 2013).

2.4.2. Macam-Macam Sentrifugasi

Terdapat beberapa macam sentrifugasi, diantaranya adalah : 1. Sentrifugasi Diferensial

Pemisahan dicapai terutama didasarkan pada ukuran partikel dalam sentrifugasi diferensial. Densitas partikel yang berbeda atau ukuran dalam suspensi akan mengendap pada tingkat yang berbeda, dengan partikel lebih besar dan padat cepat mengendap. Tingkat sedimentasi ini dapat ditingkatkan dengan menggunakan gaya sentrifugal. Suspensi sel mengalami serangkaian peningkatan siklus gaya sentrifugal akan menghasilkan serangkaian pelet yang mengandung tingkat sedimentasi sel – sel menurun (Nugroho, 2013).

(28)

UIN Syarif Hidayatullah Perbedaan kepadatan partikel atau ukuran akan dibedakan karena dengan partikel terbesar dan paling padat pengendapan tercepat diikuti oleh kurang padat dan partikel yang lebih kecil (Nugroho, 2013).

Gambar 2.2. Sentrifugasi Diferensial(Nugroho, 2013).

2. Sentrifugasi Gradien Densitas

Sentrifugasi gradien densitas adalah metode yang disukai untuk memurnikan organel subselular dan makromolekul. Gradien densitas dapat dihasilkan dengan menempatkan lapisan demi lapisan media gradien. Sentrifugasi gradien densitas diklasifikasikan menjadi sentrifugasi zona tingkat dimana pengendapan dapat memisahkan komponen berdasarkan kecepatan pengendapan yang dipengaruhi oleh ukuran dan massa dari komponen tersebut sehingga akan terpisah berdasarkan massanya bukan kepadatannya dan sentrifugasi Isopiknik dimana pemisahannya berdasarkan kepadatanya sehingga komponen terpisah sesuai dengan kepadatan media gradien (Nugroho, 2013).

a. b.

Gambar 2.3. a.Sentrifugasi Zona Tingkat dan b.Sentrifugasi Isopiknik (Nugroho, 2013).

(29)

14

UIN Syarif Hidayatullah 2.5. Pereaksi Nash

Pereaksi Nash merupakan campuran senyawa yang terdiri dari asetil aseton, amonium asetat dan asam asetat yang dilarutkan dalam air untuk mengidentifikasi keberadaan formaldehida dengan adanya perubahan warna menjadi kuning sebagai penanda. Ditemukan pada 1952 dalam pernelitian netralisasi formaldehida dalam suspensi bakteri hidup dengan timbulnya warna kuning dengan asetil aseton dan adanya garam amonium (Nash, 1953)

Telah dilakukan penelitian perbandingan komposisi pereaksi Nash untuk mendapatkan pereaksi dengan daya tahan dalam waktu penyimpanan lama, lebih tidak beracun dan bereaksi lebih cepat. Komposisi pereaksi Nash yang telah dioptimalkan adalah 2 M ammonium asetat atau 150 g, 0,05 M asam asetat atau 3 ml, 0,02 M-asetil aseton atau 2 ml yang dilarutkan dalam 1 liter air Dengan komposisi ini pereaksi dapat bertahan selama 2 minggu pada suhu 20 °C (Nash, 1953)..

Reaksi antara formaldehida dan pereaksi Nash menghasilkan warna kuning dengan terbentuknya diacetyldihydrolutidine (DDL). Terbentuknya warna kuning ini dapat dideteksi pada panjang gelombang 412 nm. Peningkatan pembentukan warna kuning mengindikasikan semakin banyak jumlah formaldehida yang bereaksi dengan pereaksi sehingga semakin tinggi serapan pada panjang gelombang 412 nm (Nash, 1953).

(30)

UIN Syarif Hidayatullah Reaksi antara formaldehida dengan reagen Nash memerlukan waktu 5 jam pada 20 ºC untuk mencapai 99 % reaksi. Reaksi ini dapat dipercepat dengan peningkatan suhu pada 37 ºC membutuhkan waktu 40 menit dan 58 ºC membutuhkan waktu 5 menit. Pereaksi Nash mempunyai spesifikasi yang baik dengan sangat sedikit senyawa pengganggu yang dapat mempengaruhi pembentukan warna. Warna yang terbentuk mempunyai stabilitas yang baik dalam penyimpanan pada kondisi gelap. (Nash, 1953)

2.6. Spektrofotometri UV-Vis 2.6.1. Pengertian Spektrofotometri

Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube. Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan spektrofotometer ini, metoda yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri (Saputra, 2009).

Spektrofotometer dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang gelombang dan dialirkan oleh suatu perekam untuk menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda (Saputra, 2009).

Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu (Saputra, 2009):

A = log ( Io / It ) = a×b×c Keterangan :

Io = Intensitas sinar datang, a = Absorptivitas,

b = Panjang sel/kuvet, c = konsentrasi (g/l), A = Absorban

(31)

16

UIN Syarif Hidayatullah Sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang antara 200-400 nm, sementara sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-750 nm. Warna sinar tampak dapat dihubungkan dengan panjang gelombangnya. Sinar putih mengandung radiasi pada semua panjang gelombang didaerah sinar tampak.

Panjang gelombang Warna yang diserap Warna yang diamati

400 – 435 Ungu (lembayung) Hijau kekuningan

450 – 480 Biru Kuning

480 – 490 Biru kehijauan Oranye

490 – 500 Hijau kebiruan Merah

500 – 560 Hijau Merah anggur

560 – 580 Hijau kekuningan Ungu (lembayung)

580 – 595 Kuning Biru

595 – 610 Oranye Biru kehijauan

610 – 750 Merah Hijau kebiruan

Tabel 2.2. Hubungan antara warna dan panjang gelombang sinar tampak (Antoni, 2010).

Warna-warna yang dihubungkan dengan panjang gelombang dibuat pada tabel 2.2. Pada tabel ini disebutkan juga warna komplementer, jika salah satu komponen warna putih dihilangkan maka sinar yang dihasilkan akan nampak sebagai komplemen warna yang diserap (Antoni, 2010).

Sinar ultraviolet dan sinar tampak memberikan energi yang cukup untuk terjadinya transisi elektronik. Dengan demikian, spektra ultraviolet dan spektra tampak dikatakan sebagai spektra elektronik. Transisi-transisi elektronik akan meningkatkan energi molekular dari keadaan dasar ke satu atau lebih tingkat energi tereksitasi. Jika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi elektromagnetik maka molekul tersebut akan menyerap radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. Interaksi antara molekul dengan radiasi elektromagnetik ini akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat keadaan tereksitasi. Apabila pada molekul yang sederhana tadi hanya terjadi transisi elektronik pada satu macam gugus yang terdapat pada molekul, maka hanya akan terjadi satu absorpsi yang merupakan garis spektrum (Antoni, 2010).

(32)

UIN Syarif Hidayatullah 2.6.2. Instrumentasi Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri UV/Vis adalah teknik analisis spektroskopi yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat (190 –380) dan sinar tampak (380 –780) dengan menggunakan instrumen spetrofotometer. Spektrofotometri UV/Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spetrofotometer UV/Vis lebih banyak dipakai ntuk analisis kuantitatif dibanding kualitatif (Henry dkk, 2002).

Instrumentasi dari spektrofotometer UV-Vis ini dapat diuraikan sebagai berikut : (Henry dkk, 2002).

1. Suatu sumber energi cahaya yang berkesinambungan yang meliputi daerah spektrum yang mana alat tersebut dirancang untuk beroperasi.

2. Suatu monokromator, yakni sebuah piranti untuk memencilkan pita sempit panjang gelombang dari spektrum lebar yang dipancarkan oleh sumber cahaya.

3. Suatu wadah untuk sampel ( dalam hal ini digunakan kuvet ).

4. Detektor, yang berupa transduser yang merubah energi cahaya menjadi suatu isyarat listrik.

5. Suatu amplifier (pengganda) dan rangkaian yang berkaitan yang membuat isyarat listrik itu memadai untuk dibaca.

6. Suatu sistem baca dimana diperagakan besarnya isyarat listrik yang ditangkap.

2.7. Validasi Metode

2.7.1. Pengetian Validasi Metode

Menurut Riyanto (2014), metode yang digunakan di laboratorium kimia analitik harus dievaluasi dan diuji untuk memastikan bahwa metode tersebut mampu menghasilkan data yang valid dan sesuai dengan tujuan, maka metode tersebut harus divalidasi. Validasi atau verifikasi metode merupakan seperangkat standar eksperimental tes yang menghasilkan data yang berkaitan dengan akurasi, presisi dan lain-lain. Proses yang dilakukan harus ditulis sebagai prosedur operasi standar (SOP). Sekali metode telah divalidasi atau diverifikasi, mereka harus

(33)

18

UIN Syarif Hidayatullah secara resmi disetujui untuk penggunaan rutin di laboratorium oleh orang yang bertanggung jawab, misalnya manajer laboratorium.

2.7.2. Parameter Validasi Metode

Menurut Riyanto (2014), parameter validasi berkaitan dengan sejauh mana zat lain mengganggu identifikasi atau analisis kuantifikasi analit. Ukuran dari kemampuan metode untuk mengidentifikasi/mengukur analit. Kehadiran zat lain, baik endogen maupun eksogen, dalam sampel matriks di bawah kondisi yang dinyatakan metode ini. Kekhususan ditentukan dengan menambahkan bahan-bahan yang mungkin dihadapi dalam sampel.

Adapun beberapa parameter validasi metode menurut Riyanto (2014) adalah sebagai berikut :

• Batas deteksi (LOD).

LOD adalah konsentrasi analit terendah yang dapat dideteksi dan diidentifikasi dengan mengingat tingkat kepastian. LOD juga didefinisikan sebagai konsentrasi terendah yang dapat dibedakan dari kebisingan latar belakang dengan tingkat kepercayaan tertentu. Ada beberapa metode untuk menentukan LOD, yang semuanya tergantung pada analisis spesimen dan pemeriksaan sinyal untuk rasio kebisingan blanko. Minimum persyaratan untuk sinyal terhadap kebisingan dapat digunakan untuk menentukan LOD. LOD merupakan parameter yang dapat dipengaruhi oleh perubahan kecil dalam sistem analitis (misalnya suhu, kemurnian reagen, efek matriks, kondisi berperan). Oleh karena itu, penting bahwa parameter ini selalu dilakukan oleh laboratorium dalam memvalidasi metode.

• Presisi

Presisi adalah ukuran kedekatan hasil analisis diperoleh dari serangkaian pengukuran ulangan dari ukuran yang sama. Hal ini mencerminkan kesalahan acak yang terjadi dalam sebuah metode. Dua set diterima secara umum kondisi di mana presisi diukur adalah kondisi berulang dan direproduksi. Kondisi pengulangan terjadi ketika analis yang sama analisis sampel pada yang sama, hari dan instrumen yang sama (misalnya kromatografi gas) atau bahan (uji

(34)

UIN Syarif Hidayatullah misalnya tempat reagen) di laboratorium yang sama. Setiap variasi dari kondisi ini (misalnya berbeda analis, hari yang berbeda, instrumen yang berbeda, laboratorium yang berbeda) merupakan reproduksibilitas. Presisi biasanya diukur sebagai koefisien variasi atau deviasi standar relatif dari hasil analisis yang diperoleh dari independen disiapkan standar kontrol kualitas. Presisi tergantung konsentrasi dan harus diukur pada konsentrasi yang berbeda dalam rentang kerja, biasanya di bawah, pertengahan dan bagian atas. Presisi diterima pada konsentrasi yang lebih rendah adalah 20%.

• Linearitas dan jangkauan kerja

Metode yang digambarkan sebagai linear adalah ketika terdapat perbandingan lurus hubungan antara respon metode dan konsentrasi analit dalam matriks selama rentang konsentrasi analit (jangkauan kerja). Jangkauan kerja yang telah ditetapkan oleh tujuan metode dan mungkin mencerminkan hanya bagian dari rentang linier penuh. Sebuah koefisien korelasi yang tinggi (R2) dari 0,99 sering digunakan sebagai kriteria linearitas. Namun, ini tidak cukup untuk membuktikan bahwa hubungan linear ada, dan metode dengan koefisien determinasi kurang dari 0.99 mungkin masih cocok untuk tujuan. Parameter ini tidak berlaku untuk metode kualitatif kecuali ada ambang batas konsentrasi untuk pelaporan hasil.

• Akurasi

Akurasi adalah ukuran perbedaan antara harapan hasil tes dan nilai referensi yang diterima karena metode sistematis dan kesalahan laboratorium. Akurasi biasanya dinyatakan sebagai persentase. Akurasi dan presisi bersamasama menentukan Total kesalahan analisis. Akurasi ditentukan dengan menggunakan bahan Bahan Referensi Bersertifikat (CRMS), metode referensi, studi kolaboratif atauJ dengan perbandingan dengan metode lain. Dalam prakteknya, CRMS jarang tersedia. Sebagai alternatif, referensi standar dari sebuah organisasi otoritatif seperti UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime), Drug Enforcement Administration (DEA) atau penyedia komersial terkemuka dapat digunakan. Hal ini umum untuk memperkirakan akurasi dengan menganalisis sampel yang berbeda konsentrasi (rendah, sedang, tinggi)

(35)

20

UIN Syarif Hidayatullah yang meliputi daerah kerja. Konsentrasi standar-standar ini harus berbeda dari yang digunakan untuk mempersiapkan kurva kalibrasi dan mereka berasal dari larutan yang berbeda.

• Recovery dari suatu analit

Recovery dari suatu analit adalah respon detektor yang diperoleh dari jumlah analit ditambahkan dan diekstrak dari matriks, dibandingkan dengan respon detektor untuk konsentrasi benar murni otentik dari standar. Hal ini juga dapat dipahami sebagai persentase obat, metabolit, atau Standar internal awalnya dalam spesimen yang mencapai akhir prosedur. Dalam kasus spesimen biologi, blanko dari matriks biologis setelah akhir ekstrak telah diperoleh dapat dibubuhi dengan standar dengan konsentrasi sebenarnya dari murni otentik standar dan kemudian dianalisis. Pemulihan eksperimen harus dilakukan dengan mem-bandingkan hasil analisis untuk sampel diekstraksi pada tiga konsentrasi (Biasanya untuk mengendalikan sampel yang digunakan untuk mengevaluasi presisi dan akurasi). Recovery tidak harus 100%, namun tingkat recovery (analit dan standar internal) harus konsisten (untuk semua konsentrasi yang diuji).

• Ketidakpastian pengukuran.

Pengujian laboratorium harus memiliki dan menerapkan prosedur untuk memperkirakan ketidakpastian pengukuran. Mengingat ketidakpastian memberikan jaminan bahwa hasil dan kesimpulan dari metode dan skema analitis yang cocok untuk tujuan. Menurut metrologi ketidakpastian didefinisikan sebagai parameter yang terkait dengan hasil pengukuran yang mencirikan dispersi dari nilai-nilai yang cukup dapat dikaitkan dengan besaran ukuran. Dalam istilah yang lebih praktis, ketidakpastian dapat didefinisikan sebagai probabilitas atau tingkat keyakinan. Setiap pengukuran yang kita buat akan memiliki beberapa ketidakpastian yang berhubungan dengan dan interval ketidakpastian yang kami kutip akan menjadi kisaran dalam mana nilai sebenarnya terletak pada tingkat kepercayaan tertentu. Biasanya kita menggunakan tingkat kepercayaan 95% interval. Pemahaman ketidakpastian adalah dasar interpretasi dan pelaporan hasil. Laboratorium harus setidaknya mencoba untuk mengidentifikasi semua komponen ketidakpastian dan

(36)

UIN Syarif Hidayatullah membuat suatu estimasi yang wajar, dan harus memastikan bahwa bentuk pelaporan hasilnya tidak memberikan kesan yang salah dari ketidakpastian.

Ketidakpastian pengukuran terdiri dari, secara umum, banyak komponen. Ketidakpastian dihitung dengan memperkirakan kesalahan yang terkait dengan berbagai tahap analisis, misalnya efek pra-analitis, homogenisasi, berat, pipetting, injeksi, ekstraksi, derivatisasi, pemulihan, kurva kalibrasi. Validasi data, ketepatan dan presisi, kondisi pengulangan/reproducibility sudah memperhitungkan banyak faktor dan harus digunakan.

• Stabilitas.

Validasi metode harus menunjukkan sejauh mana analit yang stabil selama prosedur analisis secara keseluruhan, termasuk penyimpanan sebelum dan sesudah analisis. Secara umum, ini dilakukan dengan membandingkan standar baru disiapkan diketahui konsentrasi dengan standar yang sama dipertahankan untuk periode waktu yang berbeda dan disimpan dalam berbagai kondisi.

2.8. Teknik Sampling

2.8.1. Pengertian teknik sampling

Margono (2004) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan teknik sampling adalah cara untuk menentukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan (dalam Modul 6 Populasi dan Sampel).

2.8.2. Teknik Pengambilan sampel

Menurut Kuntjojo (2009), pemilihan teknik pengarnbilan sampel merupakan upaya penelitian untuk mendapat sampel yang representatif (mewakili), yang dapat menggambarkan populasinya. Teknik pengambilan sampel tersebut dibagi atas 2 kelompok besar, yaitu probability sampling (random sampel) dan non probability sampling (non random sampel)

(37)

22

UIN Syarif Hidayatullah 1. Probability Sampling (Random Sample)

Teknik sampling secara probabilitas atau random sampling merupakan teknik sampling yang dilakukan dengan memberikan peluang atau kesempatan kepada seluruh anggota populasi untuk menjadi sampel. Dengan demikian sampel yang diperoleh diharapkan merupakan sampel yang representatif. Teknik sampling semacam ini dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

a) Teknik sampling secara acak sederhana.

Cara paling populer yang dipakai dalam proses penarikan sampel acak sederhana adalah dengan undian.

b) Teknik sampling secara sistematis (systematic sampling).

Prosedur ini berupa penarikan sample dengan cara mengambil setiap kasus (nomor urut) yang kesekian dari daftar populasi.

c) Teknik sampling secara acak proportional.

Jika populasi terdiri dari subpopulasi-subpopulasi maka sample penelitian diambil dari setiap subpopulasi. Adapun cara pengambilannya dapat dilakukan secara undian maupun sistematis.

d) Teknik sampling secara acak bertingkat.

Bila subpoplulasi-subpopulasi sifatnya bertingkat, cara pengambilan sampel sama seperti pada teknik sampling secara proportional.

e) Teknik sampling secara kluster (cluster sampling)

Ada kalanya peneliti tidak tahu persis karakteristik populasi yang ingin dijadikan subjek penelitian karena populasi tersebar di wilayah yang amat luas. Untuk itu peneliti hanya dapat menentukan sampel wilayah, berupa kelompok klaster yang ditentukan secara bertahap. Teknik pengambilan sample semacam ini disebut cluster sampling atau multi-stage sampling.

2. Non Probability Sampling (Non Random Sample)

Teknik sampling nonprobabilitas adalah teknik pengambilan sample yang ditemukan atau ditentukan sendiri oleh peneliti atau menurut pertimbangan pakar. Beberapa jenis penarikan sampel secara nonprobabilitas adalah sebagai berikut:

a) Puposive sampling atau judgmental sampling

Penarikan sampel secara puposif merupakan cara penarikan sample yang dilakukan memiih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang dietapkan peneliti.

(38)

UIN Syarif Hidayatullah

b) Snow-ball sampling(penarikan sample secara bola salju).

Penarikan sample pola ini dilakukan dengan menentukan sample pertama. Sampel berikutnya ditentukan berdasarkan informasi dari sample pertama, sample ketiga ditentukan berdasarkan informasi dari sample kedua, dan seterusnya sehingga jumlah sample semakin besar, seolah-olah terjadi efek bola salju.

c) Quota sampling(penarikan sample secara jatah).

Teknik sampling ini dilakukan dengan atas dasar jumlah atau jatah yang telah ditentukan. Biasanya yang dijadikan sample penelitian adalah subjek yang mudah ditemui sehingga memudahkan pula proses pengumpulan data.

d) Accidental sampling atau convenience sampling

Dalam penelitian bisa saja terjadi diperolehnya sampel yang tidak direncanakan terlebih dahulu, melainkan secara kebetulan, yaitu unit atau subjek tersedia bagi peneliti saat pengumpulan data dilakukan. Proses diperolehnya sampel semacam ini disebut sebagai penarikan sampel secara kebetulan.

(39)

24 UIN Syarif Hidayatullah BABIII

KERANGKA KONSEP

Uji LOD dan LOQ

Uji kuantitatif sampel pasar dengan Spektrofotometer UV-Vis Uji Presisi Uji Akurasi Uji linieritas Pembuatan kurva

kalibrasi Uji Validasi Formaldehida merupakan zat berbahaya dan dilarang penggunaannya pada makanan Formaldehida menimbulkan efek negatif jika terakumulasi

dalam tubuh dan akan terlihat setelah jangka waktu lama dan paparan

berulang

Berdasarkan penelitian sebelumnya, beberapa produk pangan masih mengandung formalin (larutan formaldehida),

terutama produk laut

Berdasarkan PERMENKES Nomor

1168/Menkes/PER/X/1999 formalin (larutan formaldehida) telah dilarang

penggunaannya sebagai bahan tambahan pangan

(BTP) Perlu dilakukan

penelitian terhadap ikan laut segar yang

dijual di pasar Ciputat Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling Pembuatan larutan

uji dan reagen Larutan baku induk formalin 100 µg/mlpa

Larutan Pereaksi Nash Larutan baku formalin

2 mg/L, 4 mg/L, 6 mg/L, 8 mg/L dan

10mg/L

Larutan uji ikan dengan penambahan

formalin untuk uji perolehan kembali Larutan uji dari sampel

ikan laut pasar Penetapan kadar baku

(40)

25 UIN Syarif Hidayatullah BAB IV

METODOLOGI

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Obat Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Waktu penelitian dilakukan sejak Agustus 2017 hingga Januari 2018.

4.2. Alat dan Bahan Penelitian 4.2.1. Alat Penelitian

Alat yang digunakan adalah spektrofotometer UV-Vis (Hitachi), sentrifugator (Tich), waterbath (Eyela), neraca analitik, magentic stirrer, alat gelas, mikropipet dan kertas saring.

4.2.2. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah formalin (Merck), ammonium asetat (Merck), asam asetat glasial (J.T Baker), asetil aseton (Merck), asam klorida, natrium hidroksida, aquadest dan sampel yang digunakan adalah ikan kembung banjar.

4.3. Prosedur Penelitian

4.3.1. Penyiapan bahan baku dan pereaksi 1. Penetapan kadar formalin pekat

Sebanyak 10 ml Natrium tetraborat 0,1 N ditambahkan indikator fenolftalein dititrasi dengan HCl encer hingga timbul warna merah muda yang tetap. Dilakukan 3 kali pengujian dan dihitung normalitas HCL.

Sebanyak 25 ml Asam oksalat 0,1 N ditambahkan indikator metil merah dan dititrasi dengan NaOH hingga timbul warna kuning yang tetap. Dilakukan 3 kali pengujian dan dihitung normalitas NaOH.

Sebanyak 10 ml formalin pekat yang telah diencerkan 1000 kali dimasukan kedalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 10 ml Hidrogen Peroksida encer dan 2 ml NaOH yang telah dibakukan dan dipanaskan dengan

(41)

26

UIN Syarif Hidayatullah penangas air sampai buih berhenti. Selanjutnya ditambahkan 3 tetes indikator fenolftalein dan ditrasi dengan HCl yang telah dibakukan hingga timbul warna merah muda yang tetap (Sudjarwo, 2013).

2. Pembuatan Larutan Reagen Nash

Larutan reagen Nash dibuat dengan melarutkan 150 gram ammonium asetat dalam air kemudian ditambahkan 3,0 ml asam asetat glasial dan 2 ml asetil aseton kemudian dicukupkan hingga 1 liter (Nash, 1953).

3. Pembuatan larutan induk formaldehida 100 mg/L

Diambil sejumlah formalin yang setara dengan 1000 mg formaldehida dan dicukupkan hingga 1000 ml dengan aquadest (1000 mg/L). Dipipet 10 ml larutan formalin 1000 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml kemudian dicukupkan hingga tanda batas dengan aquadest (100 mg/L).

4. Pembuatan larutan baku formaldehida konsentrasi 2 mg/L, 4 mg/L, 6 mg/L, 8 mg/L dan 10 mg/L

Dipipet 2 ml larutan induk formaldehida 100 mg/L dan di masukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Volume dicukupkan dengan aquades hingga tanda batas. Dilakukan proses yang sama untuk membuat konsentrasi 2, 4, 6, 8 dan 10 mg/L.

4.3.2. Penentuan panjang gelombang maksimum

Dipipet 5 ml larutan formalin 10 mg/L ke dalam labu ukur 10 ml. Volume dicukupkan dengan pereaksi Nash. Dipanaskan selama 5 menit pada suhu 58°C. Dibiarkan dingin selama 30 menit. Prosedur dilakukan sebanyak 3 kali. Serapan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada rentang panjang gelombang 300-600 nm. (Suryadi dkk, 2010)

4.3.3. Validasi Metoda Analisa

1. Pembuatan Kurva Kalibrasi dan Penentuan Linieritas

Dipipet 5 ml larutan formaldehida 2 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Volume dicukupkkan dengan larutan Nash. Dipanaskan selama 5

(42)

UIN Syarif Hidayatullah menit pada suhu 58 °C dan dibiarkan dingin. Serapan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimumm. Prosedur dilakukan sama pada larutan formaldehida 2, 4, 6, 8 dan 10 mg/L. Hasil pengukuran dihitung persamaannya dan dilihat kelinieritasan (Suryadi dkk, 2010).

2. Penentuan Batas Deteksi (LOD) dan Batas Kuantitasi (LOQ)

LOD (Limit of Detection) dan LOQ (Limit of Quantitation) ditentukan berdasarkan persamaan garis regresi linier dengan menggunakan rumus:

 =    = 

Dengan SB adalah simpangan baku residual dan b adalah slope dari persamaan regresi (Susanti, 2010) .

3. Uji Perolehan Kembali (Akurasi)

a. Penyiapan Sampel Uji Perolehan Kembali

Sampel dipisahkan dagingnya dari kulit, tulang, sirip, kepala, ekor dan isi perutnya (Sanyal, 2015), pembilasan dengan air dilakukan secukupnya untuk membersihkan darah. Sampel dihaluskan dengan lumpang. Sampel direndam dengan larutan formalin 50 mg/L selama 3 jam kemudian diukur kadar formalin yang tersisa pada larutan formalin dengan perbandingan 5 gram sampel : 50 ml larutan formaldehida. Ditimbang sampel kurang lebih 5 gram, dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 50 ml aquadest. Campuran dipanaskan selama 30 menit pada suhu 60 °C, dikocok selama 1 menit setiap 5 menit. Campuran didinginkan lalu disaring, dan dipindahkan ke dalam erlenmeyer. Prosedur tersebut dilakukan sebanyak 3 kali. Filtrat disentrifugasi 6000 rpm selama 15 menit kemudian dianalisa. Dilakukan proses yang sama dengan penambahan larutan formaldehida 75 dan 100 mg/L.(Suryadi dkk, 2010)

b. Pengukuran Sampel Uji Perolehan Kembali

Filtrat dipipet sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Volume dicukupkan dengan pereaksi Nash. Larutan dipanaskan selama 5 menit pada suhu 58 °C dan dibiarkan dingin. Larutan dipipet secukupnya dan dimasukkan ke dalam kuvet kemudian diukur serapannya pada panjang

(43)

28

UIN Syarif Hidayatullah gelombang masksimum dengan alat Spektrofotometer UV-Vis. Dilakukan proses yang sama pada larutan sebelum perendaman dan larutan setelah perendaman. Dihitung selisih kadar larutan formalin perendaman sebelum dan setelah proses perendaman untuk menentukan jumlah formalin yang terserap oleh sampel. Kemudian kadar formalin yang terekstraksi dari sampel digunakan sebagai pembanding untuk menyatakan nilai perolehan kembali formalin sampel sebenarnya. Dilakukan proses yang sama pada setiap sampel dan filtrat (Suryadi dkk, 2010).

c. Perhitungan Nilai Perolehan Kembali

Nilai perolehan kembali diperoleh dengan membandingkan konsentrasi sampel uji setelah diukur spektrofotometer UV-Vis dengan konsentrasi formaldehida sebenarnya yang ditambahkan pada sampel uji kemudian dikalikan 100% (Susanti, 2010).

 =    −     × 100%    

4. Uji Keseksamaan (Presisi)

Selisih dari nilai UPK rata-rata ketiga konsentrasi formaldehida sampel uji dikurangi nilai UPK rata-rata per konsentrasi. Kemudian dihitung nilai simpangan baku (SD) dan nilai simpangan baku relatif atau koefisien variasi (RSD) masing-masing konsentrasi (Susanti, 2010).

4.3.4. Analisa Sampel 1. Pengambilan Sampel

Sampel uji adalah ikan kembung banjar segar yang dijual di pasar Ciputat. Sampel ikan diambil selama 3 hari dengan selang 1 hari pada pagi hari saat pengantaran dan siang hari dari 3 pedagang terakhir.

(44)

UIN Syarif Hidayatullah 2. Ekstraksi Sampel

Sampel ikan dipisahkan dagingnya dari kulit, tulang, sirip, kepala, ekor dan isi perutnya (Sanyal, 2015), pembilasan dengan air dilakukan secukupnya untuk membersihkan darah. Sampel dihaluskan dengan lumpang. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang kurang lebih 5 gram, dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 50 ml aquadest. Campuran dipanaskan selama 30 menit pada suhu 60 °C, dikocok selama 1 menit setiap 5 menit. Campuran didinginkan lalu disaring, dan pindahkan ke dalam erlenmeyer. Prosedur dilakukan sebanyak 3 kali untuk setiap sampel. Filtrat disentrifugasi 6000 rpm selama 15 menit kemudian dianalisa (Suryadi dkk, 2010).

3. Pengukuran Sampel pasar

Filtrat dipipet sebanyak 5 ml dan dimasukkan kedalam labu ukur 10 ml. Volume dicukupkan dengan pereaksi Nash. Dipanaskan selama 5 menit pada suhu 58 °C kemudian dibiarkan dingin. Larutan dipipet secukupnya dan dimasukkan ke dalam kuvetk kemudian diukur serapanya dengan alat Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum (Suryadi dkk, 2010). Nilai serapan yang diperoleh dihitung kadar formaldehida yang terukur kemudian dihitung kembali kadar sebenarnya yang terkandung dalam sampel.

(45)

30 UIN Syarif Hidayatullah

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Penetapan Kadar Larutan Formaldehida Pekat

Penelitian diawali dengan pembakuan larutan formaldehida pekat. formaldehida direduksi dengan menggunakan H2O2 kemudian direaksikan dengan

NaOH berlebih yang telah dibakukan. Sisa NaOH kemudian dititrasi dengan HCl yang telah dibakukan dengan indikator fenolftealin dan kemudian dihitung konsentrasinya.

Tabel 5.1. Hasil titrasi pembakuan HCl dengan 10 ml Boraks 0,1N Percobaan ke Volume titran Rata-rata N

1 8,50 ml

8,37 ml 0,1195 N

2 8,30 ml

3 8,30 ml

Tabel 5.2. Hasil pembakuan NaOH dengan 25 ml Asam Oksalat 0,1N

Percobaan Volume titran Rata-rata N

1 24,00 ml

24,07 ml 0,1038 N

2 24,30 ml

3 23,90 ml

Tabel 5.3. Hasil titrasi penetapan kadar larutan formaldehida pekat

Percobaan Volume titran Rata-rata Kadar Formaldehida

1 0,70 ml

0,70 ml 37,26 %

2 0,60 ml

3 0,80 ml

Hasil pembakuan menunjukkan konsentrasi formaldehida pekat sebesar 37,26 %. Berdasarkan Farmakope Indonesia edisi III persyaratan konsentrasi formaldehida adalah 34,0 -38,0 % sehingga larutan formaldehida pekat yang telah di bakukan dapat digunakan untuk pembuatan larutan induk dan larutan standar.

5.2. Panjang Gelombang Maksimum Larutan formaldehida dengan reagen Nash

Syarat senyawa yang dapat diukur serapannya dengan nilai spektrofotometer UV-Vis adalah senyawa yang memiliki gugus kromofor. Gugus kromofor adalah gugus fungsi tidak jenuh yang memberikan serapan pada panjang

Gambar

Gambar 2.1. Struktur formaldehida (HCOH) (Compton dkk, 1980)
Tabel 2.1. Kandungan gizi ikan kembung (Rajagukguk, 2011)  Kandungan Zat Gizi
Gambar 2.2. Sentrifugasi Diferensial(Nugroho, 2013).
Gambar 2.4. Reaksi formaldehida dan pereaksi Nash (Compton dkk, 1980)
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Penambatan molekul membantu dalam mempelajari obat / ligan atau interaksi reseptor / protein dengan mengidentifikasi situs aktif yang cocok pada protein,

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan

Alhamdulillah, segala puji serta syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, taufik dan karunia- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Kooperatif Tipe

Hasil kurva amplifikasi Real Time PCR dengan menggunakan primer spesifik babi terhadap sampel sosis sapi menunjukkan tidak terjadinya proses amplifikasi sehingga tidak ada nilai

Perubahan tingkat pendengaran setelah terapi oksigen hiperbarik di uji secara statisktik dengan paired sample t-test yang menunjukkan bahwa terapi oksigen hiperbarik bermakna

Berdasarkan uraian di atas, kulit pisang diketahui berpotensi sebagai sumber pektin, maka dalam penelitian ini dilakukan pengembangan ekstraksi pektin dengan

Salah satu langkah untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan memberikan insentif penerbitan karya ilmiah dan perolehan hak cipta dan HKI bagi dosen tetap dan pegawai UIN Syarif