i
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS CEMARAN DAGING BABI PADA
PRODUK SOSIS SAPI YANG BEREDAR DI
WILAYAH BUMI SERPONG DAMAI
MENGGUNAKAN METODE REAL TIME
POLYMERASE CHAIN REACTION (RT-PCR)
SKRIPSI
VESTY ANIS TRIANA
1112102000002
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA Februari 2017
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ANALISIS CEMARAN DAGING BABI PADA
PRODUK SOSIS SAPI YANG BEREDAR DI
WILAYAH BUMI SERPONG DAMAI
MENGGUNAKAN METODE REAL TIME
POLYMERASE CHAIN REACTION (RT-PCR)
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh Sarjana Farmasi
VESTY ANIS TRIANA
1112102000002
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA Februari 2017
vi ABSTRAK
Nama : Vesty Anis Triana
Program Studi : Farmasi
Judul Penelitian : Analisis Cemaran Daging Babi Pada Produk Sosis Sapi Yang Beredar Di Wilayah Bumi Serpong Damai (BSD) Menggunakan Metode Real Time
Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)
Status kehalalan dalam produk makanan olahan yang berlabel halal masih sangat diragukan. Banyaknya kasus pencemaran daging babi terhadap produk makanan olahan berlabel halal menjadikan alasan utama peneliti untuk mengidentifikasi hal tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis cemaran daging babi pada produk sosis sapi yang beredar di wilayah Bumi Serpong Damai (BSD) menggunakan metode Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Real
Time PCR dengan tekhnik amplifikasi DNA adalah suatu metode dalam
mendeteksi DNA mitokondria (mtDNA) didalam gen target yang spesifik karena tekhnik ini dapat menghasilkan DNA dalam jumlah jutaan kalinya sehingga memungkinan DNA mitokondria (mtDNA) dapat terdeteksi dengan mudah di dalam gen target. Real Time PCR dengan menggunakan primer spesifik DNA sapi dan primer spesifik DNA babi masing-masing menghasilkan kurva amplifikasi dengan nilai Cp 11.31 dan 16.31. Hasil kurva amplifikasi Real Time PCR dengan menggunakan primer spesifik babi terhadap sampel sosis sapi menunjukkan tidak terjadinya proses amplifikasi sehingga tidak ada nilai Cp yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa pada sampel sosis sapi yang beredar di wilayah BSD tidak mengandung DNA daging babi.
vii ABSTRACT
Name : Vesty Anis Triana
Program study : Pharmacy
Title of research : Analysis of Pork Contamination in Beef Sausage Product Which Are Available in Bumi Serpong Damai (BSD) Using Real Time Polymerase Chain
Reaction (RT-PCR) Method
Halal status in processed food products which labeled as halal is still doubtful. Many cases of pork contamination in processed food products labeled as halal are the main reason for researcher to identify them. This study was conducted to analyze pork contamination in beef sausage products which distributed in the Bumi Serpong Damai (BSD) region using Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) method. Real Time PCR with DNA amplification technique is a method to examine the mitochondrial DNA (mtDNA) gene in a specific target because of this technique can produce DNA in large quantities so that mitochondrial DNA (mtDNA) can be detected easily in the target gene. Real Time PCR using bovine specific primers and porcine specific primers respectively produce amplification curve with the Cp value 11:31 and 16:31. The results of Real Time PCR amplification curves by using porcine specific primers to beef sausage samples showed that no occurrence of the amplification process so that no Cp values are generated. This shows that in samples of beef sausage which distributed in the BSD region does not contain porcine DNA.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka menyelesaikan tugas akhir sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya menyadari sangat banyak bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak yang selalu diberikan kepada penulis sejak masa perkuliahan hingga masa pengerjaan dan penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dr. Zilhadia M.Si., Apt, selaku pembimbing pertama serta bapak Chris Adhiyanto. M.Biomed., Ph.D, selaku pembimbing kedua yang telah membantu, membimbing dan memberikan ilmu kepada saya, serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dari awal penelitian sampai pada penyusunan skripsi ini selesai.
2. Bapak Dr. H. Arief Sumantri, SKM., M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Nurmeilis M.Si., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Jurusan Farmasi Fakultas Keokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Seluruh laboran Laboratorium Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam hal penggunaan alat dan bahan selama penelitian.
6. Kedua orang tua saya, Bapak H.Badri dan Ibu Hj.Samiyah yang senantias memberikan bantuan moril, materil dan spiritual sehingga skripsi ini dapat
ix
diselesaikan, serta kakak-kakak saya, Fanny Riandy dan Meilinda Shintia Putri yang selalu menghibur saya.
7. Teman seperjuangan “Halalan Toyyiban” Safizah Ummu Harisah yang selalu setia menjadi partner dalam menyelesaikan penelitian ini.
8. Teman-teman “UKHTI CANTIK” Nanur, Lila, Ayu, Safizah, Dwi, Rani yang senantiasa menghibur serta memberikan masukan, dan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Teman-teman Farmasi angkatan 2012 yang telah berjuang bersama-sama selama perkuliahan hingga menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat baik bagi kalangan akademis dan dunia ilmu pengetahuan, khususnya bagi mahasiswa farmasi serta bagi masyarakat pada umumnya
Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT mencatat dan memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu dalam nmenyelesaikan skripsi ini.
Ciputat,15 Januari 2017
x
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Vesty Anis Triana
NIM : 1112102000002
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :
ANALISIS CEMARAN DAGING BABI PADA PRODUK SOSIS SAPI YANG BEREDAR DI WILAYAH BUMI SERPONG DAMAI MENGGUNAKAN METODE REAL TIME POLYMERASE CHAIN
REACTION (RT-PCR)
untuk dipublikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal : 15 Januari 2017
Yang menyatakan,
xi DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
HALAMAN PENGESAHAN ... v
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
DAFTAR ISTILAH ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Organel Sel ... 4
2.2 Asam Nukleat dan Nukleotida ... 5
2.3 DNA ... 6
2.3.1 Struktur dan Sifat Kimia DNA ... 6
2.3.2 Sifat Fisika DNA ... 8
2.3.3 DNA Mitokondria ... 8
2.3.4 Isolasi DNA ... 10
2.4 Polymerase Chain Reaction (PCR) ... 12
2.4.1 Tahapan PCR ... 13
2.4.2 Komponen PCR ... 14
2.5 Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) ... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 19
3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 19
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 20
3.2.1 Tempat Penelitian ... 20
3.2.2 Waktu Penelitian ... 20
3.3 Alat dan Bahan ... 20
3.3.1 Alat ... 20
3.3.2 Bahan ... 20
3.4 Prosedur Penelitian ... 21
xii
3.4.2 Isolasi DNA ... 21
3.4.3 Analisis DNA Hasil Isolasi dengan Spektrofotometri UV ... 22
3.4.4 Amplifikasi DNA Menggunakan Real Time PCR ... 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24
4.1 Isolasi DNA ... 24
4.2 Amplifikasi DNA Daging Sapi, Daging Babi dan Sampel Sosis Sapi Menggunakan Primer Sapi dan Babi pada Real Time PCR ... 27
4.2.1 Hasil Amplifikasi DNA Daging Sapi, Daging Babi dan NTC Menggunakan Primer Sapi ... 29
4.2.2 Hasil Amplifikasi DNA Daging Sapi, Sosis Sapi, dan NTC Menggunakan Primer Sapi ... 30
4.2.3 Hasil Amplifikasi DNA Daging Sapi, Daging Babi, dan NTC Menggunakan Primer Babi ... 31
4.2.4 Hasil Amplifikasi DNA Daging Babi, Sosis Sapi, dan NTC Menggunakan Primer Babi ... 32
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 34
5.1 Kesimpulan ... 34
5.2 Saran ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Urutan Basa Primer dan Universal Probe Library Babi dan Sapi (Roche®) dengan Modifikasi ... 21 Tabel 4.1 Konsentrasi dan Kemurnian Isolat DNA ... 26 Tabel 4.2 Program Dual Color Hydrolysis Probe-UPL Probe 96-II ... 28
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Sel Eukariot dan Prokariotik ... 4
Gambar 2.2 Struktur Basa Nitrogen Purin dan Pirimidin ... 6
Gambar 2.3 Skema Double Helix Model ... 7
Gambar 2.4 Struktur Mitokondria ... 9
Gambar 2.5 Tahapan Polymerase Chain Reaction ... 14
Gambar 2.6 Bentuk Kurva Real Time PCR ... 17
Gambar 4.1 Kurva Amplifikasi Daging Sapi, Daging Babi dan NTC Menggunakan Primer Sapi ... 29
Gambar 4.2 Kurva Amplifikasi Daging Sapi, Sosis Sapi dan NTC Menggunakan Primer Sapi ... 30
Gambar 4.3 Kurva Amplifikasi Daging Sapi, Daging Babi dan NTC Menggunakan Primer Babi ... 31
Gambar 4.4 Kurva Amplifikasi Daging Babi, Sosis Sapi dan NTC Menggunakan Primer Babi ... 32
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Konsentrasi dan Kemurnian Isolat DNA ... 38
Lampiran 2. Perhitungan Pembuatan Larutan Primer ... 40
Lampiran 3. Perhitungan TM (Melting Temperature) Primer ... 41
Lampiran 4. Campuran Reaksi Mastermix Untuk Amplifikasi DNA ... 42
Lampiran 5. Kurva Amplifikasi DNA Daging Sapi, Daging Babi, Sosis Sapi dan NTC Menggunakan Primer Sapi ... 43
Lampiran 6. Kurva Amplifikasi DNA Daging Sapi, Daging Babi, Sosis Sapi dan NTC Menggunakan Primer Babi ... 45
xvi
DAFTAR SINGKATAN
AFL : Arbitrary Fluorescence Level
ATP : Adenosine Triphosphate
CP : Crossing Point
dATP : Deoxyadenosine Triphosphate
dCTP : Deoxycytidine Triphosphate
dGTP : Deoxyguanosine Triphosphate
DNA : Deoxyribonucleic Acid
dNTP : Deoxyribonuleaside Triphosphate
dTTP : Deoxythmidine Triphosphate
EDTA : Ethylenediaminetetraacetic Acid
kDa : kilo Dalton
mtDNA : mitochondrial Deoxyribonucleic Acid
NLS : Nuclei Lysis Soluition
PCR : Polymerase Chain Reaction
PPS : Protein Precipitation Solution
RNA : Ribonucleic Acid
rRNA : ribosomal Ribonucleic Acid
RT-PCR : Real Time Polymerase Chain Reaction
Tm : Melting Temperature
tRNA : transfer Ribonucleic Acid
SDS : Sodium Dedocyl Sulfate
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Islam telah menetapkan dasar tentang halal dan haram. Sesuatu dikatakan halal jika tidak ada satu pun yang mengharamkannya. Dalam Islam, halal adalah segala sesuatu yang diperbolehkan Allah sedangkan haram adalah segala sesuatu yang dilarang Allah. Islam juga memberikan penjelasan tentang makanan yang halal dan haram (Qardhawi, 1993) yang tercantum pada beberapa surat dalam Al-Qur’an (Al-Baqarah : 173, Al-An’am : 145, Al Maidah : 3, dan An Nahl : 115).
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al
Baqarah (2) : 173)
Pada dalil tersebut dijelaskan bahwa salah satu makanan yang diharamkan adalah babi. Ditinjau dari aspek kesehatan, konsumsi makanan halal terutama daging harus lebih dipertimbangkan. Hal ini didasarkan pada penelitian yang menemukan bahwa daging babi yang diharamkan oleh ajaran Islam memiliki beberapa resiko terhadap kesehatan seperti adanya cemaran mikroba dan parasit
Salmonella sp, Yersinia enterocolitica, Toxoplasma gondii dan Trichinella sp dan
resiko kesehatan lainnya (Anugrah et al., 2014). Daging babi merupakan salah satu daging yang sering digunakan pada produk olahan makanan seperti sosis. Sosis adalah produk olahan daging yang pada akhir-akhir ini semakin banyak digemari dan dikonsumsi oleh seluruh masyarakat khususnya anak-anak. Daging yang umum digunakan pada produk sosis adalah daging sapi dan daging ayam. Harga daging babi yang relatif lebih murah sering digunakan sebagai bahan campuran dalam pembuatan sosis yang dijual dengan label halal. Hal ini
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mata dilakukan demi alasan keuntungan tanpa memperhatikan hak konsumen khususnya orang muslim akan syarat kehalalan suatu makanan (Susanto et al., 2014).
Adanya kasus pencampuran atau pemalsuan daging babi terhadap produk olahan sosis sapi sering terjadi di tengah masyarakat. Produk olahan lain seperti bakso bercampur daging babi juga banyak ditemukan di tengah masyarakat. Sebagai contoh, di Yogyakarta ditemukan bakso bercampur daging babi (Yuningsih, 2010). Hal yang sama juga terjadi di kota Salatiga yang mana diantara 10 sampel bakso sapi yang dianalisis terdapat 1 sampel yang positif mengandung daging babi (Suparman et al., 2014).
Karena adanya kasus pemalsuan daging babi terhadap daging sapi maka perlu dilakukan analisis cemaran daging babi pada produk olahan makanan lebih lanjut. Produk olahan makan yang akan dianalisis pada penelitian ini adalah sosis sapi yang beredar di wilayah Bumi Serpong Damai (BSD). BSD merupakan salah satu kota satelit dan mandiri, dimana semua fasilitas tersedia dikota tersebut salah satunya fasilitas perdagangan. Hal ini yang menjadikan dasar utama untuk melakukan analisis terhadap sosis sapi yang beredar di wilayah BSD.
Salah satu metode analisis handal yang digunakan adalah Real Time
Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Dalam aplikasinya, RT-PCR telah
berkembang dalam menganalisis suatu bahan yang ada di dalam produk makanan olahan dengan mengidentifikasi DNA genom dan mitokondria DNA dari bahan tersebut (Mane et al., 2013). PCR dengan tekhnik amplifikasi DNA adalah suatu metode pilihan dalam mendeteksi DNA mitokondria (mtDNA) didalam gen target yang spesifik karena tekhnik ini dapat menghasilkan DNA dalam jumlah jutaan kalinya sehingga memungkinan DNA mitokondria (mtDNA) dapat terdeteksi dengan mudah di dalam gen target (Norrakiah et al., 2015). DNA mitokondria (mtDNA) menjadi target amplifikasi dalam PCR karena mtDNA dapat bermutasi dengan kecepatan tinggi dan mempunyai jumlah molekul mencapai ribuan dalam satu sel sehingga dapat memungkinkan dilakukan analisis dari sampel (Suparman
et al., 2014). Dengan demikian, identifikasi DNA sangat baik digunakan untuk
melacak sejumlah kecil kandungan babi yang ada di dalam produk makanan olahan.
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan kepada identifikasi DNA babi dalam produk sosis sapi yang beredar di wilayah BSD, Tangerang Selatan dengan menggunakan metode Real-Time PCR (Polymerase Chain Reaction).
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sosis sapi yang beredar di wilayah Bumi Serpong Damai (BSD) tercemar oleh daging babi.
1.3 Tujuan Penelitian
Menganalisis cemaran daging babi pada produk sosis sapi yang beredar di wiliyah Bumi Serpong Damai (BSD) menggunakan metode Real-Time PCR.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat mengetahui serta memberikan informasi kepada masyarakat tentang keamanan dan kehalalan makanan dari produk olahan daging terutama sosis sapi yang beredar di wilayah Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang Selatan agar masyarakat lebih barhati-hati dalam mengonsumsi produk olahan daging.
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Organel Sel
Sel adalah unit dasar bagi struktur dan fungsi organisme. Dalam suatu struktural kehidupan, sel termasuk kedalam tingkat organisasi terendah yang dapat melakukan semua aktivitas yang dibutuhkan untuk proses kehidupan. Semua sel memiliki ciri-ciri tertentu. Misalnya, sel diselubungi oleh membran yang meregulasi lalu-lintas materi antara sel dan lingkungannya. Setiap sel juga menggunakan DNA sebagai informasi genetik (Campbell et al., 2008). Berbagai jenis sel dapat dimanfaatkan dalam rekayasa genetika dan bioteknologi, tidak saja sel prokariot yang merupakan sel tunggal sederhana seperti bakteri, akan tetapi juga sel eukariot antara lain jamur, tanaman, dan hewan (Radji, 2011).
Sel Eukariotik dan Prokariotik
Gambar 2.1 Sel eukariotik dan prokariotik (Campbell et al., 2008)
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sel prokatiot, terutama bakteri dan virus merupakan sel yang sering kali dimanipulasi dan dijadikan model dalam rekayasa genetika untuk mempelajari struktur dan fungsi sel organisme yang lebih tinggi yaitu tumbuhan, hewan, dan manusia. Genom bakteri terdiri dari molekul DNA berbentuk sirkular yang tidak dikelilingi oleh membran inti, dan lebih sederhana dibandingkan dengan struktur kromosom eukariot (Radji, 2011).
Sel eukariot memiliki struktur yang lebih kompleks dibandingkan dengan sel prokariot. Sel eukariot selain memiliki organel nukleus, mitokondria, dan kloroplas, juga memiliki membran internal yang melapisi nukleus dan vakuola. Struktur sel eukariot yang sangat kompleks tersebut menunjukkan bahwa sifat dan fungsi sel eukariot lebih kompleks dari pada sel prokariot. Struktur dan sifat sel eukariot yang sangat rumit ini merupakan alasan kuat bahwa pada tahap-tahap awal pengembangan rekayasa genetika lebih banyak menggunakan sel prokariot sebagai model, karena lebih sederhana dan lebih mudah untuk direkayasa. Dewasa ini para ahli biologi molekular telah banyak menggunakna sel eukariot untuk mempelajari lebih dalam struktur dan fungsinya (Radji, 2011).
2.2 Asam Nukleat dan Nukleotida
Asam nukleat adalah suatu polinukleotida yang tersusun dari monomer-monomer nukleotida yang berikatan melalui ikatan fosfodiester. Nukleotida merupakan molekul yang tersusun dari gugus basa, gula, dan fosfat. Asam nukleat merupakan biomolekul yang penting karna dapat mengatur proses kehidupan setiap organisme makhluk hidup. Asam nukleat berfungsi sebagai penyimpan dan pembawa informasi genetik ke dalam sel. Sel mempunyai dua jenis asam nukleat yaitu DNA (asam deoksiribonukleat) yang berfungsi sebagai penyimpan informasi dan RNA (asam ribonukleat) berperan sebagai ekspresi gen dan biosintesis protein (Murray et al., 2006). Dalam ilmu biologi, asam nukleat digunakan sebagai substrat karena berperan penting dalam proses replikasi, transkripsi, dan rekombinasi pada DNA dengan reaksi enzimatis (Xiong et al., 2001).
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3 DNA
2.3.1 Struktur dan Sifat Kimia DNA
1. DNA termasuk dalam suatu kelas molekul organik yang disebut asam nukleat. Subunit asam nukleat disebut nukleotida. Setiap nukleotida terdiri dari:
a. Deoksiribosa , suatu gula berkarbon-5
b. Gugus fosfat, yang terikat pada karbon 5’ deoksiribosa
c. Basa nitrogen, yang terdiri dari empat jenis berbeda-dua purin dan dua pirimidin
Gambar 2.2 Struktur basa nitrogen purin dan pirimidin (Watson, 1953)
2. Nukleotida saling dihubungkan oleh ikatan fosfodiester antara fosfat pada satu nukleotida dan gula pada nukleotida berikutnya. Gula dan fosfat berselang-seling membentuk “tulang punggung” yang panjang bagi rantai nukleotida atau polinukleotida. Basa-basa memanjang dari karbon 1’ setiap gula pada rantai.
3. Kedua ujung polinukleotida berbeda satu sama lain, membuatnya menjadi suatu molekul polar. Ujung-ujung tersebut dirancang menurut nomor karbon pada gula. Gugus fosfat pada ujung 5’ dan gugus hidroksil pada ujung 3’.
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.3 Skema double helix model (Watson, 1983) 4. DNA heliks ganda.
a. Struktur DNA disimpulkan pada awal tahun 1950-an oleh James Watson dan Francis Crick. Mereka membangun sebuah model DNA dengan menggunakan informasi dari percobaan yang dilakukan oleh Rosalind Franklin dan ilmuan lain.
b. DNA adalah suatu molekul untai ganda atau rangkap dua, terdiri atas dua pasang polinukleotida. Pasangan tersebut merupakan hasil interaksi spesifik antara basa-basa di setiap unit DNA. Strukturnya menyerupai tangga tali dengan gula-fosfat sebagai tulang punggungnya membentuk “sisi tangga” dan pasangan basa membentuk “anak tangga” yang kaku. c. Molekul DNA memuntir untuk membentuk suatu heliks dengan 10 basa
per tikungan heliksnya.
d. Kedua untai DNA berpasangan dengan polaritas 5’ ke 3’ yang berlawanan. Dengan kata lain kedua untai adalah antiparalel. Ujung 5’ di satu untai berpasangan dengan ujung 3’ di untai yang lain, dan kedua untai tersebut berjalan dalam arah yang berlawanan.
5. Kedua untai molekul DNA dipasangkan oleh pasangan basa komplementer. Setiap nukleotida di satu untai berpasangan dengan satu nukleotida spesifik (komplementer) pada untai yang lain.
a. Purin dan pirimidin. Basa purin (yaitu adenin, guanin) lebih besar dan selalu berpasangan dengan basa pirimidin (yaitu timin, sitosin) yang
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lebih kecil. Sementara khusus adenin (A) selalu berpasangan dengan timin (T) dan guanin (G) selalu berpasangan dengan sitosin (S).
b. Pasangan basa komplementer dihasilkan dari pembentukan ikatan hidrogen (ikatan nonkovalen yang lemah) antara pasangan yang spesifik. Setiap pasangan A-T membentuk dua ikatan hidrogen, sementara pasangan G-C membentuk tiga ikatan hidrogen. Suatu molekul DNA distabilisasi oleh sejumlah besar ikatan hidrogen disepanjang untainya. 6. Variasi DNA ditemukan pada rangkaian linear pasangan basa disepanjang
molekulnya. Keanekaragaman rangkaian yang menakjubkan dibentuk dalam molekul DNA yang panjangnya dapat mencapai ribuan hingga jutaan pasangan basa (base pairs = bp) (Bresnick, 2003).
2.3.2 Sifat Fisika DNA
Untai ganda DNA akan terpisah menjadi untai tunggal dengan adanya pemanasan pada suhu tinggi ( >900C ) yang biasa dikenal dengan istilah denaturasi. Denaturasi dapat dipengaruhi oleh pH ekstrim (pH < 3 atau pH > 10). Proses denaturasi DNA bersifat reversibel sehingga untai yang terpisah bisa bergabung kembali (renaturasi) pada suhu ±600C. DNA menyerap sinar UV pada panjang gelombang 260 nm (Yuwono, 2009).
2.3.3 DNA Mitokondria
DNA mitokondria (mtDNA) merupakan molekul polimer rantai ganda, satu rantai kaya akan molekul guanin atau heavy (H) strand, rantai lainnya kaya akan sitosin atau light (L) strand. mtDNA mengkode 13 protein, 22 RNA transfer (tRNA), dan 2 RNA ribosom (rRNA), yaitu 12S rRNA dan 16S rRNA (Syukriani, 2012).
DNA mitokondria (mtDNA) terletak didalam sitoplasma sel eukariota. Struktur organel ini berupa kantung yang diselaputi oleh dua membran yaitu membran luar dan membran dalam, selain itu memiliki dua kompartemen yaitu matriks mitokondria (yang diselimuti langsung oleh membran dalam) dan ruang antar membran (Gambar 2.4). Membran luar mengandung sejumlah protein transpor (yang disebut porin) dan enzim-enzim yang terlibat dalam biosintesis
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lipid dan metabolisme mitokondria. Porin ini membentuk saluran berukuran relatif besar pada lapian bilayer membran luar yang memungkinkan lolosnya ion atau molekul berukuran 5 kDa atau kurang. Ion atau molekul tersebut bebas memasuki ruang antar membran namun sebagian besar tidak dapat melewati membran dalam yang bersifat impermeabel (Susmiarsih, 2010).
Gambar 2.4 Struktur Mitokondria
Membran dalam memiliki struktur melekuk, melipat ke bagian matriks mitokondria, yang dikenal sebagai krista. Struktur melekuk ini sangat membantu dalam meningkatkan luas permukaan membran dalam sehingga meningkatkan kemampuannya menghasilkan ATP. Struktur yang melekuk ini juga membantu mempercepat komponen matriks mencapai membran dalam. Membran dalam dan matriks mitokondria terkait erat dengan aktivitas utama mitokondria yaitu terlibat dalam pembentukan energi, oksidasi asam lemak dan siklus Krebs. Matriks mitokondria mengandung protein (sekitar 67% dari seluruh protein mitokondria), enzim, DNA mitokondria dan ribosom (Susmiarsih, 2010).
Fungsi mitokondria dalam sel adalah menghasilkan energi dalam bentuk ATP (adenosin trifosfat). Sebagian besar ATP dihasilkan melalui proses fosforilasi oksidatif. Energi yang dihasilkan ini digunakan sel untuk homeostatis, regulasi, pembelahan, motilitas dan kematian (Susmiarsih, 2010).
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.4 Isolasi DNA
Analisis DNA menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) dikenal spesifik, reproduktif, dan sensitif. Namun tingkat keberhasilan tersebut ditentukan oleh ada atau tidaknya DNA yang dihasilkan pada saat proses isolasi. Kualitas DNA yang dihasilkan pada saat proses isolasi sangat penting untuk menentukan keberhasilan analisis dengan menggunakan PCR (Polymerase Chain
Reaction). Molekul DNA yang sering digunakan dalam teknologi DNA
rekombinan adalah DNA plasmid dan DNA genom total dari sel bakteri. Isolasi DNA adalah proses pemisahan DNA dari komponen-komponen penyusun sel lainnya. (Nooratiny et al., 2013). Proses ini melibatkan penghancuran atau pelisisan membran sel (lisis), pemisahan DNA dari protein sel, dan pemurnian DNA (Kheyrodin et al., 2012). Berikut adalah uraian tahapan isolasi DNA:
1. Penghancuran Membran Sel (lisis)
Penghancuran membran sel bisa dilakukan secara fisik misalnya dengan cara sonikasi, maupun dengan cara kimia yaitu dengan menggunakan enzim lisozim, etilendiamin tetra asetat (EDTA), atau kombinasi dari keduanya (Radji, 2011). Penggunaan lisozim biasanya untuk ekstraksi dan isolasi DNA dari sel tumbuhan. EDTA merupakan zat yang dapat merusak membran sel dengan cara mengikat ion Mg2+ yang berfungsi untuk mempertahankan integritas sel maupun mempertahankan aktivitas enzim nuklease yang merusak asam nukleat (Izzah, 2014). Pada kondisi tertentu pemecahan dinding sel cukup dilakukan dengan lisozim dan EDTA, akan tetapi juga sering ditambahkan bahan lain yang dapat melisiskan dinding sel antara lain detergent triton X-100 atau sodium dodesil sulfat (SDS) (Radji, 2011). Sodium dodesil sulfat (SDS) merupakan detergent yang dapat merusak integritas membran sel dengan cara mengikat lipid yang terdapat pada membran sel (Izzah, 2014). Setelah sel lisis, tahapan selanjutnya adalah memisahkan sel dibris dengan cara sentrifugasi sehingga meninggalkan ekstrak sel dalam supernatan yang jernih (Radji, 2011).
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Pemisahan DNA dari Protein Sel
Disamping DNA, ekstrak sel juga mengandung protein dan RNA dalam jumlah yang cukup besar. Umumnya cara pemisahan DNA dilakukan dengan penambahan larutan fenol atau campuran fenol dan kloroform dengan perbandingan 1:1. Sedangkan untuk pengendapan protein dengan cara sentrifugasi dan dihancurkan secara enzimatis dengan proteinase. DNA yang telah dibersihkan dari protein masih tercampur dengan RNA sehingga perlu ditambahkan RNAse untuk membersihkan DNA dari RNA (Radji, 2011).
3. Pemurnian DNA
Tahap akhir dari isolasi DNA adalah proses pemurnian DNA. Molekul DNA yang telah diisolasi tersebut kemudian dimurnikan dengan cara presipitasi etanol. Dengan adanya larutan garam (kation monovalen seperti Na+), pada suhu -20oC etanol absolut dapat mengendapkan DNA dengan baik sehingga mudah dipisahkan dengan cara sentrifugasi (Radji, 2011). Pada umumnya, isolasi DNA dengan metode konvensional yang dijelaskan sebelumnya cukup melelahkan karena membutuhkan waktu hingga beberapa jam bahkan sampai beberapa hari (Izzah, 2014). Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, metode isolasi DNA telah banyak dikembangkan dan digunakan dalam sebuah penelitian. Salah satu metode yang mudah pengerjaannya serta dapat menghasilkan DNA dengan kemurnian tinggi yaitu dengan menggunakan metode kit komersial (Nishiguchi et al., 2002).
Metode kit komersial tidak hanya digunakan untuk mengisolasi DNA dari produk makanan olahan tetapi juga dirancang untuk mengisolasi DNA yang berasal dari sel darah putih, sel kultur jaringan hewan, jaringan tanaman, dan juga dari bakteri gram negatif serta gram positif (Promega, 2014). Keuntungan yang dihasilkan dari metode isolasi DNA dengan menggunakan kit diantaranya menghemat waktu selama proses isolasi karena dapat menghasilkan jumlah DNA hanya beberapa menit saja, meningkatkan sensitifitas dan keunggulan PCR dalam menganalisis karena pada proses isolasi menghasilkan DNA dengan kemurnian yang tinggi, mengurangi seminimal mungkin jumlah kontaminan pada DNA yang
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dihasilkan, dan dapat digunakan untuk penelitian karena metode kit komersial dapat memurnikan DNA yang berasal dari berbagai sumber (Roche, 2007).
Pengukuran kemurnian dan jumlah DNA hasil isolasi dapat dilakukan melalui spektrofotometer yang didasarkan pada prinsip iradiasi sinar ultraviolet yang diserap oleh nukleotida dan protein dalam larutan. Penyerapan iradiasi sinar UV secara maksimal oleh DNA dicapai pada panjang gelombang 260 nm, sedangkan penyerapan oleh protein pada panjang gelombang 280 nm. Perbandingan absorbansi pada 260 nm dan 280 nm (A260/A280) dapat memberikan validasi kemurnian DNA (Muladno, 2010). Hasil isolasi DNA dikatakan murni jika nilai rasio A260/280 antara 1,8-2,0. Nilai rasio yang lebih rendah dari 1,8 menunjukkan adanya kontaminasi protein sedangkan nilai rasio melebihi 2,0 menunjukkan adanya kontaminasi RNA (Teare et al, 1997).
2.4 Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pada tahun 1985, Kary Mullis mempublikasikan suatu teknik berbasis biologi molekular yaitu PCR (Polymerase Chain Reaction) yang digunakan untuk mengamplifikasi untai DNA spesifik menjadi ribuan sampai jutaan kopi untai DNA (Viljoen et al., 2005). Untai DNA yang akan diamplifikasi terdiri dari empat basa yaitu Adenin (A), Thymine (T), Cytosine (C), dan Guanin (G). Teknik amplifikasi ini menggunakan metode enzimatis yang diperantai oleh sepasang primer oligonukleotida (Hewajuli et al., 2014). Teknik PCR dapat meningkatkan jumlah fragmen DNA hingga mencapai 106-107 kali dalam waktu singkat. Pada setiap n siklus PCR, akan diperoleh sebanyak 2n kali DNA target (Radji, 2011). Pelipat gandaan pada untai DNA spesifik ini membutuhkan suatu enzim yang dikenal dengan polimerase. Polimerase adalah enzim yang mampu menggabungkan DNA untai tunggal membentuk untaian molekul DNA yang panjang pada reaksi polimerisasi (Hewajuli, et al., 2014). Keberhasilan PCR sangat bergantung pada kemampuannya untuk hanya mengamplifikasi DNA target dan tidak mengamplifikasi DNA non-target (Radji, 2011).
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Reaksi amplifikasi DNA dimulai dengan melakukan tiga tahapan berurutan yaitu denaturasi (pemisahan untai ganda menjadi untai tunggal), annealing (penempelan primer pada DNA tamplate untai tunggal), dan extension (pemanjangan untaian DNA oleh enzim polimerase). Panjang basa DNA primer umumnya 15-20 basa nukleotida. Primer yang digunakan dalam PCR ada dua yaitu primer yang berada sebelum daerah target yang identik dengan sekuen DNA pada ujung 5’-fosfat (forward) dan primer yang berada setelah daerah target yang identik dengan sekuen DNA pada ujung 3’-OH (reverse) (Viljoen et al., 2005).
2.4.1 Tahapan PCR
Proses PCR untuk memperbanyak DNA terdiri dari serangkaian siklus suhu yang berulang, dimana masing-masing siklus terdiri dari 3 tahap diantaranya: 1. Denaturasi DNA template
Tahap denaturasi DNA cetakan dilakukan pada suhu 94oC-96oC, dimana pada tahap ini terjadi pemisahan DNA heliks ganda menjadi 2 untai tunggal (Radji, 2011). Suhu denaturasi dipengaruhi oleh sekuen DNA target. Jika DNA target kaya akan basa G-C maka diperlukan suhu yang lebih tinggi, hal ini dikarenakan ikatan hidrogen pada G-C lebih banyak dan kuat dibandingkan dengan A-T. Selain itu suhu denaturasi juga tidak boleh terlalu tinggi dan waktu denaturasi yang terlalu lama karena dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya aktivitas enzim Taq
polymerase (Izzah, 2014).
2. Penempelan Primer (Annealing)
Tahap annealing oligonukleotida primer dengan untai tunggal DNA cetakan pada ujung 3’ pada suhu 45oC-60oC. Primer adalah oligonukleotida untai tunggal yang urutan nukleotidanya dirancang komplemeter dengan urutan DNA cetakan pada daerah ujung 3’. Primer menentukan bagian fragmen DNA yang akan diamplifikasi (Radji, 2011).
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Reaksi Polimerasi (elongasi)
Tahap elongasi, yaitu pemanjangan primer menjadi suatu untai DNA baru yang komplementer terhadap masing-masing DNA cetakan untai tunggal oleh enzim DNA polimerase pada suhu 72oC (Radji, 2011).
Gambar 2.5 Tahapan Polymerase Chain Reaction
2.4.2 Komponen PCR
Beberapa komponen yang dibutuhkan dalam PCR (Polymerase Chain
Reaction) diantaranya DNA template, primer, enzim Taq DNA polymerase, deoxyribonuleaside triphosphate (dNTP’s), buffer PCR, MgCl2 (Viljoen et al., 2005).
1. DNA Template
Fungsi DNA template di dalam proses PCR sebagai cetakan untuk pembentukan molekul DNA baru yang sama. DNA template ini dapat berupa DNA kromosom, DNA plasmid ataupun fragmen DNA apapun asal di dalam DNA template tersebut mengandung fragmen DNA target yang dituju (Handoyo et al., 2001).
2. Primer
Primer merupakan sebuah untai tunggal DNA spesifik yang biasa dikenal dengan istilah oligodeoksiribonukleotida atau oligomer (Viljoen et al., 2005). Di dalam proses PCR, primer berfungsi sebagai pembatas fragmen DNA target yang akan di amplifikasi dan sekaligus menyediakan gugus hidroksi (-OH) pada ujung 3’ yang diperlukan untuk proses eksistensi DNA
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Handoyo et al., 2001). Perancangan primer dapat dilakukan berdasarkan urutan DNA yang telah diketahui (Viljoen et al., 2005). Melting temperatur (Tm) primer yaitu temperatur dimana 50% untai ganda DNA terpisah yang berkisar antara 50-65oC, panjang primer pada umumnya 18-30 basa (Handoyo et al., 2001). Primer dengan panjang kurang dari 18 basa akan menjadikan spesifisitas primer rendah dan ukuran primer yang pendek kemungkinan terjadinya mispriming (penempelan primer di tempat lain yang tidak diinginkan) tinggi. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya spesifisitas dari primer tersebut yang nantinya akan berpengaruh pada efektifitas dan efisiensi proses PCR (Handoyo et al., 2001).
3. Enzim Taq DNA Polymerase
Polimerase adalah suatu molekul komplek yang memiliki tiga aktivitas diantaranya sebagai aktivitas polimerase dari ujung 5’-3’, aktivitas exonuclease (aktivitas pengoreksian) dari ujung 3’-5’dan bisa juga dari 5’-3’(Viljoen et al., 2005). Enzim DNA Polimerase berfungsi sebagai katalisis untuk reaksi polimerisasi DNA. Pada proses PCR, enzim ini diperlukan untuk tahap ekstensi DNA. Enzim polimerase DNA yang digunakan untuk proses PCR diisolasi dari bakteri termofilik atau hipertermofilik oleh karena itu enzim ini bersifat termostabil sampai temperatur 95oC. Aktivitas polimerase DNA bergantung dari jenisnya dan dari mana bakteri tersebut diisolasi. Sebagai contoh adalah enzim Pfu polimerase (diisolasi dari bakteri
Pyrococcus furiosus) mempunyai aktivitas spesifik 10x lebih kuat
dibandingkan aktivitas spesifik enzim Taq polimerase (diisolasi dari bakteri
Thermus aquaticus). Penggunaan jenis polimerase DNA berkaitan erat
dengan buffer PCR yang dipakai (Handoyo et al., 2001). 4. dNTP’s (Deoxyribonuleaside Triphosphate)
dNTPs merupakan suatu campuran yang terdiri dari dATP (deoksiadenosin trifosfat), dTTP (deoksitimidin trifisfat), dCTP (deoksisitidin trifosfat) dan dGTP (deoksiguanosin trifosfat). Dalam proses PCR dNTPs bertindak sebagai building block DNA yang diperlukan dalam proses ekstensi DNA. dNTP akan menempel pada gugus –OH pada ujung 3’ dari primer
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
membentuk untai baru yang komplementer dengan untai DNA template (Handoyo et al., 2001).
5. Buffer PCR dan MgCl2
Reaksi PCR hanya akan berlangsung pada kondisi pH tertentu. Oleh karena itu untuk melakukan proses PCR diperlukan buffer PCR. Fungsi buffer pada PCR adalah untuk menjamin pH medium. Selain buffer PCR diperlukan juga adanya ion Mg2+, ion tersebut berasal dari MgCl2. MgCl2 bertindak sebagai kofaktor yang berfungsi menstimulasi aktivitas DNA polimerase. Dengan adanya MgCl2 ini akan meningkatkan interaksi primer dengan template yang membentuk komplek larut dengan dNTP (senyawa antara). Dalam proses PCR, konsentrasi MgCl2 berpengaruh pada spesifisitas dan perolehan proses. Pada umumnya, buffer PCR sudah mengandung senyawa MgCl2 dan buffer PCR dipisahkan supaya dapat dengan mudah dilakukan variasi konsentrasi MgCl2 sesuai yang diperlukan (Handoyo et al., 2001).
2.5 Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)
Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) merupakan suatu teknik
modifikasi dari Polymerase Chain Reaction (PCR) dalam ilmu biologi molekular modern yang digunakan untuk mengidentifikasi DNA atau RNA dalam sampel. Secara prinsip, Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) maupun
Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan suatu proses amplifikasi DNA
template yang dilakukan secara berulang sehingga menghasilkan jumlah copy DNA sampai jutaan kalinya (Ma et al., 2006). Perbedaannya yaitu dalam
Polymerase Chain Reaction (PCR) pengamatan dilakukan pada akhir reaksi
amplifikasi dengan visualisasi di agar elektroforesis (Hewajuli et al., 2014). Sedangkan dalam Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) terdapat pelacak yang berfluoresensi (fluoresence dye) yang bisa menghasilkan data flouresensi secara real time (Ma et al., 2006) sehingga pengamatan bisa dilakukan secara langsung saat proses amplifikasi masih berjalan tanpa harus menunggu semua siklus amplifikasi selesai. Disamping memiliki sensitivitas yang lebih tinggi, kelebihan pengujian Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) dibanding dengan PCR konvensional adalah lebih dinamis, risiko kontaminasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
silang lebih sedikit, kemampuan aplikasi penggunaan untuk pengujian lebih banyak (Hewajuli et al., 2014).
Instrumen Real Time PCR mendeteksi amplikon dengan mengukur peningkatan pewarna (dye) flourescent yang berpendar ketika terikat dengan untai ganda DNA. Karena sifat inilah maka pertumbuhan fragmen DNA hasil amplifikasi dapat diamati secara seketika. Semakin banyak DNA yang terbentuk semakin tinggi pula intensitas flourescent yang dihasilkan. Hasil peningkatan
flourescent digambarkan melalui kurva amplifikasi yang menunjukkan tiga fasa
yaitu fasa awal, fasa eksponensial atau puncak dan fasa plateau atau stabil (Izzah, 2014).
Gambar 2.6 Bentuk Kurva Real-time PCR (Sumber. Bio-rad.com)
Dalam Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) umumnya terdapat tiga jenis pelacak berflouresensi yang digunakan diantaranya flourescent
binding dyes, fluorescent probes, dan fluorescent primers. Flourescent DNA-binding dyes merupakan jenis pelacak yang menghasilkan warna ketika terikat
dengan untai ganda pada DNA (sdDNA) contohnya seperti SYBR green (Ma et
al., 2006). Sedangkan flourescent probe merupakan suatu pelacak berbasis probe
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang mengandung 32P atau nukleotida yang berlabel fluoresen (Murray et al., 2006), contohnya seperti Taqman probe, scorpions, dan molecular beacons. Probe dirancang untuk mengikat urutan DNA yang diapit oleh sepasang primer. Probe terdiri dari reporter yang terletak pada ujung 5’ yang merupakan pewarna flouresensi dan quencher yang terletak pada ujung 3’ yang merupakan molekul penerima sinyal flouresensi. Prinsip kerja dari probe yaitu sinyal yang berfluoresensi dari reporter akan dilepaskan dan diidentifikasi ketika dua pewarna terpisah melalui hibridisasi atau aktivitas nuklease (Ma et al., 2006).
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
19
Pengumpulan sampel sosis sapi, daging sapi segar dan daging babi segar
Isolasi DNA sampel dan DNA kontrol
Pengukuran kemurnian dan kuantitas DNA hasil isolasi dengan Spektrofotometri UV
Amplifikasi DNA dengan Real Time PCR
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisis Pangan dan Obat Halal, Laboratorium Penelitian 2, dan Laboratorium Kimia Analisis Obat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2.2 Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober 2016 hingga November 2016.
3.3 Alat dan Bahan 3.3.1 Alat
Real-Time PCR (LightCycler® 480 – Roche), Multiwell Plate 96 (Roche®),
Collection Tube 1,5 ml, Mikropipet 0,5-10 μl (1660550-Biorad), Mikropipet
20-200 μl (Biorad), Mikropipet 100-1000 μl (1660553-Biorad), Mikrotip volume 10 μl, 200 μl, dan 1000 μl (Genfollower), Sentrifugator (5417R-Eppendrof), Spektrofotometer UV DNA (DeNovix®), Digital Waterbath (SB-100 Eyela), vortex, autoklaf, oven, air-dry, timbangan analitik, spatula, gelas beaker, kertas perkamen, sterofoam, alumunium foil, lumpang alu.
3.3.2 Bahan
Daging sapi segar, daging babi segar, produk sosis sapi yang beredar di wilayah BSD, satu set Wizard® Genomic DNA Purification Kit
(017958-Promega) (meliputi: Nuclei Lysis Solution, RNase, Protein Precipitation Solution,
DNA Rehydration Solution), LC 480 Probe Master (terdiri dari: Fast Start Taq DNA Polymerase, dNTP mix, MgCl2 6,4 mM), Primer, Universal Probe Library (tabel 3.1), Aquabidest, Isoparopanolol, Etanol Absolut.
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3.1
Urutan Basa Primer dan Universal Probe Library Babi dan Sapi (Roche®) dengan Modifikasi
Nama Primer Runutan Basa
Babi Forward 5'-TGGGGTGTTTAGTGGGTTTG-3'
Reverse 5'-TCCTTGTACTATTCTCACCAGACCT -3'
UPL 5'-(FAM)-GACCCAGA-3'
Sapi Forward 5'- TGAGGGGGTGTGTTGAGTG -3'
Reverse 5'- TACTATTCGCACCCGACCTC -3'
UPL 5'- (FAM)-GACCCGA -3'
3.4 Prosedur Penelitian 3.4.1 Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel sosis sapi dilakukan secara acak dengan produsen berbeda yang beredar di wilayah Bumi Serpong Damai (BSD).
3.4.2 Isolasi DNA
Proses isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan Wizard® Genomic DNA Purification Kit (Promega).
1. Preparasi Jaringan Hewan dan Pelisisan Sel
Sebanyak 20 mg daging sapi segar, daging babi segar, dan sampel sosis sapi dihancurkan sampai halus menggunakan pisau steril, lumpang alu dan blender. Masing-masing daging dan sampel dimasukkan ke dalam
mikrosentrifuge tube 1,5 ml lalu ditambahkan 600 μl Nuclei Lysis Solution.
Masing-masing campuran tersebut dihomogenkan selama 10 detik kemudian diinkubasi pada suhu 650C selama 30 menit.
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Degradasi RNA dan Presipitasi Protein
Masing-masing campuran yang sudah diinkubasi ditambahkan 3 μl larutan RNAse lalu diinkubasi kembali pada suhu 370C selama 30 menit. Selanjutnya ditambahkan 200 μl Protein Precipitation Solution dan divortex, kemudian didiamkan dalam ice selama 5 menit lalu disentrifugasi dengan kecepatan 16.000 rpm selama 4 menit.
3. Presipitasi dan Pelarutan DNA
Supernatan yang terbentuk ditambahkan 600 μl isopropanol kemudian dihomogenkan lalu disentrifugasi dengan kecepatan 16.000 rpm selama 1 menit. Endapan yang terbentuk ditambahkan 600 μl etanol 70% kemudian dihomogenkan lalu disentrifugasi kembali dengan kecepatan 16.000 rpm selama 1 menit. Endapan yang terbentuk dipisahkan dengan etanol 70% lalu endapan di keringkan selama 15 menit kemudian ditambahkan 100 μl DNA
Rehydration Solution, selanjutnya didiamkan selama 1 jam pada suhu 650C dan disimpan pada suhu 40C.
3.4.3 Analisis DNA Hasil Isolasi dengan Spektrofotometri UV
DNA yang sudah diisolasi dianalisis menggunakan Spektrofotometri UV DNA (DeNovix). Proses analisis dilakukan dengan cara pada layar Spektrofotometri UV DNA dipilih Nucleic Acid. Kemudian Sample port pada Spektrofotometri UV DNA dibersikan menggunkan tisu dan sebanyak 1 μl DNA
Rehidration Solution yang digunakan sebagai blanko diteteskan di atas Sample port, selanjutnya ditekan tombol “Blank” pada layar Spektrofotometri UV DNA. Sample port dibersihkan kembali menggunakan tisu dan sebanyak 1 μl DNA
sampel diteteskan di atas Sample port, selanjutnya ditekan tombol “Measure” pada layar Spektrofotometri UV DNA untuk mengukur kemurnian dan konsentrasi DNA sampel. DNA dianalisis pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Tunggu beberapa detik kemudian akan muncul data kemurnian dan konsentrasi DNA.
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.4 Amplifikasi DNA Menggunakan Real Time PCR
1. Pembuatan Primer 50 μM Dari Larutan Induk 100 μM
Sebanyak 50 μl larutan induk primer 100 μM dimasukkan kedalam
Microsentrifuge tube volume 1,5 ml. Kemudian ditambahkan 50 μl aquadest
kedalam masing-masing tube tersebut. Larutan tersebut dihomogenkan dengan menaik turunkan pegas pada mikropipet.
2. Pembuatan Primer 5 μM Dari Seri Larutan Induk 50 μM
Sebanyak 3 μl larutan induk primer 50 μM dimasukkan kedalam
Microsentrifuge tube volume 1,5 ml. Kemudian ditambahkan 27 μl aquadest
kedalam masing-masing tube tersebut. Larutan tersebut dihomogenkan dengan menaik turunkan pegas pada mikropipet.
3. Pembuatan Mastermix Real Time PCR
Master mix dibuat dengan volume total 20 μl yang terdiri dari 5 μl DNA template; 3,8 μl Aquabidest; 0,4 μl primer forward 5 μM; 0,4 μl primer
reverse 5 μM; 0,4 μl UPL 10 μM; dan 10 μl LightCycler® 480 probe master
(enzim Taq DNA Polymerase, dNTP mix, dan 6,4 mM MgCl2).
4. Loading Sampel dan Taqman Probe Mastermix kedalam Multiwell Plate (Roched, 2008)
Campuran reaksi dimasukkan ke dalam multiwell plate pada well yang diinginkan. Kemudian dihomogenkan dengan menaik turunkan pegas secara perlahan dan ditutup dengan sealing foil. Dilakukan pemilihan program pada LightCycler® 480 Real-Time PCR yang akan digunakan untuk proses ampilifikasi. Setelah campuran reaksi total Real-Time PCR dan program amplifikasi telah siap, campuran reaksi total Real-Time PCR yang diletakkan pada multiwell plate yang ditutup menggunakan sealing foil kemudian diletakkan pada mesin Real-Time PCR. Instrumen Real-Time PCR akan mengamplifikasi DNA secara otomatis dan langsung memberikan hasil amplifikasi melalui monitor dalam bentuk kurva.
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dilakukan analisis cemaran daging babi pada produk sosis sapi yang beredar di wilayah Bumi Serpong Damai (BSD) menggunakan metode Real-Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Hasil analisis didapat melalui beberapa tahap diantaranya isolasi DNA, pengukuran kemurnian dan kuantifikasi DNA hasil isolasi, amplifikasi DNA dan analisis DNA hasil amplifikasi.
4.1 Isolasi DNA
Isolasi DNA dilakukan terhadap daging sapi, daging babi, dan 6 sampel sosis sapi yang beredar di wilayah Bumi Serpong Damai (BSD) menggunakan
Wizard Genomic DNA Purification Kit Promega. Metode isolasi DNA dalam
jaringan hewan dilakukan melalui beberapa tahap yaitu preparasi jaringan hewan, pelisisan sel, degradasi RNA, presipitasi protein, presipitasi dan purifikasi DNA, dan rehidrasi DNA. Tahap pertama adalah preparasi jaringan hewan yang dilakukan dengan cara menghancurkan daging dan sosis sapi terlebih dahulu menggunakan pisau steril, lumpang alu, dan blender. Tahap kedua adalah pelisisan membran sel dan nukleus yang dilakukan dengan cara menambahkan
Nuclei Lysis Solution (NLS) pada daging dan sosis sapi yang telah dihancurkan.
NLS menghancurkan membran sel dan nukleus dengan cara mengganggu ikatan kimia pada membran tersebut (Nurfadila, 2015). Kandungan yang terdapat didalam NLS biasanya terdiri dari etilendiamin tetra asetat (EDTA) atau detergen seperti sodium dodesil sulfat (SDS). EDTA berperan dalam mempertahankan integritas DNA hasil isolasi dengan cara mengikat ion Mg2+ yang berfungsi untuk mempertahankan integritas sel maupun aktivitas enzim nuklease yang dapat merusak DNA sedangkan SDS merupakan detergen yang dapat merusak integritas membran sel dengan cara mengikat lipid yang terdapat pada membran sel (Izzah, 2014). Daging dan sosis sapi yang sudah ditambah dengan NLS, kemudian dihomogenkan selama 10 detik lalu diinkubasi pada suhu 650C selama 30 menit.
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hal tersebut bertujuan untuk mengoptimalkan proses pelisisan membran sel dan nukleus. Tahap ketiga adalah degradasi RNA yang dilakukan dengan cara menambahkan RNAse. RNAse berfungsi untuk membersihkan DNA dari RNA. RNAse merupakan enzim yang dapat mendegradasi RNA. Hal tersebut dapat memudahkan proses isolasi karena RNAse akan merusak RNA sedangkan DNA tidak (Radji, 2011). Setelah ditambah RNAse kemudian dilakukan inkubasi pada suhu 370C yang bertujuan untuk mengoptimalkan proses pendegradasian RNA oleh RNAse (Nurfadila, 2015). Tahap keempat adalah presipitasi protein yang dilakukan dengan cara menambahkan Protein Precipitation Solution (PPS) dan kemudian dilakukan sentrifugasi yang berfungsi untuk memisahkan supernatan dengan endapan. Endapan yang dihasilkan adalah protein sedangkan supernatan yang dihasilkan adalah DNA. Hal tersebut terjadi karena sebelum proses sentrifugasi sampel ditambah PPS yang berfungsi untuk mengendapkan protein (Nurfadila, 2015). PPS dapat mengendapkan protein dengan cara menurunkan kelarutan protein. Kandungan yang terdapat didalam PPS biasanya terdiri dari garam netral seperti amonuim sulfat, pelarut organik seperti etanol atau aseton, dan zat pengendap lainnya seperti asam trikloroasetat (Ngili, 2013). Tahap kelima adalah presipitasi dan purifikasi DNA yang dilakukan dengan cara menambahkan isopropanol dan etanol 70% yang berfungsi untuk memurnikan molekul DNA. Dengan adanya larutan garam (kation monovalen seperti Na+ pada suhu -200C etanol absolut dapat mengendapkan DNA dengan baik sehingga mudah dipisahkan dengan cara sentrifugasi (Radji, 2011). Tahap terakhir adalah rehidrasi DNA yang dilakukan dengan menambahkan DNA Rehidration Solution yang berfungsi untuk melarutkan molekul DNA. DNA yang telah ditambah dengan DNA Rehidration Solution selanjutnya didiamkan pada suhu 650C selama 1 jam yang berfungsi untuk mempercepat proses pelarutan DNA kemudian DNA disimpan pada suhu 40C.
Isolat DNA yang dihasilkan dari tahapan kerja diatas, didapatkan konsentrasi dan kemurniannya dengan menggunakan spektrofotometri DNA (DeNovix). Pengukuran isolat DNA dilakukan pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm, sedangkan tingkat kemurnian DNA dapat ditentukan dengan cara
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menghitung rasio antara nilai A260 dan A280 (Muladno, 2010). Hasil pengukuran terlihat pada tabel 4.1 dibawah ini:
Tabel 4.1 Konsentrasi dan Kemurnian Isolat DNA
Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi isolat DNA yang terlihat pada table 4.1, konsentrasi DNA tertinggi terdapat pada sampel 1 yaitu sebesar 234.110 ng/µl sedangkan konsentrasi DNA terendah terdapat pada sampel 4 yaitu sebesar 1.624 ng/µl, meskipun sampel 4 memiliki konsentrasi yang paling rendah, namun masih dapat dilajutkan ke tahap amplifikasi DNA menggunakan real time PCR karena batas konsentrasi minimal isolat DNA untuk real time PCR adalah 0.1 ng (Roche). Selain itu, pengukuran kemurnian isolat DNA menunjukkan bahwa daging babi, daging sapi, sampel 1, sampel 3, dan sampel 4 memiliki nilai kermunian berkisar antara 1.8 – 2.0, sedangkan sampel 2, sampel 5, dan sampel 6 memiliki nilai kemurnian dibawah 1.8. Molekul DNA dikatakan murni apabila nilai rasio A260/A280 berkisar antara 1.8 – 2.0. Nilai rasio yang lebih rendah dari 1.8 menunjukkan adanya kontaminasi protein sedangkan nilai rasio melebihi 2.0 menunjukkan adanya kontaminasi RNA (Teare et al., 1997).
No. Sampel Konsentrasi Kemurian (A280/260)
1. Daging sapi 95.587 ng/µl 1.86 2. Daging babi 27.154 ng/µl 1.99 3. Sampel 1 234.110 ng/µl 1.82 4. Sampel 2 43.749 ng/µl 1.77 5. Sampel 3 22.700 ng/µl 1.87 6. Sampel 4 1.624 ng/µl 1.86 7. Sampel 5 29.223 ng/µl 1.76 8. Sampel 6 33.796 ng/µl 1.75
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2 Amplifikasi DNA Daging Sapi, Daging Babi dan Sampel Sosis Sapi Menggunakan Primer Sapi dan Babi Pada Real Time PCR
Amplifikasi DNA daging sapi, daging babi dan 6 sampel sosis sapi yang beredar di wilayah Bumi Serpong Damai (BSD) dilakukan dengan menggunakan dua primer yaitu primer sapi dan primer babi. Penggunaan primer sapi bertujuan untuk mamastikan bahwa sampel sosis yang berlogo sapi mengandung daging sapi. Sedangkan primer babi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan babi didalam sampel sosis yang berlogo sapi tersebut.
Konsentrasi primer pada PCR yang dianjurkan berkisar antara 0,1 – 0,5 µM. Konsentrasi primer yang tinggi ( ≥ 0,5 µM ) dapat meningkatkan kesalahan penempelan primer pada DNA cetakan, sehingga menyebabkan penumpukan primer yang tidak spesifik. Namun, penggunaan konsentrasi primer yang terlalu rendah akan memberikan hasil amplifikasi yang tidak jelas (Bintang, 2010).
Proses amplifikasi pada PCR biasanya berlangsung 35 – 40 siklus (Muladno, 2010), namun penelitian ini hanya menggunakan 30 siklus. Hal ini dikarenakan sebelum mencapai siklus ke 30 sudah terjadi amplifikasi pada sekuen DNA. Program amplifikasi yang digunakan pada Real Time PCR (RT-PCR) dipilih berdasarkan penanda yang digunakan. Penelitian ini menggunakan
Universal Probe Library (UPL) sebagai penanda pada reaksi RT-PCR sehingga
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.2 Program Dual Color Hydrolysis Probe – UPL Probe 96-II
Analisis kurva amplifikasi dilihat dari kenaikan kurva dan nilai CP
(Crossing Point) pada kurva amplifikasi. Spesifisitas hasil amplifikasi dapat
dilihat melalui nilai TM (Melting Temperature) pada melt curve. CP adalah jumlah siklus dimana sampel mulai terbaca diatas Arbitrary Fluorescence Level (AFL) yang menunjukkan awal mulainya fase pertumbuhan eksponensial. Oleh karena itu, semakin rendah nilai CP maka semakin tinggi konsentrasi DNA target. Tm adalah suhu dimana 50% bagian dari DNA telah terbuka menjadi untai tunggal. Nilai Tm tergantung dari jumlah basa A, G, T dan C. Primer yang spesifik akan menghasilkan satu puncak Tm pada DNA target (Izzah, 2014).
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.2.1 Hasil Amplifikasi DNA Daging Sapi, Daging Babi dan NTC Menggunakan Primer Sapi
Amplifikasi yang pertama dilakukan menggunakan primer sapi adalah dengan menguji daging sapi sebagai kontrol positif, daging babi sebagai kontrol negatif dan NTC sebagai blanko. Amplifikasi terhadap kontrol dilakukan untuk mengetahui primer sapi yang digunakan spesifik atau tidak terhadap daging sapi. Kurva amplifikasi terhadap kontrol menggunakan primer sapi dapat dilihat pada gambar 4.3 dibawah ini:
Gambar 4.1. Kurva Amplifikasi Daging Sapi, Daging Babi, dan NTC
Menggunakan Primer Sapi
Keterangan: DS (Daging Sapi), NTC (No Template Control), DB (Daging Babi).
Pada gambar 4.3, nilai CP hasil amplifikasi DNA daging sapi adalah 11.31 sedangkan pada DNA daging babi dan NTC tidak menghasilkan nilai CP. Nilai CP yang dihasilkan oleh daging sapi menunjukkan telah terjadinya proses amplifikasi sedangkan pada daging babi dan NTC tidak terjadi proses amplifikasi. Hal ini menunjukan bahwa primer sapi dapat mengamplifikasi DNA daging sapi secara spesifik. Hasil amplifikasi yang spesifik dikarenakan tidak terjadi
mis-priming ataupun primer dimer. Primer-dimer adalah terbentuknya struktur
sekunder karena menempelnya sesama primer sejenis ataupun primer yang tidak sejenis yaitu antara primer forward dengan komplemen primer reverse (Widowati, 2013). Sedangkan mis-priming adalah penempelan primer diluar sekuen DNA
DS
NTC
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
target (Izzah, 2014). Berdasarkan hasil amplifikasi diatas, maka primer sapi dapat digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu untuk memastikan bahwa sampel sosis yang berlogo sapi tersebut mengandung daging sapi.
4.2.2 Hasil Amplifikasi DNA Daging Sapi, Sosis Sapi, dan NTC Menggunakan Primer Sapi
Amplifikasi kedua yang dilakukan menggunakan primer sapi adalah dengan menguji daging sapi sebagai kontrol positif, sosis sapi sebagai sampel, dan NTC sebagai blanko. Amplifikasi terhadap sampel menggunakan primer sapi dilakukan untuk memastikan bahwa sosis sapi yang digunakan sebagai sampel mengandung daging sapi. Kurva amplifikasi terhadap kontrol positif, sampel dan NTC menggunakan primer sapi dapat dilihat pada gambar 4.4 dibawah ini:
Gambar 4.2. Kurva Amplifikasi Daging Sapi, Sosis Sapi, dan NTC Menggunakan Primer Sapi
Keterangan: DS (Daging Sapi), S1 (Sampel 1), S2 (Sampel 2), S3 (Sampel 3), S4 (Sampel 4), S5 (Sampel 5), S6 (Sampel 6), NTC (No Template Control).
Pada gambar 4.4, nilai CP hasil amplifikasi DNA daging sapi, sampel 1, sampel 2, sampel 3, sampel 4, sampel 5, dan sampel 6 secara berturut-turut adalah 11.85, 16.70, 19.60, 21.91, 23.28, 22.35, 22.73. Nilai CP yang berbeda-beda dikarenakan konsentrasi isolat DNA yang dihasilkan juga berbeda-beda
DS S 1 S 2 S 3 S 4 S 5 S 6 NTC
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sedangkan pada NTC tidak menghasilkan nilai CP karena tidak ada sekuen DNA yang teramplifikasi. Namun diakhir siklus amplifikasi, terjadi kenaikan kurva pada NTC walaupun kecil. Hal tersebut dikarenakan telah terjadinya primer-dimer pada NTC. Primer-dimer adalah terbentuknya struktur sekunder karena menempelnya sesama primer sejenis ataupun yang tidak sejenis yaitu antara primer forward dengan primer reverse (Widowati, 2013). Nilai CP yang dihasilkan oleh daging sapi dan sampel sosis sapi menunjukkan telah terjadinya proses amplifikasi sehingga dapat disimpulkan bahwa sosis sapi yang beredar di wilayah Bumi Serpong Damai (BSD) terbukti mengandung daging sapi.
4.2.3 Hasil Amplifikasi DNA Daging Sapi, Daging Babi, dan NTC Menggunakan Primer Babi
Amplifikasi pertama yang dilakukan menggunakan primer babi adalah dengan menguji daging babi sebagai kontrol positif, daging sapi sebagai kontrol negatif, dan NTC sebagai blanko. Amplifikasi terhadap kontrol dilakukan untuk mengetahui primer babi yang digunakan spesifik atau tidak terhadap daging babi. Kurva amplifikasi menggunakan primer babi terhadap kontrol dapat dilihat pada gambar 4.5 dibawah ini:
Gambar 4.3. Kurva Amplifikasi Daging Sapi, Daging Babi, dan NTC Menggunakan Primer Babi
Keterangan : DB (Daging Babi), DS ( Daging Sapi), NTC (No Template Control)
Pada gambar 4.5, nilai CP hasil amplifikasi DNA daging babi yaitu 16.31 sedangkan pada daging sapi dan NTC tidak menghasilkan nilai CP. Nilai CP yang dihasilkan oleh daging babi menunjukkan telah terjadinya proses amplifikasi
DS NTC
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sedangkan pada daging sapi dan NTC tidak terjadi proses amplifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa sekuen pada primer babi dapat mengamplifikasi DNA daging babi secara spesifik. Jika dilihat nilai CP yang dihasilkan oleh daging sapi pada kurva sebelumnya, daging sapi memiliki nilai CP yang lebih rendah dibandingkan dengan daging babi. Hal ini dikarenakan konsentrasi pada daging sapi lebih besar dibandingkan dengan daging babi. Berdasarkan hasil amplifikasi diatas, maka primer babi dapat digunakan pada tahap selanjutnya yaitu untuk mengidentifikasi cemaran daging babi terhadap sampel sosis sapi yang beredar di wilayah Bumi Serpong Damai (BSD) dengan melihat terjadinya kenaikan kurva amplifikasi pada sampel sosis sapi tersebut.
4.2.4 Hasil Amplifikasi DNA Daging Babi, Sosis Sapi, dan NTC Menggunakan Primer Babi
Amplifikasi kedua yang dilakukan menggunakan primer babi adalah dengan menguji daging babi sebagai kontrol positif, sosis sapi sebagai sampel dan NTC sebagai blanko. Amplifikasi terhadap sampel menggunakan primer babi dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan daging babi didalam sampel sosis yang berlogo sapi tersebut. Kurva amplifikasi terhadap kontrol, sampel dan blanko dapat dilihat pada gambar 4.6 dibawah ini:
Gambar 4.4. Kurva Amplifikasi Daging Babi, Sosis Sapi, dan NTC
Menggunakan Primer Babi
Keterangan : DB (Daging Babi), NTC (No Template Control)
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada gambar 4.6, nilai CP hasil amplifikasi DNA daging babi yaitu 16.53 sedangkan pada sampel sosis sapi dan NTC tidak menghasilkan nilai CP. Nilai CP yang dihasilkan oleh daging babi menunjukkan telah terjadinya proses amplifikasi sedangkan pada sampel sosis sapi dan NTC tidak terjadi proses amplifikasi Hasil amplifikasi dan nilai CP yang ditunjukkan pada kurva ini menunjukkan bahwa didalam sampel sosis sapi yang berada di wilayah Bumi Serpong Damai (BSD) tidak mengandung daging babi.
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kurva amplifikasi pada Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) menunjukkan bahwa sosis sapi yang beredar di wilayah Bumi Serpong Damai (BSD) tidak tercemar oleh daging babi.
5.2 Saran
Penelitian terhadap status kehalalan dalam produk makanan olahan perlu ditingkatkan dikarenakan daya konsumsi makanan olahan siap saji dikalangan masyarakat Indonesia semakin meningkat.