2.1.4.1 Definisi Jasa
Jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak pada pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. (Kotter, 1996)
Jasa pada dasarnya merupakan aktivitas-aktivitas yang tidak nyata yang memberikan keinginan, kepuasan yang tidak perlu melekat pada penjualan daripada produk atau jasa lainnya. (Stanton, 1991)
2.1.4.2 Karakteristik Jasa
Empat karakteristik yang paling sering dijumpai dalam jasa dan pembeda dari barang pada umumnya adalah: (Payne, 2001)
a) Tidak berwujud
Jasa bersifat abstrak dan tidak berwujud, berarti jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, dicicipi atau disentuh seperti yang dapat dirasakan dari suatu barang.
b) Heteregonitas
Jasa merupakan variabel non–standar dan sangat bervariasi. Artinya, karena jasa itu berupa unjuk kerja, maka tidak ada hasil jasa yang sama walaupun dikerjakan oleh satu orang.
c) Tidak dapat dipisahkan
Jasa umumnya dihasilkan dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan, dengan partisipasi konsumen dalam proses tersebut. Berarti, konsumen
harus berada di tempat jasa yang dimintanya, sehingga konsumen melihat dan bahkan ikut ambil bagian dalam proses produksi tersebut.
d) Tidak tahan lama
Jasa tidak mungkin disimpan dalam persediaan. Artinya, jasa tidak mungkin disimpan, dijual kepada orang lain, atau dikembalikan kepada produsen jasa dimana ia membeli jasa.
2.1.5 Build , Operate, Transfer (BOT) 2.1.5.1 Pengakuan dan Pengukuran
Kerja Sama Operasi (KSO) biasanya diawali dengan bertemunya pemilik aset dengan calon investor. Pemilik aset telah memiliki aset, misalnya tanah, atau hak penyelenggaraan usaha tertentu, misalnya jasa telekomunikasi atau hak penyelenggaraan jalan tol, yang kemudian diserahkan untuk dibangun atau diusahakan dalam perjanjian KSO. Investor adalah pihak yang memiliki dana untuk membangun aset KSO.
Aset KSO, seperti gedung atau jalan tol, biasanya membutuhkan dana yang besar untuk membangun. Dana ini biasanya disediakan oleh investor, meskipun dalam beberapa kasus pemilik aset bisa juga ikut menyediakan sebagian dari dana tersebut.
2.1.5.2 Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 39, tahun 2004 Aset yang diserahkan pemilik aset untuk diusahakan dalam perjanjian Kerja Sama Operasi (KSO) harus dicatat oleh pemilik aset sebagai aset KSO sebesar biaya perolehannya.
Dana yang ditanamkan pemilik aset dalam KSO dicatat sebagai penyertaan KSO. Di sisi lain investor mencatat dana yang diterima ini dalam penyertaan KSO oleh pemiliki aset sebagai keawajiban.
Aset KSO yang dibangun dengan didanai oleh investor harus dicatat oleh pihak yang mengelola aset KSO tersebut, dalam hal yang mengelola adalah salah satu dari investor atau pemilik aset.
Aset KSO harus dicatat sebesar biaya perolehannya, atau biaya pembangunan yang tercantum di perjanjian KSO, atau sebesar nilai wajar, dipilih yang paling obyektif atau paling berdaya uji.
Investor mencatat penyerahan aset KSO kepada pemilik aset di akhir masa konsesi dengan menghapus seluruh akun yang timbul berkaitan dengan KSO yang bersangkutan. Pemilik aset, pada sisi lain, mencatat penyerahan ini sebagai aset dengan mengkredit penghasilan KSO apabila memiliki kepastian tentang adanya manfaat ekonomi dari aset tersebut, atau mengkredit penghasilan tangguhan (deferred income) apabila tidak memiliki kepastian yang cukup tentang manfaat ekonomi dari aset tersebut.
Bila investor melakukan penyerahan aset KSO kepada pemilik aset untuk dioperasikan pada saat aset KSO selesai di bangun, penyerahan ini harus dicatat sebagai hak bagi pendapatan atau penghasilan KSO. Penerimaan kas atau hak atas pendapatan/penghasilan secara periodik dari bagi hasil atau bagi pendapatan atau bentuk lain yang timbul dari KSO ini diakui sebagai pendapatan KSO.
Aset KSO harus disusutkan secara sistematis oleh pengelola KSO selama umur ekonominya. Untuk investor, masa penyusutan tidak boleh lebih panjang dari masa konsesi KSO.
Hak bagi pendapatan atau hasil diamotisasi oleh investor.
2.2. Penelitian Sebelumnya
Hingga saat ini banyak penelitian dilakukan guna mengetahui penerapan penggunaan ABC system di dalam perusahaan yang ada di Indonesia, baik pada perusahaan manufaktur, dagang maupun jasa. Penelitian ini juga mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya.
Bhimani dan Pigott (1992) mengadakan penelitian tentang penerapan sistem ABC di perusahaan Farmasi di Inggris menemukan bahwa penerapan sistem ABC akan membawa konsekuensi perilaku dan budaya.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Yudiani (1993) yang mengambil judul
“Activity-Based Costing Menjawab Tantangan Di Era Globalisasi”. Dalam penelitian ini, lebih dijelaskan tentang keterbatasan sistem akuntansi manajemen yang telah kita kenal yang sekarang diistilahkan dengan akuntansi tradisional, kemudian menjelaskan tentang ABC system sebagai suatu alternatif bagi para manajer guna penentuan harga pokok produk yang lebih akurat dibandingkan dengan sistem biaya tradisional. Variabel bebas yang digunakan adalah sumber- sumber dari aktivitas-aktivitas (cost pool) yang dilakukan, mencakup atas activity driver yaitu biaya supervisi, gaji, dan penyusutan aktiva tetap. Untuk variabel
terikatnya hanya berdasarkan penerapan ABC system, terbentuknya harga pokok produk yang baru.
Terdapat beberapa hal yang dibuktikan dalam penelitian ini, bahwa dengan dilakukannya penerapan ABC system ini dapat membantu manajer dalam memonitor serta meramalkan perubahan-perubahan permintaan aktivitas yang merupakan fungsi dari perubahan volume dan kombinasi output, perubahan dan perbaikan proses, pengenalan produk baru, dan perubahan dalam proses dan design baru. Dapat dengan adanya pengurangan dari aktivitas yang dilakukan serta efisiensi dari aktivitas tersebut.
Pada penelitian Basuki (1999) yang mengambil judul “Sistem ABC Apakah Manfaatnya Relevan”. Pada penelitian ini dikatakan kritik terbesar terhadap sistem biaya dan pengendalian manajemen yang berlaku saat ini adalah sistem tersebut dianggap tidak mampu menyediakan informasi yang berharga untuk memanage operasi manufakturing maju saat ini. Sistem tradisional telah gagal menyajikan informasi biaya yang akurat di banyak perusahaan manufaktur, karena sistem ini terlalu menyandarkan diri kepada pemicu yang beratribut unit produk.
Pada penelitian Amelia (2003) yang mengambil judul “Pendekatan Activity- Based Costing Dalam Biaya Kualitas Untuk Menentukan Prioritas Perbaikan Kualitas Dalam Proses Produksi”. Dalam penelitian ini dikatakan bahwa kualitas merupakan faktor yang sering menyebabkan konsumen tidak puas. Banyak pendekatan yang telah dikembangkan dan dilakukan perusahaan untuk menentukan prioritas dalam perbaikan kualitas. Usaha untuk menyediakan produk sesuai dengan spesifikasi, memerlukan biaya. Biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh produk dengan kualitas (spesifikasi) yang sesuai disebut dengan quality cost. Jurnal ini merupakan jurnal studi kasus pada perusahaan plastik dan kecap.
Dari hasil pembahasan ini, pada perusahaan plastik biaya pencegahan yang hanya 1,03% dari biaya kualitas menyebabkan biaya kegagalan internal mencapai 81,79% dari biaya kualitas. Sedangkan pada kasus di perusahaan kecap, biaya pencegahan yang mencapai 86,86% biaya kualitas menyebabkan biaya kegagalan internal hanya 1,65%. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa prosentase biaya pencegahan yang makin besar akan menurunkan prosentase biaya kegagalan internal. Sehingga pendekatan ABC system dalam perhitungan quality cost dapat membantu dalam penetapan langkah-langkah perbaikan kualitas proses menjadi sistematis dan terfokus.
Pada penelitian Setiana (2006) “Penerapan Activity-Based Costing System dalam Perhitungan Biaya Produk”. Penelitian menyatakan bahwa sistem biaya akuntansi biaya tradisional umumnya menghasilkan informasi biaya produk untuk penilaian persediaan dan komponen biaya produksi yang porsi terbesarnya adalah prime cost. Sedangkan biaya produksi tidak langsung dianggap sebagai elemen utama dalam struktur biaya produksi dan biasanya hanya merupakan sebagian kecil dari total biaya produksi perusahaan manufaktur.
Guna mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem biaya tradisional maka lahir sesuatu konsep baru dalam pengelolaan biaya produksi.
Konsep ini dikenal dengan activity-based costing system. Pada jurnal ini menunjukkan bagaimana perbedaan antara penentuan harga pokok dengan sistem
akuntansi biaya tradisional dengan akuntansi biaya komtemporer atau ABC system.
2.3. Kerangka Pemikiran
Perusahaan “M” golf merupakan salah satu perusahaan yang memberikan jasa pelayanan golf setaraf dengan perusahaan golf dunia. Dalam hal penentuan harga jual keanggotaan produk golf yang ada telah didasarkan atas harga pasar keanggotaaan golf se-Jakarta. Tanpa didasari oleh perhitungan dari besarnya biaya atas aktivitas-aktivitas yang dilakukan perusahaan “M” golf ini langsung menetapkan besarnya harga jual dari keanggotaan 1 (satu) tahun ini. Hal ini menimbulkan ketidakseimbangan antara besarnya harga jual keanggotaan 1 (satu) tahun dengan besarnya biaya atas aktivitas-aktivitas yang dilakukan.
Guna memperoleh perhitungan atas harga jual yang relevan dengan harga pokok dari keanggotaan 1 (satu) tahun ini, maka penulis ingin membahas dengan menelaah penyebab (resource driver) dari timbulnya biaya-biaya yang ada, tentunya dengan berdasarkan aktivitas-aktivitas (activity driver) apa saja yang menjadi utama timbulnya biaya. Penelaahan ini nantinya akan sebagai data atas dilakukannya perhitungan harga pokok keanggotaan 1 (satu) tahun dengan menggunakan sistem ABC, sehingga terbentuklah harga pokok produk yang baru.
Jika digambarkan dalam bentuk bagan, bentuk perhitungannya adalah : Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Perhitungan harga pokok dengan sistem ABC sebagai alat bantu dalam menentukan harga keanggotaan 1 (satu) tahun pada perusahaan “M” golf
Identifikasi Kegiatan
Menentukan Biaya dari Kegiatan
Pengelompokkan Aktivitas dengan Karakteristik yang sama
Menentukan Cost Driver 1
Menghitung Tarif Biaya Overhead per-pools
Alokasi Biaya Overhead ke Produk
Harga Pokok Keanggotaan Harga Jual Produk ( ABC ) ( Berdasarkan Pasar )
Relevan tidaknya antara
harga jual keanggotaan 1 (satu) tahun yang ada (dengan penerapan harga pasar) dengan harga pokok produk keanggotaan 1 (satu) tahun
dengan penerapan sistem ABC
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pemilihan Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah Perusahaan “M” Golf yang merupakan salah satu perusahaan golf swasta nasional yang mulai berdiri di tahun 1995, dengan luas 60 hektar yang berlokasi di Jl. Moh. Kahfi I Km 7, Ciganjur–Jakarta Selatan.
Periode yang diambil untuk penelitian ini adalah 1 (satu) tahun saja yaitu periode tahun 2008 dengan berdasarkan laporan keuangan yang sudah di audit oleh independen auditor. Tujuan penggunaan data tersebut dalam penelitian ini agar data yang diolah dapat menghasilkan informasi yang relevan dan terbaru.
Penelitian ini bersifat studi kasus yang merupakan pembahasan pada Perusahaan “M” Golf. Tipe penelitian ini merupakan expost facto yaitu data yang dikumpulkan setelah terjadinya suatu fakta.
3.2 Data yang akan Dihimpun
Data yang dihimpun merupakan data primer maupun data sekunder, pada data primer yaitu langsung didapatkan oleh peneliti dengan mendatangi dan melakukan observasi langsung objek yang diteliti, sedangkan data sekunder diperoleh dari laporan keuangan Perusahaan “M” Golf yang telah diaudit oleh auditor independen.
Perusahaan “M” golf ini dipilih menjadi objek penelitian dikarenakan sebagai salah satu perusahaan golf swasta yang belum menerapkan penggunaan sistem ABC dalam perhitungan harga pokok produk serta keberadaan perusahaaan tersebut yang mengalami kerugian dari tiap tahunnya sejak tahun berdirinya yaitu tahun 1995. Bentuk dari penetapan harga jual produk yang ada saat ini hanya didasarkan atas harga pasar dari harga jual keanggotaan golf se-Jakarta.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara : a) Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan, membaca dan mempelajari buku-buku literatur yang ada di perpustakaan atau tempat lain sebagai sumber data pokok yang ada hubungannya dalam masalah yang dibahas.
b) Penelitian Lapangan
(1) Wawancara terstruktur yaitu dengan mengajukan daftar pertanyaan yang sudah penulis persiapkan terhadap pihak-pihak yang berwenang untuk mendapatkan informasi yang penulis lakukan.
(2) Wawancara tak berstruktur yaitu dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan lisan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
(3) Observasi dilakukan dengan cara mengamati langsung objek yang sedang diteliti.
c) Data Keuangan
Data keuangan yang diperoleh berupa laporan keuangan periode tahun 2008 yang sudah di audit oleh auditor independen dari pihak perusahaan
“M” golf.
3.4 Analisis Data
Metode yang digunakan oleh penulis di dalam melakukan analisis data adalah metode deskriptif kauntitatif. Metode deskriptif kuantitatif ini adalah metode dengan mengumpulkan data yang dapat memberikan gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta yang sedang diselidiki dan dapat diukur dengan skala numerik (angka).
Tujuan dilakukannya analisis data adalah untuk mendapatkan perasaan terhadap data, menguji kualitas data dan menguji hipotesis penelitian (disini dengan melakukan perhitungan Activity-Based Costing System)6. Pada perhitungan dicapai dengan memilih menu program peranti lunak yang sesuai yaitu Excel, untuk menghitung setiap permasalahan yang ada.
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Sejarah Singkat Perusahaan
4.1.1 Realisasi dari Sebuah Mimpi
“M” adalah suatu realisasi dari mimpi yang berkepanjangan. Suatu konsep golf dan country club bersituasikan harmoni lengkap dengan lingkungan alami yang telah dibangun dan disempurnakan selama bertahun-tahun oleh tim golf yang memiliki antusias, naturalisasi dan para ahli design yang handal.
Golf Course dan Club Grounds dibangun oleh Bob Hasan, B. Santoso dan Asosiasi ke 18 – hole design yang berdasarkan standar kejuaraan tertinggi, menggambarkan design golf tradisional yang terbaik dan dengan keindahan tropis yang alami.
4.1.2 Sebuah Setting Pemandangan pada Kehidupan Pedesaan
“M” Nasional merupakan oasis di Jakarta Selatan, seluas 60 hektar. Hanya 8 km dari persimpangan jalan utama, dekat dengan area pemukiman di Cinere. “M”
merupakan akses termudah dari kegiatan bisnis wilayah Jakarta, dan tujuan yang sangat mengundang untuk setiap harinya pada tiap minggu.
Club ini dibatasi oleh 2 sungai dan berdampingan dengan ladang hijau padi.
Terdapat 72 par, dengan kualitas rumput yang tinggi.
4.1.3 Nilai Tambah
“M” memiliki begitu banyak yang ditawarkan, Lapangan atau Permainan Golf dalam bentuk Kelas Dunia dengan seting yang eksotis, suatu driving range yang sempurna untuk pukulan anda dan mengajarkan profesionalisme untuk membantu menyempurnakan permainan.
“M” juga memberikan fasilitas lengkap untuk pertemuan bisnis. Pusat bisnis telah terpenuhi secara lengkap, ruangan pertemuan dan ruangan yang tersedia dapat mengakomodasikan lebih dari 100 orang. Disediakannya satelit untuk dilakukannya telekonferens, yang sama bagusnya dengan melihat kegiatan olahraga internasional. Club restoran memberikan keindahan akan masakan Indonesia dan Kontinental.
Antusiasi untuk berfitnes dapat memilih antara di tempat kebugaran (gymnasium) dengan peralatan latihan yang terbaru, adanya lintasan jogging dan kolam renang dengan ukuran olimpiade. Ruangan loker mewah yang mencakup sauna, spa, loker-loker luas dan shower.
Juga terdapat, ruangan anak-anak yang dapat ditemukan semua kebutuhan bagi anak-anak usia 1 sampai 5 tahun.
4.2 Deskriptif Produk
Perusahaan “M” golf ini memberikan banyak produk keanggotaan yang diberikan yaitu keanggotaan (memberships) berdasarkan corporate, individual, spouse maupun family dimana ke 4 keanggotaan ini memiliki 2 macam jangka
waktu yaitu bulanan dan tak terhingga. Terdapat juga keanggotaan secara individual yang dengan jangka waktu 1 tahun, 2 tahun maupun 3 tahun. Namun dalam skripsi ini, penulis hanya memfokuskan pada 1 buah produk saja yaitu keanggotaan individual dengan jangka waktu 1 (satu) tahun dengan jumlah 220 orang yang telah terdaftar, dengan harga produk (berdasarkan harga pasar) sebesar Rp 12.000.000 , hal tersebut dikarenakan adanya keterbatasan waktu dan kemampuan serta data yang penulis peroleh.
4.3 Departementalisasi
Pada perusahaan “M” golf ini terdiri dari 5 departementalisasi yang juga mencerminkan 5 kegiatan utama yang ada di perusahaan “M” golf ini :
a. Departemen Maintenance
Pada departemen maintenance mencakup atas kegiatan utama dari perusahaan “M” golf ini, hal tersebut dikarenakan kegiatan perawatan serta pemeliharaan atas lapangan serta fasilitas-fasilitas pendukung merupakan loyalitas yang diberikan perusahaan bagi para anggota golf. Kegiatan golf berada pada kisaran yaitu 80% dari total kegiatan.
b. Departemen Operasional
Pada departemen operasional mencakup atas kegiatan yang sebagian besarnya tercakup atas usaha restauran, sehingga pada kegiatan golf hanya mengambil sebagian kecilnya saja yaitu 20% dari total kegiatan.
c. Departemen SDM
Pada departemen SDM ini mencakup atas kegiatan pemberdayaan karyawan, dan dari kisaran total kegiatan bagian golf mencakup 80%-nya.
d. Departemen Marketing
Pada departemen marketing mencakup atas bentuk pemasaran dari perusahaan “M” golf ini sehingga dapat diketahui oleh masyarakat luas.
Dari total kegiatan yang ada kegiatan golf mencakup 90% dari total kegiatan.
e. Departemen Keuangan
Pada departemen keuangan secara tidak langsung berhubungan dengan departemen SDM dan satu sama lain saling menunjang, begitu juga atas bentuk dari pelaporan keuangan yang nantinya akan dipertanggung jawabkan. Kegiatannya yaitu 80% diutamakan untuk kegiatan golf.
4.4 Aktiva Bangun Kelola Alih (Build, Operate, Transfer – BOT)
Perusahaan memiliki lapangan golf dan sarana penunjang lainnya yang terletak di desa Cipedak / Ciganjur – Jakarta Selatan dalam rangka bangun kelola alih dengan Yayasan “A”. Pada tanggal 18 Maret 1993 Perusahaan membuat perjanjian kerjasama dalam rangka bangun kelola alih, dengan Yayasan “A” untuk membangun dan mengelola lapangan golf beserta sarana penunjang lainnya di atas lahan milik Yayasan “A” seluas 60 Ha yang terletak di desa Cipedak/ Ciganjur Jakarta Selatan dengan jangka waktu pengelolaan selama 30 tahun terhitung sejak
Dalam rangka pelaksanaan perjanjian ini, perusahaan mempunyai kewajiban membangun lapangan golf 18 holes beserta sarana penunjang lainnya dan membangun fasilitas baru untuk Yayasan “A” berupa mess Wara dengan kapasitas 20 kamar serta rumah dinas tipe H.54 sebanyak 36 unit di kawasan Halim Perdana Kusuma.
4.5 Perhitungan Harga Pokok dengan Sistem ABC
Sesuai dengan data yang diperoleh, penulis berusaha untuk menghitung harga produk dari keanggotaan 1 (satu) tahun sehingga dapat diketahui antara relevan tidaknya terhadap pemberian harga jual produk keanggotaan 1 (satu) tahun ini.
4.5.1 TAHAP I
A. Mengidentifikasikan kegiatan.
Pada tahap ini diidentifikasikan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan “M” golf terlebih dahulu;
i) Maintenance ii) Operasional iii) SDM iv) Marketing v) Keuangan
B. Menentukan biaya atas kegiatan-kegiatan.
Berdasarkan penelitian, sumber daya akibat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan “M” golf terlihat di tabel 4.1.
Tabel 4.1
Sumber Daya Pada Perusahaan "M" Golf
(Rp)
PENGELUARAN OPERASI
Pengeluaran Biaya Operasional 253.128.731 Pengeluaran Biaya Building Maintenance 794.051.113 Pengeluaran Biaya Course Maintenance 575.587.302 Pengeluaran Biaya Amortisasi Aktiva Tetap 95.498.246 Pengeluaran Biaya Amortisasi BOT 492.862.693 Pengeluaran Biaya Gaji dan Tunjangan 4.716.424.199 Pengeluaran Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan 48.880.031 Pengeluaran Biaya Perjalanan dan Kendaraan 49.129.419 Pengeluaran Biaya Listrik, Telepon dan Air 217.466.259 Pengeluaran Biaya Pemasaran 665.491.644
Pengeluaran Biaya Kantor 50.376.358
Pengeluaran Biaya Lain-lain 968.622.652
TOTAL 8.927.518.647
Sumber : Data keuangan perusahaan “M” Golf tahun 2008.
C. Mengelompokkan aktivitas-aktivitas yang memiliki karakteristik yang sama.
Setelah diketahui apa saja yang menjadi sumber daya dari pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan maka selanjutnya dilakukan pengumpulan dan identifikasi biaya yang akan dikelompokan berdasarkan atas karakteristik yang sama dalam beberapa
a) Maintenance, yaitu mencakup :
Pengeluaran Biaya Building Maintenance, Pengeluaran Biaya Cource Maintenance, Pengeluaran Biaya Amortisasi Aktiva Tetap, Pengeluaran Biaya Build, Operate, Transfer (BOT) dan Pengeluaran Biaya Perbaikan Pemeliharaan.
b) Operasional, yaitu mencakup :
Pengeluaran Biaya Operasional, Pengeluaran Biaya Perjalanan dan Kendaraan, dan Pengeluaran Biaya Listrik, Telepon, Air.
c) SDM, yaitu mencakup :
Pengeluaran Biaya Gaji dan Tunjangan.
d) Marketing, yaitu mencakup : Pengeluaran Biaya Pemasaran.
e) Keuangan, yaitu mencakup : Pengeluaran Biaya Lain-lain.
D. Menentukan cost driver 1 dari hasil pengelompokan aktivitas.
Dalam penentuan cost driver 1 ini terbagi atas luas lapangan, jam kerja dan jumlah pemeriksaan, seperti tertera pada tabel 4.2. Setelah dilakukannya penentuan cost driver 1 tersebut, kemudian dilakukan persentase dari alokasi cost driver1 tadi dengan didasarkan aktivitas- aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan, yang terlihat pada tabel 4.3.
Tabel 4.2
PENENTUAN COST DRIVER 1
Biaya Operasional Luas Lapangan
Biaya Building Maintenance Luas Lapangan
Biaya Course Maintenance Luas Lapangan
Biaya Amortisasi Aktiva Tetap Luas Lapangan
Biaya Amortisasi BOT Luas Lapangan
Gaji dan Tunjangan Jam Kerja
Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan Jumlah Pemeriksaan Biaya Perjalanan dan Kendaraan Jam Kerja
Biaya Listrik dan Telepon Jam Kerja
Biaya Pemasaran Luas Lapangan
Biaya Kantor Jam Kerja
Biaya Lain-lain Jam Kerja
Sumber : Hasil olahan penulis.
Tabel 4.3
Persentase Dari Cost Driver 1 Per-Aktivitas Aktivitas Luas Lapangan Jam Kerja
Jumlah Pemeriksaan
Maintenance 60% 12% 50%
Operasional 20% 10% 40%
SDM 5% 70% 0%
Marketing 13% 0% 0%
Keuangan 2% 8% 10%
Total 100% 100% 100%
E. Menghitung Tarif Biaya Overhead untuk masing-masing Pools.
Penerapan pools langsung didasarkan dengan aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan. Bentuk perhitungan biaya overhead perusahaan “M” golf per-aktivitas dengan menggunakan cost driver 1, dapat dilihat pada tabel 4.4 sampai dengan 4.8 .
Tabel 4.4
Perhitungan Biaya Overhead pada Maintenance
(Rp)
DAFTAR BIAYA OVERHEAD Jumlah % Alokasi Biaya Operasional
253.128.731 60 151.877.239 Biaya Building Maintenance
794.051.113 60 476.430.668 Biaya Course Maintenance
575.587.302 60 345.352.381 Biaya Amortisasi Aktiva Tetap
95.498.246 60 57.298.948 Biaya Amortisasi BOT
492.862.693 60 295.717.616 Biaya Gaji dan Tunjangan
4.716.424.199 12 565.970.904 Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan
48.880.031 50 24.440.016 Biaya Perjalanan dan Kendaraan
49.129.419 12 5.895.530 Biaya Listrik, Air dan Telepon
217.466.259 12 26.095.951 Biaya Pemasaran
665.491.644 60 399.294.986 Biaya Kantor
50.376.358 12 6.045.163 Biaya Lain-lain
968.622.652 12 116.234.718
Total 2.470.654.120
Sumber : Hasil olahan penulis.
Dari hasil perhitungan ini terlihat pools manakah yang memiliki pengeluaran yang terbesar sehingga terlihat aktivitas – aktivitas mana saja yang perlu diperhatikan oleh perusahaan.
Tabel 4.5
Perhitungan Biaya Overhead pada Operasional
(Rp) DAFTAR BIAYA OVERHEAD Jumlah % Alokasi Biaya Operasional
253.128.731 20
50.625.746 Biaya Building Maintenance
794.051.113 20
158.810.223 Biaya Course Maintenance
575.587.302 20
115.117.460 Biaya Amortisasi Aktiva Tetap
95.498.246 20
19.099.649 Biaya Amortisasi BOT
492.862.693 20
98.572.539 Biaya Gaji dan Tunjangan
4.716.424.199 10
471.642.420 Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan
48.880.031 40
19.552.012 Biaya Perjalanan dan Kendaraan
49.129.419 10
4.912.942 Biaya Listrik, Air dan Telepon
217.466.259 10
21.746.626 Biaya Pemasaran
665.491.644 20
133.098.329 Biaya Kantor
50.376.358 10
5.037.636 Biaya Lain-lain
968.622.652 10
96.862.265
Total
1.195.077.847 Sumber : Hasil olahan penulis.
Tabel 4.6
Perhitungan Biaya Overhead pada SDM
(Rp)
DAFTAR BIAYA OVERHEAD Jumlah % Alokasi Biaya Operasional
253.128.731 5
12.656.437 Biaya Building Maintenance
794.051.113 5
39.702.556 Biaya Course Maintenance
575.587.302 5
28.779.365 Biaya Amortisasi Aktiva Tetap
95.498.246 5
4.774.912 Biaya Amortisasi BOT
492.862.693 5
24.643.135 Biaya Gaji dan Tunjangan
4.716.424.199 70
3.301.496.939 Biaya Perbaikan dan Pemeliharaan
48.880.031 0
-
Biaya Perjalanan dan Kendaraan
49.129.419 70
34.390.593 Biaya Listrik, Air dan Telepon
217.466.259 70
152.226.381 Biaya Pemasaran
665.491.644 5
33.274.582 Biaya Kantor
50.376.358 70
35.263.451 Biaya Lain-lain
968.622.652 70
678.035.856
Total
4.345.244.207 Sumber : Hasil olahan penulis.
Pada tabel perhitungan biaya overhead pada Maintenance, Operasional dan SDM terlihat bahwa aktivitas Maintenance, Operasional dan SDM ini memiliki biaya overhead yang lebih besar dibandingkan dengan aktivitas lainnya.