Seperti halnya layanan kesehatan lain, layanan PPIA dan sifilis pada layanan antenatal merupakan bagian dari layanan komprehensif dan berkesinambungan (LKB).
4.1 Peran Tiap Pihak Dalam Jejaring Pelayanan
Di fasilitas pelayanan kesehatan, pelayanan PPIA dan pencegahan sifilis kongenital dijalankan oleh rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, polindes/posyandes, bidan desa serta bidan praktek mandiri (lihat Tabel 12). Di tingkat masyarakat, pelayanan PPIA dijalankan oleh keluarga terdekat, kelompok dukungan sebaya (KDS) ODHA, kader kesehatan, organisasi masyarakat ataupun lembaga swadaya masyarakat (LSM), dengan dukungan pemerintah setempat ataupun swasta.
Rumah Sakit Rujukan ODHA
Sesuai dengan SK Menteri Kesehatan No. 451/XII/2012 sudah terdaftar sebanyak 358 rumah sakit (RS) rujukan ODHA, yaitu RS yang sudah ditunjuk sebagai RS pemberi layanan ARV. RS yang telah ditetapkan sebagai RS rujukan ODHA wajib memberikan pelayanan kesehatan komprehensif bagi ODHA di rumah sakit berupa pelayanan perawatan, dukungan dan pengobatan termasuk di dalamnya: VCT, ARV, PPIA, perawatan terhadap infeksi oportunistik dan pelayanan penunjang. RS yang belum ditetapkan sebagai RS rujukan ODHA dilarang menolak pengobatan dan perawatan ODHA. Dalam hal RS tidak mampu memberikan pengobatan dan perawatan, ODHA dirujuk ke RS lain yang mampu. Pengobatan ARV dimulai di rumah sakit dan dapat dilanjutkan di puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya.
Puskesmas
Puskesmas dikelompokkan dalam beberapa tingkat sesuai dengan kemampuan tenaga dan kelengkapan sarana/prasarana sebagai berikut. Font diseragamkan
• Puskesmas Tipe 1: mampu melakukan promosi, komunikasi, informasi dan edukasi terintegrasi pada layanan yang ada di puskesmas untuk HIV dan mampu memberikan layanan IMS.
• Puskesmas Tipe 2: mampu melakukan promosi, KIE, upaya preventif HIV dan IMS, serta mampu melakukan tes HIV dan membangun jejaring dengan layanan PDP untuk akses perawatan.
• Puskesmas Tipe 3 dengan perawatan: mampu melakukan pelayanan seperti pada Tipe 2 dan mampu memulai atau melanjutkan pengobatan HIV, serta memiliki jejaring dengan rumah sakit rujukan ARV.
Layanan Satelit ARV
Layanan satelit ARV adalah layanan yang diadakan atas dasar kebutuhan ODHA agar dapat menggunakan layanan ARV di tempat yang dekat dengan tempat tinggalnya. Hal ini akan mengurangi beban ODHA dalam masa pengobatan. Layanan satelit ARV terdiri atas RS pemerintah, RS swasta, puskesmas maupun klinik yang
merupakan jejaring dari RS rujukan ODHA. ODHA dapat melakukan pengambilan ARV di layanan satelit setelah memulai pengobatan di RS rujukan. Pasien terlebih dahulu dinilai dalam hal kepatuhan minum obat dan adanya kemungkinan reaksi pengobatan yang disebabkan pemakaian ARV pada awal pengobatan.
RS rujukan ODHA dan fasyankes yang mempunyai kemampuan setara dapat melakukan semua jenis pelayanan, seperti diuraikan dalam aktivitas 1-10 pada Tabel 12. Puskesmas Tipe 2 dan 3 diharapkan mampu memberikan layanan satelit dalam jejaring pelayanan PPIA, dalam arti dapat melakukan semua aktifitas sesuai dengan tingkatnya, tes HIV dan sifilis, serta mampu melanjutkan pemberian ARV dan terapi sifilis dengan dukungan RS rujukan. Puskesmas Tipe 1 berperan sebagai satelit yang belum mampu melakukan tes HIV dan sifilis, sehingga perannya lebih ke arah edukasi, konseling, layanan KIA dasar, layanan terkait IMS dan rujukan.
Ketiga tipe puskesmas dan fasyankes yang berada dalam bimbingannya, seperti pustu dan polindes, berperan dalam menemukan secara dini ibu hamil berisiko yang mengidap HIV, sifilis dan IMS lainnya, sehingga mampu menganjurkan mereka untuk melakukan tes HIV dan sifilis di samping pemeriksaan laboratorium rutin lainnya. Bagi fasyankes yang mempunyai kemampuan terbatas, tes HIV dan sifilis dapat dilakukan di fasyankes terdekat yang mampu melakukannya melalui rujukan kasus. Kader kesehatan dan masyarakat dapat berperan sebagai pendukung upaya pemerintah dalam upaya PPIA dan pencegahan sifilis kongenital.
Tabel 12. Peran Setiap Pihak pada Aktivitas PPIA dan Pencegahan Sifilis Kongenital
No Aktifitas Rumah
sakit Puskesmas/
klinik
BPM/Pustu/
Polindes/
Poskesdes
Kader kesehatan, ormas dan
LSM
Keluarga terdekat, kelompok dukungan sebaya (KDS)
1 KIE V V V V V
2 a. a. Konseling pra dan pasca tes HIV dan sifilis b. b. Tes HIV
dan sifilis
V V
V V
V -
Memobilisasi ibu hamil untuk KTS di fasilitas kesehatan atau mobile- KTS
Bila tak mampu, rujuk
Rujuk
3 Layanan Keluarga
Berencana V V V Edukasi Edukasi
4 Persiapan
kehamilan V V V - Mengajak
pasangan ibu hamil untuk terlibat aktif selama masa kehamilan, persalinan dan nifas - Perawatan
berbasis masyarakat
- Kegiatan penyuluhan PPIA;
pendampingan ibu hamil dengan HIV - Perawatan berbasis rumah (keluarga) 5 Layanan antenatal
· Pemberian ARV
dan terapi sifilis V V -
Bila tak mampu, rujuk
Rujuk dan bantu pemantauan
· Infeksi oportunistik pada infeksi HIV (IMS, malaria, tuberkulosis)
Edukasi, diagnosis dan tata laksana
Edukasi, diagnosis dan tata laksana
Edukasi, deteksi dini dan pemantauan 6 Persalinan aman
· Perencanaan
dan konseling V V V
· Per vaginam V V V
· Bedah sesar V - -
7 Pemberian makanan bayi pada ibu dengan HIV
V V V Edukasi pada ibu dan keluarga
serta pendampingan pemberian makanan bayi 8 Dukungan medis
lanjutan pada masa nifas
V V V
Pemantauan tata laksana
lanjutan
- Dampingan (kunjungan rumah, bantuan ekonomi)
- Mengaktifkan support group perempuan HIV
9 Dukungan
psikososial V V V Menjadi teman/sahabat,
menghilangkan stigma dan diskriminasi
10 Catatan khusus PKMRS, kunjungan rumah, edukasi masyarakat
Dukungan terintegrasi KIA/KB dan menerima rujukan LSM/
KDS
Penilaian perilaku terhadap ibu hamil yang berkunjung
- Layanan rujukan ke puskesmas atau RS untuk diagnosis, tata laksana dan dukungan medis lanjutan
- Pelatihan kader masyarakat tentang PPIA
4.2 Sistem Rujukan
Sistem rujukan PPIA dan sifilis mengikuti tata rujukan yang berlaku vertikal dan horisontal menurut alur rujukan timbal-balik dari masyarakat ke fasilitas layanan kesehatan primer, sekunder, tersier dan sebaliknya (Bagan 10). Rumah sakit di tingkat kabupaten/kota menjadi pusat rujukan layanan komprehensif berkesinambungan (LKB). Pusat rujukan LKB didorong untuk membangun koordinasi dan kolaborasi dari berbagai pihak yang berkepentingan, termasuk pelayanan klinik, komunitas ODHA dan keluarganya.
Bagan 10. Alur rujukan vertikal dan horisontal timbal-balik
RS rujukan sekunder (Pusat/
Provinsi): Tatalaksana kasus komplikasi dan layanan sub
spesialistik RS rujukan pertama (Pusat LKB): Layanan
komprehensif dan fungsi koordinasi
Puskesmas , RS pratama, RS kelas D
Bidan desa/bidan praktek mandiri/pustu/polindes/
poskesdes
Bidan desa/bidan praktek mandiri/pustu/polindes/poskesdes dapat melakukan rujukan ke puskesmas atau langsung ke rumah sakit kabupaten/kota dalam keadaan emergensi. Sebaliknya, mereka dapat menerima rujukan balik dari puskesmas/
rumah sakit untuk membantu melakukan pemantauan kepatuhan minum obat ARV dan layanan konseling terkait PPIA dan sifilis.
Puskesmas, rumah sakit pratama dan rumah sakit kelas D dapat melakukan rujukan ke rumah sakit kabupaten/kota atau langsung ke rumah sakit propinsi dalam keadaan emergensi. Rumah sakit rujukan tingkat kabupaten/kota dan propinsi wajib melakukan komunikasi dan rujukan kembali ke puskesmas dan jaringannya untuk tatalaksana kasus secara komprehensif berkelanjutan.
Rumah sakit kabupaten/kota dapat melakukan rujukan ke rumah sakit Propinsi.
Rumah sakit rujukan tingkat propinsi wajib melakukan komunikasi dan rujukan kembali ke rumah sakit kabupaten/kota untuk tatalaksana kasus secara komprehensif berkelanjutan.