BAB III. KEGIATAN KOMPREHENSIF PENCEGAHAN PENULARAN HIV DAN SIFILIS DARI IBU KE ANAK
Boks 1. Protokol pemberian terapi antiretroviral (ARV) untuk ibu hamil dengan HIV
Secara umum, yang direkomendasikan untuk ibu hamil HIV positif adalah terapi menggunakan kombinasi tiga obat (2 NRTI + 1 NNRTI). Perlu dihindari penggunaan
“triple nuke” (3 NRTI).
Paduan obat ARV Kombinasi Dosis Tetap / Fixed Dose Combination (FDC): TDF (300mg) + 3TC (300mg) + EFV (600mg).
Untuk ibu yang status HIV-nya diketahui sebelum kehamilan dan sudah mendapatkan ARV, maka ARV tetap diteruskan dengan paduan obat yang sama seperti saat sebelum hamil.
Untuk ibu hamil yang status HIV diketahui saat kehamilan, segera diberikan ARV tanpa melihat umur kehamilan, berapapun nilai CD4 dan stadium klinisnya.
Untuk ibu hamil yang status HIV-nya diketahui dalam persalinan, segera diberikan ARV. Pilihan Paduan obat ARV sama dengan ibu hamil dengan HIV lainnya. Informasi lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8, serta Lampiran 3.
Tabel 6. Pemberian Obat ARV pada Ibu Hamil
No Kondisi Rekomendasi pengobatan
1 • ODHA hamil, segera terapi ARV
• ODHA datang pada masa persalinan dan belum mendapat terapi ARV, lakukan tes, bila hasil reaktif berikan ARV
• TDF(300mg) + 3TC (300mg) + EFV (600mg)
Alternatif:
• AZT (2x300mg) + 3TC (2x150mg) + NVP (1x200mg, setelah 2 minggu 2x200mg)
• TDF (1x300mg) + 3TC (atau FTC) (2x150mg) + NVP (2x200mg)
• AZT (2x300mg) + 3TC (2x150mg) + EFV (1x600mg)
2 ODHA sedang
menggunakan ARV dan kemudian hamil
• Lanjutkan dengan ARV yang sama selama dan
sesudah persalinan 3 ODHA hamil dengan
hepatitis B yang memerlukan terapi
• TDF (1x300mg) + 3TC (atau FTC) (1x300mg) + EFV (1x600mg) atau
• TDF (1x300mg) + 3TC (atau FTC) (2x150mg) + NVP (2x200mg)
4 ODHA hamil dengan
tuberkulosis aktif • Bila OAT sudah diberikan, maka dilanjutkan. Bila belum diberikan, maka OAT diberikan terlebih dahulu sebelum pemberian ARV.
• Rejimen untuk ibu bila OAT sudah diberikan dan tuberkulosis telah stabil: TDF + 3TC + EFV
Keterangan: AZT/ZDV: zidovudin; 3TC: lamivudin; FTC: emtricitabin; NVP: nevirapin;
EFV: efavirens; TDF: tenovofir
Tabel 7. Efek Samping Obat dan Kontraindikasi Pemberian ARV Nama
obat Efek samping/efek toksik Kontraindikasi AZT • Anemia (makin lama pajanan makin berat,
namun reversibel)
• Mual, sakit kepala, mialgia, insomnia
• Alergi obat
• Hb < 7 g/dL
• Netropenia (<750 sel/mm3)
• Disfungsi hati dan ginjal berat
NVP • Hepatotoksik (perlu observasi klinis dalam
12 minggu pertama)
• Ruam kulit
• Alergi terhadap benzodiazepin
• Disfungsi hati TDF • Nefrotoksik (perlu observasi klinis selama 6
bulan pertama) • Disfungsi ginjal
3.1.5 Perencanaan Persalinan Aman bagi Ibu dengan HIV
Tujuan persalinan aman bagi ibu dengan HIV adalah menurunkan risiko penularan HIV dari ibu ke bayi, serta risiko terhadap ibu, tim penolong (medis/non-medis) dan pasien lainnya. Persalinan melalui bedah sesar berisiko lebih kecil untuk penularan terhadap
bayi, namun menambah risiko lainnya untuk ibu. Risiko penularan pada persalinan per vaginam dapat diperkecil dan cukup aman bila ibu mendapat pengobatan ARV selama setidaknya enam bulan dan/atau viral load kurang dari 1000 kopi/mm3 pada minggu ke- 36. Tabel 8 menampilkan keuntungan dan kerugian kedua jenis persalinan.
Tabel 8. Keuntungan dan Kerugian Jenis Persalinan Metode
persalinan Keuntungan Kerugian
Per vaginam 1. Mudah dilakukan di sarana kesehatan yang terbatas 2. Masa pemulihan pasca
persalinan singkat 3. Biaya rendah
Risiko penularan pada bayi relatif tinggi 10-20% , kecuali ibu telah minum ARV teratur ≥ 6 bulan atau diketahui kadar viral load < 1000 kopi/mm3 pada minggu ke-36
Seksio sesarea elektif
1. Risiko penularan yang rendah (2-4%) atau dapat mengurangi risiko penularan sampai 50-66%
2. Terencana pada minggu ke-38
1. Lama perawatan bagi ibu lebih panjang.
2. Perlu sarana dan fasilitas pendukung yang lebih memadai 3. Risiko komplikasi selama operasi
dan pasca operasi lebih tinggi 4. Ada risiko komplikasi anestesi 5. Biaya lebih mahal
Hal-hal berikut perlu diperhatikan dalam memberikan pertolongan persalinan yang optimal pada ibu
dengan HIV.
1. Pelaksanaan persalinan, baik melalui seksio sesarea maupun per vaginam, perlu memperhatikan kondisi fisik ibu dan indikasi obstetrik.
2. Ibu hamil dengan HIV harus mendapatkan informasi sehubungan dengan keputusannya untuk menjalani persalinan per vaginam ataupun melalui seksio sesarea.
3. Tindakan menolong persalinan ibu dengan HIV, baik per vaginam maupun seksio sesarea harus memperhatikan kewaspadaan umum yang berlaku untuk semua persalinan.
Persalinan untuk ibu dengan HIV, baik per vaginam maupun seksio sesarea dapat dilakukan di semua fasilitas kesehatan yang mampu tanpa memerlukan alat pelindung diri khusus, selama fasilitas tersebut melakukan prosedur kewaspadaan standar.
3.1.6 Penatalaksanaan Nifas bagi Ibu dengan HIV
Perawatan nifas bagi ibu dengan HIV pada dasarnya sama dengan perawatan nifas pada ibu nifas normal. Terdapat beberapa hal berikut yang perlu diperhatikan.
• Bagi ibu yang memilih tidak menyusui dapat dilakukan penghentian produksi ASI.
• Pengobatan, perawatan dan dukungan secara berkelanjutan diberikan, di samping tata laksana infeksi oportunistik terhadap pengidap HIV/AIDS dan dukungan edukasi nutrisi.
• Pelayanan kontrasepsi pasca persalinan diutamakan agar tidak terjadi kehamilan yang tidak terencana dan membahayakan ibu dan janin yang dikandungnya.
• Edukasi kepada ibu tentang cara membuang bahan yang berpotensi menimbulkan infeksi, seperti lokia dan pembalut yang penuh dengan darah.
3.1.7 Pemberian ARV dan Kotrimoksasol Profilaksis pada Bayi
Pemberian ARV pada bayi mengikuti Pedoman HIV pada Anak (2013). Sejak ARV dimulai, diperlukan kepatuhan terhadap aturan pemberian obat setiap hari, karena ketidakpatuhan merupakan penyebab utama kegagalan pengobatan. Persiapan amat penting dilakukan sebelum memulai pemberian ARV, yaitu persiapan pengasuh bayi dan faktor yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan.
Semua bayi lahir dari ibu dengan HIV, baik yang diberi ASI eksklusif maupun susu formula, harus diberi zidovudin sejak hari pertama (umur 12 jam), selama enam minggu.
Dosis zidovudin/AZT:
• Bayi cukup bulan: 4 mg/kg BB/12 jam selama enam minggu.
• Bayi prematur < 30 minggu: 2 mg/kg BB tiap 12 jam selama empat minggu, kemudian 2 mg/kg BB tiap delapan jam selama dua minggu.
• Bayi prematur 30-35 minggu: 2 mg/kg BB tiap 12 jam selama dua minggu pertama, kemudian 2 mg/kg BB tiap delapan jam selama dua minggu diikuti 4 mg/kg BB/12 jam selama dua minggu.
Bila pada minggu keenam, bila diagnosis HIV belum dapat disingkirkan, maka diperlukan pemberian kotrimoksasol profilaksis sampai usia 12 bulan atau sampai dinyatakan HIV negative / non-reaktif. Keluarga pasien harus diberitahu bahwa kotrimoksazol tidak mengobati dan menyembuhkan infeksi HIV tetapi mencegah infeksi yang umum terjadi pada bayi yang terpajan HIV.
Profilaksis kotrimoksazol dapat dihentikan pada bayi yang terpajan HIV sesudah dipastikan TIDAK tertular HIV (setelah ada hasil laboratorium baik PCR maupun antibodi pada usia sesuai). Pada anak umur 1 sampai 5 tahun yang terinfeksi HIV, cotrimoksazol profilaksis dihentikan jika CD4 >25%.