• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis-Jenis Kerusakan Pada Jalan

Dalam dokumen LAPORAN PRAKTIKUM PERKERASAN JALAN (Halaman 41-52)

BAB II DASAR TEORI

2.6. Jenis-Jenis Kerusakan Pada Jalan

10. Alat Core Drill

Tujuan dari pengujian core drill yaitu untuk menentukan/mengambil sample perkerasan di lapangan sehingga bisa diketahui tebal perkerasannya serta untuk mengetahui karakteristik campuran perkerasan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui secara tepat susunan struktur dari suatu konstruksi jalan.

Gambar 2.29 Alat Core Drill Sumber: IlmuTeknikSipil. 2013

a. Retak Halus

Retak halus (Gambar 2.30) ditandai dengan lubang/ celah dengan ukuran lebar ≤3 mm.Kerusakan ini disebabkan oleh bahan perkerasan yang kurang baik, terjadi pelapikan permukaan, air tanah pada badan jalan, atau tanah dasar yang kurang stabil.

Gambar 2.30. Retak halus

b. Retak kulit buaya (Alligator Cracks)

Kerusakan pada retak kulit buaya (Gambar 2.31) memiliki lebar celah ≥ 3 mm dan saling berangkai membentuk serangkaian kotak – kotak kecil yang menyerupai kulit buaya.Retak kulit buaya disebabkan defleksi permukaan jalan yang berlebihan diatas lapisan pondasi yang tidak stabil.Kerusakan ini juga dimungkinkan akibat repetisi beban kendaraan yang melebihi kapasitas perkerasan.\

Gambar 2.31. Retak kulit buaya

BAHU

PERKERASAN c. Retak pinggir (Edge Cracks)

Retak yang terjadi berupa retak memanjang jalan sepanjang ±30 cm dengan atau tanpa cabang yang mengarah ke bahu jalan dan terletak dekat bahu (Gambar 2.32). Kerusakan retak pinggir umumnya disebabkan kurang baiknya dukungan dari bahu jalan.

Gambar 2.32. Retak pinggir d. Retak sambungan bahu dan perkerasan (Edge Joint Cracks)

Retak memanjang ini umumnya terjadi pada sambungan bahu dengan perkerasan (Gambar 2.33).Retak sambungan bahu dan perkerasan disebabkan oleh kurang baiknya sistem drainase, atau amblasnya perkerasan di tepi yang menyebabkan air tergenang.

Gambar 2.33. Retak sambungan bahu dan perkerasan

PELEBARAN JALAN

e. Retak sambungan jalan (Lane Joint Cracks)

Sesuai dengan namanya retak ini terjadi pada sambungan dua jalur lalu lintas (Gambar 2.34), dan berbentuk retak memanjang (Longitudinal Cracks).Retak ini dapat terdiri atas beberapa celah yang saling sejajar.Jenis kerusakan ini biasanya disebabkan oleh lemahnya ikatan sambungan kedua jalur perkerasan.

Gambar 2.34 . Retak sambungan jalan f. Retak sambungan pelebaran jalan (Widening Cracks)

Retak yang terjadi ditandai denganretak memanjang pada sambungan antara perkerasan lama dengan perkerasan pelebaran (Gambar 2.35).Penyebab kerusakan ini serupa dengan penyebab kerusakan refleksi.

Gambar 2.35. Retak sambungan pelebaran jalan

g. Retak refleksi (Reflection Cracks)

Kerusakan ini terjadi pada lapisan tambahan (Overlay), dapat berbentuk memanjang (Longitudinal Cracks), diagonal (Diagonal Cracks), melintang (Transverse Cracks), ataupun kotak (Blocks Cracks) yang menggambarkan pola retakan perkerasan di bawahnya (Gambar 2.36). Retak refleksi ini biasanya disebabkan oleh pergeseran horisontal atau vertikal dibawah lapisan overlay.

Gambar 2.36. Retak refleksi h. Retak susut (Shrinkage Cracks)

Retak yang terjadi saling bersambungan membentuk kotak besar dengan sudut tajam atau dapat dikatakan suatu interconnected cracks yang membentuk suatu seri blocks cracks. Umumnya penyebaran retak ini menyeluruh pada perkerasan jalan (Gambar 2.37). Retak susut disebabkan karena adanya perubahan volume dalam campuran aspal.

Gambar 2.37. Retak susut

i. Retak selip (Slippage Cracks)

Kerusakan ini sering disebut dengan parabolic cracks, shear cracks, atau crescent shaped cracks. Bentuk retak lengkung menyerupai bulan sabit atau berbentuk seperti jejak mobil disertai dengan beberapa retak (Gambar 2.9).

Kadang – kadang ini terjadi bersama dengan shoving.Retak selip disebabkan kurang baiknya ikatan antara lapis permukaan dengan lapis di bawahnya.Terkadang kerusakan ini terjadi akibat beban lalu lintas karena kurang baiknya pemadatan.

Gambar 2.38. Retak selip

2. Distorsi (Distortion)

Distorsi ditandai dengan adanya berbagai perubahan bentuk perkerasan lentur.Distorsi disebabkan oleh kelemahan-kelemahan subgrade (tanah dasar) yang kemudian berpengaruh terhadap lapis permukaan perkerasan lentur. Kelemahan tanah dasar yang dimaksud antara lain :

Kurangnya kepadatan tanah dasar Tanah dasar yang mengembang Penurunan tanah dasar

Bentuk-bentuk distorsi antara lain : a. Alur (ruts)

Alur (Gambar 2.39) terjadi pada lintasan roda sejajar dengan as jalan. Alur menjadi tempat menggenangya air yang bisa mengakibatkan retak.Kerusakan alur disebabkan oleh lapis perkerasan yang kurang padat, atau terjadi akibat lendutan dari lapis permukaan aspal itu sendiri.Kerusakan ini dapat juga terjadi

akibat beban lalu lintas.

Gambar 2.39. Kerusakan Alur b. Keriting (corrugation)

Keriting (Gambar 2.40) merupakan alur yang terjadi arah melintang jalan.

Dengan lapisan permukaan yang keriting, pengemudi mengalami ketidaknyamanan berkendara. Kerusakan keriting disebabkan karena rendahnya stabilitas campuran yang dapat berasal dari terlalu tingginya kadar aspal, banyak menggunakan agregat halus, agregat bulat dan licin.

Gambar 2.40. Kerusakan Keriting c. Sungkur (shoving)

Kerusakan ini merupakan suatu pergeseran plastis yang menghasilkan tonjolan setempat dari permukaan perkerasan, khususnya di tempat kendaraan sering berhenti, kelandaian curam, dan tikungan tajam (Gambar 2.41).

Penyebab kerusakan sama seperti kerusakan keriting (Lihat artikel 2.1.2 poin

Gambar 2.41. Kerusakan Sungkur d. Amblas (Depressions)

Amblas (Gambar 2.42) merupakan penurunan perkerasan lentur yang biasanya terjadi pada tempat – tempat tertentu, dan mudah terdeteksi dengan adanya air yang tergenang.Amblas terjadi karena beban lalu lintas yang melebihi kapasitas perkerasan, dan terjadinya lendutan pada lapis di bawah permukaan.

Gambar 2.42. Kerusakan Amblas e. Jembul (Upheaval)

Jembul (Gambar 2.43) terjadi akibat adanya pengembangan tanah dasar pada tanah dasar ekspansif.Kerusakan jembul ini biasanya disertai dengan retak – retak.

Gambar 2.43. Kerusakan Jembul 3. Disintergrasi (Disintegration)

Disintegrasi adalah kehancuran perkerasan menjadi bagian – bagian kecil yang lepas di mana bila tidak diadakan pencegahan pada tahap awal dapat menyebar sampai perkerasan, dan biasanya diperlukan rekonstruksi menyeluruh.Kerusakan ini lebih mengarah kepada kerusakan secara kimiawi dan mekanis dari lapisan perkerasan.

Tipe/bentuk kerusakan disintegrasi adalah : a. Lubang (Potholes)

Lubang (Gambar 2.44) biasanya berbentuk mangkuk, ukurannya bervariasi.

Lubang – lubang ini menampung dan meresapkan air ke dalam lapis permukaan yang menyebabkan kerusakan menjadi lebih parah. Kerusakan lubang ini biasanya terjadi akibat kurang baiknya campuran perkerasan karena terlalu sedikit kadar aspal, atau permukaan aspal yang tipis, kerusakan pada tanah dasar.

b. Pelepasan butir (Ravelling)

Ravelling (Gambar 2.45) adalah pemisahan partikel agregat dari permukaan perkerasan yang semakin lama semakin dalam.Biasanya agregat halus

(fine aggregate) terlepas terlebih dahulu dan akibat erosi yang terus – menerus, maka partikel – partikel yang lebih besar ikut terlepas dan menyebabkan permukaan perkerasan menjadi kasar (rough) dan terkena erosi. Pelepasan butir

terjadi akibat kurang baiknya pemadatan, agregat kotor, atau kadar aspal yang terlalu rendah.

Gambar 2.44. Kerusakan Lubang

Gambar 2.45. Kerusakan Pelepasan butir 4. Bahaya gelincir (Skid Hazard)

Lapisan permukaan jalan yang licin menyebabkan penambahan kecepatan pada kendaraan serta mengurangi gaya gesekan antara roda dengan permukaan jalan sehingga menyebabkan bahaya gelincir.

a. Kegemukan (Bleeding)

Bleeding(Gambar 2.46) adalah perpindahan ke atas dari aspal pada permukaan lapisan aspal sehingga merupakan suatu bentuk lapisan aspal diatas permukaan.

Kerusakan kegemukan terjadi akibat kadar aspal yang terlalu tinggi.

Gambar 2.46. Kerusakan Kegemukan b. Pengausan (Polished Aggregate)

Pengausan (Gambar 2.47) adalah partikel agregat yang terlalu halus (smooth) pada permukaan perkerasan. Hal ini dapat menyebabkan jalan menjadi licin dan membahayakan kendaraan.Kerusakan ini terjadi akibat agregat yang tidak tahan terhadap aus.

Gambar 2.47. Kerusakan Pengausan

Dalam dokumen LAPORAN PRAKTIKUM PERKERASAN JALAN (Halaman 41-52)

Dokumen terkait