BAB II KONSEP JUAL BELI DALAM ISLAM, E-COMMERCE, DAN
A. Jual Beli Dalam Islam
1. Pengertian Jual Beli Dalam Islam
Menurut etimologi, jual beli dietician pertukaran sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata lain dari al – ba’i adalah al – mubadalah dan at –
tija>rah. Menurut istilah Fiqh disebut dengan al-ba’i (عيبلا) yang berarti
menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.29
Menurut ulama malikiyah jual beli dalam arti umum adalah suatu perikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan.
Perikatan adalah akad yangmengikat kedua belah pihak. Tukar-menukar yaitu salah satu pihak menyerahkan ganti penukaran atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak lain. Dan sesuatu yang bukan manfaat ialah bahwa benda yang ditukarkan ada dzat (berbentuk), ia berfungsi sebagai obyek penjualan, jadi bukan manfaatnya atau bukan hasilnya. Secara khusus jual beli dapat diartikan ikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik. Barang yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu30.
Berdasarkan definisi diatas dapat dipahami bahwa jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima barang yang di
29 Nasrun Harun, Fiqih Muamalah (Jakarta: Gaya Media Utama, 2007).111
30 Nasroen Haroen, Fiqih Muamalah, 120-121
perjual belikan dan yang lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang dibenarkan syara’ dan disepakati.Sesuai dengan kesepakatan Hukummaksutnya ialah memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun, dan hal- hal lain yang berkaitan dengan jual beli sehingga apabila tidak terpenuhi maka jual beli menjadi tidak sah
2. Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli merupakan salah satu bagian dari muamalah yang mempunyai dasar hukum yang jelas, baik itu dari Al-Qur’an, As-sunnah, maupun ijma’.
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan dasar hukum yang menduduki tingkat pertama dalam menentkan hukum-hukum yang berlaku dalam Islam.
Hukum Jual beli dalam Al-qur’an terdapat dalam Q.S Al-Baqarah:275
ۗاوهبِّٰرلا َمَّرَحَو َعْيَ بْلا ُهٰللّا َّلَحَاَو
Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”31
Ayat tersebut menjelasakan bahwa jual beli merupakan kegiatan atau transaksi yang telah disyari’atkan dan diperbolehkan. Adapun tujuan diperbolehkannya jual beli guna menghindarkan manusia dari kesulitan dala memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Allah juga telah melarang hamba-Nya melakukan riba dalam kegiatan jual beli.
Selain ayat diatas Allah SWT juga menjelaskan mengenai jual beli dalam QS. An-Nisa ayat 29:
31 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: Diponegoro, 2008).47
24
ًةَراَِّتِ َنْوُكَت ْنَا اَّلَِّا ِّلِّطاَبْلِّبِ ْمُكَنْ يَ ب ْمُكَلاَوْمَا ااْوُلُكَْتَ َلَ اْوُ نَمها َنْيِّذَّلا اَهُّ يَاهيٰ
اًمْيِّحَر ْمُكِّب َناَك َهٰللّا َّنِّا ۗ ْمُكَسُفْ نَا ااْوُلُ تْقَ ت َلََو ۗ ْمُكْنِّٰم ٍضاَرَ ت ْنَع
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu.
Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”32
Ayat diatas menjelaskan bahwa larangan memakan harta yang berdada di tengah mereka dengan bathil itu mengandung makna larangan melakukan transaksi atau perpindahan harta yang menimbulkan kemudharatan seperti praktek-praktek riba, perjudian, dan jual beli yang mengadung penipuan.
b. Hadist
Sumber hukum Islam yang kedua yaitu hadist, yang merupakan pedoman dalam mengistibatkan suatu hukum. Adapun salah satu hadist yang menjelaskan mengenai jual beli adalah sebagai berikut.
Hadist yang diriwayatkan oleh al Abazzar yang telah dinyatakan sahih oleh al Hakim al Nasyaburi.
ْنَع َةَعاَفِّر ِّنْب ٍعِّفاَر َيِّضَر َُّللّا ُهْنَع َّنَأ َِّّبَّنلا ىَّلَص َُّللّا ِّهْيَلَع َمَّلَسَو لِّئُس
يأ بتكلا بيطأ
؟ لاق : لمع لحارلا هديب
، لكو عبن رويرم
32 Departemen Agama RI.83
Artinya : "Dari Rifa>’ah bin Ra>fi ra la berkata, bahwasannya Rasulullah SAW pernah ditanya: Usaha apakah yang paling halal itu ya Rasulullah? Maka beliau men-jawab, "Yaitu pekerjaan seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli itu baik." (HR. Al Bazzar.
Dinyatakan sahih oleh al Hakim al Nasyaburi)33
Berdasarkan hadist diatas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW telah menganjurkan profesi sebagai pedagang. yaitu yang dilakukan secara jujur dan atas dasar suka sama suka. Selain itu beliau juga melarang adanya jual beli yang disertai adanya unsur penipuan, hal ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sebagai berikut:
ٍءاَطَع ْنَع ٍجْيَرُج ِّنْبا ْنَع َةَنْ يَ يُع ُنْبا اَنَ ثَّدَح ٍدَّمَُمُ ُنْب َِّّللّا ُدْبَع اَنَ ثَّدَح ِّهْيَلَع َُّللّا ىَّلَص ُِّّبَّنلا ىََنَ اَمُهْ نَع َُّللّا َيِّضَر َِّّللّا ِّدْبَع َنْب َرِّباَج َعَِّسَ
َّتََّح ِّرَمَّثلا ِّعْيَ ب ْنَعَو ِّةَنَ باَزُمْلا ْنَعَو ِّةَلَ قاَحُمْلاَو ِّةَرَ باَخُمْلا ْنَع َمَّلَسَو َيٰاَرَعْلا َّلَِّإ ِّمَهْرِّٰدلاَو ِّراَنيِّٰدلِّبِ َّلَِّإ َعاَبُ ت َلَ ْنَأَو اَهُح َلََص َوُدْبَ ي
Artinya : "Dari Anas bin Malik Radliallahu 'anhu Sesungguhnya dia berkata: Rasulullah SAW., melarang melakukan jual beli yang belum ditunai, jual beli yang buahnya belum matang (hijau), jual beli dengan sentuhan, jual beli dengan tebak- tebakan, dan jual beli yang timbangannya tidak diketahui.” (HR. Bukhari Nomor: 2207)34
c. Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa
33 Abu Abdillah Muhammad bin Yazid, Matan Imam Bazazar (Baitul Afkar ad- Dauliyyah, n.d.).272
34 Idrus H Alkaf, Ihtisar Hadist:Shahih Bukhari (Terj) (Surabaya: Cv. Karya Utama, 2012).154
26
bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkanya itu, harus diganti dengan barang lainya yang sesuai.35
3. Rukun dan Syarat Jual Beli
Terdapat perbedaan pendapat antar ulama’ tentang rukun jual beli.
Ulama’ Hanafiyah berpendapat bahwa rukun jual beli hanya satu yaitu ijab
qabul. Ijab yaitu ungkapan memberi oleh pembeli, dan qabul ialah
ungkapan dari penjual yang menunjukkan pertukaran barang secara ridho.
Menurut mereka, yang menjadi rukun dalam jual beli hanyalah kerelaan kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli. Akan tetapi, karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit diindra sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan indikasi yang menunjukkan kerelaan itu dari kedua belah pihak. Indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli, boleh tergambar dalam ijab dan qabul atau cara saling memberikan barang dan harga barang (ta’athi).36
Sementara menurut Malikiyah, rukun jual beli ada tiga, yaitu : a. ‘Aqi>dain (dua orang yang berakad, yaitu penjual dan pembeli);
b. Ma’qûd ‘alaih (barang yang diperjualbelikan dan nilai tukar pengganti barang); dan
35 Rahmat Syafe’i, Fiqh Muamalah,(Bandung: Pustaka Setia, 2001),74.
36 Hidayat Enang, Fiqih Jual Beli (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2015),16
c. S>>}ighat (ijab dan qabul).
Ulama Syafi'iyah juga berpendapat sama dengan Malikiyah di atas. Sementara ulama Hanabilah berpendapat sama dengan pendapat Hanafiyah.37
Adapun syarat-syarat jual beli antara lain sebagai berikut:
a. Syarat pihak yang melakukan transaksi jual beli (‘aqi>dain)
Para ulama fikih sepakat, apabila suatu transaksi jual beli dapat dikatakan sah, maka pihak yang melakukan transaksi harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan yaitu,
1) Mumayyiz, baligh dan berakal.
Maka tidak sah jual beli yang dilakukan oleh orang gila, orang yang mabuk, begitu juga anak kecil, kecuali terdapat izin dari walinya sebagaimana pendapat jumhur ulama. Akan tetapi menurut ulama’
Hanafiyah hanya mensyaratkan berakal dan mumayyiz, tidak mensyaratkan baligh.
2) Tidak dalam keadaan terpaksa ketika melakukan transaksi jual beli.
Salah satu rukun jual beli yaitu kerelaan, apabila terdapat paksaan dalam melakukan transaksi tersebut maka transaksi itu tidak sah menurut jumhur ulama’. Sedangkan menurut ulama’ Hanafiyah, sah akadnya ketika dalam keadaan terpaksa jika diizinkan, tetapi bila tidak diizinkan, maka tidak sah akadnya.38
37 Hidayat Enang, Fiqih Jual Beli.17
38 Hidayat Enang.Fiqih Jual Beli,18
28
b. Syarat Ijab qabul
Lafal ijab qabul dapat dikatakan sah apabila telah memenuhi syarat berikut:39
1) Pengertiannya harus jelas, artinya lafal yang digunakan dalam ijab qabul harus jelas maksud dan tujuannya.
2) Lafal ijab qabul harus saling bersesuaian, supaya tidak terjadi salah faham antara kedua belah pihak dikemudian hari.
3) Adanya unsur kesungguhan dan kerelaan antara kedua belah pihak.
c. Syarat Objek Jual Beli (Ma’qûd ‘alaih)
1) Objek yang diperjualbelikan itu harus suci.
Allah SWT melarang hambanya melakukan transaksi jual beli barang najis, sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al-Maidah ayat 3.
Ayat tersebut menjelaskan larangan Allah kepada hambanya untuk tidak memakan bangkai, darah, daging babi, memakan hewan yang disembelih tidak dengan menyebut nama Allah, seperti hewan yangdicekik, hewan yang mati karena dipukul, hewan jatuh yang terkena tanduk, ataupun hewan mati karena diterkam oleh hewan buas lainnya, laranan tersebut juga beraku dalam hal jual beli.
2) Objek yang diperjualbelikan dapat diambil manfaatnya.
Islam yang merupakan agama rahmatal lil ‘alamin juga turut mengatur dalam hal kemashlahatan umatnya. Pada dasarnya semua barang yang ada dibumi memiliki manfaat masing, masing, kecuali
39 Nasrun Harun, Fiqih Muamalah.116
barang yang dilarang oleh Allah SWT, karena sudah dipastikan barang yang dilarang oleh Allah SWT mengandung kemudlaratan.
3) Objek yang diperjualbelikan adalah kepemilikan sendiri.
Tidak sah hukumnya memperjual belikan barang yang bukan milik sendiri, kecuali barang tersebut telah dikuasakan pada dirinya.
4) Objek yang diperjualbelikan bisa diserahkan ketika jual beli.
Tidak boleh menjual barang yang tidak dapat diserahkkan kepada pembeli, seperti menjual ikan yang masih ada didalam laut, ataupun barang yan masih dijaminkan.
5) Objek yang diperjualbelikan dapat diketahui.
Barang yang diperjualbelikan harus dapat diketahui zat, bentuk, kadar, jenis, sifat dan harganya sehingga pembeli tidak terkecoh, dan memicu tindakan penipuan yang kemudian jual beli yang dilakukan menjadi gharar.40
4. Macam-Macam Jual Beli41
Ditinjau dari hukum dan sifat jual beli, jumhur ulama membagi jual beli menjadi dua macam, yaitu jual beli yang dikategorikan sah (sahih) dan jual beli yang dikategorikan tidak sah. Jual beli sahih adalah jual beli yang memenuhi ketentuan syara’, baik rukun maupun syaratnya, sedangkan jual beli tidak sah yang tidak memenuhi syarat sehingga jual beli menjadi rusak (fasid) atau batal. Dengan kata lain, menurut jumhur ulama, rusak dan batal memiliki arti yang sama.
40 Hidayat Enang,, Fiqih Jual Beli.19
41 Rachmat Syafe’i, Fiqih Mu’amalah,92-93.
30
5. Jual Beli Yang Dilarang
a. Jual beli barang yang sudah dinyatakan najis hukumnya oleh agama, seperti anjing, babi, khamr, bangkai, darah, berhala, dan lainnya. Berbeda dengan benda yang terkena najis, ulama' Hanafiyah memperbolehkan untuk barang yang tidak untuk dimakan, sedangkan ulama malikiyah memperbolehkan jika sudah dibersihkan najisnya.42
b. Jual beli mulamasah, yaitu jual beli yang yang terjadi antara dua belah pihak, salah satu antara keduanya menyentuh paikaian pihak lain yang diperjal belikan waktu malam atau siang. dengan ketentuan pakaian mana yang tersentuh maka itulah yang terjual. Jual beli seperti ini hukumnya adalah haram.
c. Jual beli munabadzah, yaitu jual beli di mana masing-masing pihak melemparkan apa yang ada pada nya kepihak lain tanpa mengetahui kualitas dan kuantitas dari objek yang diperjual belikan.43
d. Jual beli dengan memakai syarat, yaitu jual beli yang dilakukan dengan menggunakan syarat. Seperti "saya akan membeli tas ini dengan syarat bagian rusak dijahit terlebih dahulu. Menurut ulama’ Hanafiyah jual beli seperti ini diperbolehkan atau sah jika memang syarat tersebut baik, begitu pula menurut ulama' Syafi'iyah. Berbeda dengan ulama' Hanabillah yang menyatakan bahwa jual beli seperti ini tidak diperbolehkan jika hanya bermanfaat bagi salah satu pihak.
42 Syekh Abdurrahman As-Saidi,dkk, Fiqh Jual Beli: Panduan Praktis Jual Beli Syariah,(Jakarta: Senayan Publishing,2008), 99.
43 Shobirin, “Jual Beli Dalam Pandangan Islam”, Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam, No.2 (2015), 253-254.
e. Jual beli gharar, yaitu jual beli yang mengandung kesamaran, hal ini dilarang oleh Islam sebab sabda Rasulullah Saw yang artinya:
“Janganlah kamu membeli ikan didalam air karena jual beli seperti itu termasuk gharar”. Ketidajelasan ini juga terjadi pada harga, barang, dan pada akad jual beli lainnya.44Menurut ulama' fikih, beberapa bentuk jual beli gharar yang dilarang adalah:
1) Jual beli di mana penjual tidak ada kemampuan untuk menyerahkan objek akad pada waktu terjadinya akad jual beli, baik ojek jual beli tersebut sudah ada ataupun belum ada, seperti menjual binatang yang masih dalam perut induknya.
2) Menjual sesuatu yang belum ada dalam penguasaan penjual. Seperti seseorang telah membeli suatu barang dari penjual x. akan tetapi barang tersebut belum diserahkan pada sesorang tersebut. Maka sesorang tersebut tidak diperbolehkan menjual barang tersebut kepada orang lainnya (pembeli).
3) Jual beli yang tidak ada kepastian mengenai jenis pembayaran atau jenis benda yang dijual.
4) Jual beli yang tidak adanya kepastian mengenai sifat tertentu dari barang yang dijual.
5) Jual beli di mana tidak adanya kepastian mengenai jumlah harga yang harus dibayarkan. Seperti "saya jual beras ini kepada anda seharga beras yang berlaku pada hari ini".
44Syekh Abdurrahman As-Saidi,dkk, Fiqh Jual Beli: Panduan Praktis Jual Beli Syariah,54.
32
6) Jual beli di mana tidak adanya kepastian mengenai waktu penyerahan objek akad.
7) Jual beli di mana tidak ada kejelasan dalam transaksinya, yaitu jual beli yang menyediakan dua jenis akad atau lebih, namun ketika transaksi berlangsung tidak ada kejelasan akad mana yang digunakan.
8) Jual beli di mana kondisi objek akad tidak ada jaminan kesesuaian dengan yang ditentukan dalam akad atau transaksi.45
f. Jual Beli Tadl>>>>>>>>>>>>>>>>i>s (penipuan), tadl>>>>>>>>>>>>>>>>i>s pada jual beli dalam hukum Islam itu diharamkan, karena tadl>>>>>>>>>>>>>>>>i>s merupakan penipuan yang dilakukan dalam transaksi jual beli oleh pihak penjual terhadap barang/objek yang dijualnya kepada pembeli.46 Dalam praktiknya, tadlis dikategorikan dalam 4 jenis, yakni tadlis dalam hal kualitas, tadl>>>>>>>>>>>>>>>>i>s dalam hal kuantitas, tadl>>>>>>>>>>>>>>>>i>s dalam hal harga dan tadlis dalam hal waktu.47
1) Tadlis dalam hal kualitas, Tadlis dalam hal kualitas adalah penipuan
dalam transaksi jual beli yang dilakukan oleh penjual kepada pembeli terhadap mutu atau kualitas barang yang dijual. Hal ini biasa terjadi pada dalam bentuk penyembunyian kualitas barang yang diperjualkan atau menyembunyikan kecacatan pada barang tersebut. Misalkan pada kasus penjualan Handphone bekas. Pedagang menjual hadphone bekas dengan kualifikasi yang sama terhadap semua produk. Akan tetapi tidak semua handphone memiliki kualifikasi yang sama.
45 Rachmat Syafe’i, Fiqh Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2001).101
46 M.Tholib Alawi, “Aspek Tadlis Pada Sistem Juak Beli: analisis pada praktik jual beli pulsa listrik (Token) Prabayar”, Ekonomi dan Perbankan Syariah, (2017),133
47 Adiwarman A.karim, Ekonomi Mikro Islam,(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,2006), 197
2) Tadl>>>>>>>>>>>>>>>>i>s dalam hal kuantitas. Tadl>>>>>>>>>>>>>>>>i>s dalam hal kuantitas yaitu penipuan yang dilakukan oleh pihak penjual terhadap jumlah yang akan diterima kepada pihak pembeli. Hal ini biasanya terjadi ketika pihak penjual atau yang bertransaksi menyembunyikan informasi yang bersangkutan dengan kuantitas yang ditransaksikan.48
3) Tadl>>>>>>>>>>>>>>>>i>s dalam hal harga. Tadl>>>>>>>>>>>>>>>>i>s dalam hal harga ialah penipuan harga jual yang dilakukan oleh penjual kepada pembeli, dalam hal ini seperti penjual tidak memberitahukan secara jujur berapa harga pokok dan keuntungan yang didapat atas barang tersebut. Kejadian ini biasanya memanfaatkan ketidaktahuan lawan transaksinya. Ketika lawan transaksi tidak mengetahui harga pasaran sebuah barang, maka penjual akan menaikkan harga tersebut secara cuma-cuma untuk bisa mendapatkan keuntungan lebih.
4) Tadl>>>>>>>>>>>>>>>>i>s dalam hal waktu. Tadl>>>>>>>>>>>>>>>>i>s dalam hal waktu ialah penipuan yang dilakukan oleh penjual kepada pembeli atas waktu penyerahan barang yang telah disepakati pada saat diawal akad. Hal ini biasanya terjadi ketika penjual tetap menyepakati akad pengiriman barang besok, tetapi sebenarnya ia sudah mengetahui bahwa barang tersebut tidak mungkin sampai ke tempat tujuan besok. Penjual menyembunyikan ketidaksanggupannya dan tetap menjalin akad dengan pembeli.
48 Adiwarman A.karim, Ekonomi Mikro Islam, 198.
34