• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurang-Jurang Penguatan Positif

Dalam dokumen Modifikasi perilaku anak usia dini (Halaman 70-74)

Siapa pun yang benar-benar memahami prinsip-prinsip dasar perilaku manusia seperti penguatan positif ini dapat menggunakannya untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang diinginkan dari sautu perilaku. Ada 4 cara berbeda di mana kurangnya pengetahuan tentang prinsip atau prosedur dapat menjadi sangat problematis. Di bagian jurang-jurang di setiap bab 4 sampai 16 ini, kita akan mencermati satu

atau lebih dari 4 tipe berbeda jurang-jurang ini. Sekarang kita akan membahas jurang-jurang yang berkaitan dengan penguatan positif.

1. Jurang Kekeliruan Pengaplikasian yang Tidak Disadari Sayangnya, siapa pun yang tidak menyadari betul apa yang disebut penguatan positif, berpotensi untuk menguatkan tanpa disadari perilaku-perilaku yang justru tidak diinginkan seperti yang ditulis di tabel 4.3.

Banyak perilaku tak diinginkan dimunculkan dengan cara ini melalui perhatian sosial di mana perilaku seperti itu ditumbulkan dari teman, guru, orangtua, dokter dan lain-lain. Dan ini tetap terjadi bahkan bagi mereka yang sudah berusaha meminimkannya.

Contohnya seorang anak yang menampilkan penarikan diri ekstrem dari interaksi sosial. Salah satu ciri perilaku anak seperti ini adalah menghindari siapa pun yang berusaha mengajak bicara. Seringkali mereka lari dari orang dewasa. Dari sini kita mungkin menyimpulkan bahwa mereka tidak menginginkan perhatian kita.

Sebenarnya, perilaku anak yang menarik diri mungkin memunculkan perhatian sosial lebih besar ketimbang yang bisa dilakukan orang dewasa. Di kasus seperti itu wajar saja kalau orang dewasa tetap melakukan usaha agar anak menatapnya ketika dirinya berbicara. Sayangnya perhatian ini memperkuat perilaku anak untuk menarik diri. Kecenderungan untuk mendapatkan perhatian kadang dipertahankan oleh teori yang menyatakan bahwa interaksi sosial dibutuhkan untuk membawa keluar anak dari kondisi penarikan diri.

Dalam realitasnya, penanganan yang tepat mungkin justru melibatkan penahanan perhatian sosial bagi perilaku menarik diri dan menyajikannya hanya ketika anak memulai jenis perilaku interaksi sosial, sepeti mau menatap orang dewasa yang berusaha membentuk interaksi.

Kerja kerasa seorang pemodifikasi perilaku yang sudah menggunakan teknik behavioral yang tepat dapat sia-sia oleh mereka

yang menguatkan perilaku yang keliru. Contohnya, seorang konsultan yang berusaha menguatkan kontak mata dari anak yang menarik diri mungkin tidak mampu memunculkan efek apa pun ketika orang lain yang berinteraksi secara konsisten dengan si anak terus saja menguatkan perilaku penarikan dirinya.

2. Jurang Kekeliruan Aplikasi Karena Pengetahuan Setengah- Setengah

Seorang mungkin sudah tahu prinsip behavioral namun tidak bisa mengaplikasikannya secara efektif. Pengetahuan yang setengah- setengah sangat membahayakan kata pepatah. Contohnya, pemodifikasi perilaku pemula seringkali berasumsi bahwa sekedar menyajikan penguat yang nonkontingen akan serta merta menguatkan perilaku tertentu. Pelatih Keedwell yang sudah dibahas sebelumnya di bab ini, menganggap bahwa dengan menyediakan aktivitas menyenangkan diakhir tiap sesi latihan berenang akan menguatkan perilaku renang tertentu yang diinginkan. Perilaku yang dimaksud tidak pernah muncul karena aktivitas menyenangkan ini tidak terfokus ke perilaku latihan tertentu.

3. Jurang Kegagalan Mengaplikasikan

Beberapa prosedur behavioral tidak dapat diaplikasikan dengan baik karena cukup kompleks dan membutuhkan pengatahuan atau pelatihan khusus. Contohnya, orang tua yang tidak akrab dengan prinsip penguatan positif dapat saja gagal untuk menguatkan perilaku sopan yang jarang muncul dari anaknya yang normalnya bertindak serampangan sehingga membuatnya kehilangan peluang untuk menguatkan perilaku tersebut.

4. Jurang Penjelasan Tidak Akurat Tentang Perilaku

Ada dua sebab umum kenapa seseorang tidak dapat menjelaskan perilaku secara akurat. Pertama; prinsip behavioral tidak akurat digunakan sehingga menghasilkan penjelasan yang terlalu

menyederhanakan terkait perubahan perilaku. Contohnya seorang mahasiswa yang sudah belajar selama 3 jam senin sore untuk menghadapi ujian, lalu mengikuti ujian di hari selasa, dan mendapat nilai A di hari kamis. Jika seseorang menyimpulkan bahwa mahasiswa itu belajar untuk mendapatkan nilai A, maka yang seperti ini yang disebut penjelasan yang terlalu menyederhanakan. Mengapa? Karena jelas ada jeda waktu yang cukup panjang di antara dua kejadian itu.

Ketika ingin menjelaskan sebuah perilaku, mestinya kita mencari konsekuensi langsung yang dapat menguatkan perilaku tersebut, sehingga terkadang kita harus mencari rujukannya di masa lalu individu yang bersangkutan. Terkait contoh ini, mungkin saja kita menemukan bahwa dari rujukan di masa lalu pengalaman mahasiswa tersebut, selalu ada kecemasan besar sehari sebelumnya saat ia akan menghadapi ujian. Artinya, senin sore itu ia mengalami kecemasan menghadapi ujian sama seperti sebelum-sebelumnya, berpikir apakah bisa mengikuti ujian itu dengan baik, mengalami ketakutan bahwa mungkin saja kali ini akan gagal. Kalau begitu, perilaku belajarnya di senin sore itu demi mengatasi, atau menghilangkan, kecemasan dan ketakutan tersebut, dan inilah konsekuensi langsung yang ingin diperolehnya. Perilakunya ini jelas tidak cocok dengan definisi penguatan positif (yang seperti ini disebut penguatan negatif).

Atau mungkin juga setelah belajar, mahasiswa tersebut berpikir tentang peluangnya mendapat nilai A, sebuah perilaku yang menjembati antara perilakunya (yaitu belajar) dan penguatnya (nilai A). Seperti yang akan dibahas di bab 26, mengingatkan diri sendiri akan penguat alamiah yang tertunda bagi sebuah perilaku segera sesudah penguat itu muncul, akan menambah kekuatan perilaku itu sendiri. Selalu camkan bahwa penguatan positif mensyaratkan bahwa pemberian penguat (yang berfungsi sebagai konsekuensi langsung) tidak lebih dari 30 detik sesudah munculnya perilaku. Jika penguat muncul lebih dari 30 detik, ia membutuhkan jembatan sebagai konsekuensi langsungnya demi meraih penguat yang tertunda itu.

dengan kata lain, menyimpulkan bahwa mahasiswa tersebut belajar senin sore demi mendapatkan nilai A di hari kamis (jenis penjelasan yang khas penguatan positif) memang terlalu menyederhanakan.

(Kendati demikian harus dicatat juga, sejumlah riset menemukan bahwa dikondisi tertentu, penguatan positif tertunda masih bisa efektif tanpa hadirnya stimulus yang menjembatani perilaku dan penguat contohnya McComas & Rehfeldt, 2000, namun ini membutuhkan pemahaman dan diskusi yang lebih intens untuk dibahas).

Sebab umum kedua, seseorang tidak bisa menjelaskan perilaku secara akurat adalah pihak-pihak yang tidak punya pengetahuan behavioral yang benar berusaha menjelaskan perilaku seseorang dengan menyederhanakan uraian lewat pelabelan. Contohnya, seorang remaja memiliki kamar acak-acakan dan kotor, tidak pernah membantu mencuci piring setelah makan malam, jarang belajar, dan lebih menghabiskan banyak waktu menonton TV dan bermain facebook. Orangtuanya yang tidak paham betul prinsip perilaku akan menyederhanakan kesimpulan mereka dengan mengatakan, “Dasar pemalas”. Padahal penjelasan yang lebih akurat untuk semua perilaku ini adalah remaja itu mendapat banyak pengetahuan positif dari menonton TV dan bermain facebook, dan tidak mendapat penguatan dari orangtuanya untuk menjaga kebersihan dan kerapian kamarnya, serta tidak mendapat pengetahuan dari gurunya untuk belajar dengan rajin.

F. Panduan-Panduan Bagi Pengaplikasian Efektif

Dalam dokumen Modifikasi perilaku anak usia dini (Halaman 70-74)