BAB II KAJIAN PUSTAKA
B. Kajian Teori
Bagian ini berisi pembahasan tentang teori yang dijadikan sebagai perspektif dalam penelitian. Pembahasan teori yang terkait dengan penelitian secara lebih luas dan mendalam akan semakin memperdalam wawasana penelitian dalam mengkaji permasalahan yang hendak dipecahkan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian.8
8 Tim penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmia, (Jember: IAIN Jember Press,2016), 74.
1. Kurikulum Merdeka
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (19), yang disebut dengan kurikulum adalah "Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.9 Ini menandakan bahwa kurikulum menurut UU RI, tidak sekadar rencana. Lebih dari itu, kurikulum terdiri dari beberapa komponen, seperti komponen tujuan, isi atau bahan pelajaran, dan evaluasi yang dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dikemukakan di atas, maka kurikulum secara luas dapat disimpulkan adalah keseluruhan pengalaman peserta didik. Pengalaman tersebut baik saat berada di dalam kelas (dalam artian terjadwal), maupun di luar kelas seperti di halaman, ruang praktik, laboratorium atau perpustakaan, dan di luar sekolah seperti kunjungan wisata dan ke museum yang mempunyai misi dan tujuan pembelajaran. Semua program tersebut berada di bawah tanggung jawab sekolah.
Di sebagian besar lembaga pendidikan formal, seperti madrasah dan sekolah sudah menerapkan kurikulum dengan sudut pandang atau pengertian modern (konsep luas). Di mana kurikulum pembelajaran atau program kegiatan dibagi menjadi tiga, yaitu:
9 Pemerintah Republik Indonesia, “UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,” 2005.
a. Intrakurikuler (kegiatan pembelajaran yang terjadwal di dalam kelas yang bersifat tetap):
b. Kokurikuler adalah kegiatan yang mendampingi kegiatan intra kurikuler (Pekerjaan Rumah, les pelajaran tambahan, dan tugas lainnya),
c. Ekstrakurikuler (kegiatan di luar jadwal resmi bahkan dapat dilaksanakan pada hari libur), seperti pengembangan diri dalam kurikulum Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 (KTSP 2006).
Kemudian, konsep ini berlanjut pada kurikulum 2013 yang saat ini sudah diimplementasikan di sekolah-sekolah.
Orientasi adalah sebuah sikap dan perilaku terhadap individu untuk menciptakan harmoni di sebuah tempat baru. Selain itu juga berguna untuk meningkatkan kinerja individu di dalam berproses di dalam tempat baru agar semakin maksimal.
Dengan pengertian di atas, masa bisa ditarik kesimpulan bahwa orientasi dalam dunia pendidikan berguna untuk memperkenalkan latar belakang sekolah, berkenalan dengan sesama siswa baru lainnya, dan menciptakan atmosfer yang lebih akrab agar dapat mencapai tujuan sesuai harapan.
Di dalam Masa Orientasi Siswa (MOS) atau Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), pihak sekolah akan menyambut kedatangan siswa baru. Biasanya diisi dengan berbagai macam aktivitas
yang seru dan menantang. Hampir semua sekolah menjalankan hal ini.
Dimulai dari tingkat SMP, SMA, hingga perguruan tinggi.
Program ini menjadikan wadah untuk melatih ketahanan disiplin, mental, tekad, serta sekaligus mempererat tali persaudaraan para peserta didik baru. Perkenalan dengan sesama siswa baru, guru, kakak kelas, hingga karyawan lain di sekolah itu dapat tercipta dengan lebih sempurna berkat hal ini. Pengalaman seru dan menarik pun bisa didapatkan ketika sudah selesai melewati masa orientasi.
Adapun beberapa sistem pendidikan yang ada salah satunya yaitu liberalisasi pendidikan. Liberasi pendidikan merupakan sebuah sistem yang sengaja diciptakan untuk memperoleh keuntungan sebanyak- banyaknya dari sektor pendidikan. Jika di tingkat perguruan tinggi, liberalisasi pendidikan itu merupakan pelayanan jasa pendidikan tinggi yang bisa diakses oleh masyarakat global sebagai akibat dari
„perdagangan‟ jasa pendidikan tinggi yang diformalkan oleh organisasi perdagangan dunia, World Trade Organization (WTO). liberalisasi pendidikan tinggi dalam konteks ini bermula dari WTO yang menganggap pendidikan tinggi sebagai jasa yang bisa diperdagangkan atau diperjualbelikan. Sebagai catatan, pemerintah RI telah meratifikasi WTO melalui UU No 7/1994. Dengan demikian, sejak saat itu Indonesia menjadi salah satu anggota WTO yang memiliki kewajiban untuk menaati segala aturan main yang ada di dalamnya.
Dalam sebbuah pendidikan, terdapat Institusi. Institusi adalah aturan–aturan yang di ciptakan manusia untuk mengatur dan membentuk interaksi politik, sosial, dan ekonomi (North 1991). Ostrom (1986) mendefinisikan institusi sebagai aturan dan rambu-rambu yang digunakan sebagai panduan bagi para anggota suatu kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan yang saling mengikat atau saling tergantung diantara mereka.
Burky dan Perry (1998) menyatakan bahwa insttusi merupakan sekumpulan aturan formal dan informal beserta mekanisme penegakannya yang membentuk perilaku individu dan organisasi dalam masyarakat.10
Metode pembelajaran adalah cara sistematis dalam bentuk konkret berupa langkah-langkah untuk mengefektifkan pelaksanaan suatu pembelajaran.
Pernyataan tersebut diperkuat oleh pendapat Iskandarwassid dan Sunendar yang mengatakan bahwa metode pembelajaran adalah cara kerja yang sistematis untuk memudahkan pelaksanaan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang diinginkan atau ditentukan.11
10 Stephanus Eri Kusuma dan Januari Ayu Fridayani, Institusi dan Organisasi (Yogyakarta,Sanata Dharma University Press,2022), 3
11 Iskandarwassid dan Dadang Sunendar, Strategi Pembelajaran Bahasa (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2011), 56
Sementara itu, Sutikno (2014, hlm. 33) berpendapat bahwa pengertian “metode” secara harfiah berarti “cara”, metode adalah suatu cara atau prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu.12
Dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah cara kerja sistematis yang memudahkan pelaksanaan pembelajaran berupa implementasi spesifik langkah-langkah konkret agar terjadi proses pembelajaran yang efektif mencapai suatu tujuan tertentu seperti perubahan positif pada peserta didik.
Menurut Gulo dalam Ahmad Fahruddin dan Nur Aini mengungkapkan bahwa strategi berasal dari bahasa Yunani “strategos”
yang berarti jendral atau panglima, sehingga strategi diartikan ilmu kepanglimaan. Dengan demikian strategi merupakan sebuah kunci keberhasilan dalam suatu program.
Menurut Effendy strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (Planning) dan manajemen (Management) untuk mencapai suatu tujuan.
Akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya. Strategi dalamhal ini seperti bagaimana sebuah stasiun televisi dalam merencanakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keberhasilan program.
Sedangkan program merupakan benda abstrak yang berfungsi memuaskan batiniah, sehingga yang dirasakan oleh khalayak pemirsa
12 Sutikno M Sobri, Metode dan Model – model Pembelajaran (Surakarta, Holisca, 2014), 33
diekspresikan sebagai penilaian objektif, yaitu bagus atau kurang bagus acaranya.13 Setiap program dapat berhasil bergantung pada strategi yang diterapkan. Jadi, strategi program merupakan suatu taktik atau perencanaan yang berfungsi memuaskan batiniah yang dirasakan khalayak. Hal tersebut dipertimbangkan berdasarkan kelebihan dan kekurangan agar tercapai suatau tujuan tertentu.
kompetensi guru adalah “the ability of a teacher to responsibly perform his or her duties appropriately”, artinya kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajibannya secara bertanggungjawab dan layak.14 kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Arti lainnya, kompetensi adalah spesifikasi dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dimiliki seseorang serta penerapannya di dalam pekerjaan, sesuai dengan kinerja yang dibutuhkan lapangan.
Dengan demikian, kompetensi yang dimiliki setiap guru akan menunjukkan kualitas guru yang sebenarnya. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan, maupun sikap profesional dalam menjalankan fungsi sebagai guru. Pengertian lain dari kompetensi yaitu kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi guru adalah himpunan
13 Hidajanto Djamal dan Andi Fachruddin, Dasar-Dasar Penyiaran, (Jakarta: Prenada Media Group, 2013), 149.
14 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. (Bandung : Remaja Rosda Karya, 2004) 33
pengetahuan, kemampuan, dan keyakinan yang dimiliki seorang guru dan ditampilkan dalam situasi mengajar. ada enam aspek atau ranah yang terkandung dalam konsep kompetensi, yaitu :
1) Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif, 2) Pemahaman (under-standing), yaitu kedalaman kognitif dan afektif
yang dimiliki individu,
3) Kemampuan (skill), sesuatu yang dimiliki individu untuk melakukan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya,
4) Nilai (value), suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara psikologis telah menyatu dalam diri seseorang,
5) Sikap (attitude), perasaan (senang / tidak senang, suka / tidak suka) atau reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar, dan 6) Minat (interest), yaitu kecenderungan seseorang untuk melakukan
sesuatu perbuatan.15
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia pengertian kompetensi adalah kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan suatu hal.
Pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan.16 Menurut pendapat C. Lynn, bahwa “„competence my range from recall and understanding of fact and concepts, to advanced motor skill, to teaching behaviours and profesional values”.17 Kompetensi dapat meliputi pengulangan kembali fakta-fakta dan konsep-konsep sampai
15 E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004. (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya 2005), 28
16 Purwadarminto. WJS. Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta:Depdiknas,1999) 17.
17 C. Lynn. Phycical Education Teacher Education, (New York: Chichester, 1985) 43
pada ketrampilan motor lanjut hingga pada perilaku-perilaku pembelajaran dan nilai-nilai profesional.
Menurut E. Mulyasa (2004), kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Pada sistem pengajaran, kompetensi digunakan untuk mendeskripsikan kemampuan profesional yaitu kemampuan untuk menunjukkan pengetahuan dan konseptualisasi pada tingkat yang lebih tinggi.
Kompetensi ini dapat diperoleh melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman lain sesuai tingkat kompetensinya. Menurut Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kompetensi merupakan seperangkat penguasaan materi, kemampuan, ketrampilan, nilai, dan sikap yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai guru yang bersumber dari pendidikan, pelatihan, dan pengalamannya sehingga dapat menjalankan tugas mengajarnya secara profesional.
Dengan demikian Guru yaitu orang yang berwenang dan bertanggung jawab atas pendidikan muridnya. Ini berarti guru harus memiliki dasar-dasar kompetensi sebagai wewenang dan kemampuan dalam menjalankan tugasnya. Oleh karena itu kompetensi harus mutlak
dimiliki guru sebagai kemampuan, kecakapan dan ketrampilan mengelola pendidikan. Guru harus memiliki kompetensi sesuai dengan standar yang ditetapkan atau yang dikenal dengan standar kompetensi guru. Standar ini diartikan sebagai suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan.
2. Konsep Dasar Kurikulum
Pengertian Kurikulum Secara Etimologi Jika merujuk pada Kamus Oxford Advanced Learner's Dictionary of Current English, kata curriculum berarti: "the subjects included in a course of study or taught at a particular school, college, etc.” Dengan ungkapan lain, maksudnya adalah serangkaian mata pelajaran yang diajarkan di sekolah, perguruan tinggi, atau tempat belajar lainnya.18
Beberapa pakar menyebutkan pengertian kurikulum yang diambil dari berbagai bahasa. Diketahui bahwa kata kurikulum berasal dari Bahasa Latin, yaitu "currere” yang merupakan kata kerja "to run”, artinya lari cepat, tergesa-gesa atau menjalani.”
Pengertian Kurikulum Secara Terminologi yaitu kata kurikulum diartikan sebagai subject (Bahasa Inggris) atau mata pelajaran (Bahasa Indonesia) atau al-maddah (Bahasa Arab). Untuk lebih mendalami pemahaman akan istilah kurikulum, maka penulis membagi penjelasan terkait kurikulum dalam arti sempit (tradisional) dan luas (modern).19
18 A. S. Hornby, Oxford Advanced Dictionary of Current English (Great Britain:
Oxford University Press, 1995), 287.
19 Nasution, Asas-Asas Kurikulum (Jakarta: Bina Aksara, 2005), 5
Penjelasan kurikulum dalam arti sempit (tradisional). Dalam tinjauan yang sempit, istilah kurikulum diartikan sebagai bidang studi tertentu yang diajarkan di sekolah/madrasah kepada peserta didik yang bertujuan agar mereka dapat naik kelas dan/atau untuk lulus memperoleh sertifikat kelulusan, seperti ijazah. Seperti yang didefinisikan oleh Soetopo dan Soemanto, bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa untuk kenaikan kelas atau ijazah.20
Apabila kurikulum dimaknai sebagai seluruh pengalam- an, maka untuk memahami kurikulum sekolah, menurut Sanjaya tidak cukup hanya dengan melihat dokumen kurikulum sebagai suatu program tertulis, akan tetapi juga bagaimana proses pembelajaran yang dilakukan peserta didik baik di sekolah maupun di luar sekolah.21 Hal ini harus dipahami, sebab memiliki kaitan erat dengan evaluasi keberhasilan implementasi kurikulum, yaitu bahwa target pencapaian implementasi kurikulum tidak hanya diukur dari kemampuan peserta didik menguasai seluruh isi atau materi pelajaran, akan tetapi juga perlu dilihat bagaimana proses atau kegiatan peserta didik sebagai pengalaman belajar.
Taba (1962) memiliki pandangan yang berbeda dari kedua konsep kurikulum di atas, Taba lebih mendefinisikan kurikulum sebagai rencana atau program yang disusun oleh sekolah untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh sekolah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
20 Soetopo dan Soemanto, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum sebagai Substansi Problem Administrasi Pendidikan, 12.
21 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran,Teori dan Praktek Pengembangan KTSP (Jakarta, Kencana, 2008), 7
“a curriculum is a plan for learning, therefore, what is know about the learning process and development of individual has bearing in the shaping of a curriculum‟.22 Pendapat ini menggambarkan bahwa kurikulum dipahami sebagai program atau rencana belajar.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, menurut Nasution dalam merumuskan definisi kurikulum setidaknya kita dapat melihat kurikulum dari berbagai dimensi; yaitu sebagai berikut:
1) Kurikulum dilihat sebagai produk (curriculum as product), yakni sebagai hasil karya para pengembang kurikulum. Hasilnya dituangkan dalam bentuk buku atau pedoman kurikulum yang menjadi dasar bagi sekolah dan guru untuk implementasi kurikulum di lapangan.
2) Kurikulum dapat dipandang sebagai program (curriculum as program), yakni alat yang digunakan sekolah untuk mencapai tujuannya. Hal ini mungkin dapat berupa kegiatan mengajarkan berbagai mata pelajaran tetapi dapat juga meliputi berbagai kegiatan yang dianggap dapat memengaruhi perkembangan peserta didik.
3) Kurikulum juga dapat dipandang sebagai hal-hal yang di harapkan akan dipelajari peserta didik. Yakni pengetahuan, sikap, dan keterampilan tertentu.
4) Kurikulum sebagai pengalaman peserta didik (curriculum as experience). Ketiga pandangan di atas berhubungan dengan
22 Taba, H., Cuurriculum development ; Theory and Practice (New York, Harcourt, 1962) 118
perencanaan kurikulum, sedangkan pandangan ini secara aktual menjadi kenyataan pada tiap peserta didik.23
Wina Sanjaya menjelaskan, dari penulurusan konsep pada dasarnya kurikulam memiliki tiga dimensi pengertian yakni:
1) Sebagai mata pelajaran.
2) Kurikulum sebagai pengalaman belajar.
3) Kurikulum sebagai perencanaan program pembelajaran.24
Adanya kata-kata perencanaan menandakan bahwa kurikulum sebagai suatu manajemen, Hal ini bisa dilihat dari defenisi kurikulum menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu, Kurikulum merupakan seperangkat dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Demikian beberapa definisi kurikulum yang dapat dijadikan sebagai langkah awal dalam memahami apa kurikulum itu sebenarnya.
Beberapa pandangan yang masih keliru semisal kurikulum hanya dipandang sebagai silabus saja. Memang benar, tapi hal tersebut adalah hanya bagian kecil dari kurikulum. Kurikulum harus dipandang sebagai suatu kesatuan yang utuh, baik sebagai dokumen (as a document), produk (as a product), dan pengalaman yang akan diterima peserta didik baik di
23 Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta, Bumi Aksara, 2008) hal 4
24 Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta, Kencana, 2009), 4
dalam kelas maupun di luar kelas. Inilah konsep yang utuh yang dapat ditanamkan dalam setiap individu guru dan praktisi.
Pendidikan Holistik yaitu pendidikan yang membangun manusia secara utuh dan seimbang dengan mengembangkan semua potensinya meliputi potensi kognitif-intelektual, emosional, sosial spiritual, kreativitas, dan fisik. Keenam potensi tersebut dalam satu kesatuan yang utuh dan tidak boleh dipisah-pisahkan, karena antara yang satu dan lainnya saling berkaitan.
Menurut Nanik Rubiyanto dan Dany Haryanto tujuan pendidikan holistik adalah membantu mengembangkan potensi individu dalam suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan, demokratis dan humanis melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya.25
Melalui transformasi pendididkan holistiklah potensi kemanusiaan dapat berkembang dengan optimal, karena tujuan pendidikan holistik adalah untuk membentuk manusia yang mampu mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya. Potensi yang dimaksud meliputi potensi akademik, potensi fisik, potensi sosial, potensi kreatif, potensi emosi dan potensi spiritual.
Melalui pendidikan holistik, peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri (learning to be). Dalam arti dapat memperoleh kebebasan psikologis, mengambil keputusan yang baik, belajar melalui
25 Nanik Rubiyanto dan Dany Haryanto, Strategi Pembelajaran Holistik di Sekolah, (Palangkaraya, Prestasi Pustaka Publisher, 2010), 33
cara yang sesuai dengan dirinya, memperoleh kecakapan sosial, serta dapat mengembangkan karakter dan emosionalnya. Forbes dan Martin menyatakan bahwa tujuan pendidikan holistik adalah agar "students develop to the highest extent thought possible for a human (ultimacy), and that to achieve this a kind of knowledge associated with wisdom (Sagacious competence) needs to be learned”. Pernyataan ini menunjukkan bahwa peserta didik harus mampu mengembangkan potensi dirinya sebagai manusia dan mampu meraih pengetahuan yang mengandung aspek kebijaksanaan.
Tujuan pendidikan holistik adalah untuk mempersiapkan peserta didik untuk mempunyai kehidupan yang produktif dan memuaskan dimana hal-hal yang ada pada dirinya seperti keterampilan dan keilmuan terus dikembangkan dan diterapkan sebagai bagian dari pembelajaran sepanjang hayat
Tujuan pendidikan holistik ini sejalan dengan yang ingin dicapai oleh pendidikan Islam yaitu terwujudnya manusia seutuhnya atau insan kamil (manusia sempurna). Praktik insan kamil ini tidak hanya berdimensi vertikal- transendental tetapi juga horizontal, tidak hanya beraspek material melainkan juga immaterial. Keduanya harus diwujudkan dalam hidup tanpa memandang mana yang lebih penting dan lebih berarti. Pendidikan dalam kerangka ini adalah merupakan proses dari upaya manusia untuk mengembangkan segenap potensi, baik jasmani maupun ruhaninya agar menjadi pribadi yang serba seimbang, sebagai
warga negara yang baik dan siap untuk menerima dan melestarikan serta mengembangkan budaya bangsa.
Dengan demikian, tujuan pendidikan holistik adalah menghasilkan manusia yang holistik, yaitu manusia yang mampu mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya melalui pendidikan meliputi potensi kognitif-intelektual, emosional sosial, spiritual, kreativitas dan fisik. Hal ini menunjukkan bahwa arah dari praktik pendidikan holistik melahirkan manusia yang mampu mengembangkan semua potensi kemanusianannya secara seimbang sehingga mampu mengemban tugas kekhalifahannya dalam menjalin relasi hablum minallah dan hablum minannas sebagai wujud hasil keutuhan dari proses pendidikan. Disinilah diharapkan lahir subjek didik yang tidak hanya sholeh secara individual namun juga sholeh secara sosial.
Adapun pendidikan kognitif diartikan sebagai sesuatu hal yang berhubungan dengan atau melibatkan kognisi berdasarkan kepada pengetahuan faktual yang empiris. Yusuf mengemukakan bahwa kemampuan kognitif ialah kemampuan anak untuk berfikir lebih kompleks serta melakukan penalaran dan pemecahan masalah, berkembangnya kemampuan kognitif ini akan mempermudah anak menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak dapat berfungsi secara wajar dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.26
26 Khadijah.. Pengembangan Kognitif Anak Usia Dini.(Medan : IKAPI, 2016), 31
Kemampuan kognitif adalah suatu proses berfikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Kognitif adalah proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan syaraf pada waktu manusia sedang berfikir. Kemampuan kognitif ini berkembang secara bertahap, sejalan dengan perkembangan fisik dan syaraf-syaraf yang berada di pusat susunan syaraf. Salah satu teori yang berpengaruh dalam menjelaskan perkembangan kognitif ini adalah teori Piaget.27
Melalui pemaparan di atas dapat ditarik benang merah bahwasannya pengertian kognitif adalah kemampuan berfikir yang melibatkan pengetahuan yang berfokus penalaran dan pemecahan masalah menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa yang bersifat rasional atau melibatkan akal. Adapun menurut Santrock tahap perkembangan kognitif usia prasekolah terdiri dari 2 tahap yaitu pada usia 2 tahun sampai 4 tahun merupakan tahap fungsi simbolik. Namun diusia 4-7 tahun, anak usia pra-sekolah berada dari tahap pemikiran intuitifyaitu tahap dimana anak mulai dapat menggunakan penalaran primitifnya dan rasa ingin tahu jawaban atas semua hal yang ia tanyakan berkembang pesat. Piaget menyebut tahap ini intuitif karena anak-anak pada usia ini merasa begitu yakin akan apa yang
27 Jawati, Ramaikis. Peningkatan Kemampuan Kognitif Anak Melalui Permainan Ludo Geometri di PAUD Habibul Ummi I. Jurnal Spektrum PLS, I (1) 2013, 253.
dipahami dan diketahuinya, tetapi pengetahuannya tadi hanya berdasar intuisinya saja tanpa menggunakan pemikiran yang rasional.28
Terlebih, dalam optimalisasi suatu perkembangan kognitif sangat dipengaruhi oleh kematangan fisiologis, terutama pada bayi maupun anak-anak. Seorang anak akan dapat melakuan koordinasi gerakan tangan, kaki maupun kepala secara sadar, setelah syaraf-syaraf maupun otot-otot bagian organ-organ tersebut sudah berkembang secara memadai.
Pendidikan sosial adalah mengajari remaja sejak dini untuk berpegang pada etika sosial yang utama dan dasar-dasar kewajiban yang mulia, bersumber dari akidah Islam yang abadi dan perasaan keimanan yang tulus. Tujuan pendidikan dan pengetahuan sosial ini adalah agar anak remaja tampil di masyarakat sebagai generasi yang mampu berinteraksi sosial dengan baik, beradab, seimbang, berakal yang matang dan berperilaku yang bijaksana. Pendidikan sosial ini merupakan persoalan penting dalam rangka mempersiapkan remaja sebagai generasi yang mampu bersosial dengan baik. Sebab pendidikan sosial ini merupakan gambaran nyata tingkah laku dan perasaan yang mendidik remaja untuk melaksanakan hak-haknya. Oleh karena itu hendaknyalah para orang tua berusaha dengan keras untuk melaksanakan tanggungjawab yang besar dalam pendidikan sosial dengan cara yang benar. Dengan demikian nantinya mereka bisa memberikan andil di dalam membina masyarakat dengan sebaik-baiknya.
28 Hapsari, Iriani Indri. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta (Barat: PT Indeks, 2016), 208