BAB II KAJIAN PUSTAKA
B. Kajian Teori
Bagian ini berisi tentang pembahasan teori yang dijadikan sebagai perspektif dalam melakukan penelitian. Pembahasan teori secara lebih luas dan mendalam akan semakin memperdalam wawasan peneliti dalam mengkaji permasalahan yang hendak dipecahkan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Berbeda dengan penelitian kuantitatif, posisi teori dalam penelitian kualitatif diletakkan sebagai perspektif, bukan untuk diuji.
1. Pengertian Tahfidz al-Qur’an
Menurut al-Azhari, tahfidz atau huffaz memiliki makna “orang- orang pilihan yanng diberikan keistimewaan menjaga dari lupa atas apa yang telah didengar dan diucapkan”.15
15 Farid Wadji, “Tahfidz al-Qur’an dalam Kajian ‘Ulum al-Qur’an (Studi Atas Berbagai Metode Tahfidz)”, (Tesis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), 17.
Sedangkan kata hafiz bermakna al-muwakkal bi al-syai’ (yang diserahi sesuatu). Al-Qur’an menyebut kata ini untuk nama-nama Allah yang baik (al-asma al-husna). Antara lain dalam QS. Hud [11]:57, QS.
Syura [42]:6, dan sifat para nabi dalam QS. al-An’am [6]:104, QS. Hud [11]:86 dan QS. Yusuf [12]:55. Jika dikaitkan dengan Allah maka hafiz bermakna al-Alim atau al-Syahid, karena “yang diserahi sesuatu” dia mengetahui yang tersembunyi maupun yang nampak, namun jika dikaitkan dengan sifat Nabi, bermakna “Berusaha meresapkan ke dalam pikiran agar selalu diingat”.16
Hafalan secara definitif adalah mempertahankan suatu gambaran (konsepsi) yang telah didapatkan. Hafalan berarti lawan kata dari lupa yaitu menjaga dan meminimalisir lupa. Selain itu, hafalan juga digunakan dalam arti menggunakan kekuatan yang ada di dalam hati tersebut, dan karenanya ada orang yang mengatakan “aku benar-benar menghafal ini”.17
Menurut bahasa, al-Qur’an berasal dari kata qa-ra-a yang artinya membaca. Secara terminologi, al-Qur’an merupakan firman Allah SWT yang mu’jiz (dapat melemahkan orang-orang yang menantangnya), diturunkan secara mutawattir kepada Nabi Muhammad yang tertulis dalam mushaf dan dinilai ibadah bagi yang membacanya.18
16 Wadji, 18.
17 Abrah, 10.
18 Iriyanti, 1.
Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang bernilai mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui perantara Malaikat Jibril yang diriwayatkan secara mutawattir dan membacanya benilai ibadah.19
Setelah mengetahui definisi tahfidz dan al-Qur’an di atas maka dapat disimpulkan bahwa tahfidz al-Qur’an adalah proses menjaga, memelihara dan melestarikan al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad di luar kepala agar tidak terjadi perubahan dan pemalsuan serta dapat menjaga dari kelupaan baik secara keseluruhan maupun sebagian.
Menghafal al-Qur’an merupakan upaya mendekatkan orang-orang beriman dengan kitab sucinya, sehingga tidak buta terhadap kitab sucinya, penghafal al-Qur’an salah satu hamba yang Abdullah di muka bumi.20
2. Macam-macam Metode Menghafal al-Qur’an
Metode menghafal al-Qur’an menurut Sa’dullah al-Hafidz dalam bukunya 9 Cara Cepat Menghafal al-Qur’an, yaitu:
a. Bin-Nadhor
Bin-Nadhor ialah membaca dengan melihat secara cermat ayat- ayat yang akan dihafalkan dalam mushaf secara berulang-ulang.21 Metode ini perlu dilakukan ketika menghafal al-Qur’an agar dapat mengetahui tata letak dalam mushaf dan makhrajul hurufnya secara
19 Muhammad Gufron dan Rahmawati, ULUMUL QUR’AN: Praktis dan Mudah, Yogyakarta:
Kalimedia, 1.
20 Ulum, 5.
21 Siti Aisyah, “Program Pendidikan Diniyah dan Tahfidz al-Qur’an di Pondok Pesantren Walisongo Jombang”, (Tesis, UIN Maulana Malik Ibrahim, 2018), 54
tepat. Seperti ulama terdahulu yang menggunakan metode ini dengan melakukannya secara berulang-ulang atau sebanyak-banyaknya, ada yang mengatakan empat puluh satu kali dan ada yang mengatakan sebelas kali.
b. Sima’i
Sima’i artinya mendengar. Metode ini dengan memaksimalkan pemanfaatan indera pendengaran. Metode ini sangat efektif bagi yang memiliki daya ingat tinggi atau tunanetra atau anak di bawah umur yang masih belum mengenal baca tulis al-Qur’an.22
Pada metode ini penghafal memulainya dengan mendengarkan terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafal lalu diingat-ingat. Metode ini bisa dilakukan dengan mendengarkan bacaan guru atau dari rekaman bacaan al-Qur’an (murattal al-Qur’an).
c. Tahfdiz
Tahfidz adalah metode menghafalkan ayat-ayat al-Qur’an yang telah diulang-ulang dengan melihat mushaf atau bin-nadhor. Misalnya dengan menghafalkan potongan-potongan ayat atau satu ayat atau baris kemudian dirangkai dan dapat dihafal dengan sempurna.23
22 Ulum 33.
23 E Mufidah, “Tahfidz al-Qur’an sebagai Media Pembentuk Karakter Santri di Pondok Tahfidz Yanbu’ul Qur’an Menawan Gebog Kudus”, (Skrisi, STAIN Kudus, 2017), 31
d. Takrir/Muraja’ah
Muraja’ah merupakan mengulang kembali hafalan yang telah diperoleh (disimak) oleh kyai atau guru.24 Kegiatan muraja’ah merupakan salah satu metode yang diterapkan dengan harapan dapat memelihara hafalan yang telah diperoleh agar tetap terjaga.
Allah SWT berfirman dalam QS al-Baqarah ayat 238.
ينتنق لله اوموقو ىطسولا ةولصلو تولصلا ىلع اوظفح
“Peliharalah semua salatmu dan peliharalah shalat wustha.
Berdirilah untk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.”25
Dalam ayat di atas menjelaskan bahwa salah satu cara agar memperlancar hafalan ialah dengan mengulang hafalan di dalam shalat, dengan begitu pula shalat kita terjaga dengan baik karena dapat dipastikan bahwa orang yang telah hafal al-Qur’an dijamin kebenarannya baik dari segi tajwid maupun makhrajnya karena telah melalui proses setoran kepada gurunya. Setiap santri diharuskan memiliki guru ahli dibidangnya untuk menyemakkan hafalannya, agar kesalahan bacaan dapat diperbaiki oleh guru. Berguru kepada yang ahli juga dilakukan oleh Rasulullah SAW yang berguru kepada malaikat Jibril AS, dan beliau mengulanginya pada waktu bulan Ramadhan sampa dua kali khatam 30 juz.
24 Ulum, 25.
25 Al-Qur’an dn Terjemahnya, (Kudus: CV. Menara Kudus, 2006), 39.
Menghafal al-Qur’an berbeda dengan menghafalkan hadist dan syair. Menghafal al-Qur’an lebih cepat terlupakan dari ingatan. Seperti sabda Nabi SAW berikut:
)هيلع قفتم( اَهِلْقُع ِفى ِلِبِلاا َنِم اَتُلْفَ ت ُّدَشَا ُوَله ِهِدَيِب ىِشَفن ْيِذَّلاَو
“Demi yang diriku berada ditanganNya, sungguh al-Qur’an itu lebih cepat hilangnya daripada seekor unta dari tali ikatannya.”
(Muttafaqun ‘Alaih)
Hadis di atas menjelaskan bahwa, hafalan al-Qur’an apabila tidak diulang-ulang dengan maksimal maka menurunlah daya ingatan kita, maka dari itu diperlukan usaha keras dan optimal.26
Hambatan terbesar dalam menghafal adalah cepat lupa dengan hafalan dikarenakan akal manusia itu memiliki daya ingat jangka pendek dan daya ingat jangka panjang. Ketika proses menghafal, materi hafalan berada di dalam memori jangka pendek, namun dengan adanya pengulangan yang terus-menerus, materi hafalan akan berpindah ke dalam memori jangka panjang.
Metode muraja’ah yang terbaik adalah dengan mengulang- ulang setiap harinya beberapa halaman dari juz-juz yang telah dihafal.
Yang terpenting adalah muraja’ah harus dilakukan secara berkelajutan
26 Ulum, 27.
dan mencukupi. Menjadikan shalat-shalat sunah seperti malam sebagai sarana untuk mengulang hafalan.27
e. Tasmi’
Tasmi’ adalah memperdengarkan hasil hafalan kepada orang lain baik perseorangan maupun secara berjama’ah.28 Tasmi’ disini biasanya kelipatan yang genap 1 juz hingga 30 juz sekali duduk.
Sebelum ditasmi’kan 30 juz sekali duduk, terlebih dahulu bertahap 1 Juz, 5 juz, 10 juz dan seterusnya yang disimak oleh teman ataupun guru. Tasmi’ (Juz’iyyah) biasa dipakai untuk istilah ujian kenaikan juz.
Dilakukan oleh murid yang telah menyelesaikan hafalan satu juz dan sebelum lanjut ke juz berikutnya, ia harus membaca satu juz tersebut dalam satu waktu atau satu kali duduk.
Untuk tasmi’ satu juz sekali duduk lebih ekstra dalam mengingat letak, harakat atau bahkan ayat yang sama. Agar lebih ringan seorang hafidz biasanya membagi dalam empat bagian yakni seperempat pertama, seperempat kedua, seperempat ketiga dan seperempat keempat. Tidak memikirkan satu juz keseluruhan saat sedang membaca. Padahal sama saja, hanya berbeda di mindset.29
27 Ahmad Baduwailan, Menjadi hafidz: Tips dan Motivasi Menghafal al-Qur’an, (Solo; AQWAM, 2016), 52-53
28 Ayu Wardana, “Pengaruh Metode Tasmi’ terhadap Capaian Target Hafalan Siswa Program Tahfidz di MTS Abadiyah Kuryokalangan Gabus Pati”, (Skripsi, IAIN Kudus, 2020), 9
29 Nur Aisyah Amalia, Menghafal dan Murajaah al-Qur’an itu seru, pdf, (Sukabumi: CV Jejak, 2020), 30
3. Asas Dalam Menghafal al-Qur’an
Pada dasarnya menghafalkan al-Qur’an tidak sesulit yang dibayangan, namun juga tidak dapat dikatakan mudah, tanpa membutuhkan upaya, membaca dengan durasi yang panjang dan selalu mengulang- ulang.30
Untuk mendapatkan sebuah ilmu perlu upaya untuk memperolehnya. Begitu pula menghafal al-Qur’an berhak untuk mendapat banyak upaya untuk memperolehnya, sebagaimana banyaknya keistimewaan yang dimilikinya, termasuk keistimewaanya adalah Allah SWT. memudahkan untuk dihafal dan dibaca serta tidak akan bosan walau dibaca berulang-ulang.
a. Usia Ideal Untuk Menghafal al-Qur’an
Usia yang ideal untuk menghafal ialah saat usia anak-anak, khususnya menghafalkan al-Qur’an.31 Sebab, pada usia itu seseorang memiliki ingatan yang jernih, tidak terkontaminasi. Disisi lain, ia memiliki fisik yang sehat dan tidak memiliki kesibukan yang mengganggunya untuk hafalan.
Masa ideal ini dimulai saat anak berusia lima tahun hingga puncaknya 23 tahun. Pada usia itu ilmu akan benar-benar melekat,
30 Abrah, Ahmad Awlad, Rihlah Tahfidz : Metode pendidikan dan menghafal al-Qur’an ala ulama Syinqith, terj (Lirboyo: Lirboyo Press, 2018.
31 Aida Hidayah, “Metode Tahfidz al-Qur’an untuk Anak Usia Dini (Kajian atas Buku Rahasia Sukses 3 Hafidz Qur’an Cilik Mengguncang Dunia”, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis, V0l. 18, No. 1, Januari 2017, 54
sulit dilupakan, mudah untuk memahami, maka jangan menyia- nyiakan masa ideal tersebut.32 Sebelum masa ideal itu habis, sudah seharusnya memusatkan kegiatan menghafal ilmu.
رجحلا يف شقنلاك رغصلا يف ظحلا Aku mendengar Al-Hasan berkata: “Menghafal pada usia anak- anak ibarat mengukir di atas batu.” (HR. Al-Baihaqiy)
Menghafal pada usia anak-anak merupakan masalah yang tidak perlu bukti, karena sesungguhkan masalah yang sudah teruji.
Oleh karenanya, sudah seharusnya menggunakan waktu anak-anak dan tidak menyia-nyiakan.
b. Waktu Ideal Untuk Menghafal
Sebagai muslim yang baik, kita harus mengetahui besarnya tanggungjawab terhadap waktu yang kita pergunakan semasa hidup dan mengetahui jika kelak di akhirat akan ditanya dihadapan Allah SWT mengenai waktu yang dipergunakan dan menyadari bahwa usia dan waktu adalah terbatas. Maka dari itu, kita harus mengatur semua waku sebaik mungkin agar dapat meluangkan waktu untuk menghafal al-Qur’an. Para penghafal al-Qur’an ada yang tidak memiliki kesibukan lain seperti sekolah/kuliah, bekerja, mengajar dan lain sebagainya, sehingga dapat mengoptimalkan seluruh waktunya untuk
32 Siti Tania, Ëfektifitas Penerapan Metode Tahfidz dan Takrir dalam Meningkatkan Hafalan al-Qur’an Mahasantri Putri di Ma’had al-Jami’ah UIN Raden Intan Lampung”, (Skripsi, UIN Raden Intan Lampung, 2018), 31
menghafal al-Qur’an. Sedangkan penghafal yang memiliki kesibukan lain harus ekstra meluangkan waktu untuk menghafal.33 Berikut ini merupakan manajemen waktu yang dianggap sesuai dan baik untuk menghafalkan al-Qur’an34 :
1) Waktu sebelum terbitnya fajar
2) Setelah fajar hingga terbitnya matahari 3) Setelah bangun dari tidur siang
4) Setelah melaksanakan shalat 5) Waktu antara maghrib dan isya’
Menurut ulama Syinqith waktu ideal yang dapat digunakan dalam menghafal al-Qur’an adalah mulai waktu sahur sampai dengan waktu fajar (subuh) dan waktu shalat subuh sampai waktu shalat dhuha. Sedang untuk mengulaang hafalan al-Qur’an (muraja’ah) adalah pada waktu dimulai dari maghrib sampai dengan waktu isya’
dan waktu akan menjelang tidur.35
c. Langkah-langkah Untuk Mempermudah Hafalan
Allah SWT senantiasa memudahkan untuk menghafal al- Qur’an. Andai saja Allah SWT tdak memudahkan menghafal al-
33 Darlimatul Fitriyah, “Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Menghafal al-Qur’an Antara Santri Mukim dan Nonmukim di Pesantren Za’idatul Ma’arif Kauman Parakan Temanggung”, (Skripsi, IAIN Walisongo Semarang, 2008), 38
34 Ratna Hidayah, “Pengaruh Tingkat Problematika terhadap Keberhasilan Menghafal Al-Qur’an Santri Pondok Pesantren Al-Hikmah Tugurejo Tugu Semarang, (Skripsi, IAIN Walisongo, 2012), 16- 17.
35 Abrah,52
Qur’an, maka tidak akan ada hati yang mampu unttuk menjaga al- Qur’an. Dan andai saja Allah SWT tidak memberikan kekuatan pada hati orang-orang muslim, maka hati mereka akan pecah sejak pertama kali mendengar al-Qur’an. Namun, Allah SWT memberikan kenikmatan lebih, yang tak terhitung jumlahnya.36
Langkah-langkah yang membantu untuk menghafal al-Qur’an, diantaranya:
1) Memiliki niat yang ikhlas, murni karena Allah SWT untuk menghafal, mengamalkan, menganalisa, dan mengajarkan serta mengajak orang menghafal al-Qur’an.37
2) Konsentrasi memecahkan setengah permasalahan secara sempurna.
3) Mengoreksikan bacaan kepada guru atau pembimbing dengan cara disimakkan.
4) Sering mengulang-ulang hafalan baik yang baru maupun yang lama.
5) Shalat dengan bacaan yang telah dihafal.
6) Menyambung darusan hari kemarin dengan darusan awal hari ini.
36 Abrah, 53
37 Gusniarti, “Penerapan Metode Hafalan dengan Teknik Bagian-bagian untuk Meningkatkan
Kemampuan Menghafal Surat-surat Pendek pada Bidang Studi Pendidikan Agama Islam Siswa Kelas IV SDN 018 Sawah Kecamatan Kampar Utara Kabupaten Kampar, (Skripsi, UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2011), 11
7) Tidak mencampurkan hafalan al-Qur’an dengan hafalan materi lain. Sebaiknya meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk menghafal al-Qur’an.
8) Wajib memperhatikan ayat-ayat yang mirip pelafalannya (mutasyabihat fi al-lafadz). Ayat-ayat ini harus diperhatikan sehingga satu ayat bisa dibedakan dengan ayat lain.
9) Bergabung dalam kelompok dengan berkumpul bersama para penghafal, semangat dan keistiqamahan kita dapat terjaga.38
d. Hal-Hal yang Melemahkan Kekuatan Hafalan dan Menghambat Proses Menghafal
1) Perbuatan maksiat dapat menyebabkan hati mati dan melemahkan kekuatan hafalan.39
2) Sibuk dengan urusan dunia dan tidak terluangkan waktu untuk menghafal al-Qur’an.
3) Tidak muraja’ah secara kontinu
4) Tidak memiliki perencanaan dan tujuan.
5) Mindset yang melemahkan hafalan.
6) Porsi hafalan yang berlebih. Pencari ilmu tidak boleh menghafalkan suatu ilmu melebihi kemampuannya.
38 Gus Arifin dan Sehendri Abu Faqih, al-Qur’an Sang Mahkota Cahaya, pdf, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2010), 155
39 Lilik Indri Purwati, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Menghafal al-Qur’an Santri Pondok Pesantren Darussalam Metro”, (Skripsi, IAIN Metro, 2018), 35
7) Kekenyangan merupakan hal yang tidak terpuji dalam pandangan agama.
8) Kebanyakan menonton televisi, handphone dan komputer. Hal ini akan melemahkan kekuatan menghafal, meletihkan urat syaraf, dan berpotensi besar dapat menghambat proses menghafal.40
4. Menjaga (Hafalan) Al-Qur’an dan Peringatan Agar Tidak Melupakannya Al-Qur’an itu mulia, tidak menetap pada hati orang yang melalaikannya. Hal tersebut merupakan salah satu bukti kemuliaan al- Qur’an. Nabi Muhammad SAW. selalu mengingatkan umatnya akan pentingnya muraja’ah (mengulang) yang berkesinambungan terhadap al- Qur’an dan menjaga hafalan ayat-ayat dan surat-suratnya. Telah diriwayatkan banyak hadits dari Nabi Muhammad yang menjelaskan akan pentingnya muraja’ah (mengulang-ulang hafalan) dan mudarasah (saling menyemak hafalan) al-Qur’an. Di antaranya adalah sebagai berikut:
a. Dari Abu Musa Al-Asy’ari dari Nabi Muhammad SAW beliau bersabda:
يف لبلإا نم ايصفت دشأ وهل هديب دمحم سفن يذلاوف نأرقلااودهاعت اهلقع
“Jagalah (hafalan) al-Qur’an, karena Dzat yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya al-Qur’an benar-benar lebih mudah terlepas daripada unta yang berada dalam ikatannya (tambatannya).41
40 Abrah, 70.
41 Sayyid Mukhtar Abu Syadi, Adab-Adab Halaqah al-Qur’an: belajar dari tradisi ulama, (Solo:
Aqwam, 2015), 185.
Ibnu Baththal mengatakan bahwa hadits tersebut sesuai dengan dua ayat berikut, yaitu firman Allah:
“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat.” (Al-Muzzammil: 5).
Dan firman-Nya:
“Dan Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qurán untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?” (Al-Qamar:17)
Dari ayat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa siapa saja yang senantiasa menjaga bacaan dan hafalan al-Qur’an maka akan dimudahkan baginya, dan siapa saja yang melalaikannya maka al- Qur’an akan terlepas darinya.
b.Dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah SAW bersabda
“Alangkah celaka seorang dari mereka yang mengatakan,
‘aku telah lupa ayat ini dan itu.’ Padahal sebenarnya ia dibuat lupa (oleh Allah). Maka perbanyaklah mengulang- ulang Al-Qur’an karena itu benar-benar lebih cepat terlepas dari dada-dada manusia ketimbang lepasnya unta dari tambatannya.42
Dalam redaksi ‘Aku telah lupa ayat ini dan itu’
menunjukkan bahwa seorang penghafal tidak ada perhatiannya terhadap apa yang telah dihafalkan. Karena lupa tidak akan terjadi melainkan tidak adanya penjagaan dan melalaikannya. Maka seandainya ia menjaga hafalannya dengan terus membaca dan
42 Sayyid Mukhtar Abu Syadi, 186
menghafalnya dalam shalat, niscaya hafalannya akan tersimpan dan kuat. Apabila ia telah mengatakan ‘aku telah lupa ayat ini dan itu’, maka ia mengakui telah meremehkan dalam menghafal al-Qur’an.
Maka dalam hadist tersebut menerangkan bahwa celaan terhadap hafalan al-Qur’an karena sikap tidak adannya usaha pengulangan hafalan al-Qur’an.