• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Kajian Teori

Dalam melakukan penelitian tidak lepas dari teori, teori menjadi pijakan awal untuk mencari pembenaran terhadap suatu realitas. Dengan teori, seorang peneliti menginginkan dukungan pandangan/konsep pakar lain terhadap masalah yang akan diteliti. Semakin banyak pakar yang berbicara pada masalah yang sama terhadap apa yang menjadi kajian peneliti, akan menentukan banyaknya refrensi dan luasnya aspek yang dikaji.9 Oleh karena itu, pada bagian ini penulis paparkan kajian teori terkait dengan penelitian yang akan diteliti.

1. Penanaman Nilai-Nilai Keislaman a. Pengertian Penanaman Nilai Islam

Penanaman adalah proses, perbuatan dan cara menanamkan.

Sedangkan nilai berasal dari bahasa latin vale‟re yang artinya berguna, mampu akan berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok orang. 10 Menurut Mulyana nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas dasar pilihannya.

Jumsai berpendapat bahwa nilai dapat dijadikan rujukan untuk bersikap dan berbuat dalam masyarakat, akan tetapi dijadikan pula sebagai ukuran benar tidaknya suatu fenomena perbuatan dalam

9 Samsu, Metode Penelitian (Teori dan Aplikasi Penelitian Kualitatif, kuantitatif, Mixed Method, serta Research & Development) (Jambi: Pusaka, 2017), 29.

10 Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai-Karakter: Konstruksivisme dan VCT Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), 56.

masyarakat itu sendiri.11 Dengan demikian maka dapat dipahami bahwa nilai merupakan sesuatu yang diyakini kebenarannya dan dianut serta dijadikan sebagai acuan dasar individu dan masyarakat dalam menentukan sesuatu yang dipandang baik, benar, bernilai maupun berharga.

Penanaman nilai islam adalah suatu proses menanamkan nilai secara penuh ke dalam hati, sehingga ruh dan jiwa bergerak berdasarkan agama islam. Penanaman nilai islam terjadi melalui pemahaman ajaran agama islam secara utuh, dan diteruskan dengan kesadaran akan pentingnya ajaran agama islam, serta ditemukannya posibilitas untuk merealisasikannya dalam kehidupan nyata.12 Penanaman nilai dalam islam disebutkan di dalam al-Quran surat Luqman ayat 16 sebagai berikut:



















































Artinya: “Luqman berkata: Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Luqman [31]:

33)13

11 Ade Haerullah dan Said Hasan, Rekonstruksi Paradigma Pembelajaran IPA (Teori &

Praktik di Madrasah) (Ponorogo: Uwais Inspirasi Indonesia, 2019), 27.

12 Muhammad Rusdi, Saiful Akhyar Lubis, Budiman, “Penanaman Nilai-nilai Agama Islam dalam Pembelajaran Islam di SMA Plus Al-Azhar Medan Johor Kota Medan”, Edu-Religia 3, No. 3 (Juli-september 2019): 381.

13 Kementrian Agama RI, Al-Quran Terjemah dan Asbabun Nuzul, (Jakarta: CV. Al- Hanan, 2009), 412

Ayat tersebut menjelaskan bahwa penanaman nilai-nilai baik yang bersifat universal kapanpun dan dimanapun dibutuhkan oleh manusia, menanamkan nilai-nilai baik tidak hanya berdasarkan pertimbangan waktu dan tempat. Meskipun kebaikan itu hanya sedikit jika dibandingkan dengan kejahatan, ibarat sebiji sawi dengan seluas langit dan bumi, maka yang baik akan nampak baik, dan yang jahat akan nampak sebagai kejahatan.

Dari beberapa pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa penanaman nilai-nilai islam merupakan perilaku atau proses menanamkan suatu kepercayaan yang ada dalam suatu ruang lingkup dimana seorang dapat bertindak atau menghindari suatu tindakan yang pantas atau tidak pantas dikerjakan. Adapun sumber nilai yang berlaku dalam kehidupan manusia dapat digolongkan menjadi dua macam14, yaitu:

1) Nilai Ilahi

Nilai ilahi adalah nilai yang dititahkan Allah SWT melalui para rasul-Nya yang berbentuk taqwa, iman, adil yang diabadikan alam wahyu Allah SWT. Religi merupakan sumber yang pertama dan utama bagi para penganutnya. Dari religi, mereka menyebarkan nilai-nilai untuk diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari, nilai ini bersifat statis dan kebenarannya mutlak.

14 Firdiansyah Alhabsyi, “Penanaman Nilai Agama Islam terhadap Siswa di SDN 3 Dolo (Tinjauan dari Segi interaksi Edukatif),” Joernal Of Pedagogy 3, No. 1 (2020): 62.

Adapun tugas manusia yaitu menginterpretasikan nilai-nilai itu agar mampu menghadapi dan menjalani agama yang dianut.

2) Nilai Insani

Nilai insani timbul atas kesepakatan manusia serta hidup dan berkembang dari peradaban manusia. Nilai ini bersifat dinamis sedang keberlakuan dan kebenarannya bersifat relatif (nisbi) yang dibatasi ruang dan waktu.

Dalam menanamkan nilai-nilai keislaman pada kehidupan sehari-hari berpedoman pada dua nilai yaitu nilai ilahi dan nilai insani. Hal tersebut perlu ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari dengan selaras antara nilai ilahi dan juga nilai insani, sehingga nilai tersebut menjadi sumber ketentraman manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari dengan berpedoman pada nilai-nilai yang diterapkan terutama pada nilai-nilai keislaman.

b. Aspek-aspek Nilai Islam

Nilai-nilai ajaran Islam merupakan nilai yang akan membantu manusia dalam menjalani kehidupan yang sejahtera, bahagia dan selamat baik dalam kehidupan di dunia maupun kehidupan di akhirat.

Terdapat 3 aspek nilai Islam yang perlu kita tanamkan dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya yaitu:

1) Nilai Akidah

Kata akidah berasal dari bahasa arab, yaitu aqada-yaqidu- aqdan yang artinya mengumpulkan atau mengokohkan. Dari kata

tersebut terbentuk kata aqidah. Nilai aqidah erat kaitannya dengan nilai keimanan yang berarti keyakininan.15 Jadi, akidah merupakan sesuatu yang diyakini secara kokoh di hati seseorang dan bersifat mengikat.16

Nilai akidah atau keimanan merupakan ajaran yang mengajarkan manusia untuk percaya akan adanya Allah Yang Maha Esa dan Maha Kuasa sebagai sang pencipta alam semesta yang akan senantiasa mengawasi dan memperhitungkan segala perbuatan manusia di dunia.

Akidah atau keimanan merupakan hal yang paling pokok dan mendasar dalam islam dikarenakan menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia lahir dan batin. Iman merupakan keyakinan dalam hati, diucapkan dengan lisan dan dilakukan dengan perbuatan. Hanya dengan iman yang kuat seseorang dapat melakukan ibadah dengan baik dan dapat menghias diri dengan akhlakul karimah. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran pada surat An-Nisa‟ ayat 136 yang berbunyi:

15 Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integrating di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat, (Bantul: Lkis Yogyakarta, 2009), 28.

16 Muhammad Yusuf Ahmad dan Syahraini Tambak, “Penanaman Nilai-Nilai Pendidikan Akidah Melalui Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI),” Jurnal Al-Hikmah 15, no. 1 (April 2018): 34.



























































Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dan kepada kitan yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah SWT turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, kitab- kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”. (Q.S An-Nisa‟ [4]: 136)17

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa setiap orang mukmin diperintahkan untuk beriman kepada hal-hal yang telah ditetapkan oleh Allah SWT. Keyakinan kepada hal-hal yang ditetapkan Allah tersebut dikatakan sebagai aqidah. Dalam Islam keyakinan terhadap hal-hal yang diperintahkan Allah SWT dikenal dengan rukun iman yang terdiri dari: 1) Iman kepada Allah, 2) Iman kepada Malaikat, 3) Iman kepada Kitab, 4) Iman kepada para rasul, 5) Iman kepada hari akhir, dan 6) Iman kepada qadha dan qadar.

Akidah dalam islam selanjutnya harus berpengaruh ke dalam segala aktivitas yang dilakukan manusia, sehingga berbagai aktivitas tersebut bernilai ibadah. Dalam hubungan ini Yusuf al- Qardawi mengatakan bahwa iman menurut pengertian yang sebenarnya ialah kepercayaan yang meresap ke dalam hati, dengan

17 Kementrian Agama RI, Al-Quran Terjemah dan Asbabun Nuzul, (Jakarta: CV. Al- Hanan, 2009), 100.

penuh keyakinan, tidak bercampur dengan keraguan, serta memberi pengaruh bagi pandangan hidup, tingkah laku dan perbuatan sehari-hari.18

Dengan demikian akidah islam bukan sekedar keyakinan dalam hati, melainkan pada tahap selanjutnya harus menjadi acuan dasar dalam bertingkah laku dan berbuat yang pada akhirnya akan membuahkan amal shaleh dan bernilai sebagai ibadah.

2) Nilai Ibadah

Ibadah berasal dari kata „abd yang berarti pelayan atau budak, dalam artian lain yaitu pengabdia atau peghambaan diri kepada Allah SWT. Hakikat ibadah adalah usaha mengikuti hukum dan aturan-aturan Allah SWT dalam menjalankan kehidupan sesuai dengan perintahnya.19 Ibadah merupakan manifestasi dan penerapan dari ajaran dan keyakinan yang terdapat dalam suatu agama. Ibadah dalam bahasa Arab merupakan bentuk masdar

Ibaadatan dari kata „Abada yang artinya tunduk, menghambakan dan menghinakan diri. Sehingga pengertian Ibadah merupakan pernyataan kehinaan diri yang serendah-rendahnya dan hanya diperuntukkan kepada yang Maha Esa Allah swt.20

18 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 125.

19 Abdul A‟ala al-Maududi, Dasar-dasar Islam, (Bandung: Pustaka, 1994), 107.

20 Hepy Kusuma Astuti, “Penanaman Nilai-Nilai Ibadah di Madrasah Ibtidaiyah dalam Membentuk Karakter Religius,” Jurnal Pendidikan Agama Islam: MUMTAZ 1, no. 2, ( Juni 2022):

64.

Ibadah secara etimologis dapat pula diartikan sebagai taat, menurut, mengikut, tunduk. Ibadah juga berarti doa, menyembah atau mengabdi. Sedangkan secara terminologis ibadah diartikan segala sesuatu yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharap pahala-Nya di akhirat. Ulama fiqih mengungkapkan bahwa, ibadah mencangkup semua aktifitas manusia baik perkataan maupun perbuatan yang didasari dengan niat ikhlas untuk mencapai keridhaan Allah dan mengharapkan pahala di akhirat kelak. Nilai ibadah merupakan ajaran yang mengajarkan pada manusia agar dalam setiap perbuatannya senantiasa dilandasi dengan hati yang ikhlas guna mencapai ridho Allah. Pengamalan konsep nilai-nilai ibadah akan melahirkan manusia-manusia yang adil, jujur dan suka membantu sesamanya.21

Dari pengertian diatas maka dapat dipahami bahwa, ibadah adalah bentuk penghambaan diri dengan sepenuh hati kepada Allah untuk menjalankan perintahnya dan meninggalkan larangannya serta mengamalkan segala yang dicintai dan diridhai Allah, baik secara dzahir maupun bathin dan dengan rasa ikhlas. Dalam proses pendidikan, nilai-nilai ibadah perlu ditanamkan pada peserta didik sebagai proses mengarahkan peserta didik dalam menjalankan segala sesuatu yang telah diperintahkan Allah swt dan menjauhi

21 Firdiansyah Alhabsyi, “Penanaman Nilai Agama Islam terhadap Siswa di SDN 3 Dolo (Tinjauan dari Segi interaksi Edukatif),” Joernal Of Pedagogy 3, No. 1 (2020): 64.

segala larangan-Nya agar senantiasa tetap berada dijalan yang benar. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt dalam QS. Adz- Dzariyat [51]: 56 sebagai berikut:















Artinya :“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56)22

Pada surat diatas menjelaskan bahwa pengabdian atau penghambaan diri kepada Allah merupakan salah satu tanggung jawab manusia dan jin secara fitrah diciptakannya oleh Allah swt.

Sehingga seluruh dinamika hidup manusia di muka bumi seharusnya didasarkan pada prinsip nilai-nilai ubudiyah baik aktifitas yang bersifat sosial, ekonomi, politik, pendidikan dan lain sebagainya.

Setiap keyakinan akan dianggap lengkap jika hal itu direalisasikan dalam perbuatan yang nyata dan itulah yang dianggap sebagai iman sejati. Ibadah salah satu sendi agama islam yang harus ditegakkan, karena sesungguhnya Allah menciptakan jin dan manusia hanya untuk beribadah kepada-Nya. Dengan demikian kuat atau lemahnya ibadah seseorang ditentukan oleh kualitas imannya. Allah SWT berfirman dalam surat Thaha ayat 132 yang berbunyi:

22 Kementrian Agama RI, Al-Quran Terjemah dan Asbabun Nuzul, (Jakarta: CV. Al- Hanan, 2009), 523.



























Artinya: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu mengerjakannya. Kami tidak meminta rizki kepadamu, kamilah yang memberikan rizki kepadamu. Dan akibat (yang baik di akhirat) adalah bagi orang yang bertaqwa”. (Q.S Thaha [20]: 132)23

Berdasarkan ayat diatas dapat dipahami bahwa tugas kita sebagai manusia adalah tidak lebih hanya untuk beribadah kepada Allah dan menaati semua perintah-Nya. Nilai-nilai ibadah yang dapat ditanamkan kepada peserta didik di sekolah adalah nilai keimanan dan ketakwaan kepada tuhan dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya. Bentuk dari ketakwaan terhadap Allah tersebut berupa menjaga ibadah dan pelaksanaan ibadah itu sendiri, menjaga diri dari kemaksiatan, baik maksiat fisik maupun hati. Keimanan dan ketakwaan merupakan buah atau hasil dari segala perbuatan baik yang dilakukan karena Allah swt.24 Adapun ibadah yang perlu ditanamkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari adalah:

a) Rukun islam: syahadat, shalat lima waktu, puasa, zakat dan haji.

23 Kementrian Agama RI, Al-Quran Terjemah dan Asbabun Nuzul, (Jakarta: CV. Al- Hanan, 2009), 321.

24 Lutfiyah Septiani dan Bambang Irawan, “Penanaman Nilai-Nilai Karakter Religius dan Disiplin Melalui Program Tausiyah Akhlak di SMP Al-Furqon Jember,” Jurnal Pendidikan Agama Islam: Al-Adabiyah 2, no. 1 (2021): 381.

b) Ibadah lainnya dan ibadah yang berhubungan dengan rukun islam. Hal ini terbagi menjadi dua: Pertama, ibadah badaniyah (bersifat fisik) seperti bersuci meliputi wudhu, mandi, tayamum, pengaturan penghilangan najis, peraturan air, adzan, iqamah, doa, pengurusan mayat, dan lain-lain. Kedua, ibadah Maliyah (bersifat kebendaan/materi) seperti kurban, aqiqah, sedekah, wakaf, fidyah, hibah, dan lain-lain

Ibadah merupakan bakti kita terhadap Allah SWT yang didorong oleh akidah tauhid. Ibadah sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya, dan mengamalkan segala yang diizinkan- Nya. Ketentuan ibadah termasuk salah satu bidang ajaran islam dimana akal manusia tidak berhak campur tangan, melainkan hak dan otoritas milik Allah sepenuhnya. Kedudukan manusia dalam hal ini mematuhi, mentaati, melaksanakan dan menjalankannya dengan penuh ketundukan sebagai bukti pengabdian dan rasa terima kasih kepada-Nya. Ini selaras dengan makna islam, yaitu berserah diri, patuh dan tunduk guna mendapatkan keselamatan dan kedamaian. Ketenangan jiwa, rendah hati, menyandarkan diri kepada amal shaleh dan ibadah bukan kepada nasab keturunan, semuanya adalah hasil dari pengamalan ibadah.25

25 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 144.

Dengan demikian ibadah dalam islam merupakan visi dan misi dalam ajaran islam sendiri yang sejalan dengan tugas penciptaan manusia sebagai makhluk yang hanya diperintahkan agar beribadah kepada-Nya.

3) Nilai Akhlak

Kata “Akhlak” berasal dari bahasa arab, yaitu khuluq jamaknya akhlak. Menurut Ibnu Manzur kata “Akhlak” berarti al- sajiyyah, yaitu watak alami. Menurut Ensiklopedi Islam, akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada diri seorang manusia.

Kemudian darinya lahir perbuatan yang dipandang mudah, tanpa memerlukan proses pemikiran dan pertimbangan. Padanya melahirkan perbuatan baik dan buruk.26 Dengan demikian, pengertian akhlak adalah sistem yang terkait dengan perbuatan itu dikatakan baik atau butuk yang melekat pada diri manusia. Dalam hal ini, akhlak juga erat kaitannya dengan karakter.

Nilai akhlak merupakan ajaran yang mengajarkan kepada manusia untuk bersikap dan berperilaku yang baik sesuai norma atau adab yang benar dan baik, sehingga akan membawa pada kehidupan manusia yang tentram, damai, harmonis dan seimbang.

Akhlak merupakan perbuatan yang mencerminkan jiwa seseorang. Islam mengajarkan pada manusia bagaimana berakhlak kepada Allah, sesama manusia dan sesame makhluk ciptaan-Nya.

26 Enang Hidayat, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2019), 75.

Hal ini akan terpelihara dengan baik jika masing-masing telah menghiasi dirinya dengan akhlakul karimah, karena dengan akhlakul karima inilah akan tumbuh manusia-manusia yang sehat jasmani dan rohani dan siap menjadi generasi bangsa yang kuat dan kokoh. Secara umum akhlak dibagi kepada tiga ruang lingkup diantaranya yaitu:27

a) Akhlak terhadap Allah SWT

Akhlak terhadap Allah dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan taat yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai makhluk kepada Tuhan sebagai sang Maha Pencipta.

Dalam hubungannya dengan sang Maha Pencipta Allah SWT, manusia perlu memiliki akhlak yang baik kepada Allah SWT dengan beriman dan bertaqwa kepada Allah, tidak menyekutukan-Nya, ridha dan ikhlas terhadap segala keputusan-Nya, mensyukuri nikmat-Nya dan lain sebagainya.

b) Akhlak terhadap sesama manusia

Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Adanya saling membutuhkan ini menyebabkan manusia sering mengadakan hubungan satu sama lain. Menurut Abdullah Salim yang termasuk cara berakhlak kepada sesama manusia adalah: 1) Menghormati perasaan orang lain, 2) Memberi salam dan menjawab salam, 3) Pandai

27 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam: Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), 152.

berterima kasih, 4) Memenuhi janji, 5) Tidak mengejek, 6) Tidak mencari-cari kesalahan, 7) Jangan menawarkan sesuatu yang sedang ditawarkan orang lain.28 Agar tercipta hubungan yang baik terhadap sesama manusia maka setiap individu harus memiliki sifat-sifat terpuji dan mampu menempatkan dirinya secara positif ditengah-tengah masyarakat.

c) Akhlak terhadap lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda yang tak bernyawa. Manusia sebagai khalifah dipermukaan bumi ini menuntut adanya interaksi antara manusia dan sesamanya dan manusia terhadap alam yang mendukung pemeliharaan dan bimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. Sehingga manusia mampu bertanggung jawab dan tidak melakukan kerusakan terhadap lingkunganya.

Manusia sebagai khalifah dimuka bumi maupun sebagai makhluk sosial perlu memahami akhlak, sehingga kita dikatakan mempunyai hubungan baik dengan Allah (hablun minallah) maupun hubungan dengan sesame manusia (hablun minannas).

Muhammad Abdullah Waraz mengklasifikasikan akhlak terkait

28 Abdullah Salim, Akhlak Islam (Membina Rumah Tangga dan Masyarakat), (Jakarta:

Media Dakwah, 1989), 155-158

dengan kehidupan sehari-hari ke dalam lima macam, yaitu sebagaimana yang diuraikan di bawah ini:29

Pertama, al-akhlaq al-fardiyah yaitu akhlak yang terkait dengan individu seseorang. Praktiknya berupa perintah untuk berakhlak baik dan larangan untuk menjauhi perbuatan tidak baik terhadap diri sendiri.

Kedua, al-akhlaq al-usriyah yaitu akhlak yang terkait dengan urusan keluarga. Praktiknya berupa kewajiban-kewajiban antara orang tua dan anak serta kewajiban diantara suami dan istri.

Ketiga, al-akhlaq al-ijtimaiyah yaitu akhlak yang terkait dengan sosial kemasyarakatan. Praktiknya berupa perintah untuk berakhlak baik dan larangan untuk menjauhi perbuatan tidak baik terhadap sesama manusia atau masyarakat.

Keempat, al-akhlaq al-daulat yaitu akhlak yang terkait dengan kepemerintahan. Praktiknya berupa kewajiban pemerintah terhadap rakyatnya dan kewajiban rakyat terhadap pemerintah.

Kelima, al-akhlaq al-diniyah yaitu akhlak yang terkait dengan kewajiban dalam agama, seperti beriman kepada allah, mensyukuri nikmat-Nya, ridha terhadap takdir-Nya dan lain-lain.

Klasifikasi akhlak sebagaimana dikemukakan Muhammad Abdulah Waraz diatas dapat disimpulkan bahwa pada intinya jenis akhlak secara umum terbagi menjadi dua bagian, yaitu akhlak baik

29 Enang Hidayat, Pendidikan Agama Islam: Integrasi Nilai-Nilai Aqidah, Syariah, dan Akhlak, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2019), 135-136.

dan akhlak buruk. Tentunya akhlak baiklah yang harus kita jalankan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Penguatan Pendidikan Karakter a. Pengertian Pendidikan Karakter

Suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku seseorang disebut sebagai karakter. Orang yang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat atau berwatak. Secara etimologis, kata karakter berasal dari bahasa Yunani yaitu Charassein yang berarti “to engrave” yang dapat diterjemahkan sebagai mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan.30 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “Karakter” diartikan dengan tabiat, sifat- sifat kejiwaaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Dengan demikian, karakter merupakan watak dan sifat-sifat yang menjadi dasar untuk membedakan seseorang dari yang lainnya.

Karakter dalam pandangan Harlock, yaitu keselarasan individu dengan pola-pola kelompok sosial tempat individu itu hidup sebagai hasil dari kontrol hati nurani terhadap tingkah laku individu.31 Hermawan Kertajaya mendefinisikan karakter adalah “ciri khas” yang dimiliki oleh suatu benda atau individu.32 Menurut Sigmund Freud,

30 Witarsa dan Rahmat Ruhyana, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasinya, (Bandung: Yrama Widya, 2021), 1.

31 Dharma Kusuma, Pendidikan Karakter: Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2018), 29.

32 Ahmad Tafsir, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2017), 11.

“Character is a striving system which underline behaviour” yang diartikan sebagai kumpulan tata nilai yang mewujud dalam suatu system daya dorong (daya juang) yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku yang akan ditampilkan secara mantap. 33 Mengacu dari berbagai pengertian dan definisi karakter tersebut, maka karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang yang terbentuk karena pengaruh dari lingkungan yang dapat membedakannya dengan orang lain serta diwujudkan dalam sikap dan prilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kebijakan nasional menegaskan bahwa pembangunan karakter bangsa merupakan kebutuhan asasi dalam proses bangsa dan bernegara. Sejak awal kemerdekaan bangsa Indonesia sudah bertekad untuk menjadikan pembangunan karakter bangsa sebagai bahan penting dan tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. 34 Hal ini dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3 bahwasanya “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuann untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

33 Witarsa dan Rahmat Ruhyana, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasinya, (Bandung: Yrama Widya, 2021), 1.

34 Muchlas Samani dan Hariyanto, Pendidikan Karakter: Konsep dan Model, (Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya, 2019), 26.

Dokumen terkait