BAB II KAJIAN PUSTAKA
B. Kajian Teori
Bagian ini berisi tentang pembahasan teori yang dijadikan sebagai perspektif dalam melakukan penelitian. Pembahasan teori secara lebih luas dan mendalam akan semakin memperdalam wawasan peneliti dalm mengkaji permasalahan yang hendak dipecahkan sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Berbeda dengan penelitian kuantitatif, posisi teori dalam penelitian keulitatif diletakkan sebagai persepektif atau pisau analisis, bukan diuji.19
a. Implementasi Pembiasaan Sholat Dhuha 1) Pengertian Sholat Dhuha
Salah satu perintah ibadah dalam islam yaitu sholat. Yang mana ada di dalam rukun islam. Sholat merupakan perintah wajib yang apabila dikerjakan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan mendapatkan dosa. Adapula sholat sunnah, sunnah yaitu sesuatu yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. Yang termasuk di dalam sholat sunnah yaitu sholat tahajud, sholat hajat, shalat istikharah, dan sholat Dhuha. Allah berfirman untuk melaksanakan sholat di dalam Q.S Al-Baqarah ayat 43;
19 Tim penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah,(Jember; IAIN Jember, 2020).46
Artinya ;Laksanakanlah Shalat, Tunaikanlah Zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yan ruku’ (Q.S Al-Baqarah ayat 43)20 Salah satu shalat sunnah yaitu sholat dhuha, Sholat Dhuha yaitu shalat sunnah yang dikerjakan ketika pagi hari pada saat matahari sedang naik.21 Sholat dhuha merupakan salah satu shalat yang penting, secara khusus sholat dhuha mempunyai arti shalat yang berhubungan dengan permohonan limpahan rizki. Shalat merupakan ibadah penting untuk mendekatkan diri kita terhadap sang pencipta Allah SWT. 22
2) Tujuan Sholat Dhuha
Sholat dhuha merupakan sholat yang memiliki keutamaan serta faedah yang besar di dalamnya. emiliki keutamaan ataupun tujuan yang besar, sudah dijelaskan dalam beberapa hadist. Rasulullah sangat menekankan amalan yang satu ini yaitu sholat dhuha, beliau ingin kita sebagai umatnya melaksanakannya semaksimal mungkin.23 3) Hukum Shalat Dhuha
Hukum mengerjakan shalat Dhuha adalah sunnah muakkad (sangat dianjurkan untuk mengerjakannya). Jadi bagi seseorang yang mengiginkan mendapat pahala maka hendaklah mengamalkannya dan
20 Kemeentrian Agama RI, Ar-Rahman Mushaf Al-Qur’an Asmaul Husna, (Bandung: CV Mikraj Khazanah Ilmu, 2014)
21 Ubaid Ibnu Abdillah, “Keutamaan dan Keistimewaan”, (Surabaya:Pustaka Media) hal 127
22 Iqro’ Al Firdaus,”Berdhuhalah Allah menjaminmu kaya”,(Yogyakarta:Noktah,2019) hal 57
23 Ubaid Ibnu Abdillah, Keutamaan dan Keistimewaan, hlm. 128.
jika tidak, maka tidak ada halangan atau tidak berdosa meninggalkannya.24
Dalam suatu hadits dari Abu Said r.a. Berkata :
َ عَ ن
َ ِبَ ََ أ
َ سَِع
َ يَ د
َخ لا َ
َ دَِر
َ ي
ََ ق
َ لا
َ ك :َ
َ نا
َيِبَ ََ ن
َ ا
َِلل
َ صَ ل َ
َِللاَى
ََ عَ ل
َ يَِهَ
َ وَ س
َ لَ مَ
َخيَ ص
َ ل ي
َيضلا َ
َ ح
َ حَى
َ نََخق َ تّ
َ وَ ل
َ ل َ
َ يََ د
َ وَ يَ د َخعَ
َخعَ ه
َ حَا
َ نََخق َ تّ
َ وَ ل
َ ل َ
َخيَ
َ صَ ل ي
Artinya: “Rasulullah SAW. Senantiasa shalat Dhuha sampai-sampai kami mengira bahwa beliau tidak pernah meninggalkannya, tetapi kalau sudah meninggalkan sampai-sampai kami mengira bahwa beliau tidak pernah mengerjakannya”. (H.R.
Turmudzi)
Selain dianjurkan untuk dilaksanakan, sholat dhuha juga ditetapkan sekali ditetapkan sekali untuk dibiasakan. Penekanan ini sejalan dengan keutamaan yang dimiliki shalat dhuha.25
4) Waktu Pelaksanaan Sholat Dhuha
Sholat dhuha memiliki ketentuan waktu tersendiri sama halnya dengan sholat- sholat yang lainnya. Waktu pelaksanaan sholat dhuha yaitu dimulai dari matahari sudah naik atau kira-kira setinggi 7 hasta dan berakhir sampai matahari lingsir (sekitar pukul 7 sampai masuk waktu dzuhur.26
5) Tata Cara Pelaksanaan Sholat Dhuha
Shalat Dhuha mempunyai beberapa kaifiyah (tata cara) dalam melaksanakannya. Tata cara dalam melaksanakan shalat Dhuha adalah sama seperti mengerjakan shalat-shalat biasa, yaitu setelah berwudlu
24 Ubaid Ibnu Abdillah, Keutamaan dan Keistimewaan, hlm. 130.
25 Budiman Mustofa,” Tuntunan Praktis Sholat Dhuha”(Surakarta: Shahih,2011) hal. 33- 34 26
Ubaid Ibnu Abdillah, “Keutamaan dan Keistimewaan” (Surabaya: Putaka Media) hal 131
dengan sempurna, lalu berdiri dengan tegak di tempat yang suci, menghadap kiblat kemudian niat dalam hati. Lebih jelasnya cara melaksanakan shalat Dhuha sebagai berikut :
a) Niat di dalam hati berbarengan dengan takbiratul ihram: “aku niat shalat sunah dhuha karena Allah”
b) Membaca doa iftitah c) Membaca surat Al-Fatihah
d) Membaca salah satu surat dari Al-Qur’an, afdholnya rakaat pertama surah asy-syams dan rakaat kedua surah adh-dhuha.
e) Ruku` dan membaca tasbih tiga kali.
f) I`tidal
g) Sujud pertama dan membaca tasbih tiga kali.
h) Duduk diantara sujud.
i) Sujud kedua dan membaca tasbih tiga kali
j) Setelah rakaat pertama selesai, lakukan rakaat kedua sebagaimana cara di atas.
k) Setelah berdiri dan melaksanakan rakaat kedua, kemudian duduk melakukan duduk tasyahud akhir.
l) kemudian diakhiri dengan mengucap salam. dan berdoa :“Yaa Allah, bahwasannya waktu dhuha itu waktu dhuhaMu, dan kemegahan ialah kemegahanMu (keagungan), dan keindahan itu keindahanMu, dan kekuatan itu kekuatanMu, dan kekuasaan itu kekuasaanMu, dan perlidungan itu perlindunganMu, Yaa Allah,
jika rizkiku masih di atas langit, turunkanlah, dan jika ada di dalam bumi, keluarkanlah, dan jika sukar, mudahkanlah, dan jika haram, sucikanlah, dan jika jauh dekatkanlah. Sesungguhnya engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu dengan hak (bekal) dhuha Engkau, keagungan, keindahan, kekuatan, dan kekuasaanMu, limpahkanlah kepada kami seperti yang telah engkau limpahkan kepada hamba- hambaMu yang shalih”.27
Pada dasarnya doa setelah shalat Dhuha dapat menggunakan doa apapun. Mengenai doa sesudah shalat dhuha yang tersebut diatas, bukanlah doa yang berasal dari Nabi Muhammad SAW, melainkan doa yang pertama kali dimunculkan pertama kali oleh ahli hukum (Fuqoha), seperti asy-Syarwani dalam Syarh Minhaj dan ad-Dimyati dalam I`anatut Tholibin. Dalam kedua kitab tersebut juga tidak menyebutkan doa ini berasal dari Hadits Nabi Muhammad SAW.
Dengan demikian, seorang yang selesai melaksanakan shalat Dhuha, ia dapat melafalkan doa apa saja yang baik tanpa harus terikat dengan lafal doa tertentu dan selama bukan doa untuk keburukan.
b. Pembentukan Karakter 1) Pengertian Karaker
Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti “to mark”
atau menandai dan memfokuskan tata cara mengaplikasikan nilai
27 Ubaid Ibnu Abdillah, Keutamaan dan Keistimewaan,(Surabaya, Pustaka Media). 137- 150.
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.28 Karakter merupakan suatu ilmu pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan tanpa landasan kepribadian yang benar akan menyesatkan, dan keterampilan tanpa kesadaran diri akan menghancurkan. Karakter itu akan membentuk motivasi, yang dibentuk dengan metode dan proses yang bermartabat. Karakter bukan sekadar penampilan lahiriah, melainkan mengungkapkan. secara implisit hal-hal yang tersembunyi.29
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, adat istiadat, dan estetika.30 Orang yang memiliki karakter dapat diartikan sebagai orang yang memiliki kepribadian atas dirinya sendiri, dengan demikian kepribadian yang dimiliki berbeda dengan orang lain dan hal inilah yang membedakan dirinya dengan orang lain.
Secara etimologi karakter berasal dari kata charter yang berarti watak, karakter, atau sifat. Dalam kamus besar bahasa indonesia karakter diartikan ebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti.
Karakter juga bisa diartikan sebagai tabiat, yaitu perangai atau
28 Hamdani Hamid dan Beni Ahmad Saebani, Pendidikan Krakter Perspektif Islam, (Bandung,CV Pustaka Setia,2021),30
29 Jamal Ma’mur Asmani, Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah, 27.
30 Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2014), 41-42.
perbuatan yang selalu dilakukan atau kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang.31
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU SISDIKNAS tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia. Amanah UU SISDIKNAS tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter. Sehingga, lahir generasi bangsa yang turnbuh berkembang dengan karakter yang bernapas luhur bangsa serta agama.32
Karakter berupa kualitas kepribadian tidak dapat di dapatkan secara langsung tapi hal inimembutuhkan proses, melalui proses pendidikan yang diajarkan secara serius, sungguh-sungguh, konsisten, dan kreatif, yang dimulai dari unit terkecil dalam keluarga, kemudian masyarakat, dan lembaga pendidikan secara umum.33
Jauh sebelum pemerintah memberlakukan program wajib belajar dengan mewujudkan karakter yang cerdas dan berakhlak sejak berabad-abad yang lalu. Rasulullah saw telah mendidik umat manusia agar berkarakter, beriman kepada Allah swt, berakhlak mulia, berakal, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi manusia yang demokratis serta bertanggung jawab. Oleh karena itu, jika ingin
31 Ali Maksum, “Sosilohi Pendidikan (Malang:Madani, 2016) hal 107
32 Jamal Ma’mur Asmani, Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah , 29.
33 Jamal Ma’mur Asmani, Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah , 30.
mengingat untuk menemukan orang yang paling layak diteladani, maka tidak ada alasan lain selain kembali pada sosok Nabi Muhammad SAW yang tanpa tercela, dengan keteladanannya yang begitu melekat dalam dirinya Sebagaimana yang dijelaskan Allah SWT. dalam QS al Ahzab/33:21.
Artinya: Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.34
2) Tujuan Pembentukan Karakter
Pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, akan tetapi juga berkepribadian yang berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh dan berkembang dengan karakter yang bernilai luhur untuk bangsa dan agama.
Dengan uraian tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan karakter bertujuan:
a) Membentuk siswa berpikir rasional, dewasa, dan bertaggung jawab.
b) Mengembangkan sikap mental yang terpuji c) Membina kepekaan sosial anak didik
34 Departemen Agama Republik Indonesia, Alquran dan Terjemahan, 420.
d) Membangun mental optimis dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan tantangan
e) Membentuk kecerdasan emosional
f) Membentuk anak didik yang berwatak pengasih, penyayang, sabar, beriman, takwa, bertanggung jawab, amanah, jujur, adil, dan mandiri.35
Tujuan pendidikan karakter yang berkaitan dengan pembentukan mental dan sikap anak didik dikelola dengan menanamkan nilai-nilai religius dan nilai tradisional yang positif.
Nilai tersebut perlu ditanamkan dengan intregitas yang sama pada semua mata pelajaran. Oleh karena itu, perlu dipilih sejumlah nilai utama sebagai pangkal tolak ukur bagi penanaman nilai-nilai lainnya.
3) Metode Pembentukan Karakter
Metode merupakan suatu cara atau prosedur yang digunakan untuk tercapainya suatu tujuan. Kedudukan metode dalam pembentukan karakter sangat penting, dikarenakan tanpa suatu metode yang tepat tujuan dari suatu pembentukan tidak akan efektif.
Suatu pembentukan karakter harus berjalan seimbang dalam artian pembentukan karakter seorang anak harus dimbangi dari pendidikan di lingkungan kluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat. Kenapa demikian, dikarenakan pembentukan karakter yang dilakukan diberbagai ruanglingkup lingkungan akan dirasa lebih
35 Handani hamid dan beni Ahmad saebani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, hal39
efektif untuk seorang anak dibandingkan dengan hanya disalah satunya saja. Pendidikan karakter dirasa amat penting ditanamkan sejak dini karena dirasa anak yang nilai-nilai karakter yang baik dirasa akan mampu akan menempatkan dirinya dari perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai karakter dilingkungan itu sendiri.
Sesuatu metode dapat membentuk karakter manusia, jika enam metode berikut ini dilaksanakan secara utuh dan berkesinambungan, yaitu:36
a) Habituasi (pembiasaan) dan pembudayaan yang baik
Kebiasaan adalah pikiran yang diciptakan seseorang, kemudian dikaitkan dengan perasaan dan diulang-ulang sampai pikiran tersebut percaya bahwa itu adalah bagian dari perilakunya.
Hukum pembiasaan itu melalui enam tahapan, yaitu:
(1) Berpikir
Seseorang memikirkan dan mengetahui nilai-nilai yang diberikan, lalu memberi perhatian, dan berkonsentrasi pada nilai tersebut.
(2) Perekaman
Setelah nilai-nilai diterima, otaknya merekam dan menghubungkan dengan pikiran-pikiran lain, yang sejenis atau yang dinilai bermanfaat baginya.
36 Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakier Menghadapi Arus Global, (Yogyakarta: Kumla Kalam Semesta, 2014), hal. 264-271.
(3) Pengulangan
Seseorang memutuskan untuk mengulangi nilai-nilai yang baik itu dengan perasaan yang sama.
(4) Penyimpanan
Karena perekaman dilakukan berkali-kali maka pikiran menjadi semakin kuat. Akal menyimpannya dalam file.
(5) Pengulangan
Disadari atau tidak, seseorang mengulang kembali perilaku nilai-nilai yang baik yang tersimpan kuat di dalam akal bawah sadarnya.
(6) Kebiasaan menjadi karakter
Karena pengulangan nilai-nilai yang balk dan berkelanjutan dan tahapan-tahapan di atas yang dilalui, akal manusia meyakini bahwa kebiasaan ini merupakan bagian terpenting dari perilaku.
b) Membelajarkan hal-hal yang baik
Kebiasaan-kebiasaan yang baik yang dilakukan seseorang atau hal-hal yang baik yang belum dilakukan diberi pemahaman dan pengetahuan tentang nilai-nilai manfaat, rasionalisasi dan akibat dari nilai baik yang dilakukan.
Dengan demikian, seseorang mencoba mengetahui, memahami, menyadari, dan berpikir logis tentang arti dari suatu nilai-nilai dan perilaku yang baik, kemudian mendalaminya dan
menjiwainya. Lalu nilai-nilai yang baik itu berubah menjadi kekuatan intristik yang berakar dalam diri seseorang.
c) Moralfeeling dan loving: merasakan dan mencintai yang baik Lahirnya moralloving berawal dari mindset (pola pikir).
Pola pikir yang positif terhadap nilai-nilai kebaikan akan merasakan manfaat dari perilaku baik itu. Dari berpikir dan berpengalaman yang baik secara sadar lalu akan mempengaruhi dan akan menumbuhkan rasa cinta dan sayang. Perasaan cinta kepada kebaikan menjadi kekuatan yang bisa membuat orang senantiasa mau berbuat kebaikan bahkan melebihi dari sekedar kewajiban sekalipun berkorban jiwa dan harta.
d) Moral Acting (tindakan yang baik)
Melalui pembiasaan, kemudian berpikir berpengetahuan tentang kebaikan, berlanjut merasa cinta kebaikan itu dan lalu tindakan pengalaman kebaikan yang pada akhirnya membentuk karakter. Karena tindakan yang dilandasi oleh pengetahuan, kesadaran, kebebasan, dan kecintaan akan membentuk endapan pengalaman dan menjadi karakter.
e) Keteladanan (moral model) dari lingkungan sekitar
Setiap orang membutuhkan keteladanan dari lingkungan sekitarnya. Manusia lebih banyak belajar dan mencontoh dari apa yang ia lihat dan alami. Perangkat belajar pada manusia lebih efektif secara audio-visual. Keteladanan yang paling berpengaruh
adalah yang paling dekat dengan diri kita. Orang tua, karib kerabat, pimpinan masyarakat dan siapapun yang sering berhubungan dengannya maka akan menentukan proses pembentukan karakter.
Jika lingkungan sosial di sekitarnya baik maka maka karakter yang baik yang akan terbentuk. Sebaliknya jika lingkungan di sekitarnya tidak balk maka tidak akan terbentuk karakter yang balk.
f) Tobat (kembali) kepada Allah setelah melakukan kesalahan
Tobat pada hakikatnya ialah kembali kepada Allah setelah melakukan kesalahan. Tobat akan membentuk kesadaran tentang hakikat hidup, tujuan hidup, melahirkan optimisme, nilai kebijakan, nilai-nilai yang di dapat dari berbagai tindakannya, manfaat dan kehampaan tindakannya, dan lain-lain sedemikian rupa, sehingga seseorang dibawa maju untuk melakukan suatu tindakan dalam paradigma baru dan karakter baru di masa yang akan datang.
4) Nilai-Nilai Karakter
Berdasarkan kajian berbagai nilai agama, norma sosial, peraturan atau hukum, etika akademik, dan prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi butir-butir nilai yang dikelompokkan menjadi lima nilai utama, yaitu nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, Iingkungan, dan kebangsaan.37 Sehingga Nabi Muhammad benar-
37 Jamal Ma’mur Asmani, Pendidikan Karakter di Sekolah, 36
benar terfokus pada proses pembentukan, penyempurnaan dan penguatan akhlak sebagai modal untuk melakukan perubahan besar.38
karakter merupakan sesuatu yang dipengaruhi oleh keurunan, hal ini dikarenakan prilaku seorang anak tidak akan jauh dari perilaku orang tuannya. Seorang anak yang berada dilingkungan yang baik akan cenderung berkarakter baik dan begitupun sebaliknya.39 Dalam pendidikan karakter anak-anak memang dengan sengaja didik dan diajarkan serta dibangun karakternya agar mempunyai nilai-nilai kebaikan dan juga sekaligus dapat mengimplementasikannya.40
Pendidikan karakter bukan hanya membangun pengetahuan tentang karakter yang baik, namun juga harus dilanjutkan dengan membentuk perasaan dalam diri peserta didik agar memiliki kepekaan rasa terhadap hal-hal yang kurang baik dan dapat mengimplementasikan karakter-karakter yang baik dalam kehidupan sehari-hari.41
Banyak sekali nilai-nilia karakter yang harus di bentuk di lingkungan sekolah, nilai-nilai tersebut tercermin dalam budaya sekolah, karakter yang perlu dikembangkan di sekolah diantaranya religius, jujur, disiplin, tanggung jawab, dan sebagainya. Adapun
38 Akh Muwafik Saleh, “Membangun Karakter dengan Hati Nurani” hal 2
39 Slamet Yahya, “Pendidikan Karakter Melalui Budaya Sekolah”. (Yogyakarta:Lontar Mediatama, 2018) hal 35
40Akhmad Muhaimin Azzet,”Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia(Yogyakarta: Ar- ruzz Media, 2011), hal 83
41 Sukandi,”Implementasi Pendidikan Karakter Melalui Budaya Sekolah”, hal 69
nilai-nilai pendidikan karakter yang di deskripsikan adalah sebagai berikut:
a) Nilai Karakter daiam Hubungannya dengan Tuhan
Nilai ini bersifat religius. Dengan kata lain, pikiran, perkataan, dan rindakan seseorang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan dan ajaran agama.
b) Nilai Karakter Hubungannya dengan Diri Sendiri
Ada beberapa nilai karakrer yang berhubungan dengan diri sendiri. Berikut beberapa nilai tersebut:
(1) Jujur
Jujur atau kejujuran merupakan perilaku yang dida- sarkan pada upaya menjadikan diri sebagai orang yang dapat dirercaya. Hal ini diwujudkan dalam hal perkataan, tindakan, dan pekerjaan, baik terhadap diri sendiri maupun pada pihak lain. Kejujuran merupakan perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan diri sebagai orang yang selalu dapat dipercaya, baik terhadap diri sendiri maupun pihak lain.
(2) Bertanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas clan kewajibannya, sebagaimana yang seharusnya ia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan
(alam, sosial, dan budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa.
karakter tanggung jawab dapat ditanamkan melalui kegiatan pendidikan yang mengaplikasikan alat-alat pendidikan yang meliputi ketetadanan, kewibawaan, kasih sayang, ketulusan, ketegasan, dan pemotivasian, yang dimulai dalam pendidikan informal, dilanjutkan dengan pendidikan formal atau nonformal.42
(3) Bergaya Hidup Sehat
Segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang balk dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.
(4) Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. Salah satu cara dalam pendidikan karakter disiplin sendiri yaitu dengan metode pembiasaan.Metode pembiasaan yang dimaksut yaitu suatu cara atau proses yang dilakukan secara terus menerus dan tersusun dalam dimana didalam
42 Paningkat Sabiruan,”Penanaman Dan Implementasi Nilai Karakter Tanggung Jawab,”
99
file:///C:/Users/TOSHIBA/Downloads/7215-14584-1-SM.pdf
proses pembiasaan tersebut perserta didik perlu dihindarkan dari cara-cara kekerasan dalam pendidikan. 43
Pembiasaan disiplin di sekolah akan mempunyai pengaruh positif bagi kehidupan peserta didik di masa yang akan datang. Pada mulanya memang disiplin dirasakan sebagai sesuatu yang mengekang. Akan tetapi, bila aturan ini dirasakan sebaga sesuatu yang memang seharusnya dipatuhi secara sadar untuk kebaikan dirinya dan sesama, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan yang baik menuju arah disiplin diri. 44
(5) Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh- sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan guna menyelesaikan tugas (belajar/pekerjaan) dengan sebaik- baiknya.
(6) Percaya diri
Sikap yakin akan kemampuan diri sendiri terhadap pemenuhan tercapainya setiap keinginan dan harapan-nya.
(7) Berjiwa Wirausaha
Sikap dan perilaku yang mandiri dan pandai atau berbakat mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi untuk pengadaan produk
43 Imam Nur Suharno, Membentuk Karakter Peserta Dididik (Bandung: Remaja Rosdakarya,2021) 22
44 Tulus Tu’lu, Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa. 50
baru, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya.
(8) Berpikir Logis, Kritis, Kreatif, dan Inovatif
Berpikir dan melakukan sesuatu secara nyata atau logika untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan mutakhir dari sesuatu yang telah dimiliki.
(9) Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
(10) Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.
(11) Cinta Ilmu
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap pengetahuan.
40 BAB III
METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan Pendekatan jenis penelitian kualitatif deskriptif. karena peneliti akan menggunakan teks naratif.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Albi Anggito dalam bukunya, beliau mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif deskriptif peneliti akan mendeskripsikan suatu objek atau fenomena yang ditemukan peneliti di lapangan dalam bentuk tulisan yang bersifat naratif. Data yang ditemukan peneliti akan dihimpun berbentuk kata atau gambar, bukan angka-angka.
Dalam hal tersebut, penulisan laporan penelitian ini berisi kutipan-kutipan data atau fakta yang diungkapkan di lapangan untuk memberikan dukungan terhadap apa yang disajikan dalam laporannya.45
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakaan di MTs Negeri 3 Jember, Jl.Argopuro no 5 Manggisan Kecamatan Tanggul Kabupaten Jember. Peneliti mengambil lokasi penelitian di lembaga pendidikan MTs Negeri 3 Jember dengan beberapa pertimbangan, antara lain sebagai berikut:
1. MTs Negeri 3 Jember menerapkan Sholat Dhuha, yang mana penerapan sholat dhuha tersebut bertujuan untuk pembentukan karakter siswa. Yang mana didalam pembentukan karakter tersebut sesuai dengan nilai-nilai karakter.
45 Albi Anggito & Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Sukabumi : Cv Jejak, 2018), 11