BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
3. Karakter Religius
a. Pengertian Karakter Religius
Karakter mengacu pada keyakinan dan ketaatan dimana motivasi di dalamnya diimplementasikan dalam bentuk sikap dan perilaku yang baik. Karakter identik dengan akhlak dalam sudut pandang Islam.14 Karakter secara bahasa berarti sifat kejiwaan, watak, tabi’at, dan watak yang membedakan antar individu. Dengan demikian, karakter
13 Daryanto and Darmiatun, Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah. 13-15
14 Neng Rina Rahmawati et al., “Karakter Religius Dalam Berbagai Sudut Pandang Dan Implikasinya Terhadap Model Pembelajaran Pendidikan Agama Islam,” Ta’dibuna 10, no. 4 (2021): 539, https://doi.org/10.32832/tadibuna.v10i4.5673.
bisa diartikan cara berpikir dan berperilaku yang ada dalam diri seseorang. Istilah karakter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Jadi karakter juga bisa dipahami sebagai tabiat atau watak. Dalam Bahan Pelatihan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Kementerian Pendidikan Nasional (2010), karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk melalui internalisasi berbagai kebajikan yang terdiri atas sejumlah nilai, moral dan norma yang diyakini dan digunakan sebagai landasan cara pandang, berpikir, bersikap dan bertindak. Oleh karena itu, seseorang yang berkarakter adalah seseorang yang mempunyai kepribadian, atau berwatak.
Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusan yang dibuat.15
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang yang lain. Adapun Menurut Kemendiknas, karakter adalah watak, tabiat, akhlak atau kepribadian atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebijakan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berfikir, bersikap, dan bertindak. Kebijakan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya,
15 Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter Di Indonesia (Jogjakarta: Ar Aruzz Media, 2011). 15
dan hormat kepada orang lain.16 Sedangkan Muchlas Samani dan Hariyanto (2013), menyebutkan bahwa karakter dapat dimaknai sebagai value atau nilai-nilai dan kepribadian, cara berfikir dan juga berperilaku yang mempunyai ciri khas bagi setiap individu sebagai bekal hidup dalam bekerja sama baik terhadap lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Suatu karakter merupakan cerminan dari nilai apa yang melekat dalam sebuah entitas. Orang bisa terlihat mempunyai karakter yang baik apabila ia dapat menentukan keputusan dan siap mempertanggung jawabkan dari setiap keputusan yang telah dilakukan.17
Dari uraian pengertian diatas dapat dipahami bahwa karakter ialah suatu watak atau perilaku yang berkaitan erat dengan akhlak seseorang sebagai wujud dari nilai-nilai perilaku manusia, baik berhubungan dengan manusia ataupun berhubungan dengan Allah.
Kata dasar dari religius adalah religi yang berasal dari bahasa asing religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia.
Sedangkan religius berasal dari kata religious yang berarti sifat religi yang melekat pada diri seseorang. Religius sebagai salah satu nilai karakter dideskripsikan oleh Suparlan sebagai sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk
16 Kemendiknas, Pengembangan Pembelajaran Pendidikan Karakter (Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum, 2010). 3
17 Muchlas Samani and Hariyanto, Konsep Dan Model Pendidikan Karakter (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2013).
agama lain. Karakter religius ini sangat dibutuhkan oleh siswa dalam menghadapi perubahan zaman dan degradasi moral, dalam hal ini siswa diharapkan mampu memiliki dan berperilaku dengan ukuran baik dan buruk yang didasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama.18 Religius merupakan suatu sikap yang patut atas ajaran agama yang dianutnya. Nilai-nilai yang diterapkan dalam karakter religius dalam pengembangan karakter di Indonesia berasal dari salah satu sumber yaitu agama.19 Pentingnya penanaman religius, sehingga diperlukan komitmen semua pihak orang tua, guru penanaman nilai- nilai religius.
Seseorang untuk dapat dikatakan religius apabila dapat menampilkan aspek-aspek ajaran agama dalam kehidupannya baik secara eksplisit maupun secara implisit. Dalam memberikan kriteria religius, ada beberapa pandangan yang diberikan. Tiga kriteria religious, yaitu; 1) keterlibatan diri dengan yang Mutlak; 2) pengaitan perilaku secara sadar dengan sistem nilai yang bersumber dari yang Mutlak; dan 3) memasrahkan diri, hidup dan matinya, kepada yang Mutlak.20
Karakter religius adalah karakter manusia yang selalu menyandarkan segala aspek kehidupannya kepada agama. Ia menjadikan agama sebagai penuntun dan panutan
18 Akhtim Wahyuni, Pendidikan Karakter-Membentuk Pribadi Positif Dan Unggul Di Sekolah (Sidoarjo: UMSIDA Press, 2021). 84
19 Kurniawan, Pendidikan Karakter. 67
20 Dian Popi Oktari and Aceng Kosasih, “Pendidikan Karakter Religius Dan Mandiri Di Pesantren,” JPIS (Jurnal Pendidikan ILmu Sosial) 28 (2019): 47.
dalam setiap tutur kata, sikap, dan perbuatannya, taat menjalankan perintah Tuhannya dan menjauhi laranganNya.
Karakter religius sangat penting, hal itu merujuk pada pancasila, yaitu menyatakan bahwa manusia Indonesia harus meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan konsekuensi melaksanakan segala ajaran agamanya. Dalam Islam seluruh aspek kehidupan harus berlandaskan dan bersesuaian dengan ajaran Islam.21
Dari berbagai uraian di atas, Karakter religius dapat diartikan sebagai watak, akhlak atau kepribadian seseorang yang mengacu pada nilai-nilai dasar yang terdapat dalam agama serta melaksanakan segala ajaran agamanya.
b. Nilai dan Indikator Karakter Religius
Pendidikan karakter religius merupakan pendidikan yang menekankan nilai-nilai religius, seperti nilai ibadah, nilai jihad, nilai amanah, nilai ikhlas, akhlak dan kedisiplinan serta keteladanan.
Pendidikan karakter religius umumnya mencangkup pikiran, perkataan, dan tindakan seseorang diupayakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan atau ajaran agama. Indikator karakter religius tersebut meliputi mengucap do’a, mengucapkan salam, selalu bersyukur atas segala nikmat, dan membuktikan kebesaran Allah melalui ilmu pengetahuan yang memberikan kepuasan batin yang diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari. Mengintegrasikan nilai
21 Alivermana Wiguna, Isu-Isu Kontemporer Pendidikan Islam (Yogyakarta: Deepublish, 2014). 161
tersebut dengan internalisasi nilai dalam jiwa yang pada setiap langkahnya mencerminkan sikap dan perilaku religi.22
Menurut Imam Musbikin dalam bukunya, ada beberapa indikator karakter religius yaitu sebagai berikut:
1) Taat kepada Allah, yaitu melaksanakan perintah Allah dengan ikhlas seperti sholat, puasa, atau bentuk ibadah lain.
Meninggalkan segala larangan Allah seperti mencuri, berbohong, dan lain-lain.
2) Syukur, yaitu selalu berterimakasih kepada Allah dengan cara memujinya, selalu berterimakasih kepada siapapun yang telah memberi dan juga menolong.
3) Ikhlas, yaitu melakukan perbuatan secara tulus tanpa pamrih, menolong seseorang yang pantas untuk ditolong, memberi sesuatu tanpa meminta imbalan, dan melaksanakan perbuatan hanya mengharap ridho dari Allah.
4) Sabar, yaitu melaksanakan perintah Allah dengan penuh ketundukan, menerima semua takdir Allah dengan tabah, menghadapi ujian ataupun kesulitan dengan lapang dada, dan selalu menghindari sikap marah atau emosi kepada siapapun.
5) Qana’ah, yaitu menerima semua ketentuan Allah dengan rela dan apa adanya, merasa cukup dengan apa yang dimiliki, menerima semua keputusan dengan rela dan sabar serta tidak putus asa.
22 Muhammad Yaumi, Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar & Implementasi (Jakarta:
Prenada Media Group, 2014). 86-87
6) Percaya diri, yaitu berani melakukan sesuatu karena merasa mampu, tidak ragu untuk berbuat sesuatu yang diyakini dan mampu dilakukan, tidak selalu menggantungkan pada bantuan orang lain.
7) Tawakal, yaitu menyerahkan semua urusan kepada Allah, selalu berharap supaya Allah memberikan keputusan yang terbaik, siap menerima apapun yang akan diputuskan Allah.
8) Rasional, yaitu melakukan sesuatu didasari dengan pemikiran yang logis dan tidak asal bicara.
9) Kreatif, yaitu terampil mengerjakan sesuatu, menemukan cara praktis dalam menyelesaikan sesuatu, dan tidak selalu bergantung pada cara dan juga karya orang lain.23
c. Proses Pembentukan Karakter Religius
Pembentukan merupakan suatu proses dalam membentuk sesuatu.
Kaitannya dengan pembentukan karakter religius terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan, yaitu :
1) Pengembangan kebudayaan religius yang dilakukan rutin.
Kegiatan rutin ini, meliputi kegiatan yang sudah diprogram terlebih dahulu sehingga waktu yang dibutuhkan tidak lagi secara khusus.
2) Membentuk lingkungan lembaga yang mendukung penyampaian pendidikan berbasis religi. Melalui suasana yang ideal dalam lembaga pendidikan, peserta didik dapat dibimbing secara
23 Imam Musbikin, Tentang Pendidikan Karakter dan Religius Dasar Pembentukan Karakter, (Bandung: Nusamedia, 2021) hlm .36.
maksimal untuk berakhlak, jujur, disiplin, dan mempunyai semangat tinggi yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas dirinya.
3) Melaksanakan pendidikan agama di luar pembelajaran. Biasanya dilakukan secara spontan ketika menyaksikan langsung sikap atau perilaku dari peserta didik yang tidak sesuai norma dalam masyarakat dan agama.
4) Adanya suasana religi yang bertujuan pengenalan peserta didik berkaitan pelaksanaan ajaran agama di dalam kehidupan sehari- harinya.
5) Peserta didik diberi kesempatan untuk menumbuhkan kreatifitas, dan mengekspresikan dirinya. Dalam hal ini berkaitan dengan bidang keterampilan dan seni, seperti adzan, seni tilawah, dan lain sebagainya.
6) Mengadakan perlombaan keagamaan seperti lomba cerdas cermat untuk melatih kecepatan, keberanian, dan ketepatan dalam menyampaikan pengetahuan serta mempraktekkan materi-materi tersebut.24
d. Aspek karakter Religius
Pembentukan karakter harus dimulai dari hal yang terkecil terlebih dahulu yaitu diri sendiri kemudian ditanamkan pada lingkungan keluarga dan akhirnya menyebar ke masyarakat luas. Glok dan Stark
24 Ngainun Naim, Character Building Optimalisasi Peran Pendidikan Dalam
Pengembangan Ilmu & Pembentukan Karakter Bangsa. (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012). 125- 129
dalam Lies Arifah membagi aspek religius dalam lima dimensi sebagai berikut:
1) Aspek keyakinan atau religious belief, yaitu adanya keyakinan terhadap Tuhan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia gaib serta menerima hal-hal dogmatik dalam ajaran agamanya. Keimanan ini adalah dimensi yang paling mendasar bagi pemeluk agama.
2) Aspek peribadatan atau religious practice, yaitu aspek yang berkaitan tingkat keterikatan yang meliputi frekuensi dan intensitas sejumlah perilaku, dimana perilaku tersebut sudah ditetapkan oleh agama seperti tata cara menjalankan ibadah dan aturan agama.
3) Aspek penghayatan atau religious feeling, yaitu gambaran bentuk perasaan yang dirasakan dalam beragama atau seberapa jauh seseorang dapat menghayati pengalaman dalam ritual agama yang dilakukannya misalnya kekhusyukan ketika melakukan sholat.
4) Aspek pengetahuan atau religious knowledge, yaitu aspek yang berkaitan dengan pemahaman dan pengetahuan seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya untuk menambahkan pengetahuan tentang agama yang dianutnya.
5) Aspek pengamalan atau religious effect, yaitu penerapan tentang apa yang telah diketahuinya dari ajaran-ajaran agama yang dianutnya kemudian diaplikasikan melalui sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Dimensi dan aspek dalam nilai religius di atas menjadi acuan untuk menanamkan nilai religius kepada siswa melalui pendidikan karakter.25
e. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan Karakter Religius
Dalam pelaksanaan pendidikan karakter secara umum memiliki beberapa faktor-faktor yang berpengaruh di dalamnya, yaitu :
1) Faktor Internal merupakan faktor yang dapat dijadikan pendukung maupun penghambat pendidikan karakter yang berasal dari dalam diri individu. Factor ini terdiri dari insting atau naluri, kebiasaan atau adat, kemauan atau kehendak, suara hati atau suara batin, dan keturunan.
2) Faktor Eksternal merupakan faktor yang dapat dijadikan pendukung maupun penghambat pendidikan karakter yang berasal dari luar diri individu. Faktor ini terdiri dari pendidikan dan lingkungan. Pendidikan memiliki pengaruh yang begitu besar dalam pembentukan karakter baik pendidikan formal, informal ataupun nonformal. Faktor lingkungan berkaitan dengan lingkungan sekitar individu yang memiliki peran penting di dalam pembentukan karakter. Faktor eksternal terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.26
25 Miftahul Jannah, “Metode Dan Strategi Pembentukan Karakter Religius Yang
Diterapkan Di Sdtq-T an Najah Pondok Pesantren Cindai Alus Martapura.,” Al-Madrasah: Jurnal Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah 4, no. 1 (2019): 77, https://doi.org/10.35931/am.v4i1.178.
26 Wahyuni, Pendidikan Karakter-Membentuk Pribadi Positif Dan Unggul Di Sekolah.
189
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses perkembangan karakter pada seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor yang khas yang ada pada orang yang bersangkutan yang juga disebut faktor bawaan dan lingkungan dimana orang yang bersangkutan tumbuh dan berkembang. Faktor bawaan boleh dikatakan berada di luar jangkauan masyarakat dan individu untuk mempengaruhinya. Sedangkan faktor lingkungan merupakan faktor yang berada pada jangkauan masyarakat dan individu. Jadi usaha pengembangan atau pendidikan karakter seseorang dapat dilakukan oleh masyarakat atau individu sebagai bagian dari lingkungan melalui rekayasa faktor lingkungan.27
f. Metode pembentukan karakter
Pembentukan karakter merupakan pokok perhatian dalam agama islam terlihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad saw, yaitu untuk menyempurnakan akhlak. Berikut diantara metode- metode yang dapat digunakan dalam pembentukan karakter, yaitu:
1) Metode Keteladanan (al-Uswah al-Hasanah)
Secara bahasa, al-uswah berarti orang yang ditiru, kemudian Hasanah memiliki arti baik. Jadi uswah hasanah artinya contoh yang baik atau keteladanan yang baik. Metode keteladanan ialah menunjukkan tindakan terpuji bagi peserta didik, dengan harapan agar mau mengikuti tindakan terpuji tersebut. Keteladanan pendidik bagi peserta didik adalah dengan menampilkan akhlak
27 Supriyono and Gutama., PENDIDIKAN KELUARGA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA. 50
terpuji, yakni seluruh tindakan terpuji, seperti tawadhu’, sabar, ikhlas, jujur, dan meninggalkan akhlak tercela.
2) Metode Pembiasaan (Ta'widiyyah)
Secara bahasa, pembiasaan berasal dari kata biasa yang memiliki arti lazim atau umum, seperti sedia kala, sudah merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari- hari. Pembiasaan memiliki definisi sebagai proses membuat sesuatu menjadi biasa, sehingga menjadi kebiasaan. Untuk membentuk peserta didik agar memiliki karakter terpuji, metode pembiasaan, merupakan metode yang efektif. Dengan metode ini, peserta didik diharapkan dapat membiasakan dirinya dengan perilaku yang mulia. Metode pembiasaan adalah metode yang efektif dilakukan oleh seorang guru, karena dapat merubah kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik. Namun, metode ini membutuhkan waktu, tergantung kepada sejauh mana peserta didik terbiasa dengan kebaikan tersebut.
3) Metode Nasehat (al-Mau'izhah)
Secara bahasa kata mau'izhah berarti memberi pelajaran karakter yang terpuji serta memotivasi pelaksanaannya dan menjelaskan karakter yang tercela serta memperingatkannya atau meningkatkan kebaikan dengan apa-apa yang melembutkan hati.
Jadi nasehat adalah memerintah atau melarang atau menganjurkan yang dibarengi dengan motivasi dan ancaman. Metode nasehat
adalah metode yang penting digunakan untuk menggugah perasaan peserta didik.
4) Metode Kisah (al-Qasas)
Metode kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran, dengan menuturkan secara kronologis, tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal, baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja. Metode kisah memiliki tujuan mendidikkan kepribadian sesuai dengan akhlak terpuji dan sikap teladan yang terdapat dalam suatu kisah. Di dalam al-Qur’an tentu terdapat banyak kisah yang dapat dijadikan pembelajaran bagi setiap umat. Terdapat beberapa aspek pendidikan di dalam kisah tersebut, yaitu bisa membangkitkan kesadaran, dan membina perasaan ketuhanan bagi pembacanya.
Jadi, melalui metode kisah diharapkan peserta didik meneladani tokoh yang baik yang terdapat dalam kisah.28