• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III: PROFIL BURHÂN AD-DÎN AL-BIQÂ’Î DAN KARYANYA

4. Karya-karya Burhân ad-Dîn al-Biqâ’î

45 dia dikenal sebagai mufasir, muhaddits, muqri’, dan Syâ’ir an- Nazhîm.

a. Dalam bidang ‘Ulûm Al-Qurˊan

1. Dalâil al-Burhân al-Qawîm (Berbagai petunjuk tentang argumentasi yang tepat)

2. Al-Fath al-Qudsî fî Âyât al-Kursî (Pembuka suci tentang ayat kursi)

3. Adh-Dhawâbith wa al-Isyârât li Ajza’ ‘Ilm al-Qirâ’ât (Prinsip-prinsip dan petunjuk-petunjuk bagi pembagian Ilmu Qira‟ah)

4. Mashâ’id an-Nazhr li al-Isyrâf ‘alâ Maqâshid as-Suwar (Tahapan-tahapan analisis untuk memahami tujuan surah Al- Qurˊan)

5. Al-Istisyhâd bi al-Âyât al-Jihâd (Telaah terhadap ayat-ayat jihad)

6. Kifâyah al-Qârî fî Riwâyat Abî ‘Amr (Kebolehan membaca Al-Qurˊan dengan riwayat Abu „Amr)

7. Al-Qaul al-Mufîd fî ‘Ilm at-Tajwîd (Uraian yang diperlukan dalam memahami ilmu tajwid)

8. Nazhm ad-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa as-Suwar12 b. Dalam bidang Bahasa dan Sastra

1. Mâ lâ Yastaghnî ‘anhu al-Insân min Milh al-Lisân (Kebutuhan manusia pada bahasa jenaka yang menyenangkan)

2. Al-Jâmi’ al-Mubîn fî Mâ Qîlâ fî Wa Ka’ayyin (Uraian lengkap tentang berbagai komentar mengenai ungkapan “Wa Ka’ayyin”)

3. ‘Azhîm Washîlah al-Ishâbah fî Sun’ah al-Kitâbah (Jalan besar untuk mengetahui seni menulis)

12Hasan Muarif Ambary dkk, Suplemen Ensiklopedi Islam, Jilid 2, h. 78

47 4. Raf’ al-Lishâm ‘an ‘Arâis an-Nizhâm (Menguak tabir

kebiasaan wanita muda)

5. Al-Idrâk li Fann al-Ihtibâk (Mengenal seni menyusun kalimat)13

c. Dalam bidang Fikih dan Ushûl Fiqh

1. Syarh Jam al-Jawâmi’ (Komentar terhadap buku Jam al- Jawâmi’)

2. Al-Izhâm bi Fath Asrâr at-Tasyahhud wa al-Azân (Informasi tentang kunci rahasia tasyahud dan azan)

3. Al-I’lâm bi Sanah al-Hijrah ilâ asy-Syâm (Informasi tentang tahun hijrah ke Suriah)

4. Al-Qawâl al-Qadîmah fî Hukm an-Naql min al-Kutûb al- Qadîmah (Berbagai pendapat klasik tentang hukum mengutip buku-buku klasik)

5. Bayân al-Ijmâ’ ‘alâ Man Ijtama’ fî Bid’ah al-Ginâ wa as- Sama’ (Penjelasan ijmak terhadap mereka yang berkumpul untuk menciptakan nyanyian dan musik)14

d. Dalam bidang Akidah dan Tasawuf

1. Tadmîr al-Mu’âridh fî Takfîr Ibn al-Farîd (Menolak argumentasi mereka yang menentang pengafiran Ibnu Farid) 2. Tanbîh al-Gabî fî Takfîr Ibn ‘Arabî (Mendorong atau

menyadarkan orang yang mengafirkan Ibnu Arabi)

3. Tahdîm al-Arkam Man Laisa fî al-Imkân Abdâ’ Min Mâ Kâna (Meruntuhkan prinsip mereka yang berpendapat tidak mungkin menciptakan sesuatu dari materi yang sudah ada)

13Hasan Muarif Ambary dkk, Suplemen Ensiklopedi Islam, Jilid 2, h. 78

14 Hasan Muarif Ambary dkk, Suplemen Ensiklopedi Islam, Jilid 2, h. 78

4. Khair az-Zâd al-Muntaqâ min Kitâb al-I’tiqâd li al-Baihaqî (Uraian terbaik mengenai buku akidah karya al-Baihaqi) 5. Sirr ar-Rûh, Syarah Kitab ar-Rûh li Ibn al-Qayyim (Rahasia

jiwa, ulasan terhadap buku ar-Rûhkarya Ibnu Qayyim)15 e. Dalam bidang Sejarah

1. Mukhtashar Sîrah ar-Rasûl wa Salâsah min al-Khulafâ’

(Ringkasan sejarah hidup Rasul dan tiga khalifah sesudahnya) 2. Izhhâr al-‘Atsr li Ahli al-‘Atsr (Menyatakan waktu kepada

manusia yang hidup pada waktu itu)

3. Usud al-Biqâ’ an-Nahîsah (Singa-singa dari Biqa‟ yang lapar)

4. Akhbâr al-Jallâd fî Fath al-Bilâd (Berita-berita tentang seorang Algojo dalam penaklukan berbagai negeri)

5. Badzl an-Nûts wa asy-Syafaqah li at-Ta’rîf bi SuhbahWaraqah Ibn Naufal (Mencurahkan cinta kasih, mengenal persahabatan Waraqah bin Naufal)16

B. Mengenal TafsirNazhm ad-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa as-Suwar 1. Gambaran Umum Tafsir Nazhm ad-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa as-

Suwar

Kitab tafsir ini diberi judul Nazhm ad-Durar fî Tanâsub al- Âyât wa as-Suwar. Kitab hasil karya al-Biqâ‟î yang diselesaikan hingga juz 30 dan memiliki banyak versi. Pertama kali diterbitkan di India pada tahun 1397 H/1976 oleh penerbit Dar al-Ma‟ârif al- Utsmaniyah, atas biaya Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Islam. Kemudian diterbitkan lagi di Afsut-Kairo pada tahun 1413

15 Hasan Muarif Ambary dkk, Suplemen Ensiklopedi Islam, Jilid 2, h. 78

16Hasan Muarif Ambary dkk, Suplemen Ensiklopedi Islam, Jilid 2, h. 78

49 H/1992 M oleh penerbit Dâr al-Kutub al-Islamiyah, di bawah pengawasan Syarafuddin Ahmad, Direktur Lembaga al-Ma‟ârif al- Utsmaniyah.17

Menurut M. Quraish Shihab kitab ini telah di cetak di Bombay, India pada tahun 1980-1982 H sebanyak 13 jilid sampai dengan surah al-Furqân. Sisanya masih berbentuk manuskrip yang tersimpan di perpustakaan Universitas al-Azhar Kairo.18

Kemudian penulis sendiri menemukan kitab tafsir ini lengkap dari surah al-Fâtihah sampai surah an-Nâs pada terbitan Dâr al- Kutub al-„Ilmiyah, Beirut-Libanon. Merupakan cetakan kedua yang diterbitkan pada tahun 2003 M/1424 H. Kitab ini dicetak dalam bentuk delapan jilid yang penulis temukan di perpustakaan Institut Ilmu Al-Qurˊan (IIQ) Jakarta dan Pusat Studi Al-Qurˊan (PSQ).

Kitab dengan penerbit Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah inilah yang menjadi referensi utama peneliti. Kitab ini dibagi menjadi delapan jilid dengan rincian:

a. Jilid I : Surah al-Fâtihah dan surah al-Baqarah

b. Jilid II : Surah Âli „Imrân sampai dengan surah al-An‟âm c. Jilid III : Surah al-A‟râf sampai dengan surah Hûd

d. Jilid IV : Surah Yûsuf sampai dengan surah Maryam e. Jilid V : Surah Thâhâ samapi dengan surah ar-Rûm f. Jilid VI : Surah Luqmân sampai dengan surah asy-Syûrâ g. Jilid VII : Surah az-Zukhruf sampai dengan surah al-Munâfiqûn h. Jilid VIII : Surah at-Taghâbun sampai dengan surah an-Nâs

17Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-kitab Tafsir, h. 124

18M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qurˊan, (Bandung: Mizan, 2009), Cet. ke-3, h.

172

2. Latar Belakang Penulisan Tafsir Nazhm ad-Durar fî Tanâsub al- Âyât wa as-Suwar

Kitab tafsir Nazhm ad-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa as- Suwarini memuat pembahasan mengenai korelasi ayat dengan ayat maupun surah dengan surah dalam Al-Qurˊan. Mengutip dari tesisnya Abdul Basid, al-Biqâ‟î mempunyai beberapa alasan dalam menulis kitab tafsir ini. Pertama, susunan ayat atau surah termasuk dalam kemukjizatan Al-Qurˊan dari segi bahasa yang masih digali oleh ulama ahli Al-Qurˊan. Oleh karena itu, menulis tafsir mengenai korelasi antarayat maupun surah ini akan sangat membantu memahami Al-Qurˊan dengan mudah.Kedua, meskipun telah ada kitab tafsir yang membahas korelasi tersebut, seperti kitab at-Tahrîr wa at-Tahbîr li Aqwal a ‘Immah at-Tafsîr fî Ma’ânî Kalâm as-Samî’

al-Bashîr karya Ibn an-Naqîb dan Miftâh al-Bâb al-Muqfil ‘alâ Fahm Al-Qurˊan al-Munazzal karya ar-Rabbânîy Abî al-Hasan „Alî Ibn Ahmad Ibn al-Hasan al-Harallî, tetapi masih sedikit dan kurang dalam membahas korelasi ayat dan surah dalam Al- Qurˊan.19

Al-Biqâ‟î mulai menulis tafsir ini pada bulanSya’bân tahun 861 H/1457 M di Kairo. Dalam proses penulisan tafsir ini, al-Biqâ‟î menganggap bahwa dirinya dimusuhi ulama-ulama yang lain karena isi tafsirnya ada yang mengambil dari kitab taurat dan Injil. Bahkan sempat diberi hukuman mati karena uraian-uraiannya belum populer pada masanya. Proses menulisnya selama 14 tahun dan selesai pada hari Sealasa, 7 Sya‟bân 875 H di Mesir. Kemudian naskahnya disalin menjadi naskah yang lebih sempurna pada hari Ahad, 10 Sya‟ban 882 H di Damaskus di dalam rumahnya. Secara

19Abdul Basid, “Munâsabah Surah dalam Al-Qurˋan (Telaah atas Kitab Nazm ad- Durar fi Tanasub al-Ayat was-Suwar Karya Al Biqa‟i)”, Tesis, h. 60

51 keseluruhan, mulai dari menulis sampai dengan menyalinnya menjadi karya yang baik, al-Biqâ‟î menghabiskan waktu 22 tahun.20 3. Metodologi Penafsiran Tafsir Nazhm ad-Durar fî Tanâsub al-Âyât

wa as-Suwar

Metode atau cara penafsiran menjadi penting untuk dibahas karena antara mufasir satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan ketika menafsirkan. Berikut akan penulis uraikan metode yang digunakan al-Biqâ‟î dalam tafsirnya.

Kata „metode‟ berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa Inggir kata ini ditulis method. Dan dalam bahasa Arab kata ini ditulis tharîqah dan manhaj. Dan dalam pemakaian bahasa Indonesia kata ini mengandung arti: cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.21 Jadi, jika dalam ilmu tafsir, metode ini berarti cara atau langkah yang digunakan mufasir dalam menafsirkan ayat Al-Qurˊan untuk memahami makna yang terkandung di dalamnya.

Selama ini, dikenal empat metode yang biasa mufasir gunakan dalam menafsirkan Al-Qurˊan. Pertama, metode ijmâlî (global).

Maksudnya cara yang digunakan mufasir dalam menafsirkan Al- Qurˊan itu dengan global. Biasanya menjelaskan ayat-ayat Al- Qurˊan dengan ringkas, dengan bahasa yang populer, dengan tujuan agar mudah difahami oleh pembaca.22Kedua, metode tahlîlî (terperinci). Maksudnya adalah ketika mufasir menjelaskan ayat-

20Burhân ad-Dîn al-Biqâ‟î, Nazhm ad-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa as-Suwar, (Beirut:

Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 2003), Jilid VIII, Cet. ke-2, h. 620

21Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Qurˊan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), Cet. ke-1, h. 54

22Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qurˊan, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), Cet. ke-1, h. 18

ayat Al-Qurˊan, dia jelaskan secara rinci segala hal yang bertautan dengan Al-Qurˊan bisa dimasukkan dalam tafsir seperti asbâb an- Nuzûlnya atau munâsabah (korelasi) ayat dengan ayatnya atau surah satu dengan surah yang lainnya.Ketiga, metode Muqârin (perbandingan). Maksudnya adalah ketika mufasir menjelaskan ayat- ayat Al-Qurˊan, menguraikannya, mengemukakan pendapatnya, menyebutkan pendapat mufasir lain, kemudian membandingkan pendapat mufasir satu dengan yang lainnya, dan menyimpulkan hasil dari perbedaan dan persamaan pendapat tersebut.23Keempat,metode maudhû’î (tematik). Maksudnya ialah menjelaskan ayat-ayat Al- Qurˊan dengan mangacu paca satu bahasan atau satu pokok tertentu.

Pembahasan ini bisa berdasarkan tema atau surah tertentu.24

Berdasarkan pembagian metode tafsir di atas, maka kitab tafsir Nazhm ad-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa as-Suwardalam penafsirannya menggunakan metode tahlîlî yakni menafsirkan ayat- ayat Al-Qurˊan secara terperinci dengan memasukan segala hal yang berhubungan dengan penafsirannya.25Dalam tafsirnya, al-Biqâ‟î menguraikan pembahasannya mengenai korelasi ayat satu dengan ayat lainnya atau surah satu dengan yang lainnya dengan rinci mulai dari hubungan kata dengan kata, kalimat dengan kalimat, akhir surah dengan awal surah sesudahnya, dan tidak lupa memasukan pendapat-pendapat ulama yang sama dalam membahas tentang munâsabah.

23Yunus Hasan Abidu, Tafsir Al-Qurˊan (Sejarah Tafsir dan Metode Para Mufasir), (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), Cet. ke-1, h. 3

24Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qurˊan, h. 19

25Abdul Basid, “Munâsabah Surah dalam Al-Qurˋan (Telaah atas Kitab Nazm ad- Durar fi Tanasub al-Ayat was-Suwar Karya Al Biqa‟i)”, Tesis, (Surabaya: UIN Surabaya, 2016), h. 67

53

4. Corak penafsiran

Dalam kitab tafsir al-Biqâ‟î ini, corak yang paling dominan adalah corak kebahasaan. Uraian penjelasannya diikuti dengan penjelasan-penjelasan yang tersirat. Upaya ini dilakukan oleh al- Biqâ‟î untuk mengungkap aspek munâsabah dalam Al-Qurˊan.

Contohnya ketika al-Biqâ‟î menjelaskan kata

اْوُرَفَك

dalam QS.

Muhammad [47]: 1

( ْمَُلَاَمْعَأ َّلَضَأ ِوَّللا ِليِبَس ْنَع اوُّدَصَو اوُرَفَك َنيِذَّلا َ ف) 1

َق ُس ْب َلا َح َنا ُو

َا{ :لىاعتو َّل ِذ

ْي َن َك َف ُر ْو َأ }ا ْي َس َ ت ُر ْو َأ ا ْ ن َو َرا َْلا ِد َّل َف ِة

ُّل ْو َض َع ا َل ِع ى ْل ِم

َو{

ُّد ْو َص َأ }ا ْي ِا ْم َ ت َ ن ُع ْو ِب ا َأ ْ ن ُف ِس ْم ِه َو َم َ ن ُع ْو َغ ا ْ ي َر ُى ِل َع َر ْم َقا ِت ْم ِه ْا ِف ْف ِر ُكل

ْن َع{

َس ِب ْي ِل ِللا َأ } َّطلا ي ِر ْي ُق ُّرلا ُب ْح ْلا ُم ْس َت ِق ْي ُم َّلا ْي ِذ َش َر َع ُو ْلا َم ِل

ُك َ ث َر َْلا َو َْي َع ْلا ُل ِز ْي ُي ًام ِظ ْي َع ًلاا َط ِإ ْب َل َط َأ ْب ْي َأ }لضأ{ ُم َظ ْع َْلا ْع َم َأ{

َُلَا ْم َا }*

َّل ِت ِ َي ِى َأ ْر َو ُحا ُه ْم َا ْل َم ْع

َن ِو

َي ُة َو ِى َي ُّل ُك ْي ٍء َش َ ي ْق ُد ْو ِص

َن ِِتا َئ َس ِي َر َو َ ف َأ ْن َد َ ب ْع ر َض ٍع َد ْف َأ ْو ٍع َ ن ْف ِب َج ْل ْن ِم ْم ِه ِس ُف َأ ْ ن َع َ ن ْف ِب ِو

ْم ْم ُلَا َب َد َس َو َأ ْف

Makna kata

اْوُرَفَك

secara leksikal adalah menutupi.26 Seseorang dikatakan kafir karena kekafirannya itu menutupi hatinya.

Secara bahasa dikatakan

ئيشلا ُرَفَك

berarti seseorang menutupi sesuatu. Al-Biqâ‟î memperluas maknanya dengan mendasarkan pada konteks ayat dan tujuan surah, yakni orang-orang yang menutupi dirinya dari cahaya petunjuk. Akibatnya mereka tetap tersesat meskipun sebenarnya mengetahui petunjuk Allah.27

26Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997), h. 1217

27Burhân ad-Dîn al-Biqâ‟î, Nazhm ad-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa as-Suwar, Jilid VII, Cet. ke-2, h. 195

Kata

ُّد ْوا َص

secara bahasa

ُعْنَمْلَا

yang berarti mencegah dan

َضَرْعَا

yang berarti berpaling.28 Al-Biqâ‟î menambahkan penjelasan

makna katanya menjadi orang-orang kafir mencegah orang lain karena kekafiran mereka yang sudah mengakar. Inilah contoh dari corak tafsir yang digunakan oleh al-Biqâ‟î.29

Bisa dilihat juga dalam Surah Yâsîn [36]: 8

ْق َم ُم{

ُح ْ َن و ِم }*

ْن َأ ْق َم ِح َّرلا ُج ِل - َذ ِإ َأ ا ْق َم َح ُو ْ ي َر ُه َغ ْي َأ َج َع َل ُو َق ًا ِما

ْي َأ َر ِفا َر ًاع َس ُو ْأ َب ًاضا َغ َص َ ر ُه َ ي ْن َلا ُر ِإ ُظ َّلا ِب َ ب ْع َب ِض

ِر ِه َص َى ْي َئ َة ْلا ُم َت ِبّ َك

، ِب ْش َر َي َْلو ِب ْر ُّشلا ْن َد ِع َس ُو َر ْأ َف َع َر ا َذ ِإ - ْي َب ِع ْلا َم َح َق : ْم ِِلَ َ ق ْو ْن ُو ِم ْص ُل َو َأ ْلا َم َءا َق ، َلا َْْا ِف ْم ِع َ ب َْي ْلا ُع َب َو ْلا ِبا ُم ْح َك ِم

ق : َأ ُ ب َلا َق ، ْ ي َن ًة َس ِف ُف َي ِص ٍم ِزا َح ِب َأ ِن ُر ْب َش َب َلا ََ

ْو َح ّي َم :نا ْي َت ُة َح َأ ِد ْم ِى

َل َي ْد َ ف ُ ن َه:ا

َو َْن ُن َع َل َج ى َو ِنا ِب َه ُ ق ا ُع ْو ٌد َ ن ...

ُض ُغ َّطلا ْر َف َك ِْلا ِب ِل ْلا َق َّم ِحا

Kata

َن و ُح ْ َم ُم ْق

secara bahasa adalah mengangkat kepala.30 Kemudian dijelaskan oleh al-Biqâ‟î

ِل ُج َّرلا ِح َم َأ ْق ْن ِم

mengangkan kepala sambil memejamkan mata,orang yang berupaya menegakkan kepalanya dan tidak mau melihat orang lain dengan sikap takabur.

Maksudnya yaitu orang yang tidak mau melihat kebenaran.31 Seperti yang al-Biqâ‟î jelaskan dalam tafsirnya.

Contoh-contoh di atas dapat memberikan penjelasan bahwa corak yang digunakan oleh al-Biqâ‟î ialah lughawi (kebahasaan).

Yang kental dengan penjelasan makna kata-kata Al-Qurˊan dengan

28Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, h. 767

29Burhân ad-Dîn al-Biqâ‟î, Nazhm ad-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa as-Suwar, Jilid VII, Cet. ke-2, h. 195

30Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia, h. 1154

31Burhân ad-Dîn al-Biqâ‟î, Nazhm ad-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa as-Suwar, Jilid VI, Cet. ke-2, h. 246

55 mengungkapkan arti secara leksikal dan menambahkan makna kontekstual ayat.

5. Sumber Penafsiran

Dalam penulisan tafsirnya, al-Biqâ‟î berpedomana kepada kitab-kitab yang bersangkutan dengan munâsabah Al-Qurˊan, yaitu:

a. Al-Burhân fî Tartîb Suwar Al-Qurˊânkarya Abû Ja‟far Ahmad Ibn Ibrâhîm Ibn az-Zubair

b. Al-Burhân fî ‘Ulûm Al-Qurˊânkarya Badr ad-Dîn Muhammad Ibn

„Abd Allâh az-Zarkasyî

c. Miftâh al-Bâb al-Muqfil ‘alâ Fahm Al-Qurˊân al-Munazzal karya Ar-Rabbânî Abî al-Hasan „Alî Ibn Ahmad Ibn al-Hasan al-Harallî d. At-Tausyiyyah karya Ar-Rabbânî Abî al-Hasan „Alî Ibn Ahmad

Ibn al-Hasan al-Harallî

e. At-Taufiyyah karya Ar-Rabbânî Abî al-Hasan „Alî Ibn Ahmad Ibn al-Hasan al-Harallî

f. Al-‘Urwah li Miftâh al-Bâb al-Muqfil karya Ar-Rabbânî Abî al- Hasan „Alî Ibn Ahmad Ibn al-Hasan al-Harallî

g. Tafsîr Ibnu an-Naqîb al-Hanafi32 6. Sistematika dan Karakteristik Tafsir

Langkah penafsirannya diawali dengan menyebut nama surah, hubungan dengan surah sebelumnya, hal-hal yang terkait dalam satu surah, dan kesesuaian topik-topik yang terdapat dalam surah tersebut. Dalam hal ini, al-Biqâ‟î benar-benar menunjukan keseriusannya dalam membahas kesesuaian-kesesuaian yang terdapat dalam Al-Qurˊan.33

32Burhân ad-Dîn al-Biqâ‟î, Nazhm ad-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa as-Suwar, Jilid I, h. 5-7

33Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-kitab Tafsir, h. 125

Setelah itu, al-Biqâ‟î menyebutkan beberapa riwayat yang disertai dengan kritik sanad, untuk memastikan apakah riwayat itu shahih atau tidak. Al-Biqâ‟î pun menyebutkan alasannya ketika beliau menentukan kata dan bahasa yang terdapat di dalam ayat tersebut disertai dengan penakwilan dan komentar. Beliau pun menunjukan makna-makna yang tersirat dengan mendasarkannya kepada ulama-ulama yang memiliki kemampuan tentang hal itu.34

Mengutip buku Ensiklopedi kitab-kitab tafsir karya Husnul Hakim, dijelaskan bahwa diantara arah penafsiran al-Biqâ‟î adalah dengan memperhatikan huruf-huruf yang menjadi awal surah.

Contohnya ketika al-Biqâ‟î menafsirkan

لا

:

“Huruf alif berarti sebutan bagi Zat yang senantiasa mengurus makhluk, yang Maha Luhur dan yang meliputi dengan ilmu-Nya.

Kemudian ia digunakan untuk menunjuk setiap yang melaksanakn tugasnya dengan sungguh-sungguh, seperti Adam dan Ka‟bah. Sementara huruf mîm adalah nama bagi Yang Maha Zahir, lagi Maha Luhur, yang wujudnya ditunjukan oleh kalimat mâliki yaum ad-dîn. Huruf mim juga merujuk kepada yang zahir, yang sempurna. Yang dianugerahi jawâmi’ al-kalim (setiap ucapan yang bermakna atau mengandung hikmah) yaitu Nabi Muhammad Saw. Kemudian huruf mim juga ditunjukan kepada setiap yang tampak selain Allah dan Rasulullah,seperti langit, bumi, dan galaksi. Sedangkan huruf lâm merupakan nama bagi sesuatu yang berada di antara rahasia-rahasia Ilahi di luar nalar akal manusia. Huruf lam ini juga menunjukan kekuasaan-Nya yang akan tampak jelas pada hari pembalasan, yang tercermin pada nama-nama dan sifat-Nya.”35

Al-Biqâ‟î berusaha untuk menjauhi kisah-kisah isrâiliyyât.Ia menulis sebuah kitab khusus yang berjudul al-Aqwâl al-Qawîmah fî Hukm an-Naql min al-Kutub al-Qadîmah.Melalui kitab ini, kita bisa

34 Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-kitab Tafsir, h. 125

35Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-kitab Tafsir, h. 127

57

melihat bagaimana al-Biqâ‟î menyikapi isrâiliyyât. Sementara mengenai ayat-ayat hukum, al-Biqâ‟î mendasarkannya pada mazhab Syafi‟i secara konsisten. Dan redaksi yang biasa al-Biqâ‟î gunakan ialah

اَّمَل

lammâ,

ا َى َذ ْن َو ِم

wa min hâdzâ,

ُّث ْن َو ِم

wa min tsumma dan

َُّث

tsumma.36

Dalam muqaddimah tafsirnya, al-Biqâ‟î mengatakan: kisah- kisah yang diceritakan secara berulang-ulang, diceritakan di suatu surah, kemudian diulang di surah lain, tidak pernah menimbulkan makna yang sama, selalu ada makna baru dalam kisah tersebut. Dan pengulangan tersebut tidak menimbulkan cacat ataupun kekurangan terhadap susunan dan urutan Al-Qurˊan.37

Dan dalam penutup tafsirnya, al-Biqâ‟î mengatakan bahwa ia menjadikan seluruh ayat dan surah Al-Qurˊan sebagai objek penelitiannya. Ia menjadikan hubungan antara ayat-ayat dan surah- surah Al-Qurˊan sebagai topik utama dalam kitabnya.38

Ulama yang mengomentari kitab tafsir ini ialah Rif‟at Fauzi Abdul Muthalib dalam bukunya Amir Faishol dijelaskan bahwa al- Biqâ‟î merupakan ulama yang sangat berjasa dalam kajian kesatuan Al-Qurˊan. Kitab tafsirnya merupakan bukti kepahlawanannya.

Kitab ini membahas hubungan antara ayat-ayat dan surah-surah dalam Al-Qurˊan dengan indah dan elegan. Detail pembahasannya seputar hubungan antara surah-surah dan ayat-ayat dalam Al-Qurˊan

36Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-kitab Tafsir, h. 129

37Burhân ad-Dîn al-Biqâ‟î, Nazhm ad-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa as-Suwar, Jilid I, h. 7

38Burhân ad-Dîn al-Biqâ‟î, Nazhm ad-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa as-Suwar, Jilid I, h. 621

merupakan keistimewaan dalam tafsir al-Biqâ‟î. Kemudian Haji Khalifah pun berkomentar bahwa kitab tafsir al-Biqâ‟î sungguh luar biasa. Sebelumnya tidak ada seorang pun yang menulis tentang kesatuan Al-Qurˊan sebaik al-Biqâ‟î. Kitab tafsir ini mampu mengupas dan mengungkap rahasia-rahasia Al-Qurˊan. uraiannya sangat mudah dipahami.39

39 Amir Faishol Fath, The Unity of Al-Qurˊan, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010), Cet. ke-2, h. 169

59 BAB IV

ANALISIS MUNÂSABAH ÂYÂT DALAM SURAH YÂSÎN MENURUT BURHÂN AD-DÎN AL-BIQÂ’Î

A. Muqaddimah Surah Yâsîn 1. Penamaan Surah Yâsîn

Kata

ي

(Yâ’) dan

س

(Sîn) dalam istilah ilmu-ilmu Al-Qurˊan disebut al-Ahruf al-Muqaththa’ah yang berarti huruf-huruf yang dibaca secara terpenggal-penggal.1 Surah ini dinamai surah Yâsîn karena dimulai dengan dua hurûf Hijâiyyah

ي

(Yâ’) dan

س

(Sîn). Nama ini telah dikenal sejak masa Rasul Saw. Surah ini merupakan surah ke 41 dari segi perurutan turunnya. Turun sesudah surah al-Jinn dan sebelum surah al-Furqân yakni sekian tahun setelah masa kenabian dan sebelum terjadinya peristiwa Isrâ’ dan Mi’râj.2 Jika dilihat dari segi tartib mushafnya, surah ini merupakan surah ke 36 setelah surah Fâthir dan sebelum surah Ash-Shaffât. Termasuk surah al-Matsâni dan berjumlah 83 ayat.3

Al-Biqâ’î juga berpendapat bahwa nama lain dari surah Yâsîn adalah Qalbu Al-Qurˊan (jantung Al-Qurˊan), ad-Dâfi’ah (yang menampik dan mendukung), al-Qhâdhiyah (yang menetapkan).4 Al- Biqâ’î pun menjelaskan tentang huruf Yâ’ pada kata Yâsîn yang bermakna:

1 Departemen Agama RI, Al-Qurˊan dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009), Cet. ke-4, h. 193

2 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbâh. Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qurˊan, Vol. 11, (Jakarta: Lentera Hati, 2009), Cet. ke-1, h. 102

3 Ibrâhîm ‘Alî as-Sayyid ‘Ali, Fadhâil as-Suwar Al-Qurˊân al-Karîm, terj. Abdul Hamid, (Jakarta: SAHARA, 2010), Cet. ke-1, h. 290

4 Burhân ad-Dîn al-Biqâ’î, Nazhm ad-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa as-Suwar, (Beirut: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003), Jilid VI, Cet. ke-2, h. 239

Dokumen terkait