• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: MUNÂSABAH DALAM AL-QUR`AN

C. Pandangan Ulama tentang Ilmu Munâsabah

35 Jika diperhatikan dengan seksama, akhir surah al-Mâidah merupakan landasan utama bagi permulaan surah berikutnya.

Sekalipun surah al-Mâidah merupakan surah Madaniyyah, sementara al-An‟âm merupakan surah Makiyyah.46 Munâsabah dari kedua ayat tersebut di atas, menjelaskan tentang penciptaan Allah terhadap langit dan bumi beserta isinya. Allah Yang Maha Menguasai.

Berikut ialah ahli-ahli Al-Qurˋan yang menerima dengan baik adanya ilmu munâsabah:

Az-Zarkasyî (w. 794 H/1392 M) menilai bahwa ilmu munâsabah adalah ilmu yang mulia, yang menjadi teka-teki akal pikiran. Dalam kitabnya, az-Zarkasyî mengemukakan pendapatnya tentang persoalan munâsabah. Selanjutnya ia memberikan perincian bahasan dalam munâsabah itu sebagai berikut: Munâsabah adalah perkara yang menyangkut tafsiran akal. Bila sesuatu muncul dan disampaikan berdasarkan akal, ia akan diterima.49

Tokoh selanjutnya ialah Ibn al-„Arabî (w. 543 H/1149 M),50 Sebagaimana dikutip dalam kitab al-Burhân fî „ulûm Al-Qurˋan, ia menggunakan munâsabah dengan istilah al-Irtibâth (pertalian) untuk menjelaskan betapa pentingnya kajian terhadap keterkaitan bagian Al- Qurˋan. Ia menjelaskan: “Keterkaitan ayat-ayat satu dengan yang lainnya itu menjadikan seperti satu kalimat yang memiliki keserasian makna. Dan ini merupakan ilmu yang agung”.51

Tokoh selanjutnya adalah Fakhruddîn ar-Râzî (w. 606 H/1210 M). ia adalah ulama yang paling populer dalam kajian tafsir dan munâsabah Al- Qurˋan pada awal abad ke-7 H. Banyak pujian yang diarahkan kepadanya dan tafsirnya. Al-Râzî adalah mufasir pertama yang menggunakan istilah munâsabah. Ar-Râzî berkata dalam muqaddimah tafsir al-Biqâ‟î:

“kelembutan-kelembutan ujaran Al-Qurˋan paling banyak tersimpan dalam susunan dan relasi ayat maupun suratnya.52

49 Badr ad-Dûn Muhammad az-Zarkasyî, al-Burhân fî „Ulûm al-Qurˋân, ed.

Muhammad Abu al-Fadhl Ibrahim Isa al-Bab, juz I, h. 79

50 Ia lahir pada tanggal 8 Sya‟ban 468 H dan meninggal pada tahun 602 H. Ia menguasai banyak disiplin ilmu dan telah menulis banyak karya.

51 Badr ad-Dîn Muhammad az-Zarkasyî, al-Burhân fî „Ulûm al-Qurˋân, ed.

Muhammad Abu al-Fadhl Ibrahim Isa al-Bab, juz I, h. 42

52 Burhan al-Dîn al-Biqâ‟î, Nazhm ad-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa as-Suwar, Jilid I, h. 6

37 Kemudian asy-Syathibî (w. 1388 H/1968 M) dalam bukunya yang berjudul al-Muwâfaqât sebagaimana yang terdapat dalam buku M. Quraish Shihab menegaskan bahwa betapa pentingnya munâsabah Al-Qurˋan. satu surah walaupun banyak mengandung masalah, masalah-masalah tersebut berkaitan antara satu dan yang lainnya. Oleh sebab itu, seseorang hendaknya jangan hanya mengarahkan pandangannya pada awal surah, tetapi hendaknya memerhatikan pula akhir surah atau sebaliknya. Karena apabila hal tersebut tidak diperhatikan, maksud ayat yang diturunkan akan terabaikan.53

Syeikh Waliyuddin al-Mallawi, sebagaimana dikutip oleh as-Suyûthî, mengatakan bahwa: tidak tepat orang yang mengatakan bahwa munâsabah pada ayat-ayat yang mulia itu tidak perlu dicari. Karena ayat-ayat itu turun sesuai dengan kejadian yang berbeda-beda. Jadi merupakan kemukjizatan dari segi gaya bahasanya dan urutan susunannya. Maka ini ilmu yang mulia yang layak dikaji. Karena setiap ayat adalah sebagai pelengkap dari ayat sebelumnya atau bisa jadi berdiri sendiri. Kemudian jika ayat itu berdiri sendiri, maka apa hubungannya dengan ayat sebelumnya? Demikian juga pada surah-surah, dikajilah sisi keterkaitan dengan surah sebelumnya atau sesudahnya.54

Tokoh selanjutnya yaitu al-Biqâ‟î (w. 885 H), yang karyanya disebut sebagai ensiklopedia sistematika Al-Qurˋan. Ia merangkum pemikirannya mengenai munâsabah dalam karyanya yang berjudul Nazhm ad-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa as-Suwar. Al-Biqâ‟î menegaskan bahwa siapa yang memahami kehalusan dan keindahan susunan kalimat, ia akan mengetahui bahwa Al-Qurˋan adalah mukjizat dari segi kefasihan lafalnya dan kemuliaan

53 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qurˋân, (Bandung: Mizan, 2013), edisi ke- 2, h. 173

54 Jalâl ad-Dîn as-Suyûthî, Samudera Ulumul Qurˊan (Al-Itqân fi „Ulum al-Qurˋan, juz III, terj. Farikh Marzuqi Ammar dan Imam Fauzi Jaiz,

makna yang terkandung di dalamnya. Di samping kemukjizatannya juga disebabkan oleh susunan kata dan surahnya.55

Imam al-Marâghî menegaskan bahwa Al-Qurˋan merupakan kesatuan yang kokoh dan kuat. Setiap kalimat yang menyusun ayat-ayatnya dipilih oleh Allah dengan bijaksana. Semuanya berada dalam puncak keserasian dan kepaduan, diletakkan dalam posisi yang paling tepat.56

Pandangan ulama tersebut di atas ialah ulama-ulama ahli Al-Qurˋan yang menerima adanya ilmu munâsabah. Bahkan sebagiannya mempunyai karya tafsir yang lebih memfokuskan pembahasannya tentang munâsabah.

Disamping itu ada pula yang kurang mendukung adanya ilmu munâsabah ini.

Pendapat yang kurang mendukung itu ditegaskan oleh sebagian tokoh ulama sebagai pendapat yang lemah, dan diragukan kebenarannya.57 Kelompok yang paling pertama menolak munâsabah Al-Qurˋan adalah orang-orang kafir pada masa Nabi. Penolakan mereka lebih diarahkan kepada Al-Qurˋan secara umum. Terlebih kepada betapa indahnya aspek kebahasaan dan sistematika dalam Al-Qurˋan, mereka tidak meyakini itu.58

Kelompok selanjutnya datang dari orang muslim sendiri, al-„Azîz al- Dîn bin „Abd as-Salâm (w. 660 H/1262 M) yang dikenal dengan „Izz, mengatakan bahwa munâsabah Al-Qurˋan adalah hal yang tidak harus ada dalam Al-Qurˋan. Selain „Izz, ulama lain yang tidak menyetujui adanya munâsabah ialah asy-Syaukanî. Mengutip tesis Said Ali, dalam kitab Fath al- Qadîr ia menjelaskan:

55Hasani Ahmad Said, Diskursus Munâsabah Al-Qurˋan dalam Tafsir Al-Misbah, h. 53

56 Nelfi Westi, Munâsabah dalam Surah Al-Jumu‟ah (Kajian munâsabah pada Tafsir al-Asâs Karya Sa‟îd Hawwâ), Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2017), h. 21

57 Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, h. 201

58 Said Ali Setiyawan, “Munâsabah Surat-surat Juz‟amma (Studi Kritis terhadap Pemikiran Burhan ad-Dîn al-Biqâ‟i dalam Kitab Nazm ad-Durar fi Tanasub al-Ayat wa as- Suwar)”, Tesis, h. 72

39 Upaya untuk menemukan munâsabah Al-Qurˋan adalah hal yang sia- sia dan akan membuka pintu-pintu keraguan kepada Al-Qurˋan.

Karena upaya ini hanya mengedepankan akal semata. Sehingga upaya ini adalah hal yang memaksakan untuk dilakukan terhadap Al- Qurˋan.59

Kemudian tokoh yang paling tajam menentang penggunaan munâsabah adalah Ma‟ruf Dualibi. Ia mengatakan: “Al-Qurˋan dalam berbagai ayat hanya mengungkapkan hal-hal yang bersifat prinsip dan norma umumnya saja. Dengan demikian, tidaklah pada tempatnya bila orang bersikeras berusaha agar harus ada kaitan antarayat-ayat yang bersifat tafshîl.60

Kelemahan pendapat yang tidak mendukung adanya munâsabah dalam Al-Qurˋan sebagaimana sudah dijelaskan di atas, agaknya tidak perlu lagi ditambah argumennya. Sebab contoh-contoh pendapat ulama yang menerima adanya ilmu munâsabah di atas cukup menjadi bukti bahwa dalam Al-Qurˋan betul-betul ada munâsabah tersebut.61

Terlepas dari adanya perbedaan para ulama tersebut, antara yang mendukung adanya munâsabah atau yang tidak mendukung adanya munâsabah, satu hal yang harus diakui adalah bahwa jerih payah para ulama yang telah meneliti tentang ilmu munâsabah ini tidaklah sia-sia. Berkat ketekunan para ulama tersebut, mereka mendapat kepuasan dan memberikan kepuasan pula kepada umat Islam yang mempelajari Al-Qurˋan. Karena dengan mengetahui adanya munâsabah, akan membuat mereka tidak perlu lagi mencari sebab turunnya suatu ayat. Oleh sebab itu, seorang ulama ada

59 Said Ali Setiyawan, “Munâsabah Surat-surat Juz‟amma (Studi Kritis terhadap Pemikiran Burhan ad-Dîn al-Biqâ‟i dalam Kitab Nazm ad-Durar fi Tanasub al-Ayat wa as- Suwar)”, Tesis, h. 74

60 Muhammad Chirzin, Al-Qurˋan dan Ulumul Al-Qurˋan, h. 55

61 Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, h. 201

yang berpendapat bahwa ilmu munâsabah ini dapat menggantikan ilmu asbâb an-Nuzûl dalam memahami Al-Qurˋan.62

Dengan demikian, kita memperoleh keyakinan bahwa dalam Al- Qurˋan memang ada munâsabah itu. Oleh karena itu, untuk mempermudah seseorang dalam proses pemahaman dan penafsiran Al-Qurˋan, maka ilmu munâsabah ini amat besar peranannya untuk mengetahui adanya hubungan antara ayat satu dengan ayat lain atau surah satu dengan surah lain yang saling menguatkan.

62 Hamdani anwar, Pengantar Ilmu Tafsir (Bagian Ulumul Qur‟an), (Jakarta:

Fikahati Aneska, 1995), Cet. ke-1, h. 152

41

Dokumen terkait