• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TAFSIR QABAS MIN NÛR AL-QUR`AN AL-KARÎM KARYA

A. Riwayat hidup Muhammad Ali Ash Shabuni (W. 1437 H)

3. Karya-karya Ilmiah

Beliau banyak menulis karya-karya dalam Ilmu Syari’ah dan Bahasa Arab dalam perjalanan karirnya yang panjang, buku-buku serta karyanya tersebar secara luas di pelosok dunia dan diterjemahkan ke berbagai bahasa

5Abu Nabi Ya’qub as, Booklet Syeikh Muhammad Ali Al-Shabuni dari Dubai International Holy Quran Award http://vb.tafsir.net/tafsir14959/#.XpC0v8gzZEa diakses pukul 01.17 WIB

6 Andi Haryono, Ida Luthfah, “Tafsir Ayat Hijab Analisis Metode Tafsir Rawaiul Bayan Muhammad Ali Ash Shabuni”, dalam jurnal Al-Dirayah, vol. 2 no. 1 2019, h. 91

7Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kirab Tafsir, (Depok: Lingkar Studi Al-Qur`an (eLSIQ), 2019), cet ke-2, h.246

61 seperti Bahasa Turki, Inggris, Prancis, Melayu, Bahasa Hausa dan bahasa- bahasa internasional Islam lainnya.

Beberapa karyanya diselesaikan ketika beliau masih mengajar di universitas dan beberapa setelah beliau pensiun mengajar. Saat beliau tidak menulis dan mengarang, dengan semangat yang luar biasa beliau sehari-hari mengajar di Masjidil Haram untuk memberi fatwa.

Namun, karya-karya ilmiahnya bukan hanya berupa bentuk buku atau kitab saja. Melainkan beliau juga mengajar mingguan di salah satu masjid di Jeddah selama delapan tahun dan menafsirkan dua pertiga Qur’an untuk para muridnya. Aktivitas beliau ini dipublikasikan dalam bentuk kaset, dengan lebih dari enam ratus rekaman dalam bidang Tafsir Al Qur’an Al Karim yang disiarkan di televisi secara lengkap. Acara televisi ini berlangsung selama dua tahun hingga beliau menyelesaikan hal ini pada akhir 1419 H.8

Sebagai seorang akademisi yang menekuni kajian Al-Qur`an dan memiliki minat yang tinggi dalam kegiatan penelitian dan penulisan, al- Shabuni termasuk ilmuan yang produktif melahirkan karya-karya penulisan khususnya dalam kajian tafsir Al-Qur`an.Berikut karya-karyanya yang diklasifikasi berdasarkan bidang keilmuan. Selain tafsir Qabas Min Nur Al- Qur`an Al-Kariim, berikut karya al-Shabuni dalam kajian tafsir dan ilmu Al-Qur`an:

a. Shafwah al-Tafsir

Tafsir ini lengkap 30 juz, diterbitkan pertama kali oleh Dar al- Qur`an al-Karim, tahun 1400 H. Metode penafsirannya adalah menggabungkan dua metode yaitu bi al ma’tsur dan bi al-ma’qul.

Penulis berpedoman pada sumber-sumber primer seperti Jami al-bayan

8Abu Nabi Ya’qub as, Booklet Syeikh Muhammad Ali Al-Shabuni dari Dubai International Holy Quran Award http://vb.tafsir.net/tafsir14959/#.XpC0v8gzZEa diakses pukul 01.17 WIB

(al-Thabari), al-Kasyaf (al-Zamakhsyari), Rûh al-Maâni (al-Alusi), Tafsir al-Qur`an al-Azhim (Ibnu Katsir), al-Bahr al-Muhith (Abu Hayyan), dan lain-lain, dengan redaksi yang mudah dipahami serta berpedoman pada teknis penulisan ilmiah modern.9

b. Rawâ`iul al-Bayân fi Tafsîr Âyat Ahkâm min al-Qur`ân (Tafsir ayat- ayat hukum dalam Al-Qur`an)

Tafsir Rawa’i al-Bayan diterbitkan pertama kali oleh maktabah al- Ghazali, Syiria, tahun 1391 H. Kitab tafsir ini masuk kartegori tafsir ahkam, tanpa memihak kepada salah satu mazhab tertentu. Beliau menyebutnya dengan “Tafsir khasash li Ayat al-Ahkam” yang didasarkan pada kitab-kitab salaf dan khalaf dengan menggunakan uslub dan metodologi modern 10 serta menyebutkan beberapa argumantasi para ulama dan hikmah tasri’nya. Kemudian menafsirkan ayat dengan membahas persoalan-persoalan tertentu layaknya kitab- kitab fikih, namun semuanya terkait dengan masalah hukum.11

c. Al-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur`an

(Pengantar Studi Al-Qur’an)Awal mulanya, buku ini adalah diktat kuliah dalam Ilmu Al-Qur’an untuk para mahasiswa fakultas Syari’ah dan Dirosah Islamiyah di Makkah alMukarramah, dengan maksud untuk melengkapi bahan kurikulum Fakultas serta keperluan para mahasiswa yang cinta kepada ilmu pengetahuan dan mendambakan diri

9 Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kirab Tafsir, h. 250

10 Dalam muqaddimahnya disebutkan bahwa Muhammad Ali Ashabuni memadukan antara metode lama dengan ciri kekuatan dan kepastian materinya dengan metode baru dengan ciri kemudahan dan kesimpelannya. Maksudnya, dalam kitab tersebut ia bermaksud menyajikan materi yang tersistemasi secara detail dengan tetap mempertahankan ketajaman materi. (Muhammad Ali Ashabuny, Tafsir Ayat al-Ahkam Min Al-Qur`an, terj. Ahmad Dzulfikar dkk, Keira Publishing: Depok, 2016, cet I, h. 5)

11 Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kirab Tafsir, h. 247

63 dengan penuh perhatian kepadanya. Diktat tersebut, setelah lengkap, lalu diedit, kemudian dicetak menjadi buka ajar di Perguruan Tinggi.12 d. Mukhtasar Tafsir Ibn katsir

e. Mukhtasar Tafsir At-Thabari f. Ma’ani Al-Qur`an

g. Al-Muqthataf min ‘Uyun al-tafasir

h. Tanwir al-Adzhan min tafsir Ruh al-Bayan

i. Fath al-Rahman bi Kasyf ma Yaltabis fi Al-Qur`an

j. Al-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur`an (Pengantar Studi Al-Qur’an)

Dalam kajian Fiqih karya-karyanya adalah Al-Mawarits fi al-Syariah al Islamiyah, Risalah fi Hukm al-Tashwir, Risalah al-Shalah13

B. Metodologi Kitab Tafsir Qabas Min-Nuur Al-Qur`An Al-Kariim.

1. Latar Belakang Penulisan

Dalam prakata penerjemah kitab Tafsir Qabas Min-Nuur Al-Qur`An Al-Kariim, Syaikh Ash-Shabuni mengatakan bahwa semua orang muslim tentu disibukkan oleh aktifitas kehidupannya untuk mendapatkan ma’isyah atau aktifitas apa pun sesuai dengan profesinya, sehingga mereka tidak memiliki waktu cukup luang untuk membaca kitab-kitab tafsir yang tebal- tebal dan berjilid-jilid yang menjelaskan ayat demi ayat secara merinci, dari segi kosakata, balaghah, kemukjizatan, hukum, ahlak, dan pengarahan.

Karena itu dibutuhkan kitab tafsir yang sederhana, ringan, mudah dibaca dan dipahami serta tidak terlalu bertele-tele. Faktor itu lah yang mendorong Syeikh Ash Shabuni untuk menyusun kitab ini.14

12 Juhdi Rifai, “Pendekatan Ilmu Balaghah Dalam Shafwah Al-Tafasir Karya Ali Al- Shabuny”, h. 257

13 Fiddian Khairudin, “Paradigma Tafsir Ahkam Kontemporer Studi Kitab Rawai’ul Bayan Karya Ali al-Shabuniy”dalam Jurnal Syahadah, vol. V, no. I 2017, h. 113

14 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur Suhardi, h.x

2. Metode Penafsiran

Kitab Tafsir Qabas Min-Nuur Al-Qur`An Al-Kariim yang sudah diterjemahkan oleh Kathur Suhardi ke dalam bahasa Indonesia menyebutkan bahwa tafsir tersebut disajikan tafsir ayat-ayat Al-Qur`an dari awal hingga akhir secara berurutan, dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Sehingga pola ini memberikan kemaslahatan tersendiri, yang tidak didapatkan di kitab-kitab tafsir lain. Adapun bentuk penyajiannya mufassir memberikan penjelasan maskud surat secara umum, ayat demi ayat, atau beberapa ayat yang terangkum dalam satu kelompok makna dan tema, yang karena itulah kitab ini disebut dengan tafsir tematik.15 Menurut penulis setelah melihat dari bentuk penyajian kitabnya, bentuk tematik yang terdapat dalam tafsir tersebut adalah tetap tersusun dengan susunan ayat yang berurutan dari surah alfatihah hingga surah an- nas namun tetap .membagi ayat-ayatnya dalam beberapa topik tertentu.

3. Sumber Penafsiran

Maksud dari sumber penafsiran Al-Qur`an adalah bahwa sang penafsir dalam menafsirkan ayat Al-Qur`an menyandarkan produk tafsirnya pada beberapa sumber. Dalam hal ini, sumber penafsiran dibedakan menjadi dua jenis, yaitu tafsir bil ma’tsur16 dan tafsir bir ra’yi17.

15 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur Suhardi, h. xxx

16 Tafsir bil-ma’tsur, yakni tafsir yang bertumpu pada dalil naqli yang shahih dengan

tingkatan-tingkatan yang telah disebutkan pada syarat-syarat mufassir, seperti tafsir Al-Qur`an dengan Al-Qur`an; tafsir Al-Qur`an dengan As-Sunnah, karena As-Sunnah menjelaskan kitab Allah, tafsir Al-Qur`an dengan sahabat, karena mereka adalah orang-orang yang penting mengetahui kitab Allah, atau tafsir Al-Qur`an dengan perkataan tokoh tabiin, karena umumnya mereka mempelajari tafsir dari para sahabat. Metode tafsir ini berpedoman pada atsar-atsar terkait makna suatu ayat, baru setelah itu disebutkan, tidak berijtihad untuk menjelaskan makna ayat tanpa landasan dalil, dan menghindari hal-hal yang tidak membawa manfaat untuk diketahui selama tidak ada dalil naqli yang shahih terkait itu (Manna Khalil al-Qathan, Mabahis Fi Ulumil Qur`an, terj. Mudzakir AS, (Ummul Qura: Jakarta, 2018), h. 530)

17 Tafsir bir-Ra’yi, yakni tafsir di mana mufassir berpedoman pada pemahaman

pribadi dan kesimpulan yang murni berdasarkan rasio untuk menjelaskan makna, di mana

65 Penulis berpendapat bahwa sumber penafsiran Muhammad Ali Ash-Shabuni (W. 1437 H)sama halnya dengan tafsir Shafwat At- Tafâsîr yang menyebutkan bil ma’tsur, karena ia juga menyebutkan riwayat Rasulullah, sahabat, tabi’in. Di sisi lain, beliau juga menggunakan metode bi ar-ra’yi dengan menggunakan redaksi yang mudah dipahami karena ketika menjelaskan pelajaran yang bermanfaat dari suatu ayat walaupun tidak banyak, terkadang mufasir menjelaskan dengan menggunakan pendekatan kebahasaan dan menguraikan pelajaran serta hikmah yang bisa didapat dari suatu ayat tidak menggunakan penjelasan dari Nabi SAW atau atsar18 para sahabat.

4. Corak Penafsiran

Menurut penulis, kitab tafsir Qabas Min Nur Al-Qur`an Al-Kariim merupakan kitab tafsir yang bercorak al-adabi wa al-ijtima’i.19 Sama

pemahaman tersebut tidak sesuai dengan ruh syariat. Pendapat murni yang tidak didukung dalil sahih memicu penyimpangan di dalam kitab Allah. Manna Khalil al-Qathan, Mabahis Fi Ulumil Qur`an, terj. Mudzakir AS, h. 536) Maksudnya sumber penafsiran suatu ayat bukan didasarkan pada riwayat dan sanad yang sampai ke sahabat atau Rasulullah SAW, melainkan penjelasannya datang dari diri sang mufassir sendiri. Kadang juga diistilahkan dengan tafsir biddirayah yang sebenarnya sama dengan makna ra’yu yang artinya mengerti, mengetahui, dan memahami. Bahkan menurut Muhammad Ali Ash Shabuni yang dimaksud ra’yu adalah ijtihad (Ahmad Sarwat, Pengantar Ilmu Tafsir, Rumah Fiqih Publishing: Jakarta, 2020, cet ke- 2 h. 35-37)

18 Secara etimologis kata atsar merupakan jamak dari utsur yang mengandung arti bekasan sesuatu atau sisa sesuatu. Sedangkan secara terminologis, jumhur ulama mengartikan atsar itu semua dengan khabar dan hadis. Para fuqaha memakai istlah atsar untuk perkataan- perkataan ulama salaf, tabi’in, sahabat dan lainnya. Sebagian ulama pula kata “atsar” untuk perkataan tabi’in saja. Di samping itu ada juga yang berpendapat bahwa atsar datangnya dari sahabat, tabi’in, dan orang sesudahnya dan juga ada yang berpendapat atsar lebih umum penggunaannya dari pada hadis dan khabar, dan perilaku sahabat, tabi’in dan sebagainya (Riza Nazlianto, “Hadits Zaman Rasulullah SAW Dan Tatacara Periwayatannya Oleh Sahabat”, dalam jurnal Al-Murshalah, vol.2, no.2, 2016 h.43)

19 Corak al-adabi wa al-ijtima’i istilah al-adabi wa al-ijtima’i terdiri dari dua kata,

yaitu al-adabi dan al-ijtima’i. Secara harfiah al-adabi bermakna sastra dan kesopanan,

halnya dengan kitab Shafwah at-tafsiir, Walaupun Ali Ashabuni mahir dalam bidang fiqih, beliau tidak banyak membahas masalah fikih jika bertemu dengan ayat ahkam, adapun beliau banyak mengambil hikmah dari ayat yang ia bahas dan dikaitkan dengan masyarakat zaman sekarang karena sesuai dengan latar belakang tujuan penulisan kitanya yaitu memudahkan manusia untuk mempelajari Al-Qur`an.20-Senada dengan penjelasan di atas.

Berdasarkan latar belakang penulisan Muhammad Ali Ash Shabuni yang menyebutkan bahwa tujuan ia menulis tafsir Qabas Min Nur Al-Qur`an Al- Kariim karena ingin memudahkan masyarakat untuk memahami isi kandungan Al-Qur`an. Di samping itu, ia juga menyebutkan dalam muqaddimahnya bahwa kitab tafsir tersebut merupakan kajian tematik analisis dan komprehensif tentang Al-Qur`an yang menjelaskan berbagai maksud dan tujuannya, yang meliputi adab, hukum, syariat, dan tujuan yang ingin dicapai, berupa bimbingan petunjuk, dalam rangka memperbaiki individu dan sosial. Penyajian tafsirnya pun menjelaskan keagungan Al- Qur`an meliputi mukjizat, makna ayat dan suratnya.21

5. Karakteristik penulisan kitab

Ciri khas Syeikh Ash-Shabuni adalah pada di awal surah ketika hendak memasuki ayat pertama, beliau memberikan pembukaan tentang kajian

sedangkan al-ijtima’i bermakna sosial. Dengan corak ini, mufassir mengungkap keindahan dan keagungan Al-Qur`an yang meliputi aspek balaghah, mukjizat, makna dan tujuannya.

Mufassir berusaha menjelaskan masalah-masalah sosial yang diperbincangkan dalam Al- Qur`n dan mengaitkan dengan fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Ia berusaha memberikan memecahkan persoalan kemanusiaan pada umumnya dan umat Islam khususnya, sesuai dengan petunjuk Al-Qur`an yang dipahaminya. (Kadar M.Yusuf, Studi Al-Qur`an, Amzah: Jakarta, 2012, h. 165)

20 Aji Fatahilah dkk, “Penafsiran Ali-Alshabuni Tentang Ayat-ayat Yang Berkaitan Dengan Teologi”, dalam jurnal Al-Bayan, vo. 1 no. 2, 2016, 170

21 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur Suhardi, h. xix

67 surah tersebut meliputi asbabun nuzul jika ada, jumlah ayat pada surah, menyebutkan golongan makkiyah atau madaniyyah. Penafsiran ayat akan ditulis ketika selesai menuliskan ayat dengan lengkap atau berupa potongan-potongan ayat. Berbeda dengan tafsir Rawâ`iul al-Bayân fi Tafsîr Âyat Ahkâm min al-Qur`ân yang memiliki sistematika penulisan meliputi:

penentuan bab dan ayat Al-Qur`an yang akan ditafsiri, tafsir per kata, makna global, ragam qiroat dan ragam i’rab, sebab turun ayat, kelembutan tafsir, kandungan hukum, hikmah tasyri’.22 Dalam kitab Qabas Min Nûr Al- Qur`an Al-Karîm Cakupan bahasanya tidak menyentuh mengenai kaidah- kaidah bahasa (nahwu dan balaghah), ilmu qiraat, perbedaan ulama tentang masalah hukum atau riwayat hadis dan lain-lain yang sering menjadi pembahasan dalam kitab-kitab tafsir. Dengan demikian, penyajian bahasan dalam kitab ini terasa lugas dan jelas sehingga memudahkan pembaca untuk memahaminya.

Di samping itu, terdapat kesamaan seperti tafsir Rawa’iul bayan, dari aspek bahasa disebutkan bahwa pada tafsir tersebut merujuk pada syair- syair Arab dan mufassir pendahulunya.23 Karena pada tafsirnya, beliau terkadang menyebutkan syair-syair dalam tafsirnya. Dalam persoalan kalam menurut Husnul Hakim Imzi, ketika membahas tafsir Shafwat At-Tafâsîr beliau berpedoman pada ahlussunnah Asy’ariah.24 Di samping itu beliau mengutip pendapat para mufassir seperti pendapat Ibnu Katsir dalam tafsir

22 Muhammad Ali Ashabuny, Tafsir Ayat al-Ahkam Min Al-Qur`an, terj. Ahmad Dzulfikar dkk, h. xxx

23 Andi Haryono, Ida Luthfah, “Tafsir Ayat Hijab Analisis Metode Tafsir Rawaiul Bayan Muhammad Ali Ash Shabuni”, h. 97

24 Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kirab Tafsir, h.246

Al-Qur`an Al-Adhim25, Imam Ath Thabari dalam kitab Majma’ al-Bayan26, Al-Qurthuby (Al-Jami Li Ahkam Al-Qur`an) 27 . Di samping itu, penafsirannya juga ditunjang oleh hadis-hadis Rasul yang shahih dan pendapat para sahabat. Selanjutnya, ketika menafsirkan. Ketika sudah sampai pada akhir surah, beliau menutup akhir surah dengan menyampaikan hikmah-hikmah apa saja yang ada di dalam surah tersebut.

25 Nama lengkapnya adalah Ismail bin Amr al-Quraisy bin Kasir al-Basri ad- Dimasyqi Imaduddin Abdul Fida al-Hafiz al-Muhaddis asy-Syafi’i. Lahir pada 705 H dan wafat pada 774 H, sesudah menempuh kehidupan panjang yang sarat keilmuan. Ia adalah seorang ahli fikih, ahli hadis, sejarawan ulung, dan mufasir. Tafsirnya adalah tafsir Al-Qur`an al-azhim. Tafsir ini merupakan tafsir yang paling banyak memuat dan memaparkan ayat-ayat yang bersesuaian maknanaya, kemudian diikuti dengan penafsiran ayat dengan hadis-hadis marfu’ yang peringatan-peringatan akan cerita-cerita Israilyat tertolak (munkar) yang banyak terebar dalam tafsir-tafsir bil-maa’tsur, baik peringatan secara global atau mendetail. Karya- karyanya antara lain: Al-Nidayah wa Inayah, Al-Kawakibud Darari, Tafsir Al-Qur`an, Al- Ijtihad fi Talabil Jihad, Jamiul Msanid, Asunanul Hadi li Aqwami Sunan dan Al-Wahidun Nafis fi Manaqibil Imam Muhammad ibn Idris. (Manna Khalil al-Qathan, Mabahis Fi Ulumil Qur`an, terj. Mudzakir AS h. 536-537)

26 Nama Lengkapnya Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Khalid bin Kasir Abu Ja’far at-Tabariat-Tabari, berasal dari Amol, lahir dan wafat di Bagdad. Dilahirkan pada 224 H dan wafat pada 310 H. Beliau adalah ulama yang sulit dicari bandingnya, banyak meriwayatkan hadis, luas pengetahuannya dalam bidang penukilan dan pentarjihan (penyeleksian untuk memilih yang kuat) riwayat-riwayat serta mempunyai pengetahuan luas dalam bidang sejarah para tokoh dan berita umat terdahulu. Karya Tafsirnya adalah Jamiul Bayan Fi Al-Qur`an merupakan tafsir paling besar dan utama serta menjadi rujukan penting bagi para mufasir bil ma’sur. Ibn Jarir memaparkan tafsir dengan menyandarkannya kepada sahabat, tabiin, dan tabiit tabiin. Ibn Jarir mempunyai keistimewaan tersendiri berupa istinbat yang unggul dalam pemberian isyarat terhadap kata-kata yang samar i’rabnya. Dengan itulah antara lain tafsir tersebut berada di atas tafsir-tafsir yang lain. Sehingga banyak mufasir yang menukil darinya.

Karya tulisnya antara lain: Jamiul Bayan fi al-tafsir Al-Qur`an, Tarikhul Umam wal Muluk wa Akbaruhum, Al-Adabul Hamidah wa Akhlaqum Nafisah, Tarikhur Rijal, Ikhtilaful fuqaha dan lain-lain. (Manna Khalil al-Qathan, Mabahis Fi Ulumil Qur`an, terj. Mudzakir AS, h. 535- 536)

27 Nama lengkap al-Qurthuby adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farrah al-Anshar al-Khazraji al-Qurthuby (W. 671 H). Karya-karyanya diantaranya adalah: Al-Jami li Ahkam Al-Qur`an, Al-Asna fi Syarh al-Asma al-Husna, At-Tizkar fi Afdhal al-Azkar dan lain-lain. Tafsir AL-Qurthuby termasuk kategori corak fiqih karena pembahasannya bersentuhan dengan masalah fiqhiyah. Beliau termasuk pengikut madzhab Maliki. Beliau memberikan perhatian secara khusus terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum namun tidak bertele-tele sebagaimana layaknya kitab fikih. Secara umum, tafsir ini cenderung ke model tafsir bi al-ra’yi, walaupun begitu bukan berarti tidak ada riwayatnya sama sekali sebagaimana tafsir bil ma’tsur . Hanya saja cara bi al-ra’yi menjadi landasan awal bagi beliau untuk menjelaskan ayat. Kemudian, diperkuat dengan hadis-hadis marfu’ sampai ke Rasulullah SAW. (Husnul Hakim, Ensiklopedi Kitab-Kirab Tafsir, h. 111-116)

69 Di akhir penutup surah An-Nas setelah selesai menafsirkan, mufassir juga menyebutkan rasa syukurnya yang luar biasa kepada Allah Swt karena atas taufik dan hidayahnya, mufassir dapat menyelesaikan penulisan kitab tersebut pada pertengahan bulan ramadhan tahun 1413 H.

71 BAB IV

ANALISIS PSIKOLOGIS KONFLIK KELUARGA NABI YA’QUB AS DALAM TAFSIR QABAS MIN NÛR AL-QUR`AN AL-KARÎM Pada bab keempat, penulis akan mengulas tentang analisis konflik keluarga Nabi Ya’qub as dalam tafsir Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm . Disini penulis membagi tiga sub bahasan. Pertama, penafsiran ayat yang termasuk konflik keluarga, berisi tentang penyajian penafsiran mufassir yang sudah diklasifikasi oleh penulis dan dianalisis tentang konflik yang terjadi.

Kedua, analisis konflik. Ketiga, resolusi konflik yang terjadi pada keluarga Nabi Ya’qub as ditinjau dari lima macam tipe resolusi konflik yang disampaikan oleh Harriet Goldhor Lerner dan diakhiri dengan penyajian akhir kisah Yusuf as pada surah Yusuf ayat 99-101.

A. Penafsiran Ayat Konflik Keluarga Nabi Nabi Ya’qub as 1. Mimpi Yusuf as (QS. Yusuf ayat 4-6)

ْي ِل ْم ُهُتْيَا َر َرَمَقْلاَو َس ْم َّشلاَّو اًبَ كْوَ

ك َر َش َع َد َحَ ا ُتْيَ

ا َر ْي ِ نِا ِتَبَآٰي ِهْيِبَاِل ُف ُسْوُي َ لاَ

ق ْذ ِا َنْي ِد ِج ٰس

٤

اَ ل َّيَن ُبٰي َ

لاقَ ٌنْيِب ُّم ٌّوُدَع ِنا َسْن ِاْ

لِل َن ٰطْي َّشلا َّ

ن ِاۗ ا ًدْيَ ك َكَ

ل ا ْو ُد ْي ِكَيَ

ف َكِت َو ْخ ِا ىٰٓلَع َكاَيْء ُر ْص ُصْقَت ْعَي ِلٰ ٥

ا ىٰٓل َع َو َك ْيَ

ل َع هَت َم ْعِن ُّمِتُي َو ِثْيِدا َحَ اْ

لا ِلْي ِوْ

أَت ْن ِم َكُمِ ل َعُيَو َكُّب َر َكْيِبَت ْج َي َكِل ٰذَ كَو ْٓاَمَ

ك َب ْوقُ

ࣖ ٌم ْي ِك َح ٌمْيِلَع َكَّبَر َّنِا َۗق ٰح ْسِاَو َمْي ِه ٰرْبِا ُلْبَق ْنِم َكْيَوَبَا ىٰٓلَع اَهَّمَتَا ٦

“(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku!

Sungguh, aku (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari dan bulan;

kulihat semuanya sujud kepadaku.”. Dia (ayahnya) berkata, “Wahai anakku! Janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara- saudaramu, mereka akan membuat tipu daya (untuk membinasakan)mu.

Sungguh, setan itu musuh yang jelas bagi manusia.”. Dan demikianlah, Tuhan memilih engkau (untuk menjadi Nabi) dan mengajarkan kepadamu sebagian dari takwil mimpi dan menyempurnakan (nikmat- Nya) kepadamu dan kepada keluarga Yakub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada kedua orang kakekmu sebelum

itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishak. Sungguh, Tuhanmu Maha Mengetahui, Mahabijak-sana”. (QS. Yusuf [12]:4-6)

Penafsiran:

Ayat tersebut menceritakan bahwa pada suatu ketika, Yusuf as memberitahukan kepada ayahnya , nabi Nabi Ya’qub as bin Ishak bin Ibrahim bahwa ia bermimpi melihat sebelas bintang dan sebelas matahari serta bulan dan semuanya bersujud kepadanya. Disebutkan bahwa pada saat itu Yusuf masih berusia sepuluh tahun, dan mimpi tersebut merupakan wahyu dari Allah Swt. Dari cerita tersebut Nabi Ya’qub as mengetahui makna mimpi Yusuf. Bahwa Allah Swt akan menetapkan takdir yang baik kepada Yusuf dan kemuliaan, kepangkatan serta kedudukan yang tinggi, yakin bahwa anaknya kelak akan menjadi orang penting dan berkuasa hingga akan mendapatkan kemuliaan yang tidak pernah diduga-duga.

Sehingga Nabi Ya’qub as merasa takut dan khawatir saudara-saudaranya iri kepada Yusuf jika nantinya mereka mengetahui mimpi tersebut. Maka Nabi Ya’qub as memutuskan memberikan nasehat sekaligus peringatan kepada Yusuf agar tidak menceritakan mimpinya kepada saudara-saudaranya. Nabi Ya’qub as juga memahami cahaya kenabian tersimpan dalam mimpi anaknya. Anak yang paling dicintainya oleh Allah akan diberikan kepadanya hikmah dan memilihnya di antara saudara-saudaranya untuk memikul beban kenabian dan risalah serta diberi kenikmatan dan kemuliaan di dunia dan akherat.1

Di sisi lain, pada ayat 5 terdapat komentar Nabi Ya’qub as atas cerita mimpi anaknya yang mengandung beberapa pelajaran. Pertama, secara tidak langsung ayat tersebut menjelaskan realitas hubungan yang berlangsung antara Yusuf dan saudara-saudaranya bahwa saudara-saudara

1 Muhammad Ali Ashabuni, Qabas Min Nûr Al-Qur`an Al-Karîm, terj. Kathur Suhardi, h. 109-113

Dokumen terkait