• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Tinjauan Konsep

1. Karya Sastra

Kata "sastra" sering digunakan dalam berbagai konteks yang berbeda.Artinya, sastra bukanlah istilah yang dapat digunakan untuk menyebut fenomena sederhana, melainkan istilah yang memiliki arti luas yang mencakup kegiatan yang berbeda.Sastra adalah karya yang menyampaikan pengetahuan yang memberikan kenikmatan unik dan memperkaya wawasan seseorang tentang kehidupan.(Ernayati, Mohd Harun, 2017).

Selanjutnya, menurut Susilawati, medium jiwa pengaranglah yang merasa berkewajiban untuk berkontribusi sebagai penyampai pesan moral atau agama dan kehidupan manusia di muka bumi.Seorang penulis dianggap berhasil jika dapat menyampaikan pesan moral dan agama dalam hidupnya melalui karya sastra tertulis.(Susilawati, 2017).

Begitu pula yang digambarkan oleh Poignings adalah gambaran kehidupan penulis dan pengalamannya dengan kehidupan di

sekitarnya.Selain itu, karya sastra merupakan sarana penyampaian informasi dan penggambaran kehidupan di sekitarnya seperti yang ditangkap oleh pengarangnya.(Purwaningsih, 2018)

Dipahami bahwa setiap karya sastra pada dasarnya memiliki dua bagian utama, salah satunya adalah hubungan yang saling mendukung.Dua bagian utama pertama adalah struktur eksternal, yang merupakan media ekspresi, dengan segala daya estetisnya, yang digunakan penulis untuk mengungkapkan struktur internal.Bagian kedua adalah struktur internal, yang terdiri dari ide-ide tentang sifat kehidupan dan semua kompleksitas dan perubahannya.

Karya sastra memiliki dua unsur pokok.Pertama adalah isi, yaitu ide atau gagasan tentang lingkungan sosial yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.Kedua yaitu bentuk, bentuk merupakan media ekspresi yang berbentuk seni sastra, yang pada umumnya bermediumkan bahasa beserta unsur-unsurnya yang mendukung totalitas makna yang terkandung di dalamnya.

Selanjutnya, sebagai sebuah karya seni, Sastra lebih dari sekedar media bahasa dalam perkembangannya.Ada juga dokumen terbaru yang menggunakan simbol, gambar, gambar, garis atau lainnya.Namun bahasa dominan digunakan karena bahasa memiliki fungsi estetis.Ciri khas bahasa sastra adalah penuh dengan ambiguitas dan harmonik, kategori tidak teratur dan tidak masuk akal,

dan penuh asosiasi, mengacu pada ekspresi yang diciptakan oleh penulis.(Imron & Nugrahani, 2017)

Singkatnya, dapat disimpulkan bahwa sastra memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat.Karya fiksi yang dijadikan sastra adalah karya yang berhasil membangun empati dan toleransi dengan tokoh-tokoh dalam karya tersebut.Pesan yang disampaikan pengarang kepada pembaca dapat dengan mudah dipahami melalui bahasa sastra.Karya sastra meliputi puisi, prosa fiksi dan drama.

a. Puisi

Puisi adalah sistem penulisan di mana margin kanan dan substitusi baris ditentukan secara internal oleh mekanisme yang terkandung dalam baris itu sendiri.Puisi kemudian dibatasi dengan metode psikolinguistik, karena puisi merupakan karya seni yang tidak hanya terkait dengan masalah bahasa, tetapi juga masalah psikologis.(A. Hidayat, 2009)

Puisi juga berubah seiring selera berkembang dan persepsi estetika berubah.Perubahan dan perkembangan puisi dewasa ini adalah perpaduan prosa dalam puisi, yang diciptakan dengan ragam bahasa dan unsur estetis, dan lebih efektif, lebih mengharukan, lebih menawan, lebih puitis, lebih sugestif dan lebih sugestif daripada bahasa yang ada.bukan puisi, membangkitkan suasana.(R. Hidayat, 2018)

Lebih lanjut, menurut Hanafi, sastra adalah karya sastra yang secara imajinatif mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair, yang dibangun dengan memusatkan seluruh kekuatan bahasa pada struktur fisik dan batinnya.Selain itu dikatakan juga bahwasanya puisi itu adalah sebuah susunan yang kompleks, maka untuk memahaminya perlu dianalisis sehingga dapat diketahui bagian-bagian serta jalannya secara nyata.(Hanafi, 2017)

Jadi dapat dsimpulkan bahwasanya puisi itu adalah sebuah hasil karya sastra yang berasal dari ungkapan atau curahan dan pemikiran seorang penyair dengan menggunakan bahasa-bahasa sastra yang menghasilkan keindahan tersendiri dari karya sastra lainnya.

b. Prosa Fiksi

Prosa fiksi telah memilih pengertian yang sangat luas, tetapi esensi dari konsep fiksi prosa adalah sebuah cerita, dengan pelaku, adegan, dan tahapan dari rangkaian peristiwa yang dihasilkan oleh imajinasi penulis, sehingga menjadi satu kesatuan cerita.Bagian dari genre fiksi adalah fiksi.

Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang ditulis dalam bentuk naratif, biasanya berbentuk cerita.Seorang novelis disebut novelis.Kata novel berasal dari bahasa Italia novella, yang berarti

“sebuah cerita atau sepenggal berita”.Novel lebih panjang (setidaknya 40.000 kata) dan lebih kompleks daripada cerita

pendek, dan tidak dibatasi oleh struktur dan ritme drama atau rima.Secara umum, novel menceritakan tentang karakter dan tindakan mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua, novel adalah novel yang mengungkapkan lapisan terdalam dari sifat manusia dan disajikan dengan terampil.Novel yang diartikan dapat memberikan konsentrasi kehidupan yang lebih tegas, dengan roman yang diartikan rancangannya lebih luas mengandung sejarah perkembangan yang biasanya terdiri dari beberapa fragmen dan patut ditinjau kembali.(Azizah & Setiana, 2017).

Novel bebas mengungkapkan sesuatu, menyajikan persoalan yang lebih, lebih rinci, lebih rinci, lebih kompleks. Ini mencakup berbagai elemen yang membentuk cerita novel.

Kekuatan unik dari novel ini adalah dapat sepenuhnya menyampaikan masalah yang kompleks dan menciptakan dunia nyata.(Ardiansyah et al., 2021).

Prosa Fiksi adalah karya imajinatif yang menceritakan seluruh aspek kehidupan sistematis seseorang atau beberapa tokoh. Selain itu, novel tersebut juga menunjukkan bahwa novel adalah novel yang mengungkapkan tingkat kedalaman sifat manusia, dan pertunjukannya sangat halus. (Zulfikar, 2008).

Dapat disimpulkan bahwa novel adalah karya sastra yang bersifat imajinatif yang menceritakan kehidupan manusia secara

bebas, rinci dan detail dan menceritakan secara komplek dan disajikan secara halus sehingga mudah diterima oleh pembacannya.

c. Drama

Drama merupakan tiruan dari kehidupan sehari-hari, dan peristiwa yang terjadi dalam lakon memiliki kemiripan dengan peristiwa sehari-hari. Drama juga mengajarkan manusia tentang persoalan-persoalan kehidupan dari segi moralitas, budi pekerti atau watak, konflik, dan segala aspek kehidupan lainnya. (Rasa et al., 2019).

Naska drama merupakan karya sastra yang disandingkan dengan puisi dan prosa, dan bentuk opera sendiri adalah naskah yang ditulis dalam bentuk dialog. Nilai-nilai pengalaman hidup yang bisa diambil. Aman bagi pembaca. Nilai-nilai tersebut adalah nilai- nilai moral, etika, agama, dll keseluruhan yang berlaku untuk pembaca atau pemirsa. (Saraswati, 2020).

Senada dengan Saraswati, Yulia Katika juga menyatakan bahwa drama adalah genre yang ditulis dalam bentuk dialog dan dimaksudkan untuk ditampilkan sebagai seni pertunjukan. Cerita drama dipahami dari dialog antar karakter, itulah sebabnya drama lebih penting daripada genre sastra lainnya (Yulia Kartika, Yasnur Asri, 2012).

Dalam setiap drama, setiap cerita memiliki konflik atau peristiwa yang menegangkan, dan konflik yang terjadi dalam drama dianggap sebagai salah satu unsur yang harus ada dalam setiap cerita. Hal inilah yang dapat membuat jalan cerita dari satu drama ke drama lainnya berbeda. (Alimudin & Wicaksono, 2019).

2. Nilai-Nilai Religius a. Pengertian Religius

Agama adalah nilai spiritual tertinggi, mutlak abadi sifatnya, berakar pada keyakinan dan keyakinan manusia. Agama adalah kata sifat yang berasal dari agama, yang menyatakan bahwa agama adalah kepercayaan yang berkaitan dengan agama, yang dapat dilihat dalam kegiatan atau tindakan individu yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan. (Kuliyatun, 2020)

Selain moralitas, sastra juga berkaitan dengan agama.

Hubungan keduanya bukanlah hal baru. Pengertian agama lebih luas. Perasaan beragama adalah segala perasaan yang berhubungan dengan Tuhan. Bahkan dapat dikatakan bahwa agama adalah dasar dari segalanya. Penciptaan karya sastra.

Karya sastra dapat dijadikan juga sebagai media ekspresi manusia dalam mengemukakan perasaan ketuhanannya. (Oktoviana, 2017).

Agama lebih mengacu pada sistem pemujaan kepada Tuhan dalam hal resmi, hukum, peraturan, undang-undang, dll, serta organisasi keseluruhan interpretasi Alkitab, yang mencakup tingkat

sosial. Ekspresikan pengabdian kepada Tuhan, pejamkan mata, fokus, berserah diri dan bersiaplah untuk mendengarkan Sabda Kudus di dalam hati.

Agama sebenarnya adalah suatu sikap atau perilaku manusia yang senantiasa diupayakan untuk mencari jawaban atas berbagai pertanyaan yang berkaitan dengan keberadaan agama atau keberadaan manusia, yang berkaitan dengan sikap sebagai makhluk biologis, individu, dan sosial.

Dari uraian diatas menempatkan agama lebih menitikberatkan pada hubungan manusia dengan Tuhan sesuai dengan petunjuk dan hukum yang diberlakukan secara resmi seperti halnya pada kitab-kitab yang diturunkan kepada utusan-Nya. Sedangkan religius lebih menitikberatkan pada sebua sikap tentang getaran nurani, termasuk rasa manusiawai. (Susilawati, 2017).

b. Nilai-Nilai Religius

Nilai adalah suatu konsep tentang sikap dan keyakinan seseorang tentang hal-hal yang dianggapnya berharga. Kata agama memiliki konotasi makna religius, yaitu kebaikan, kesopanan, dan ketaatan kepada Tuhan agama atau nilai-nilai agama adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan agama, keyakinan seseorang dan respon seseorang terhadap nilai-nilai yang diyakininya, dan perilaku manusia yang memancarkan kepercayaan kepada Tuhan Yang maha esa. (Pramestisari, 2017).

Nilai-nilai agama adalah nilai-nilai tentang konsep agama atau kehidupan beragama yang mengatur manusia dan Tuhannya dalam bentuk ikatan atau hubungan. Nilai-nilai agama juga berkaitan dengan kehidupan sekuler dan tidak jauh berbeda dengan nilai-nilai lainnya, misalnya sebagai aspek budaya dan sosial, selain itu nilai- nilai agama juga erat kaitannya dengan kehidupan akhirat.

Misterius bagi manusia. Ini adalah akhirat yang membedakannya dari nilai-nilai lain.

Selanjutnya, nilai-nilai agama adalah nilai-nilai yang terkandung dalam sastra fiksi yang membimbing segala makna baik dalam jalan hati nurani manusia, keluhuran budi atau ketakwaan.

Bentuk kekuasaan dan kekuasaan itu tidak terbatas, sumber kehidupan dan kesuburan. dan kekuatan yang tidak terhingga, sumber hidup dan kesuburan.

Islam pada dasarnya terbagi menjadi tiga bagian yaitu Iman, Ibadah dan Moralitas. Ketiganya saling berkaitan. Keberagaman Islam diwujudkan tidak hanya dalam bentuk ibadah ritual, tetapi juga dalam aktivitas lainnya, sebagai suatu sistem yang terintegrasi. Namun, ada juga pandangan yang membagi bentuk kebhinekaan menjadi dua bentuk, yaitu bentuk vertikal dan horizontal dalam konteks pendidikan agama atau dalam beragama.

bentuk vertikal berwujud hubungan manusia dengan Allah, misalnya sholat, berdoa, dan puasa. bentuk horizontal berwujud

hubungan manusia atau antar warga sekolah, dan hubungan mereka dengan lingkungan alam sekitarnya (Sarangan, 2017).

Nilai-nilai religius adalah nilai-nilai yang terkandung dalam sastra fiksi untuk menentukan bentuk hati nurani manusia, keluhuran budi atau ketakwaan atas segala makna yang baik. Bagi manusia yang beragama, eksistensi harus hidup, ketuhanan dan makna yang hakiki kekuatan dan bentuk kekuasaan. Ini adalah yang tak terbatas, sumber kehidupan dan kesuburan. Agama yang dapat dihayati manusia adalah kesadaran batin, terima kasih kepada Tuhan atas berkah manusia berupa kehidupan dan kesuburan.

Pembagian menurut bentuk-bentuk di atas, adalah sama, karena dimensi iman atau akidah dan syariat sama dengan bentuk vertikal, yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhan, sedangkan dimensi moral terdapat pada dimensi horizontal. bentuk, hubungan dengan sesama manusia dan lingkungan alam.

Perwujudan nilai-nilai agama dapat dilihat dari hubungan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam (Susilawati, 2017). Adapun uraiannya adalah sebagai berikut :

c. Teori Mangunwijaya

Mangunwijaya (1988) mengatakan bahwa pada awalnya, seluruh karya sastra adalah religius. Bahwa di dalam sastra

terkandung nilai dan norma serta agama. Kandungan seperti itu muncul karena seseorang penulis karya sastra adalah sebagai mahluk sosial yang dilahirkan dari lingkungan tertentu. religiusitas berasal dari kata religio yang berarti memeriksa lagi, menimbang- nimbang, merenungkan keberatan hati nurani. Manusia yang religius dapat diartikan sebagai manusia yang berhati nurani serius, saleh, dan teliti dalam mempertimbangkan batin, Pendapat Mangunwijaya tentang religius ini cukup berbeda dengan pendapat lainnya, dimana beliau lebih memilih memahami religiusitas sebagai suara hati nurani, sesuai dengan konsep kehidupan religius atau keagamaan yang berupa ikatan atau hubungan yang mengatur manusia dengan tuhannya, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam Secara menyeluruh.

1) Hubungan Manusia dengan Tuhan

Manusia adalah makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Tuhan. Manusia diciptakan dengan potensi ilahi, sehingga setiap orang perlu memiliki keyakinan pada kekuatan di atasnya. Potensi ini mengarah pada kebutuhan manusia akan agama dalam rangka menerapkan kepercayaan kepada Tuhan.

Penerapan agama terhadap manusia adalah melalui ibadah sebagai bentuk ketaatan manusia dan cara manusia berkomunikasi dengan Tuhan, sebagai sumber kedamaian batin dan kebahagiaan dalam hidup. Selain itu, puji syukur

kepada Tuhan atas segala nikmat berupa kesehatan, umur panjang, gizi dan kesuksesan. Manusia berusaha untuk taat atau mengabdikan diri kepada Tuhan melalui ibadah, perbuatan pujian, dan sedekah dengan harapan mendapatkan sesuatu sebagai balasan dari Tuhan..

Mensyukuri semua nikmat yang diberikan Tuhan berupa kesehatan, umur panjang, gizi dan kesuksesan. Manusia berusaha untuk taat atau takut kepada Tuhan melalui ibadah, perilaku, amal, dan membantu sesama manusia dengan harapan mendapatkan sesuatu sebagai balasan dari Tuhan.

Kesucian agama bagi manusia menunjukkan bahwa manusia tidak bisa lepas dari agama karena agama merupakan kebutuhan hidup. Ketakutan, kecemasan, dan perasaan konfrontasi adalah faktor pendorong keyakinan agama manusia. Keikhlasan, keramahan, cinta kasih, pengorbanan dan bentuk-bentuk fitrah lainnya, sehingga kebutuhan manusia akan agama tidak dapat digantikan oleh kemampuan kemajuan teknologi.

2) Hubungan Manusia dengan Manusia

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan bantuan orang lain. Dengan kata lain, manusia selalu berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain, sehingga terjadi hubungan timbal balik antar manusia.

Hubungan sosial yang melibatkan keyakinan agama yang tinggi memiliki pola kehidupan sosial yang akan mencerminkan sikap positif dan hubungan yang baik sebagai manusia.

Manusia seharusnya adalah makhluk yang berbudi luhur dengan akhlak mulia, sehingga dianjurkan bahwa manusia harus seimbang dalam kehidupan, yaitu dunia dan akhirat harus seimbang. Tanpa usaha apapun, apa yang kita lakukan pasti tidak akan tercapai. Nilai religius dari keberadaan adalah mendidik manusia untuk memiliki sikap kerja keras dan tidak mudah menyerah.

Sekarang ini banyak orang yang berada dalam kesulitan mempertahankan hidup mereka, stres yang berlebihan menyebabkan depresi dan mempengaruhi perilaku orang mengambil jalan pintas untuk memecahkan masalah. Kitab suci dapat menjadi manusia tidak mudah menyerah dalam menghadapi cobaan dan cobaan, Karena di dalam cobaan ada hikmah dan rahmat yang tersembunyi.

3) Hubungan Manusia dengan Alam

Misi penciptaan manusia adalah untuk menyembah Tuhan Pencipta. Ibadah kepada Sang Pencipta dalam arti luas, yaitu ketaatan dan ketaatan manusia terhadap segala larangan dan perintah Tuhan dalam kehidupannya di bumi, baik yang berhubungan langsung dengan hubungan manusia dengan

Tuhan, maupun hubungan manusia dengan alam, termasuk sesama.

Alam adalah tempat manusia hidup dan menopang kehidupan.Untuk mensyukuri kebesaran Tuhan, manusia harus mencintai alam dan memanfaatkan alam dengan baik, agar tidak menimbulkan kerusakan alam dan menimbulkan bencana seperti banjir dan tanah longsor. pencemaran, dll. Semua bencana yang terjadi adalah akibat ulah manusia sendiri, yang kurang bersyukur dan gagal menjaga keseimbangan alam.

Dalam dokumen nilai-nilai religius dalam karya sastra dan (Halaman 31-44)

Dokumen terkait