• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelemahan dalam Penyusunan KUA

Dalam dokumen reading copy (Halaman 193-197)

READING SKPD

B. Kelemahan dalam Penyusunan KUA

Beberapa kelemahan yang biasanya terdapat dalam penyusunan KUA adalah sebagai berikut:

1. Jaring asmara belum efektif

Tujuan pembangunan adalah mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Tujuan tersebut dapat dikatakan tercapai jika kebutuhan dasar rakyat dapat dipenuhi oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu, rencana pembangunan daerah dan KUA diarahkan untuk memenuhi kebutuhan rakyat.

Agar KUA dapat sesuai dengan kebutuhan rakyat, pemerintah daerah dan DPRD harus mencari masukan dari rakyat melalui kegiatan jaring asmara. Keseriusan pemerintah daerah dan DPRD dalam melakukan jaring asmara akan terlihat dari APBD yang dihasilkan.

Dalam beberapa tahun terakhir pembangunan selalu diklaim sebagai proses yang menitikberatkan pada partisipasi rakyat. Klaim ini didasarkan pada proses perencanaan pembangunan yang dilaksanakan secara bottom up melalui penyelenggaraan musyawarah pembangunan di tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kota/kabupaten dan provinsi.

READING

COPY READING

COPY

Kelemahan Fungsi Penganggaran 183

ROSDA

Meskipun demikian, klaim tersebut layak dipertanyakan mengingat masih banyaknya protes rakyat terhadap rencana dan pelaksanaan pembangunan.

Meskipun jaring asmara telah dilakukan oleh banyak pemerintah daerah, tetapi, dari masih maraknya protes karena belum terjawabnya kebutuhan rakyat, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan jaring asmara belum efektif. Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi penyebab belum efektifnya jaring asmara, antara lain:

a. Pelaksanaan musrenbang diharapkan dapat melibatkan partisipasi masyarakat namun dalam pelaksanaannya wakil masyarakat yang ikut terlibat langsung masih didominasi oleh kalangan birokrasi dan kelompok tertentu. Forum di tingkat kelurahanIkecamatan lebih banyak dihadiri oleh para tokoh dan pemerintah desa. Peserta musrenbang desa terdiri dari perwakilan komponen masyarakat (individu atau kelompok) yang berada di desa, seperti ketua RT/

RW, kepala dusun, tokoh agama, ketua adat, wakil kelompok perempuan, wakil kelompok pemuda, organisasi masyarakat, pengusaha, kelompok tani/nelayan. Komite sekolah dan lain- lain. Narasumber musrenbangdes terdiri dari kepala desa, ketua adat, para anggota BPD, pejabat instansi yang ada di desa atau kecamatan dan LSM yang bekerja di desa yang bersangkutan. Pada kenyataannya Kelompok rakyat miskin justru jarang menghadiri forum perencanaan pembangunan. Kalaupun mereka hadir, umumnya mereka jarang bersuara. Penyampaian aspirasi hanya didominasi oleh “segelintir” orang yang aktif, biasanya pengurus LKMD dan aparat desa.

b. PERDA umumnya, materi yang tersedia hanya daftar prioritas masalah dusun atau lingkungan. Informasi dari pemerintah daerah, atau pihak kecamatan tentang arah kebijakan makro pembangunan kabupaten, kecamatan di tahun yang akan datang dan evaluasi kegiatan yang sedang berjalan terutama kegiatan yang dibiayai APBD belum tersedia.

c. Dikaitkan dengan arahan Surat Edaran Bersama Menteri Negara PPN/

Kepala BAPENNAS dan Menteri Dalam Negeri yang menyebutkan bahwa materi musrenbangdes yang dibahas meliputi daftar prioritas masalah pada satuan wilayah di bawah desa (dusun atau lingkungan) dan kelompok masyarakat seperti kelompok tani,

READING

COPY READING

COPY

184 Optimalisasi Fungsi Penganggaran DPRD dalam Penyusunan PERDA APBD ROSDA

kelompok nelayan, perempuan, pemuda dan kelompok lainnya sesuai dengan kondisi setempat, daftar permasalahan desa seperti peta kerawanan, kemiskinan, penggangguran, daftar masalah dan unggulan kegiatan prioritas desa hasil identifikasi pelaku program pembangunan di tingkat desa yang dibiayai oleh hibah/bantuan luar negeri, dokumen RPJM desa dan hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan pembangunan desa pada tahun sebelumnya. Materi yang dibahas dalam pelaksanaan musrenbang belum dapat mengakomodir kepentingan masyarakat umumnya, materi yang dibahas hanya berasal dari pihak yang berkepentingan saja. Sehingga banyak ide atau gagasan dari mayarakat tidak dapat tertampung apalagi terealisir.

d. Terbatasnya waktu pelaksanaan musrenbangdes sehingga peserta hanya mempunyai waktu yang sedikit. Pada umumnya musrenbangdes hanya dilakukan dalam waktu 4 atau 6 jam saja.

Padahal, kompleksitas permasalahan desa terutama desa yang berpenduduk besar dan mempunyai wilayah luas memerlukan waktu yang lama untuk bermusyawarah.

e. Keterlibatan pihak SKPD maupun DPRD ataupun pihak swasta di dalam forum Musrenbang desa atau kecamatan sangat minim.

Terjadinya hal tersebut, disebabkan kurangnya rasa kepentingan dari pihak tersebut.

f. Terdapat keengganan rakyat untuk terlibat dalam forum partisipasi.

Hal ini disebabkan karena rakyat sering menyaksikan program- program yang telah mereka usulkan di forum-forum partisipasi tersebut tidak muncul dalam format APBD.

g. Partisipasi rakyat hanya sampai di tingkat desa/kelurahan dan kecamatan. Tidak ada partisipasi dan pengawasan rakyat pada forum-forum di tingkat selanjutnya (kota/kabupaten dan provinsi) h. Rencana pembangunan yang diajukan oleh rakyat di desaI kelurahan

harus bertarung dengan rencana pembangunan sektoral yang dibawa oleh dinas-dinas di tingkat kabupaten/kota dan tingkat provinsi. Adanya kepentingan individu, kelompok dan golongan menyebabkan tersingkirnya program-program yang diusulkan oleh rakyat bawah.

Faktor-faktor di atas menyebabkan kebijakan yang tertuang dalam KUA tidak lagi sesuai dengan kebutuhan rakyat. Keadaan ini dibuktikan

READING

COPY READING

COPY

Kelemahan Fungsi Penganggaran 185

ROSDA

dengan tidak sesuainya antara alokasi dana APBD yang disetujui dengan dana APBD yang seharusnya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Salah satu contoh yang dapat diambil adalah pernyataan Forum Peduli Wajib Belajar yang mengungkapkan bahwa sebuah kota di Jawa pada tahun anggaran 2015 hanya mengalokasikan dana APBD sebesar 3% untuk pendidikan murah bagi siswa dari keluarga miskin.

Selain mengabaikan kebutuhan pendidikan bagi siswa dari keluarga miskin, APBD tersebut juga tidak sesuai dengan undang undang pendidikan nasional yang mengamanatkan untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20%. Contoh lain adalah alokasi APBD yang lebih besar untuk belanja rutin dibandingkan dengan belanja pembangunan.

Bahkan suatu kota dan kabupaten di pulau Sulawesi dalam kurun waktu 2005 - 2015 proporsi belanja rutin semakin meningkat, mulai dari 52,61 % menjadi 65,38% dan sebaliknya belanja pembangunan semakin menurun, mulai dari 47,39% menjadi 34,62%.

1. Adanya kepentingan individu, kelompok dan golongan

Adanya kepentingan individu, kelompok dan golongan mendorong terjadinya kolusi antara DPRD dan pemerintah daerah untuk menyusun KUA yang lebih mengakomodir kepentingan individu, kelompok dan golongan dengan mengorbankan kepentingan rakyat. Kebijakan di bidang pendapatan, belanja dan pembiayaan yang dituangkan dalam KUA diarahkan pada kebijakan yang dapat memberikan keuntungan bagi individu, kelompok dan golongan tertentu dan kurang memperhatikan dampak kebijakan tersebut bagi rakyat pada umumnya.

2. Penyusunan RPJMD dan Renstra SKPD yang kurang memadai.

Saat ini belum banyak pemerintah daerah yang mampu menyusun RPJMD dan Renstra SKPD dengan baik, dalam arti RPJMD dan Renstra SKPD disusun tidak berdasarkan kebutuhan rakyat, melainkan hanya dianggap sebagai pelaksanaan kewajiban administratif. Tiap terjadi pergantian kepala daerah, rencana pembangunan dan berbagai kebijakan juga ikut berubah. Hal ini menyebabkan : a. Arah pembangunan kurang jelas.

b. Kesinambungan pembangunan sulit dicapai.

c. KUA yang sudah disusun berdasarkan RKPD yang merupakan penjabaran RPJMD tidak mencerminkan kebutuhan rakyat.

READING

COPY READING

COPY

186 Optimalisasi Fungsi Penganggaran DPRD dalam Penyusunan PERDA APBD ROSDA

3. Kurangnya kapasitas SDM pemerintah daerah dan DPRD, persyaratan untuk menjadi anggota DPRD yang terlalu ringan dan kurangnya pembekalan yang diberikan oleh partai menyebabkan kurangnya kapasitas anggota DPRD dalam melaksanakan fungsinya. Tidak hanya di DPRD, kurangnya kapasitas SDM juga terjadi di pemerintah daerah. Terkait dengan fungsi penganggaran, khususnya penyusunan KUA, kalaupun pemerintah daerah dan DPRD melakukan jaring asmara dengan serius, kurangnya kapasitas pemerintah daerah dan anggota DPRD dalam merumuskan KUA akan menyebabkan:

a. KUA tidak sesuai dengan masukan rakyat yang diperoleh melalui jaring asmara.

b. KUA tidak sejalan dengan arah pembangunan daerah.

Dalam dokumen reading copy (Halaman 193-197)