• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan RAPERDA APBD

Dalam dokumen reading copy (Halaman 161-165)

READING SKPD

A. Penyampaian dan Pembahasan RAPERDA APBD

2. Pembahasan RAPERDA APBD

Kegiatan pembahasan RAPERDA APBD merupakan kewenangan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan terkait fungsi anggaran DPRD. Jalannya proses pembahasan, argumentasi, dan kesepakatan bersama antara pemerintah daerah dengan DPRD perlu dipantau dan dicermati serta diinformasikan kepada masyarakat dalam rangka pengawalan.

Fungsi anggaran yang diselenggarakan oleh DPRD diwujudkan dalam membahas dan menyetujui rancangan PERDA tentang RAPBD bersama kepala daerah menjadi PERDA tentang APBD. Pada tataran pembahasan RAPBD, DPRD perlu mencermati secara saksama alokasi anggaran pada keseluruhan program dan kegiatan yang diusulkan oleh kepala daerah. Pencermatan DPRD lebih pada koreksi program dan kegiatan yang diajukan oleh kepala daerah, apakah sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau kebutuhan pemerintah daerah. Keseimbangan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan pemerintah daerah menjadi target pencermatan yang dilakukan oleh DPRD. Apabila DPRD tidak efektif melakukan pencermatan terhadap RAPBD yang diajukan oleh kepala daerah, dapat dipastikan terjadi ketidaksesuaian dan keseimbangan

READING

COPY READING

COPY

Penetapan APBD 151

ROSDA

program dan alokasi anggaran pada pemenuhan kebutuhan masyarakat dan kebutuhan pemerintah daerah. Hal ini dapat dicermati dari besaran alokasi belanja pegawai dan belanja publik.

Pembahasan rancangan PERDA tentang APBD berpedoman pada KUA serta PPA yang telah disepakati bersama antara pemerintah daerah dengan DPRD. Pembahasan RAPERDA lebih menitikberatkan pada kesesuaian antara kebijakan umum APBD serta prioritas dan plafon anggaran sementara dengan program dan kegiatan yang diusulkan dalam rancangan PERDA tentang APBD.

Salah satu hal penting dalam pembahasan anggaran tentang urusan wajib dan urusan pilihan, hal tersebut menjadi acuan dalam penyusunan anggaran belanja. Mata anggaran disesuaikan dengan nama urusan pemerintahan yang diserahkan kepada pemerintah daerah. Mata anggaran di luar dari nomen klatur urusan pemerintahan merupakan mata anggaran yang tidak sesuai dengan ketentuan, dan dapat ditolak oleh DPRD pada saat pembahasan RAPERDA APBD.

Dalam hal DPRD memerlukan tambahan penjelasan terkait dengan pembahasan program dan kegiatan tertentu, maka dapat meminta RKA-SKPD yang bersangkutan kepada kepala daerah untuk menjelaskan lebih lanjut.

Pembahasan RAPERDA APBD sesuai dengan pedoman penyusunan peraturan tata tertib DPRD, yaitu dilakukan melalui empat tahapan pembicaraan, yaitu:

a. Pembicaraan tahap pertama, meliputi penjelasan kepala daerah dalam rapat paripurna tentang penyampaian RAPERDA APBD.

b. Pembicaraan tahap kedua, berupa pemandangan umum dari fraksi- fraksi terhadap RAPERDA APBD yang berasal dari kepala daerah dan jawaban kepala daerah terhadap pemandangan umum fraksi- fraksi.

c. Pembicaraan tahap ketiga meliputi pembahasan dalam rapat komisi/

gabungan komisi atau rapat pansus yang dilakukan bersama-sama dengan kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk.

d. Pembicaraan tahap keempat meliputi:

1) Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna.

2) Penyampaian sambutan kepala daerah terhadap pengambilan keputusan (apabila dipandang perlu).

READING

COPY READING

COPY

152 Optimalisasi Fungsi Penganggaran DPRD dalam Penyusunan PERDA APBD ROSDA

Sebelum pembahasan/pembicaraan tahap kedua, maka setelah dilakukan pembicaraan tahap pertama, DPRD wajib mensosialisasikan (konsultasi publik) kepada masyarakat luas mengenai rancangan Perda APBD untuk memperoleh masukan, dengan melibatkan seluruh perwakilan stakeholders, termasuk tokoh masyarakat, ormas, perguruan tinggi, LSM dan pengusaha/asosiasi pengusaha.

Hasil forum konsultasi publik dijadikan sebagai masukan bagi DPRD dalam rangka pembahasan berikutnya.

Pada tahapan proses pembahasan di DPRD ini, terdapat ketentuan yang mengatur kewajiban DPRD untuk menjaring masukan dari masyarakat baik secara tertulis maupun lisan sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 pasal 54, untuk itu DPRD dapat menyelenggarakan konsultasi publik dengan masyarakat. Media dapat berperan penting untuk memfasilitasi maupun menyebarluaskan jalannya konsultasi publik, mencatat kesepakatan-kesepakatan dan mengawalnya dalam proses perumusan RAPBD selanjutnya.

Penetapan agenda pembahasan rancangan PERDA tentang APBD untuk mendapatkan persetujuan bersama disesuaikan dengan tata tertib DPRD masing-masing daerah. Pembahasan rancangan PERDA berpedoman pada KUA serta PPA yang telah disepakati bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Dalam pembahasan program dan kegiatan tertentu, DPRD dapat meminta tambahan penjelasan kepada kepala daerah dengan RKA-SKPD.

Apabila DPRD sampai batas waktu paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. tidak menetapkan persetujuan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan PERDA tentang APBD, kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan.

Rencana pengeluaran pemerintah daerah disusun dalam rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD. Rancangan peraturan kepala daerah ini dapat dilaksanakan setelah memperoleh pengesahan dan penetapan dari menteri dalam negeri bagi provinsi dan gubernur bagi kabupaten/kota.

Penyampaian rancangan peraturan kepala daerah untuk memperoleh pengesahan paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak DPRD tidak menetapkan keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan PERDA tentang APBD.

READING

COPY READING

COPY

Penetapan APBD 153

ROSDA

Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja menteri dalam negeri/gubernur tidak mengesahkan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD, kepala daerah bisa menetapkan rancangan peraturan kepala daerah dimaksud menjadi peraturan kepala daerah.

Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib. Belanja yang bersifat mengikat merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran yang bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa. Belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain pendidikan dan kesehatan dan/atau melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga.

Rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD harus dilengkapi dengan lampiran berikut ini:

a. Ringkasan APBD menurut urusan wajib dan urusan pilihan.

b. Ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi.

c. Rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan, belanja dan pembiayaan.

d. Rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan kegiatan.

e. Rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara.

f. Daftar jumlah pegawai per-golongan dan per-jabatan.

g. Daftar piutang daerah.

h. Daftar penyertaan modal (investasi) daerah.

i. Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah.

j. Daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset-aset lain.

k. Daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini.

l. Dafar dana cadangan daerah.

m. Daftar pinjaman daerah.

READING

COPY READING

COPY

154 Optimalisasi Fungsi Penganggaran DPRD dalam Penyusunan PERDA APBD ROSDA

Dalam dokumen reading copy (Halaman 161-165)