• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor –Faktor Internal

B. Kelemahan

53 mengalami kekurangan emping, maka kami akan merekomendasikan emping dari tetangga rumah karena di desa ini hampir semua pengrajin adalah keluarga dekat)“

Berdasarkan hasil wawancara dengan dengan ibu Sitti selaku konsumen, beliau menjelaskan bahwa sebagai seorang konsumen beliau sudah mempunyai persiapan apabila ada yang memesan emping secara tiba- karena sebelumnya sudah ada koordinasi antar pengrajin emping sehingga produk yang diminta biasa tersedia. Sedangkan berdasarkan tanggapan ibu Marannu selaku pemilik usaha jika beliau tidak bisa memenuhi kebutuhan produk maka beliau akan merekomendasikan produk olahan emping tetangga rumahnya karena hampir semua pengrajin yang ada di Desa Kohala masih memiliki hubungan kekerabatan.

54 Hal tersebut berdasarkan hasil wawancara dengan ibu baho selaku pemilik usaha emping melinjo yang diwawancarai dalam penelitian ini, beliau mengatakan bahwa :

“Ampa kambe rinni injo jua ku‟lang ka gele hatu-hatu riek maing injo tidak pole ponna, jari apa araki ammali nu ri kampong ha‟leang pa (artinya : melinjo sebagai bahan baku pembuatan emping adalah buah musiman. di desa ini, tidak terdapat tanaman melinjo sehingga kita harus ke desa tetangga untuk mendapatkan buah melinjo)”

Pernyataan lain disampaikan oleh ibu marni selaku warga yang berdomisili di Desa Kohala, dalam sesi wawancara beliau mengatakan :

Minang riolo pabuak gareppe injo rinni sanging nu battu ri kampong maraeng ku‟lang naka gele timbo rinni ri kampong, jari angsulukang kampong paki ammalli. Injo pole Susana ka nu gele allo-allo riek, nu haatu inni ku,lang (artinya : sejak dulu bahan baku pembuatan emping diperoleh dari desa tetangga karena melinjo tidak dapat tumbuh subur di tempat ini. Yang menjadi kendala, melinjo merupakan buah musiman, sehingga tidak dapat diperoleh dengan mudah)”

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu baho selaku pemilik usaha emping melinjo. Sebagai produsen beliau menjelaskan, bahwa keberadaan buah melinjo yang tidak dapat tumbuh subur di desanya serta buah melinjo sebagai buah musiman menjadi kendala dalam produksi emping melinjo, karena beliau harus pergi ke desa tetangga untuk mendapatkan bahan baku pembuatan emping.

Sedangkan berdasarkan tanggapan ibu marni selaku warga yang berdomisili di Desa Kohala berpendapat bahwa, dari dulu para pengrajin emping mengalami kesulitan bahan baku karena pohon melinjo tidak dapat tumbuh subur di Desa Kohala ditambah lagi karena buah melinjo adalah buah musiman sehingga para pengrajin mengandalkan desa tetangga sebagai penyedia bahan baku.

55 2. Tidak ada promosi

Tenaga kerja emping melinjo belum menggunakan media sosial sebagai bahan promosi sehingga konsumen hanya mengenal produk emping melinjo dari mulut ke mulut. Hal tersebut berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Marannu selaku pemilik usaha Agroindustri emping melinjo yang diwawancarai dalam penelitian ini, beliau mengatakan bahwa :

“Apa pabaluk gareppe rinni, gelepi make hp. Sanging nu battu ri toyya jua lapauangi jari laissei lakua lohe pabaluk gareppe rinni mae (artinya : penjual emping belum memanfaatkan media sosial sebagai media promosi. selama ini produk emping melinjo dilakukan hanya dari mulut- kemulut)

Pernyataan lain disampaikan oleh ibu Biah selaku konsumen yang diwawancarai dalam penelitian ini, beliau mengatakan bahwa :

Kambe tummaliinnikang loheang taisse battu ri toyya takua lohe tu baluk gareppe ri kohala (artinya : kebanyakan pembeli mengenal produk emping melinjo dari cerita oraang-orang)”

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Marannu selaku pemilik usaha emping melinjo. Sebagai produsen beliau menjelaskan, bahwa beliau belum memanfaatkan media sosial sebagai media promosi, sampai sekarang promosi dilakukan hanya dari mulut-ke mulut. Sedangkan berdasarkan tanggapan ibu Biah selaku konsumen beliau mengatakan mengenal produk emping dari cerita orang- orang.

3. Belum ada merk

Emping melinjo yang ada di Desa Kohala Kecamatan Buki Kabupaten Kepulauan Selayar belum mempunyai merek sehingga kadang kala banyak penjual yang mengklaim bahwa produknya merupakan emping khas dari

56 Kabupaten Kepulauan Selayar. Sehingga sewaktu-waktu apabila menemukan sesuatu hal yang tidak baik justru akan merusak citra emping melinjo yang asli.

Hal tersebut berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Baho selaku pemilik usaha Agroindustri emping melinjo yang diwawancarai dalam penelitian ini, beliau mengatakan bahwa :

“Rinni sanging nu tidek juapa merek na gareppe tabalukang. Jari lohe biasa lapassurangangji emping nu battunjo ha‟leang padahal nu gele singkama (artinya : emping melinjo yang kami produksi tidak mempunyai merek, sehingga kadang kala banyak yang menyamakan produk kami dengan produk yang berasal dari daerah lain meskipun dari segi estetika sudah jelas berbeda)”

Pernyataan lain disampaikan oleh ibu Biah selaku konsumen yang diwawancarai dalam penelitian ini, beliau mengatakan bahwa :

Injo jua biasana ka rinni gareppe tidek juapa merekna, jari ampa tugele ngisse labedakang lappasingkamaang juai. Manna sodipa la sallai kapangisse‟na gareppe nu ta‟balukang injo ri silajara sanging gareppe silajara asli padahala lohe todokja gareppe nu battu ha‟le (artinya : emping yang biasa kami beli belum mempunyai merek, sehingga jika konsumen tidak jeli akan menyamakannya dengan produk emping yang lain. Karena mereka berpikir bahwa semua eming yang dijual berasal dari Selayar)”

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Baho selaku pemilik usaha emping melinjo. Sebagai produsen beliau menjelaskan bahwa, emping yang beliau produksi belum mempunyai merk sehingga banyak yang menyesuaikan produknya dengan produk yang diproduksi daerah lain. Meskipun dari segi estetika produknya sudah jelas berbeda. Sedangkan berdasarkan tanggapan ibu Biah selaku konsumen beliau mengatakan emping yang kami beli belum mempunyai merek sehingga jika tidak jeli, bisa saja kita menyamakannya dengan produk dari daerah lain.

57 4. Produk kurang bervariasi

Emping melinjo yang dijual oleh tenaga kerja emping melinjo hanya satu yaitu rasa original. Sampai sekarang belum tersedia berbagai macam rasa produk emping melinjo yang dipasarkan. Hal tersebut berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Marannu selaku pemilik usaha emping melinjo yang diwawancarai dalam penelitian ini, beliau mengatakan bahwa :

Ampa rinni sanging gareppe‟ nu tidak rasanna labuak, minang riolo mae riolo mo injo (artinya : dari dulu kami hanya produksi emping dengan rasa original)”

Pernyataan lain disampaikan oleh ibu Siti selaku konsumen yang diwawancarai dalam penelitian ini, beliau mengatakan bahwa :

“Biasana ta halli mata juai, biasana tahalli jenek i (artinya : Biasanya kami beli emping mentah, biasa juga kami beli dengan keadaan sudah digoreng)”

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Marannu selaku pemilik usaha emping melinjo. Sebagai produsen beliau menjelaskan bahwa, emping yang mereka produksi hanya rasa original. Sedangkan berdasarkan tanggapan ibu Siti selaku konsumen. Beliau mengatakan bahwa, emping yang biasa mereka beli adalah emping masak dengan rasa original.

5. Lokasi tidak strategis

Pada dasarnya lokasi pembuatan emping melinjo sangat jauh dari kota sehingga menyebabkan konsumen yang hendak membeli harus datang ke kampung untuk membeli produk emping melinjo secara langsung. Hal tersebut berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Marannu selaku pemilik usaha emping melinjo yang diwawancarai dalam penelitian ini, beliau mengatakan bahwa :

58

“Injo jua Susana rinni ka dere kampong battu ri kota jari la mae paki konjo ampa a‟rai malli gareppe (artinya : yang menjadi kendala adalah pembeli harus menempuh perjalanan yang cukup jauh ke kampung jika ingin membeli emping melinjo)”

Pernyataan lain disampaikan oleh ibu Siti selaku konsumen yang diwawancarai dalam penelitian ini, beliau mengatakan bahwa :

“Injo susana ka biasa ampa lakbusui na riek tuppasang lohe lanaungpaki ri kampong appasang gareppe apalagi lala alle memangi mintara taunna (artinya : yang menjadi kendala ketika permintaan emping melonjak, penjual harus menempuh perjalan jauh agar dapat memenuhi permintaan konsumen)”

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Marannu selaku pemilik usaha emping melinjo. Sebagai produsen beliau menjelaskan bahwa, yang menjadi kendala adalah pembeli harus menempuh perjalanan jauh untuk mendapatkan emping melinjo. Sedangkan berdasarkan tanggapan ibu Siti selaku konsumen beliau menjelaskan bahwa, kendala yang beliau hadapi adalah ketika permintaan emping melonjak, untuk memenuhi permintaan konsumen beliau harus menempuh perjalanan jauh untuk mendapatkan emping melinjo.

5.3 Identifikasi Faktor Eksternal

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis langsung pada lokasi penelitian serta pengumpulan data yang telah dilakukan, maka dapat diidentifikasi faktor-faktor eksternal dari agroindustri emping melinjo yang meliputi peluang dan ancaman dapat dilihat pada Tabel berikut :

59 Tabel 9

.

Identifikasi Faktor – Faktor Eksternal Agroindustri Emping Melinjo.

Faktor –Faktor Eksternal

Peluang (Opportunities) Ancaman (Threats) 1.) Pelanggan setia

2.) Banyak event yang menggunakan emping melinjo

3.) Perkembangan teknologi 4.) Penghasil emping melinjo

berkualitas

5.) Meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan asing

1.) Persaingan ketat 2.) Harga bahan baku 3.) Banyak tengkulak 4.) Masalah keuangan 5.) Kurangnya kemitraan

Sumber : Data primer yang telah diolah 2020.

Penjelasan mengenai faktor eksternal strategi pengembangan agroindustri emping melinjo yang ada di Desa Kohala Kecamatan Buki Kabupaten Kepulauan Selayar sebagai berikut :

Dokumen terkait