V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.3 Kendala Dan Permasalahan Yang Terjadi Dalam Implementasi Pengendalian
41
42 burung hantu (Tyto alba) juga dapat mengurangi kehilangan produksi akibat serangan hama tikus, dan secara sosial tidak terjadi pencemaran lngkungan kebun (air, tanah, dan udara) (Aang kuvaini, 2021).
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang telah pengkaji lakukan kepada pihak informan terkait di perusahaan PT.Umada teori yang telah di sampaikan oleh (Aang kuvaini 2021) berkaitan dengan fakta di lapangan dari hasil wawancara yang telah di sampaikan oleh informan terkait di PT.Umada berikut pernyataannya yaitu:
“…Kelebihan dalam pengendalian hama tikus menggunakan musuh alami burung hantu menurut abang lingkungan perkebunan lebih terjaga, dan ekosistem rantai makanan burung hantu tidak terputus dan pengendalian hama tikus dengan menggunakan burung hantu bisa bertahan sampai dengan jangka panjang lebih hemat biaya dibandingkan menggunakan klerat dan untuk tantanganya yaitu gangguan predator pengganggu Tyto alba seperti biawak, dan ular…” (Wawancara dengan Mandor Semprot, RD, (24 Tahun), (11 Mei 2024).
Pernyataan yang disampaikan informan RD di pertegas oleh informan SW bahwa pengendalian hama tikus dengan menggunakan musuh alami burung hantu dapat menghasilkan lingkungan yang lestari dan lebih terjaga dan menghemat biaya berikut pernyataanya:
“…kelebihan dan peluang dalam implementasi pengendalian hama tikus dengan menggunakan musuh alami burung hantu di perkebunan kelapa sawit PT.Umada ini yaitu lingkungan lebih lestari, lebih hemat biaya, adapun tantangan yang di alami yaitu gangguan predator pengganggu Tyto alba seperti biawak, ular…”
(Wawancara dengan Asisten Kepala, SW, (46 Tahun), 15 Mei 2024)
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi kepada pihak terkait pernyataan yang telah di sampaikan kepada pengkaji, maka dari itu pengkaji dapat menyimpulkan bahwa pengendalian hama tikus dengan menggunakan musuh alami burung hantu (Tyto alba) dapat menghasilkan secara efektif dan efisien baik dari segi biaya, lingkungan, dan ekosistem lebih terjaga. Hal tersebut berkaitan dengan SOP tentang pengelolaan lingkungan di perkebunan kelapa sawit yang di terapkan oleh
43 pihak ISPO (indonesian sustainable falm oil). Dengan bertujuan untuk menjadi pedoman bagi perusahaan dalam melindungi lingkungan hidup di wilayah kerja, sehingga perusahaan dapat memelihara lingkungan dan mengelola perkebunan kelapa sawit menjadi efektif dan efesien dalam menciptakan perkebunan kelapa sawit secara berkelanjutan.
Beberapa kendala dan masalah dalam implementasi pengendalian hama tikus dengan menggunakan musuh alami burung hantu (Tyto alba) yang pengkaji dapat dilapangan setelah melakukan wawancara dan observasi di lapangan kepada pihak informan yang mana permasalahan yang ada dilapangan ini terbagai menjadi dua yaitu permasalahan teknis dan permasalahan non teknis:
5.3.1 Permasalahan Teknis
Permasalahan teknis merupakan pada isu-isu atau kendala yang berhubungan dengan aspek praktis, mekanis, atau operasional dalam suatu proses atau sistem. Ini mencakup masalah yang berkaitan langsung dengan metode, alat, teknologi, dan prosedur yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu. Permasalahan teknis biasanya membutuhkan solusi yang bersifat teknikal atau spesifik terhadap sistem yang sedang dijalankan.
a. Penggunaan Tiang Sarang Burung Hantu (Tyto alba) Menggunakan Besi
Berikut pernyataan yang telah di sampaikan informan terkait mengenai permasalahan teknis yang terjadi di lapangan yaitu:
“…Yang menjadi permasalahan teknis dalam pengendalian hama tikus dengan menggunakan musuh alami burung hantu yaitu dulu waktu pembuatan tiang sarang nya disini menggunakan besi sehingga mempermudah biawak dan ular untuk memangsa anakan dan telur di sarang-nya…” (Wawancara dengan Buruh Harian Lepas (BHL), AP, 26 Tahun), (11 Mei 2024).
Berdasarkan pernyataan yang disampaikan pihak terkait pengkaji menyimpulkan bahwa yang menjadi permasalahan teknis dalam pengendalian hama tikus dengan menggunakan musuh alami burung hantu di PT.umada yaitu yang digunakan untuk tiang dari sarang Tyto alba pihak perusahaan memanfaatkan besi sebagai tiang dari sarangnya sehingga lebih memudahkan musuh dari Tyto alba yaitu
44 biawak dan ular lebih mudah untuk memanjat tiang tersebut, dan memangsa anakan dan telur dari burung hantu (Tyto alba) tersebut. Dengan adanya itu maka pihak perusahaan mengganti tiang dari sarang burung hantu (Tyto alba) dengan menggunakan pipa paralon sebagai tiangnya, dengan tujuan agar musuh dari burung hantu (Tyto alba) sulit untuk memanjat tiang sarang burung hantu yang tersedia.
Gambar 8. Sarang yang menggunakan besi dan pipa paralon Sumber: Dokumentasi Pribadi (2024)
b. Penggunaan bahan kimia berlebihan
Faktor lain yang dapat menghambat pengembangan burung hantu (Tyto alba) ialah penggunaan bahan kimia di sekitar sarang burung hantu yang beriringan dengan pemanfaatan Burung hantu dalam pengendalian hama tikus di perkebunan kelapa sawit, sehingga mengganggu keberadaan populasi burung hantu dikarenakan kehidupan burung hantu akan terancam apabila memakan hama tikus yang sudah memakan racun ataupun bahan kimia seperti rodentisida (Susanto, 2015). Teori ini sejalan dengan fakta dilapangan yang mana pernyataan yang telah disampaikan oleh informan terkait di perusahaan perkebunan kelapa sawit PT.Umada berikut pernyataannya:
“…Sebenarnya pengendalian hama tikus di PT.Umada ini lebih di utamakan dengan menggunakan pengendalian secara alami karena adanya larangan penggunaan bahan kimia dari pihak ISPO dikarenakan apabila penggunaan bahan kimia berlebihan akan merusak lingkungan dan ekosistem rantai makanan hewan yang di lindungi seperti contohnya apabila burung hantu ini memakan hama tikus yang sudah
45 makan klerat dan otomatis burung hantu ini pun juga akan mati karena tikus yang dimakan sudah mengandung racun yang berbahaya …” (Wawancara dengan Asisten Kepala, SW, (46 Tahun), (15 Mei 2024).
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dilapangan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam pengendalian hama tikus di perkebunan kelapa sawit dengan menggunakan bahan kimia yang berlebihan akan mengakibatkan populasi dari pemanfaatan burung hantu tidak maksimal di karenakan hal tersebut dapat merusak lingkungan dan memutus rantai makanan burung hantu (Tyto alba).
c. Tanaman Kelapa Sawit yang Masih Rendah
Berdasrkan hasil wawancara dan observasi di lapangan kepada pihak informan terkait bahwasanya yang menjadi kendala implementasi pengendalian hama tikus dengan menggunakan musuh alami burung hantu (Tyto alba) di PT.Umada salah satunya adalah tinggi tanaman kelapa sawit di peusahaan perkebunan kelapa sawit PT.Umada khususnya Divisi 1 masih rendah, berikut pernyataan yang disampaikan oleh infroman berinisial SW selaku Askep di PT.Umada yaitu:
“…Yang menjadi kendala populasi keberadaan Tyto Alba disini masih rendah mungkin karena faktor dari tanaman kelapa sawit disini kan masih rendah dan lebih tinggi dari tiang sarang burung hantunya sehingga sarang yang di tempati burung hantu terasa panas dan kurang nyaman…” (Wawancara dengan Asisten Kepala, SW, 46 Tahun), 15 Mei 2024).
Informan berinisial MS dan RM juga mengatakan hal yang sama bahwa yang menjadi salah satu kendala di PT.Umada sedikit populasi burung hantunya yaitu karena masih rendahnya tinggi tanaman sehingga sarang Tyto alba tidak ternaungi berikut pernyataanya:
“…Yang menjadi kendala populasi Tyto Alba sedikit karena tanaman kelapa sawit di PT.Umada masih rendah dan lebih tinggi dari tiang dari sarang Tyto Alba sehingga sarang Tyto alba tidak ternaungi…” (Wawancara dengan Asisten Divisi, MS, (25 Tahun), (11 Mei 2024).
46 “…Saya lihat di PT.Umada tiang nya itu ketinggian jadi gak rimbun dia makanya sarang nya itu masih panas sehingga burung hantu tidak merasa nyaman…”
(Wawancara dengan masyarakat sekitar, RM, (29 Tahun), (16 Mei 2024).
Berdasrkan hasil wawancara dan observasi yang sudah pengkaji lakukan kepada pihak informan terkait maka dari itu pengkaji menyimpulkan bahwa, hampir semua informan terkait mengatakan bahwasanya yang menjadi salah satu faktor kenapa keberadaan populasi burung hantu (Tyto alba) di PT.Uumada sedikit yaitu, tanaman kelapa sawit di PT.Umada khususnya Divisi 1 bisa dikatakan masih rendah, dan lebih tinggi dari pada tiang burung hantu yang sudah di tentukan sehingga burung hantu mengalami ketidak nyamanan. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat (seprido dan mashadi, 2019), tinggi sarang burung hantu juga harus menurut ketentuan SOP perusahaan guna mencegah anakan burung hantu dan telur burung hantu terhindar dari serangan pemangsa. Dan pada dasarnya burung hantu merupakan hewan yang berkembang biak, dan tersebar luas pada dataran rendah hingga dataran tinggi.
5.3.2 Permasalahan Non Teknis
Permasalahan non teknis adalah masalah yang tidak terkait langsung dengan teknologi atau aspek teknis dari suatu sistem atau proses. Dari hasil wawancara dan observasi dilapangan pengkaji mendapat informasi mengenai permasalahan non teknis yang terjadi dilapangan dalam implementasi pengendalian hama tikus dengan menggunakan musuh alami burung hantu (Tyto alba) di PT.Umada.
a. Faktor Cuaca dan Gangguan Musuh Burung Hantu (Tyto alba)
Berikut pernyataan yang disampaikan oleh informan terkait mengenai permasalahan non teknis adanya faktor cuaca dan gangguan musuh dari burung hantu (Tyto alba), berikut pernyataanya:
“... Kendala permasalahan secara non teknis di lapangan dalam pengendalian hama tikus dengan menggunakan burung hantu yaitu adanya predator musuh dari Tyto alba yaitu biawak dan ular yang akan memakan telur dan anakan dari burung hantu, dan ada juga faktor alam adanya angin kencang terkadang membuat sarang
47 burung hantu miring dan tumbang, makanya perlu dibuat pondasi tiangnya di cor agar lebih kuat…” (Wawancara dengan Mandor Panen, AM, (31 Tahun), (12 Mei 2024).
Berdasarkan fakta di lapangan sarang Tyto alba mengalami kerusakan akibat adanya faktor cuaca seperti angin kencang, hujan badai, yang membuat sarang tersebut menjadi tumbang. Berikut dokumentasi sarang burung hantu tumbang akibat dari faktor cuaca.
Gambar 9. Sarang Tyto alba rusak Sumber: Dokumentasi Pribadi, (2024)
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi kepada informan terkait pernyataan yang telah disampaikan informan AM sejalan dengan teori (seprido dan mashadi, 2019). Tinggi sarang burung hantu juga ditentukan agar menghindari gangguan lain, oleh karena itu tinggi sarang di PT.Umada harus menurut Standar Opratinoal Prosedure (SOP) yang telah di tentukan untuk mencegah anakan dan telur Tyto alba dari serangan hewan pemangsa. Pada dasarnya Tyto alba merupakan hewan yang mudah berkembang biak. Menurut (seprido dan mashadi, 2019) Tyto alba merupakan jenis karnivora yang cukup mudah berkembang biak dan tersebar luas pada dataran rendah hingga dataran tinggi. Populasi Tyto alba akan meningkat jika gangguan di sekitar sarang burung hantu dapat di minimalisir. Sejalan dengan pernyataan (Susanto, 2016) sarang yang dihuni oleh satu pasang Tyto alba secara terus menerus akan hidup sepanjang tahun asalkan tidak ada gangguan yang signifikan terhadapnya.
b. Adanya Persaingan Habitat Burung Hantu (Tyto alba)
Permukiman masyarakat sekitar perusahaan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kehadiran burung hantu (Tyto alba) di perkebunan kelapa sawit
48 menjadi rendah dengan ditemukannya indikator ketersediaan alternatif makanan lebih banyak. Menurut (Astuti, 2022) burung hantu bisa memangsa hewan lain seperti kelinci, anak ayam, dan lain sebagainya. Apalagi PT.Umada di apit oleh dua perusahaan dan satu perkampungan yaitu di sebalah utara berbatasan dengan perkampungan bulu sari, sebelah selatan berbatasan dengan PTPN III kebun janji rantau prapat, di sebelah barat berbatasan dengan kelapa sawit PT.Sinarmas. Dan dari hasil wawancara dan observasi dilapangan pengkaji mendapat informasi kepada pihak informan informan terkait berikut pernyataan yang telah disampaikan yaitu:
“…Yang menjadi kendala di PT.Umada ini sedikit populasi burung hantu nya karena adanya persaingan populasi burug hantu antara perusahaan lain sehingga Tyto Alba tidak bisa menetap disarang kebun Umada apalagi burung hantu termasuk hewan yang liar…” (Wawancara dengan Asisten Divisi, HP, (45 Tahun), (12 Mei 2024).
Berdasarkan pernyataaan yang telah di sampaikan oleh pihak informan diatas sejalan dengan pendapat (Agustini, 2013) yang mana burung hantu (Tyto alba) mampu terbang hingga jangkauan 12 km, maka dari itu pengkaji menyimpulkan bahwa pengendalian hama tikus dengan menggunakan musuh alami burung hantu (Tyto alba) di PT.Umada yang menjadi permasalahan sedikit populasi burung hantu salah satunya adalah adanya persaingan habitat musuh alami burung hantu, maka dari itu dalam pembuatan sarang dibuat agar senyaman mungkin agar populasi burung hantu (tyto alba) lebih maksimal dan sesuai dengan apa yang kita harapkan.
c. Banyaknya Aktivitas Pekerjaan
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi kepada pihak informan terkait yang menjadi salah satu masalah sedikit populasi burung hantu di PT.Umada salah satunya adalah banyaknya aktivitas pekerjaan yang membuat burung hantu tidak nyaman, seperti pekerjaan alat berat yang menghasilkan suara dan kebisingan sehingga burung hantu menjadi tidak nyaman, adanya aktivitas manusia seperti suara kendaraan yang membuat burung hantu menjadi takut dan tidak mau menempati sarang yang telah tentukan. Dalam pembuatan sarang burung hantu (Tyto alba) di buat sebaik mungkin dengan memperhatikan beberapa faktor yang menjadi kendala
49 kenapa burung hantu (Tyto alba) tidak mau menempati sarang nya, seperti contohnya posisi sarang harus berjauhan dengan banyaknya aktivitas pekerjaan atau gangguan manusia, penempatan sarang harus strategis dan tidak ada gangguan lainnya, posisi sarang harus rimbun dan rindang sehingga sarang tidak panas. (Sukmawati dkk, 2018) menyatakan dimana burung hantu akan cenderung bersarang di tempat yang berjauhan dengan pemukiman warga atau yang jarang di akses oleh manusia. Berikut pernyataan yang pengkaji dapatkan dari hasil wawancara dan observasi dilapangan kepada informan yang berinisial AZ di perusahaan perkebunan kelapa sawit PT.Umada berikut pernyataan yang disampaikan:
“…Permasalahan di PT.umada sedikit populasi burung hantu nya mungkin bisa jadi salah satu faktor nya yaitu karena terlalu banyak nya aktivitas di kebun sehingga burung hantu sedikit terganggu…” (Wawancara dengan Buruh Harian Lepas (BHL), AZ, (23 Tahun), (12 Mei 2024).
Bersarkan pernyataan yang di sampaikan informan AZ berkaitan dengan teori (sukmawati dan siti 2018) dimana burung hantu (Tyto alba) akan cenderung bersarang di tempat yang berjauhan dengan pemukiman warga atau yang jarang di akses oleh manusia.
5.4 Solusi dan Rekomendasi Mengatasi Kendala dan Permasalahan Dalam Implementasi Pengendalian Hama Tikus dengan Menggunakan Musuh Alami Burung Hantu (Tyto alba)
Solusi merupakan penyelesaian atau pemecahan suatu masalah sehingga diharapkan dapat menghasilkan jalan keluar nantinya. Dengan kata lain, solusi dapat berupa penyelesaian terhadap suatu masalah, tanggung jawab yang diemban, dan bahkan keinginan yang ingin dicapai Septian chandra susanto, (2018). Berdasarkan hasil wawancara dan observasi dilapangan kepada informan, pengkaji mendapatkan jawaban dari pihak terkait cara dan rekomendasi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi pihak perusahaan PT.Umada dalam implementasi pengendalian hama tikus dengan menggunakan musuh alami burung hantu Tyto alba di PT.Umada, berikut pernyataan yang disampaiakan oleh informan berinisial AP selaku buruh harian lepas di PT.Umada berikut pernyataannya:
50
“…Untuk mengatasi permasalahan agar populasi burung hantu di PT.Umada ini banyak kalau bisa membuat penangkaran tersendri di PT.Umada ini sehingga apabila burung hantu minim nantinya tinggal mengambil dari penangkaran nya…”
(Wawancara dengan Buruh Harian Lepas, AP, (26 Tahun), (11 Mei 2024).
Informan berinisial MS mengemukakan pernyataan bahwa rekomendasi agar populasi burung hantu di PT.Umada ini dapat berjalan dengan membeli burung hantu di perusahaan lain berikut pernyataannya:
“…Mengatasi permasalahan dan rekomendasi agar populasi burung hantu di PT.Umada ini maksimal yaitu dengan membeli burung hantu dari perusahaan lain yang mempunyai penangkaran tersendiri atau membuat penangkaran khusus burung hantu agar lebih maksimal dalam pemanfaatan burung hantu dalam pengendalian hama tikus…” ( Wawancara dengan Asisten Divisi, MS, (25Tahun), (11 Mei 2024).
Infroman berinisial SW selaku Askep di PT.Umada mengemukakan bawahanya rekomendasi yang diberikan yaitu dengan merawat dan menambah sarang (Tyto alba) di areal ataupun di setiap blok yang ada di PT.Umada berikut pernyataannya yaitu:
“…Melakukan perbaikan sarang burung hantu yang mengalami kerusakan, merwat sarang dan menambah sarang di areal atupun ditiap blok dan memodifikasi tiang dengan menggunakan pipa paralon agar predator musuh pengganggu burung hantu tidak bisa memanjat. Dan lebih di perhatikan tempat tempat sarang yang sudah terpasang gupon karena burung hantu lebih menyukai tempat yang dingin dan tidak panas…” (Wawancara dengan Asisten Kepala, SW,46 Tahun), (15 Mei 2024).
Berdasarkan penuturan yang telah disampaiakan oleh informan di atas sejalan dengan teori yang telah disampaikan (Haryadi, 2015) dalam pemeliharaan dan pemanfaatan burung hantu (Tyto alba) di perkebunan kelapa sawit diperlukan sebuah tempat pembiakan atau biasa disebut dengan penangkaran. Tempat penangkaran di perkebunan kelapa sawit bertujuan sebagai tempat memelihara mulai dari telur sampai dengan burung hantu dewasa. Sedangkan penuturan yang disampaikan oleh mandor semprot sejalan dengan teori dari (Simatupang, 2015). Jika tingkat populasi
51 hama tikus di areal perkebunan kelapa sawit meningkat perlu adanya penambahan sarang dari burung hantu (Tyto alba). Dan dalam perawatan sarang burung hantu lebih di perhatikan oleh pihak yang bertanggung jawab seperti mandor proteksi guna untuk kenyamanan dari burung hantu di sarang yang sudah tersedia, dan perlunya pemberian pengetahuan dan pengalaman yang dilakukan oleh pihak manajemen kepada mandor proteksi agar dalam pelaksanaan pengendalian hama tikus menggunakan musuh alami burung hantu dapat terlaksana lebih efektif dan efisien.
52 Tabel 6. Matrik Permasalahan Teknis dan Non Teknis di Lapangan
No Permasalahan di lapangan Penyebab Terjadi Masalah
Solusi Mengatasi Masalah 1. Permasalahan Teknis, yang menjadi
permasalahan teknis dalam pengendalian hama tikus dengan menggunakan musuh alami burung hantu di PT.umada yaitu dalam pembuatan tiang yang digunakan untuk tiang dari sarang Tyto alba pihak perusahaan memanfaatkan besi sebagai tiang dari sarangnya sehingga lebih memudahkan musuh dari (Tyto alba) yaitu biawak dan ular lebih mudah untuk memanjat tiang tersebut, dan memangsa anakan dan telur dari( Tyto alba ) tersebut
Masih rendahnya pengetahuan pihak manajamen dalam pemanfaatan
pengendalian hama tikus dengan menggunakan musuh alami burung hantu (Tyto alba) sehingga tidak tahu resiko yang akan terjadi di lapangan dalam penggunaan tiang besi dapat memudahkan hewan pemangsa burung hantu untuk memanjat ke sarang burung hantu (Tyto alba).
Dengan adanya itu maka pihak perusahaan
mengganti tiang dari sarang (Tyto alba) dengan
menggunakan pipa paralon sebagai tiangnya, dengan tujuan agar musuh dari Tyto alba sulit untuk memanjat tiang sarang burung hantu yang tersedia.
2. Permasalahan Teknis selanjutnya, penggunaan bahan kimia di sekitar sarang burung hantu yang beriringan dengan pemanfaatan Burung hantu dalam
pengendalian hama tikus di perkebunan kelapa sawit, sehingga mengganggu keberadaan populasi burung hantu dikarenakan kehidupan burung hantu akan terancam apabila memakan hama tikus yang sudah memakan racun ataupun bahan kimia seperti rodentisida (Susanto, 2015).
Penyebab terjadinya permasalahan tersebut diakibatkan masih rendahnya pengetahuan para pekerja mengenai pentingnya pemanfaatan burung hantu dalam pengendalian hama tikus secara alami dan resiko yang akan terjadi untuk kedepannya dalam penggunaan bahan kimia beracun untuk
mengendalikan hama tikus di perkebunan kelapa sawit.
Memberikan edukasi ataupun pelatihan kepada pihak pekerja mengenai
pentingnya
pengendalian hama tikus dengan secara alami (Siregar,H et al 2019), mulai dari segi biaya,
keunggulan untuk jangka panjang dan manfaat nya
terhadap lingkungan perkebunan serta cara-cara efektif dalam penerapannya.
Seperti penambahan sarang di areal perkebunan kelapa sawit yang tadinya kebutuhan 1 sarang (Tyto alba) 25 ha di
53 perkecil menjadi 15 ha dalam satu sarang bertujuan agar populasi burung hantu (Tyto alba) bisa berkembang biak lebih maksimal.
3. Permasalahan Teknis selanjutnya tanaman kelapa sawit di PT.Umada khususnya Divisi 1 bisa dikatakan masih rendah, dan lebih tinggi dari pada tiang burung hantu yang sudah di tentukan sehingga burung hantu mengalami ketidak nyamanan atau panas. Pernyataan tersebut
sejalan dengan pendapat (seprido dan mashadi, 2019).
Dalam pembuatan sarang burung hantu (Tyto alba) tinggi dari tiang harus sesuai dengan SOP yaitu 5-8 Meter bertujuan agar terhindar dari gangguan musuh dari burung hantu (Tyto alba) seperti biawak dan ular.
Peletakan sarang harus harus di tempat yang setrategis rindang dan jauh dari gangguan manusia
4. Permasalahan Non Teknis Berdasarkan fakta di lapangan sarang (Tyto alba) mengalami kerusakan akibat adanya faktor cuaca seperti angin kencang, hujan badai, yang membuat sarang tersebut menjadi tumbang.
Penyebab permasalahan tersebut terjadi
diakibatkan masih rendahnya pengetahuan pihak manajemen sehingga dalam
pemasangan sarang tidak diberi pondasi dan berakibat sarang mengalami kerusakan dan tumbang karena faktor cuaca seperti hujan deras dan angin kencang
Untuk mengatasi permasalahan tersebut pengkaji memberi solusi bahwa dalam pemasangan sarang burung hantu pihak perusahaan
perkebunan kelapa sawit PT.Umada harus melakukan pembuatan pondasi atau di cor agar lebih kokoh dan tidak tumbang.
5. Permasalahan Non teknis selanjutnya yaitu pengendalian hama tikus dengan menggunakan musuh alami burung hantu (Tyto alba) di PT.Umada yang menjadi permasalahan salah satunya adalah adanya persaingan habitat musuh alami burung hantu antara perusahaan lainnya. sejalan dengan pendapat Agustini, (2013) yang mana burung hantu
PT.Umada di apit oleh dua perusahaan dan satu perkampungan yaitu di sebalah utara berbatasan dengan perkampungan bulu sari, sebelah selatan berbatasan dengan PTPN III kebun janji rantau prapat, di sebelah barat berbatasan dengan kelapa sawit
Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dari itu dalam pembuatan sarang PT.Umada ditegaskan sarang dibuat senyaman mungkin agar populasi burung hantu (tyto alba) lebih maksimal dan sesuai dengan apa