BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat
1. Sistem Religi
sistem religi dan kepercayaan. Religi atau agama yang dianut masyarakat bugis Bone pada umumnya mayoritas beragama islam, tetapi masih mengenal dengan adanya upacara-upacara yang mencari hubungan dengan dunia gaib menurut sistem kepercayaan yang mereka anut. Sistim kepercayaan yang dibuat oleh manusia hasil bayangan-bayangannya tentang alam, alam gaib dan gambaran pikirannya tentang hidup dan maut. Di daerah-daerah yang tingkat kecerdasan penduduk bugis Bone masih rendah terutama mengenai kecerdasannya mengenai agama islam, upacara yang mengkonsepsikan kepercayaan lama, masih tetap kelihatan. Namun yang melakukan upacara itu terdiri dari jumlah yang kecil. Orang Bugis, Makassar dan Mandar termasuk suku bangsa yang setia kepada Islam, namun di dalam pelaksanaan upacara- upacara tradisonal masih nampak cara-cara yang berkesambungan dari dahulu, tetapi diberi semangat dari tema-tema islam. Upacara-upacara peninggalan lama, agaknya tetap mempertahankan diri dalam upacara baur hidup (life cycle), yakni upacara masa peralihan (krisis reites), dapat diambil bentuk seperti upacara kelahiran, upacara perkawinan, dan upacara kematian.
2. Sistem Kemasyarakatan dan kekerabatan
Kelompok kemasyarakatan orang bugis Bone pada umumnya sebagai warisan dari zaman ini masih tetap berjalan, walaupun ikatan-ikatannya sudah tidak ketat lagi seperti dulu. Manusia yang memiliki naluri sosialnya selalu berada dalam keadaan brhubungan dengan masusia lain. Itulah yang melahirkan kegiatan sosial dan karena itu kegiatan sosial membentuk kelompok kemasyarakatan yang bertujuan untuk memnuhi kebutuhannya. Kelompok adalah kumpulan individu yang hidup saling berhubungan antara yang satu dengan lainnya secara luas, tetap dan teratur. Hubungan itu diatur oleh suatu sistem yang bersumber dari nilai-nilai budaya yang ditaati bersama diantaranya hubungan kekerabatan yang terdiri dari sianang, sompung lolo, sirowe- rowekkeng dan siwija. Kemudian lapisan kemasyarakatn yang terdiri dari tiga stratifikasi sosial yaitu arung, maradeka dan ata. Lalu yang ketiga sistem kekerabatan, dimana sistem kekerabatan dalam masyarakat bone dan masyarakat bugis umumnya menganut prinsip bilateral atau parental. Keempat istilah kekerabatan orang bugis dan yang terakhir sistem perkawinan. Perkawinan dalam hal mencari jodoh dalam kalangan masyarakat desanya sendiri, adat bugis menetapkan sebagai perkawinan yang ideal yaitu perkawinan yang disebut assialang marola adalah perkawinan antara saudara sepupu derajat kesatu baik dari pihak dari pihak ayah atau ibu. Selanjutnya, perkawinan yang disebut assialanna memang ialah perkawinan antara saudara sepupu sederajat kedua, baik dari pihak ayah atau ibu, dan perkawinan antara ripaddeppe mabelae adalah perkawinan antara saudara sepupu derajat ketiga juga kedua dari pihak
Perkawinan yang tidak dilakukan menurut adat disebut silariang. Dalam hal itu si laki-laki membawa lari si gadis. Kawin lari seperti ini biasa terjadi disebapkan pinangan dari pihak laki-laki ditolak, atau belanja perkawinan yang ditentukan keluarga sigadis terlalu tinggi dan yang terakhir yang terakhir ini sebenarnya juga suatu penolakan secara halus.
3. Bahasa
Orang Bugis bone mengucapkan bahasa Ugi dan bahasa tersebut pernah dipelajari dan diteliti secara mendalam oleh seorang ahli bahasa Belanda B.F.Matthes, dengan mengambil berbagai sumber, kesusateraan tertulis yang sudah dimiliki oleh orang Bugis itu sejak berabad-abad lamanya. Huruf yang dipakai dalam naskah-naskah Bugis kuno adalah aksara lontara, sebuah sistem huruf yang asal dari huruf sansekerta. Sejak abad permulaan abad ke-17 waktu agama islam dan kesusasteraan islam mulai mempengaruhi Sulawesi Sealatan, maka kesusasteraan Bugis ditulis dalam huruf Arab (aksara serang).
Naskah-naskah kuno dari orang Bugis dan Makassar hanya tinggal ada yang ditulis diatas kertas denga pena atau lidi ijuk (kallang) dalam aksara lontara atau dalam aksara serang. Di antara buku terpenting dalam kesusasteraan Bugis adalah buku Sure Galigo. Suatu himpunan amat besar dari suatu mitologi yang bagi banyak orang Bugis masih mempunyai nilai yang keramat. Selain itu juga mempunyai fungsi sebagai pedoman dan tata kelakuan bagi kehidupan orang, seperti misalnya buku himpunan amanat-amanat dari nenek moyang (paseng), buku himpunang undang-undang, peraturan-peraturan dan keputusan pemimpin-pemimping adat dan sebagainya. Kemudian ada juga
himpunan-himpunan kesustraan yang mengandung bahan sejarah, seperti silsilah raja-raja dan cerita-cerita pahlawan yang perna ada yang dibubuhi sifat-sifat legendaries
4. Sistem Kesenian.
kesenian orang bugis pada umumnya salah satunya lagu rakyat yang biasanya ditampilkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan lainnya seperti ketika ada upacara perkawinan, biasanya menyanyikan sebuah lagu untuk acara pelengkap saja dan kemeriahan upacara tersebut. Selain itu, dapat dilihat dalam bentuk atraksinya seperti dari makananya dan tradisi dari upacara-upacara tersebut.
5. Sistem mata pencaharian
sistem mata pencaharian hidup orang bugis bone pada umumnya adalah petani, ada juga sebagai pedagang dan ada juga yang berpropesi sebagai nelayan.
Penduduk yang bertempat tinggal di pinggir pantai, mayoritas menempuh hidup sebagai nelayan. Dalam melihat sistem mata pencaharian hidup di Kabupaten Bone yang menjadi daerah penelitian, pada dasarnya pekerjaan pokok yang dilakukan masyarakat bugis di Bone sama seperti mata pencaharian hidup orang bugis pada umunya yaitu sebagai petani dan nelayan, tetapi ada juga sebagian masayarakat di sana menjadi pedagang. Dalam hal ini orang bugi bertani masi bersifat tradisional berdasarkan intensif dengan tenaga manusia. Di berbagai tempat di pegunungan, dan dipedalaman lainnya didaerah kabupaten bone yang penduduknya melakukan bercocok tanam dengan tehnik perladangan. Namun penduduk yang berpropesi sebagi nelayan yang tinggal didaerah pantai, mencari
ikan merupakan suatu mata pencaharian hidup yang amat penting untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
6. Sistem Teknologi
sistem teknologi alat-alat yang digunakan oleh penduduk khususnya pada penduduk Kabupaten Bone yang menjadi daerah penelitian, nampaknya belum mengalami perubahan, masih menggunakan alat-alat tradisonal dan cara pengolahan pun masih tradisional. Tetapi saat ini yang saya ketahui di sana sudah ada alat-alat canggih seperti dalam bertani dulunya ketika tanahnya mau diratakan harus menggunakan kerbau tapi sekarang sebagian masyarakat bugis sudah ada yang menggunakan traktor. Selain itu, ada juga sistem teknologi dalam pembuatan rumah orang bugis. Rumah tradisonal bagi orang bugis disebut bola dan terdiri dari tiga tingkatan ruang, yaitu tingkat atas disebut rakkeang (loteng), tingkat kedua disebut ale bola ale sao (badan rumah), dan tingkat ketiga disebut awa sao (badan rumah). Latar belakang pandangan hidup mengenai rumah, letak dan arah rumah,komponen bentuk rumah dan tipe-tipe rumah tradisonal.
7. Sistem Pengetahuan
sistem pengetahuan orang bugis Bone diantaranya : pengetahuan tentang alam flora dan fauna, pengetahuan tentang ramuan obat, pengetahuan kedutan pada bagian badan, pengetahuan tentang appesissikeng (sifat dan waktu) manusia, dan pengetahuan tentang hari baik dan buruk. Dari pengetahuan di atas, mempunyai perbedaan pengetahuan dari dimana orang bugis itu berada,
terutama pada alam flora dan fauna, sedangkan tentang pengetahuan ramuan obat yang berbeda adalah jenis tumbuh-tumbuhan dan namanya tumbuhan tersebut. Dari dua macam sistem pengetahuan yang berbeda tiap pemukiman orang bugis, nampak adanya pengaruh lingkungan alam terhadap pembentuk pengetahuan mereka. Adapun pengetahuan tentang hari baik dan buruk, kedutan- kedutan pada bagian badan dan pengetahuan appesissikeng terdapat kesamaan yang umum dimengerti.
Inilah tujuh unsur kebudayaan yang ada di dalam masyarakat bugis bone yang telah dijelaskan di atas semoga menarik perhatian orang khususnya bagi para pembaca dapat menambah wawasan pengetahuan dan mengetahui lebih dalam lagi tentang kebudayaan bugis bone. secara keseluruhan menggambarkan peristiwa atau kejadian sebenarnya yang masih dipercaya oleh masyarakat bugis bone pada umumnya khususnya penelitian ini dilakukan di daerah kabupaten Bone.
Meskipun tujuh unsur kebudayaan telah dijelaskan secara lengkap di atas tersebut, hanya saja ini tidak menjelaskan nilai-nilai yang ada di kebudayaan bugis, dimana nilai-nilai kebudayaan bugis itu sangat penting untuk dipelajari dan dimengerti oleh mahasiswa. Nilai-nilai yang ada di kebudayaan bugis merupakan sebagai warisan yang telah berlangsung dalam kurung waktu yang begitu lama dan nilai ini terkadang masih ditemukan dalam kehidupan modern saat ini ditengah masyarakat bugis yang juga berubah mengikuti alur-alur perubahan zaman, nilai-nilai yang ada pada budaya Bugis seperti nilai kejujuran, kecendikiaan, kepatuhan, keteguhan, dan nilai usaha. Selain itu, masyarakat
bugis masih mengenal dengan adanya siri’, di mana sisri’ ini memiliki nilai yang terkandung di dalam siri’ yaitu nilai malu dan nilai harga diri.
Namun demikian, antara keduanya sangat erat hubungannya dan tak dapat dipisahkan, seperti jelas dalam ungkapan-ungkapan, “rekuade sirita engka messa passeta (Bugis)”. Yang artinya: jika anda kehilangan harga diri atau kehormatan, pertahankanlah rasa kemanusiaan dan kesetiakawananmu
Seperti halnya Masyarakat Desa Pattuku Limpoe pada umumnya masih memegang teguh tata cara dari adat istiadat setempat. Masyarakat Desa Pattuku Limpoe dalam aktivitas sehari-harinya masih terkait dengan aturan-aturan yang ada, seperti contohnya upacara perkawinan, upacara kematian, upacara keagamaan dan lain sebagainya.
Bahwa dengan melihat masih banyaknya nilai-nilai budaya yang masih memerlukan pengembangan dan pemeliharaan, maka pemerintah dengan masyarakat dalam hal ini dituntut untuk senantiasa melestarikannya baik melalui jalur formal maupun dengan melalui jalur-jalur non formal.
Namun, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, pekerjaan sangat dibutuhkan untuk mendapatkan suatu penghasilan. Sehingga setiap penduduk berusaha dengan keras agar penghasilannya dapat menutupi kebutuhan sehari- harinya dan hidup layak sebagaimana mestinya. Mata pencaharian penduduk suatu daerah atau wilayah Desa Pattuku Limpoe bekerja sebagai petani dan perkebunan kakao. Disamping mata pencaharian dari sektor pertanian sebahagian warga masyarakat dikabupaten ini mempunyai mata pencaharian diantaranya buru kebung Sebagai pendukung untuk memenuhi kelangsungan
hidup masyarakat atau penduduknya suatu pemerintahan atau para pemimpin sudah jelas akan menyediakan sarana dan prasarana bagi penduduknya.
Demikian juga pada pemerintah setempat di wilayah kecamatan Lappariajayang memberikan pelayanan penuh untuk penduduknya dengan menyediakan sarana dan prasarana demi mendukung kelancaran kehidupan bermasyarakat.
Berbagai macam sarana dan prasarana yang disediakan oleh pemerintah Kecamatan Lappariaja bagi masyarakatnya seperti fasilitas kesehatan, sarana perdagangan, dan mesjid sebagai tempat ibadah.
Desa Pattuku Limpoe Kecamatan Lappariaja Kabupaten Bone memiliki perhatian yang cukup tinggi dalam usaha peningkatan mutu pendidikan. Usaha tersebut dapat dilihat dari adanya peningkatan dalam pembangunan sarana dan prasarana pendidikan.
pada tahun Ajaran 2013/2014 institusi pendidikan semakin komplit baik dari sekolah negeri maupun swasta yang berada di bawah naungan Dinas pendidikan Nasional dan Departemen Agama dimana jumlah TK di Didesa Pattuku Limpoe terdapat 2 sekolah Sedangkan Tingkat SD Negeri sebanyak 2 sekolah. Untuk tingkat SLTP sebanyak 1 sekolah. Sedangkan untuk tingkat SMA/SMK didesa Pattuku Limpoe Belum memiliki sampai sekaran.