• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

D. Kerangka Pikir

Unsur kepercayaan dan keyakinan yang telah dimanifestasikan oleh mereka dalam konteks mendukung dan memelihara adat dalam sistem ada itu merupakan faktor penunjang utama adat itu dapat bertahan sepanjang masa. Perubahan dapat saja terjadi dalam perkembangan kehidupan manusia yang dapat berakibat terjadinya

variasi dalam konteks kehidupan sosial dan budaya, namun nilai-nilai hakikat adat itu dapat bertahan dalam kehidupan masyarakat dalam struktur sosil. Sistem sosial atau nilai-nilai kemasyarakatan yang lahir berdasarkan ketetapan adat telah membentuk pola tingkah laku dan pandangan hidup suku Makassar. Mereka percaya dan sadar bahwa setiap manusia terikat secara langsung ataupun tidak langsung dalam suatu sistem yang mengatur pola kepemimpinan , mengatur interaksi sosial dan kewajiban anggota masyarakat ( Abdullah, 1958:6 ).

Tidak bisa dipungkiri bahwa derasnya arus globalisasi yang tidak menyisakan ruang gerak terhadap budaya-budaya lokal, termasuk budaya Makassar yang harus merespon globalisasi tersebut. Di sini, apakah budaya Makassar masih tetap dipegang teguh oleh masyarakatnya atau ada pergeseran nilai-nilai budaya yang dapat mempengaruhi pola berpikir dan tingkah laku dalam kehidupan bermasyarakat.

Karena globalisasi membawa berbagai paradigm baru atau pola kehidupan yang dipaksa untuk disintesiskan dengan pola penerapannya. Nilai-nilai yang ditampilkan dalam globalisasi belum tentu dapat dapat, atau searah dan serasi dengan dengan nilai-nilai budaya lokal seperti halnya dalam bidang hukum.

Memahami manusia Makassar harus dimulai dengan pengertian ada’(selanjutnya ditulis adat saja) sebab inilah pribadi kebudayannya. Kebudayaan menurut Taylor, Frazer, Durkheim, Redciffe Brown, malinonowski, R. linton, M Mead, tokoh kebudayaan yang lain. Maka H.S Alatas mengemukakan pendapatnya dalam disertasi mengenai konsep ini “…individu dan masyarakat bukanlah saling terpisah tetapi berkaitan dengan erat. Tentang urusan yang logis yang mana utama

individu atau masyarakat dapat ditekankan terlalu jauh sebab tidak dapat memberikan pemecahan yang jelas. Setiap individu dalam pertumbuhannya di cetak masyarakat dimana dia lahir. Sebaliknya, setiap individu dalam kehidupannya memberikan sumbangannya pula untuk mewarnai masyarakatnya. Kedua-duanya bukan bertentangan, manusia dan masyarakatnya. Tidak ada watak manusia yang terpisahkan dari masyarakatnya, sifat manusia hanya ada karena dibentuk oleh masyarakatnya. Individu dan masyaraktnya adalah dua sisi dari tingkah laku manusia yang sama yang saling melengkapi dan mencukupi “.

Adat merupakan konsepsi kunci sebab keyakinan orang Makassar terhadap adatnya mendasari segenap gagasannya mengenai hubungan-hubungannya baik dengan sesama manusia, dengan pranata-pranata sosialnya, maupun dengan alam sekitarnya, bahkan dengan makrokosmos. Kalau ditemukan makna dalam kehidupan kekeluargaan, ekonomi, politik, pemerintahan, dan keagamaan maka barulah dipahami pandangan hidup mereka yang dijiwai oleh adatnya. Sejarah gemilang yang mereka tulis dengan tinta emas, juga kemorosotan yang telah menimpanya berabad lamanya. Seperti yang telah dibahasakan oleh Alexi de Tocquiville (2005:47) tentang

“budaya massa”, dalam hal kesetaraan atas masyarakat sipil dan tingkah laku. Yang penekanan pada manners (perilaku). Ia membahasakan juga sebagai “ kumpulan tabiat moral dan intelektual makhluk sosial”.

Sipassiriki merupakan prinsip hidup bagi suku Makassar, apabila merujuk kepada pengertian sipassiriki itu maka kita harus kembali kepada istilah sipassiriki

itu, sipassiriki merupakan bahasa Makassar yang berasal dari kata siri’, siri secara terminologi berarti rasa malu.

Beberapa pendapat ahli hukum adat tentang pengertian siri’(Pemda Gowa : 1995):

1. Moh natsir menyatakan bahwa sirik adalah suatu perasaan malu yang dapat mendapatkan sanksi dari keluarga (verwantegsroup) yang dilanggar norma adatnya.

2. Menurut Cassuto, seorang ahli hokum adat yang berkebangsaan jepang yang pernah meneliti masalah siri’ di Sulawesi Selatan berpendapat bahwa siri

merupakan pembalasan berupa kewajiban moral untuk membunuh pihak yang melanggar adatnya.

3. Kodak VIII Sul-Selra bekerjasama dengan Universitas Hasanuddin mengadakan seminar masalah siri’ tanggal 11-13 juli 1977 telah merumuskan bahwa siri

adalah merupakan pranata pertahanan harga diri dan martabat manusia sebagai individu dan anggota masyarakat.

Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa siri’ adalah sesuatu yang sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat suku Makassar karena merupakan bentuk penghargaan terhadap kedirian manusia.

Jika siri’ adalah bentuk penyifatan maka sipassiriki adalah bentuk perilaku atau implementasi dari sifat siri’ itu. Istilah sipassiriki memang kurang dikenal oleh masyarakat namun esensi dari nilai sipassiriki itu sangatlah mendalam karena ia mencerminkan bentuk keluhuran budi masyarakat suku Makassar.

Perkembangan zaman yang makin “menakutkan” bagi eksistensi nilai sipassiriki, dalam beberapa kasus tak jarang kita menemukan berbagai kasus-kasus yang meruntuhkan nilai itu baik itu kasus pidana seperti korupsi, sampai kepada kasus asusila. Semua itu adalah sumber masalah bagi nilai itu. Nilai sipassiriki berubah menjadisipakasiri’, namun yang paling ironis adalah ketika banyaknya kasus asusila seperti free seks atau bahasa agamanya perzinaan menjadi hal yang lumrah dan biasa-biasa saja bagi masyarakat suku Makassar, ini karena hukum-hukum tentang kasus free sex itu tak lagi ditegakkan jika dahulu perzinaan, kawin lari atau silariang, nilariang (dibawa lari) dan erangkale (wanita yang membawa dirinya kepada laki - laki) dihukum dengan “niladung” (dimasukkan kedalam karung kemudian ditenggelamkan kedalam laut atau air sampai mati), maka zaman sekarang semuanya tak lagi berarti, hukum-hukum adat hanya sekedar menjadi symbol tanpa makna.

Dalam hasil prapenelitian yang penulis lakukan, yang paling menyedihkan adalah ”kasus silariang. Nilariang, dan erangkale, menjadi biasa – biasa saja bagi banyak keluarga dalam suku Makassar, hampir setiap kasus yang saya temukan dalam masyarakat Makassar hampir semua yang melakukan kasus seperti itu berujung pada penerimaan yang baik oleh keluarga pelaku, dengan berbekal beberapa juta uangpanai’ maka perbuatan asusila itu menjadi terlupakan dan kembali diterima oleh keluarga bersangkutan bahkan para keluarga pelaku tidak merasa malu terhadap apa yang dilakukan oleh anggota keluarga mereka.”

Dari pendapat narasumber, saya melihat bahwa Sungguh Ironis, suku Makassar yang dahulu sangat “dihormati” suku lain karena keluhuran budinya, dijunjung tingginya nilai budaya siri’, tutur katanya yang santun, tingkah lakunya yang khas, namun sekarang hampir tak memiliki jati dirinya lagi. Seharusnya sekaranglah saatnya kita sebagai suku Makassar kembali menegakkan hukum-hukum adatnya, agar kita kembali dikenal sebagai suku yang menjunjung tinggi nilai budaya sebagai falsafah hidup, menghidupkan kembali suku Makassar yang dihormati dan memiliki siri’ na pacce. Tapi semua itu hanya akan menjadi sebatas harapan jika semua masyarakat menganggap nilai-nilai yang ada hanyalah penghambat perkembangan modernitas. Saya melihat banyak sekali kesenjangan yang terjadi dalan suku Makassar, bukan hanya masalah asusila yang tak terselesaikan namun tutur kata yang dahulunya santun sekarang tutur kata itu diwarnai dengan kata-kata kasar yang tak “beretika”. Tutur kata yang santun itu berganti dengan (maaf) sundala, kongkong. Kabbulamma dan kata-kata kasar lainnya, istilah sepeti itulah yang sekarang menghias mulut sehari-hari, nilai sipassiriki itu benar-benar telah berubah menjadisipakasiri’.

Bukan hanya itu prinsip suku Makassar kana tojeng sebagai toddo’ puli juga tak lagi memiliki namanya, berbagai problematika itulah yang harus kita sadari dengan baik sebagai bentuk refleksi diri (ibda’ binafsih) sebagai orang yang bangga menjadi suku Makassar. Alur kerangka pikir di dalam penelitian ini dapat digambarkan secara praktis mengenai nilai sipassiriki dalam tatanan adat suku Makassar (studi perilaku suku Makassar) dapat dilihat pada bagan berikut ini :

Bagan kerangka pikir

Suku makassar Kota makassar

Dekonstruksi nilai sipassiriki

Hukum adat

Konsepsi nilai

31 A. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif, yang fokus penelitiannya adalah Nilai Sipassiriki dalam Tatanan Adat Suku Makassar (Studi Perilaku Suku Makassar) Di Kota Makassar Kecamatan Tammalate Kelurahan Mangasa. Pendekatan ini merupakan suatu proses pengumpulan data secara sistematis dan intensif untuk memperoleh pengetahuan tentang bagaimana Nilai Sipassiriki Dalam Tatanan Adat Suku Makassar (Studi Perilaku Suku Makassar) Di Kota Makassar Kecamatan Tammalate Kelurahan.

Menurut Lexy Moleong dalam bukunya metodologi penelitian kualitatif (2006), menjelaskan bahwa :

“yang dimaksud penelitian kualitatif adalah penelitian yang mengkaji tentang fenomena–fenomena yang dialami oleh objek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi dan tindakan secara menyeluruh dan dengan secara deskriptif dalam bentuk kata – kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.”

Berdasarkan pernyataan diatas, maka penelitian ini diarahkan pada analisis Nilai Sipassiriki Dalam Tatanan Adat Suku Makassar (Studi Perilaku Suku Makassar) di Kota Makassar Kecamatan Tammalate Kelurahan Mangasa.

B. Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian ini adalah suku Makassar yang bertempat tinggal di Kota Makassar di Kecamatan Tammalate Kelurahan Mangasa.

C. Sumber data

Sumber penelitian ini adalah beberapa warga suku Makassar dan beberapa dokumen. Adapun sumber data yang digali dalam penelitian ini terdiri dari sumber data utama yang berupa kata – kata dan tindakan, serta sumber data tambahan yang berupa dokumen – dokumen. Sehingga beberapa sumber data yang dimanfaatkan dalam penelitian ini meliputi:

1. Sumber data utama ( primer ), yaitu sumber data yang diambil peneliti melalui observasi dan wawancara langsung dengan informan.

2. Sumber data tambahan ( sekunder ), data yang biasanya tersusun dalam bentuk dokumen–dokumen misalnya arsip atau buku–buku yang berhubungan dengan masalah penelitian.

D. Instrument penelitian

Instrument penelitian ini adalah peneliti sendiri, setelah datanya jelas peneliti menggunakan pedoman observasi, wawancara dan dokumentasi.

E. Teknik pengumpulan data

Data penelitian ini akan dikumpulkan dengan tiga teknik yaitu : teknik wawancara, teknik observasi, dan teknik dokumentasi.

1. Teknik wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

2. Teknik observasi

Observasi yaitu : pengamatan, pengawasan, peninjauan, penyelidikan dan riset. Pengamatan merupakan metode pertama yang digunakan dalam penelitian ilmiah. Dalam hal ini peneliti mengamati perilaku suku Makassar.

3. Teknik dokumentasi

Dokumentasi dalam penelitian digunakan untuk mengumpulkan data dari berbagi jenis informasi, dapat juga diperoleh melalui dokumentasi.

Data yang didapatkan peneliti ini diharapkan mampu menjawab pertanyaan bagaimana esensi nilai sipassiriki dalam tatanan adat suku Makassar ( studi perilaku suku Makassar ).

f. Analisis data

Setelah berbagai data terkumpul, maka untuk menganalisisnya digunakan teknik analisis deskriptif, artinya peneliti berupaya menggambarkan kembali data –

data yang telah terkumpul mengenai dekonstruksi nilai sipassiriki dalam tatanan adat suku Makassar ( studi perilaku suku makassar ) di Kota Makassar Kecamatan Tammalate Kelurahan Mangasa.

Sebagaimana pandangan Lexy Moleong menyebutkan bahwa analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data dalam pola, kategori, dan dapat dirumuskan hipotesis kerja spirit yang disarankan oleh data. Proses analisis data yang dilakukan peneliti melalui tahap–tahap sebagai berikut :

1. Pengumpulan data, dimulai dari berbagai sumber yaitu : dari beberapa informan dan pengamatan langsung yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, transkrip wawancara dan dokumentasi.

2. Proses pemilihan, yang dilanjutkan dengan menyusun dalam satuan – satuan yang kemudian diintegrasikan pada langkah berikutnya.

3. Tahap terakhir adalah pemeriksaan keabsahan data. Setelah selesai tahap ini, mulailah pada tahap pemabahasan hasil penelitian, sehingga dapat digambarkan sebagaimana berikut :

Komponen–komponen analisis data : model interaktif

Pengumpulan data

Penyajiaan data

Kesimpulan– kesimpulan penarikan / verivikasi Reduksi

data

G. Pengecakan Keabsahan data

Pengambilan data – data melalui tiga tahapan, yaitu : tahap pendahuluan, tahap penyaringan, dan tahap melengkapi data yang banyak terjadi pada tahap penyaringan data yang masih kurang. Dari ketiga tahap ini, untuk pengecekan keabsahan data yang tidak relevan dan kurang memadai maka akan dilakukan penyaringan data sekali lagi dilapangan. Sehingga data tersebut memiliki kadar validitas yang tinggi. Moleong berpendapat bahwa : dalam penelitian diperlukan suatu teknik pemeriksaan keabsahan data. Sedangkan untuk memperoleh keabsahan temuan perlu ditelti kredibilitasnya dengan menggunakan teknik sebagai berikut :

1. Presistent observation (ketekunan pengamatan) yaitu mengadakan observasi secara terus menerus terhadap objek penelitian guna memahami gejala lebih mendalam terhadap berbagai aktivitas yang sedang berlangsung dilokasi penelitian.

2. Triangulasi yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari luar data untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data.

Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber data dengan cara membandingkan dan mengecek balik derajat suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alatyang berbeda dengan metode kualitatif.

3. Peerderieting (pemeriksaan sejawat melalui diskusi), bahwa yang dimaksud dengan cara mengekspos hasil sementara atau hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan–rekan sejawat.

H. Tahap - tahap penelitian

Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan penelitian:

1. Tahap pra lapangan a. Memilih lapangan

b. Mengurus perijinan, baik secara formal maupun informal.

2. Tahap pekerjaan lapangan

a. Mengadakan observasi langsung ke lokasi penelitian.

b. Memasuki lapangan dengan melakukan wawancara beberapa informan.

c. Berperan serta menumpulkan data

d. Menyusun laporan penelitian berdasarkan hasil data yang diperoleh.

37 A. Hasil Penelitian

1. Sejarah Singkat Lokasi Penelitian

Kota Makassar pada masa H.M.Dg.Patompo (1965-1978) menjabat Walikotamadya Makassar, yaitu tanggal 1 September 1971 berubah namanya menjadi Kota Ujung Pandang setelah diadakan perluasan kota dari 21 km² menjadi 175,77 km². Namun kemudian, pada tanggal 13 Oktober 1999 berubah kembali namanya menjadi Kota Makassar. Kota Makassar biasa juga disebut Kota Daeng atau Kota Anging Mamiri. Daeng adalah salah satu gelar dalam strata atau tingkat masyarakat di Makassar atau di Sulawesi Selatan pada umumnya, gelar Daeng ini sebenarnya sudah ada sebelum pemerintahan H.M.Dg.Patompo, Daeng dapat pula diartikan "kakak". Ada tiga klasifikasi "Daeng", yaitu : nama gelar, panggilan penghormatan, dan panggilan umum. Sedang Anging Mamiri artinya

“angin bertiup” adalah salah satu lagu asli daerah Makassar yang sangat populer pada tahun 1960-an. Lagu ini sangat disukai oleh Presiden Republik Indonesia, Ir.Soekarno ketika berkunjung ke Makassar pada tanggal 5 Januari 1962.

2. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

a. Administrasi

Kota Makassar merupakan kota terbesar keempat di Indonesia dan terbesar di Kawasan Timur Indonesia memiliki luas areal 175,79km2 dengan penduduk 1.112.688, sehingga kota ini sudah menjadi kota Metropolitan. Sebagai pusat pelayanan di KTI, Kota Makassar berperan sebagai pusat perdagangan dan jasa, pusat kegiatan industri, pusat kegiatan pemerintahan, simpul jasa angkutanbarang dan penumpang baik darat, laut maupun udara dan pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan.

b. Luas Wilayah Kota Makassar

Secara administrasi kota ini terdiri dari 14 kecamatan dan 143 kelurahan. Kota ini berada pada ketinggian antara 0-25 m dari permukaan laut. Penduduk Kota Makassar pada tahun 2000 adalah 1.130.384 jiwa yang terdiri dari laki-laki 557.050 jiwa dan perempuan 573.334 jiwa dengan pertumbuhan rata-rata 1,65 %.

Masyarakat Kota Makassar terdiri dari beberapa etnis yang hidup berdampingan secara damai seperti Etnis Bugis, etnis Makassar, etnis Cina, etnis Toraja, etnis Mandar dll. Kota dengan populasi 1.112.688 jiwa ini, mayoritas penduduknya beragama Islam. Dalam sejarah perkembangan Islam, Makassar Gbr. Tanjung Bunga

No kecamatan Luas km2

1 Tamalanrea 31,84

2 Biringkanaya 48,22

3 Manggala 24,14

4 Panakkukang 17.05

5 Tallo 5,83

6 Ujung Tanah 5,94

7 Bontoala 2,10

8 Wajo 1,99

9 Ujung Pandang 2, 63

10 Makassar 2, 63

11 Rappocini 9,23

12 Rappocini 20,21

13 Mamajang 2,25

14 Mariso 1,82

Total 175,77

Sumber : Litbang Kompas diolah dari Badan Pusat Statistik Kota Makassar, 2001 kota Makassar adalah kunci dalam penyebaran agama Islam ke Kalimantan, Philipina Selatan,NTB dan Maluku. Munculnya kasus SARA di Ambon -- Maluku dan Poso padabeberapa tahun terakhir ini, tidak terlepas dari peran strategis Makassar sebagai kota pintu di wilayah Timur Indonesia.

Kekristenan di Makassar dalam beberapa tahun terakhir ini sering menjadi sasaran serbuan.

Kota makassar disamping sebagai daerah transit para wisatawan yang akan menuju ke Tana Toraja dan daerah-daerah lainnya, juga memiliki potensi obyek wisata seperti: Pulau Lae-lae, Pulau Kayangan, Pulau Samalona, Obyek wisata peninggalan sejarah lainnya seperti: Museum Lagaligo, Benteng Somba Opu, Makam Syech Yusuf, makam Pangeran Diponegoro, Makam Raja-raja Tallo, dan lain-lain. Fasilitas penunjang tersedia jumlah hotel 95 buah dengan jumlah kamar 3.367 cottage wisata sebanyak 76 buah, selain itu juga terdapat obyek wisata Tanjung Bunga yang potensial.

1) Orientasi Wilayah

Secara geografis Kota Metropolitan Makassar terletak di pesisir pantai barat Sulawesi Selatan pada koordinat 119°18'27,97" 119°32'31,03" Bujur Timur dan 5°00'30,18" - 5°14'6,49" Lintang Selatan dengan luas wilayah 175.77 km2 dengan batas-batas berikut :

a) Batas Utara : Kabupaten Pangkajene Kepulauan

b) Batas Selatan : Kabupaten Gowa c) Batas Timur : Kabupaten Maros d) Batas Barat : Selat Makasar

Secara administrasi Kota Makassar terbagi atas 14 Kecamatan dan 142 Kelurahan dengan 885 RW dan 4446 RTKetinggian Kota Makassar bervariasi antara 0 - 25 meter dari permukaan laut, dengan suhu udara antara 20° C sampai dengan 32° C.

Kota Makssar diapit dua buah sungai yaitu: Sungai Tallo yang bermuara disebelah utara kota dan Sungai Jeneberang bermuara pada bagian selatan kota.

2) Penduduk

Jumlah dan Pertumbuhan penduduk kota Makassar No

Kecamatan Penduduk

Laju Pertumbuhan

Penduduk Per Tahun

1990 2000 2003 1990-

2000

2000- 2003

Mariso 55.607 51.003 51.980 -0,88 0,54

Mamajang 67.929 58.850 56.988 -1,46 -0,91

Tamalate 199.650 253.827 140.306 2,49 2,21

Rappocini (03) 133.660 2,49*) 2,21*)

Makassar 92.513 80.127 79.362 -1,46 -0,27

Ujung Pandang 44.391 27.765 27.279 -3,22 -0,50

Wajo 64.560 34.114 32.51954.

671

-2,66 -1,36

Bontoala 45.229 56.875 45.156 -1,29 -1,12

Ujung Tanah 111.182 44.055 124.755 -0,27 0,714

Tallo 150.758 115.527 127.632 -0,39 2,22

Panakkukang 73.361 200.942 89.088 2,99 2,18

Manggala (11) 2,99*) 2,18*)

Biringkanaya 73.361 176.934 9,45 3,09

Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk

Penduduk

No Kecamatan Jumlah Kepadatan

1 Tamalanrea 82.641 2.596

2 Biringkanaya 96.057 1.992

3 Manggala 124.861 3.208

4 Panakkukang 116.633 7.323

5 Ujung Tanah 44.373 20.006

6 Bontoala 57.406 7.470

7 Wajo 34.833 27.336

8 Ujung Pandang 27.254 17.504

9 Makassar 80.593 10.363

10 Rappocini 128.637 31.981

11 Tamalate 130.777 13.937

12 Mamajang 59.689 6.471

13 Mariso 51.491 26.528

14 Tallo 77.443 28.292

Total 1.112.688 6.330

Sumber : Litbang Kompas diolah dari Badan Pusat Statistik Kota Makassar, 2001 3) Ekonomi

Sejalan dengan perkembangan kota Makassar, kegiatan ekonomi juga semakin pesat ini ditandai dengan meningkatnya jumlah perusahaan perdagangan yang sekarang telah mencapai 14.584 unit usaha yang terdiri dari 1.460 perdagangan besar, 5.550 perdagangan menengah dan 7.574 perdagangan kecil.

Kemudian terdapat 21 industri besar dan 40 industri sedang yang terkonsentrasi di kecamatan Biringkanaya dan konsentrasi industri besar kedua terdapat di kecamatan Tamalanrea dan kecamatan Panakkukang masing-masing 5 unit.

Sementara itu kawasan perdagangan utama kota Makassar terdapat di Pasar Sentral (Makassar Mall) sebagai pusat dan wilayah Panakkukang dan Daya sebagai sub pusat pelayanan selain itu terdapat 2 Mall (Mall Ratu Indah dan Latanete Plaza) dan kawasan perdagangan Somba Opu, sedangkan JI. Jend.

Sudirman, jl. DR. Ratulangi cenderung untuk berubah menjadi kawasan perdagangan. Perdagangan kota Makassar tergolong maju. Pusat-pusat perniagaan

dari pasar-pasar tradisional, pasar grosir sampai mal-mal modern berkembang pesat. Sektor perdagangan terkait erat dengan sektor industri dan transportasi.

Untuk mengantisipasi perkembangan industri dan tata kota, pemda telah menyediakan lahan untuk kawasan industri seluas 200 hektar dengan nama PT Kawasan Industry Makassar (KIMA)

4) Keuangan Daerah

Dari sisi penerimaan APBD kota Makassar pada tahun 2001, penerimaan daerah yang berasal dari Dana Perimbangan merupakan yang terbesar yaitu sekitar 83%

atau sekitar 286,4 milyar dari sekitar 344,7 milyar, sedangkan penerimaan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah menyumbang sekitar 13% atau sekitar 45,6 milyar. Sedangkan penerimaan lain yaitu sebesar 3,1 milyar yang berasal dari penerimaan yang sah lainnya dan sisa anggaran tahun lalu sebesar 9,4 milyar.

Dari sisi pengeluaran, anggaran terbesar, diperuntukan bagi belanja rutin yaitu hampir sekitar 80% atau sekitar 278,1 milyar, sedangkan untuk belanja pembangunan, dialokasikan hanya sebesar 66,5 milyar atau sekitar 20%. Dengan alokasi dana pembangunan yang cukup kecil dibandingkan dengan alokasi untuk belanja rutin, salah satu pertimbangan yang dipakai dalam menentukan kebijakan pengelolaan anggaran belanja seperti sebagai berikut; Belanja pembangunan difokuskan pada sektor yang bersifat cost recovery. Penerimaan PAD kota Makassar perlu ditingkatkan seiring dengan berlakunya UU tentang Otonomi Daerah melalui optimalisasi sumber-sumber pendanaan yang selama ini ada, selain berusaha menciptakan sumber-sumber pendanaan baru, baik dari penerimaan sektor pajak maupun perusahaan daerah.

5) Fasilitas Umum Dan Sosial a) Pendidikan

Pada tahun 2003 di Kota Makassar, jumlah Sekolah Dasar sebanyak 441 unit, dengan jumlah guru sebanyak 5.073 orang dan jumlah murid sebanyak 137.877 orang. Jumlah SLTP sebanyak 153 unit dengan jumlah guru sebanyak 52.343 orang. Sedangkan jumlah SLTA 175 unit dengan jumlah guru sebanyak 4.929 orang dan jumlah murid sebanyak 56.273 orang.

b) Fasilitas Kesehatan

Pada tahun 2003 di kota makassar terdapat 16 rumah sakit, yang terdiri dari 4 rumah sakit pemerintah, 7 rumah sakit swasta dan 3 rumah sakit abri serta 2 Rumah sakit khusus. Jumlah puskesmas 75 unit, yang terdiri dari 36 puskesmas dan 39 puskesmas pembantu.

6) Prasarana Dan Sarana Permukiman a) Komponen Air Bersih

PDAM Kota Makassar memberikan pelayanan air minum untuk penduduk wilayah kota Makassar secara keseluruhan. Sumber air baku yang digunakan oleh PDAM Kota Makassar untuk melayani penyediaan air minumnya sebagian besar berasal dari air permukaan (sungai), yaitu Sungai Jeneberang dan dan Sungai Maros. Untuk pengambilan air baku dari sungai Jeneberang dibangun Intake Ratulangi (IPA Ratulangi) dan Bili-Bili (IPA Somba Opu) sedangkan air baku dari Sungai Maros dibangun Intake Lekopadng (IPA Panaikang). kapasitas produksi masing-masing Instalasi Pengolahan Air (IPA) adalah sebagai berikut :

(1) IPA Ratulangi 50 l/det

(2) IPA Somba Opu 1.000 l/det (3) IPA Panaikang 1.000 l/det

Dengan asumsi kebutuhan 185 l/orang/hari dengan tingkat kebocoran diasumsikan sebesar 15 %, didapat bahwa masih ada sisa produksi air bersih di Makassar sebesar 54.743.660 liter/hari.

Sesuai dengan standar kota Metropolitan, yaitu kebutuhan air bersih 185 l/dt/org, Kota Makassar dengan jumlah penduduk 1.160.011, membutuhkan 246.792.340 lt/hr. Jumlah ini didapatkan dari jumlah penduduk x 185 x 1,15 l/orang/hari.

PDAM Kota Makassar dapat memproduksi sebanyak 301.536.000 l/hari.

Sehingga kebutuhan masyarakat sudah terpenuhi.

b) Komponen Persampahan

Salah satu ekses dari kegiatan penduduk adalah sampah, baik sampah padat, cair dan gas yang berasal dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan perkotaan lainnya. Berdasarkan data tahun 2003 yang diperoleh dari Dinas Kebersihan Kota Makassar tentang sumber produksi sampah di Kota Makassar. Berdasarkan data dan hasil studi optimalisasi prasarana IPLT dengan peningkatan peran serta masyarakat diperoleh volume lumpur tinja yang masuk ke IPLT sebanyak 96 m3/hari pada saat musim hujan dan 36 m3/hari pada saat musim kemarau. Selain IPLT, prasarana dan sarana sanitasi/air limbah yang ada di Kota Makasar berupa bangunan individual berupa septictank dan septictank komunal.

c) Komponen Drainase

Drainase Kota Makassar yang telah dikembangkan dan dibangun dalam program

Dokumen terkait