• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

C. Kerangka Pikir

Bahasa merupakan alat komunikasi sosial, sebagai sarana penyampaian pesan baik secara tersurat maupun secara tersirat dalm pikiran manusia. Dalam menyampaikan pesan, dapt dilakukan secara lisan dan tertulis. Penyampaian secara lisan kita kenal dengan istilah

‘tuturan atau ujaran’.

Pelataran Pelelangan Ikan atau disingkat dengan PPI Paotere Kota makassar didirikan pada tahub 1990-an, didasari oleh para warga pesisir dan pemerintah kota Makassar pada waktu itu. PPI Paotere Kota

Makassar juga merupakan salah satu Ikon perekonomian (perdagangan) yang paling besar di indonesia timur khususnya di daerah ibukota Makassar, hampir seluruh roda perekonomian di daerah ibukota Makassar khusunya di bagian utara berpusat pada tempat tersebut.

Tidak hanya di Makassar ikan dipasarkan, tapi di luar daerah pun pemasaran ikan di PPI terisolir, bahkan sampai ekspor ke mancanegara.

proses interaksi jual beli dimulai pagi hari sekitar jam 06.00 pagi sampai jam 11.11 siang, dan pada siang hari dimulai pada pukkul 14.00 siang sampai pada pukul 16.30 sore.

Tuturan yang diungkapkan oleh para pengunjung maupun anggota Pelataran Pelelangan Ikan PPI paotere terkadang terkesan santun dan tidak santun, kasar dan halus. Yang menjadi fokus penelitian ini adalah tuturan yang diungkapkan para pengunjung dan para anggota Pelataran Pelelangan Ikan PPI paotere kota Makassar dalam hal inetraksi jual beli. Sedangkan objek dari penelitian ini adalah wujud kesantunan berbahasa di sekitar wilayah Pelataran Pelelangan Ikan PPI Paotere kota Makassar.

Penelitian ini mengacu pada teori keantunan yang dikemukakan oleh Leech (1993) berdasarkan prinsip kesantunan. Peneliti akan menganalisis tuturan-tuturan yang diungkapakan oleh para pengunjung dan para anggota Pelataran Pelelangan Ikan PPI paotere kota Makassar dengan berpedoman pada prinsip kesantunan Leech (1993), yaitu:

1) Maksim kebijakan menggariskan bahwa setiap peserta tuturan harus meminimalkan kerugian orang lain, dan memaksimalkan keuntungan bagi orang lain.

2) Maksim kemurahan menuntut setiap peserta tuturan untuk memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain dan meminimalkan rasa tidak hormat kepada orang lain.

3) Maksim penghargaan menghendaki setiap peserta tuturan untuk memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri dan meminimalkan keuntungan diri sendiri.

4) Maksim kesederhanaan menuntut setiap peserta tuturan untuk mengurangi pujian pada diri sendiri, dan menambahi cacian pada diri sendiri.

5) Maksim pemufakatan/maksim kecocokan menuntut peserta tuturan untuk mengurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain.

6) Maksim Simpati mengharuskan semua peserta tuturan untuk memaksimalkan rasa simpati, dan menimimalkan rasa antipasti kepada lawan tuturnya.

Setelah didapatkan data berupa tuturan yang diungkapkan oleh para pengungjung dan para anggota Pelataran Pelelangan Ikan PPI paotere kota Makassar, maka data tutursn tersebut akan dianalisis berdasarkan prinsip kesantunan Leech yang diuraikan ke dalam enam maksim tersebut, dan kemudian memilahnya mana tuturan yang termasuk dalam kategori pematuhan prinsip kesantunan dan tuturan mana yang

termasuk ke dalam kategori pelanggaran prinsip kesantunan Leech.

Secara sederhana kerangka pikir dalam penelitian ini dapat dilihat sebagai berikut:

BAGAN KERANGKA PIKIR

Gambar 1.1: Bagan Kerangka Pikir Penggunaan Bahasa

Tindak tutur

Prinsip Kesantunan (Leech)

Maksim Kebijakan

Maksim Kedermawanan/

Kemurahan

Maksim Simpati Maksim

Kecocokan Maksim

Penghargaan

Maksim Kesederhanaan

analisis

Realisasi Kesantunan

30 A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Sesuai dengan sifat objek penelitian, penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kulitatif. Metode penelitian analisisi deskriptif kualitatif dipilih karena penulis mengidentifikasi serta mendeskripsikan masalah-masalah yang berkenaan dengan tuturan yang tidak santun den respons penutur melalui wawancara. Selanjutnya, penulis memperoleh data bagaimana persepsi yang muncul dari para penutur bahasa indonesia ketika menerima tuturan yang tidak santun.

Istilah deskriptif itu menyarankan bahwa penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan pada fakta-fakta yang ada atau fenomena- fenomena yang memang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya, sehingga yang dihasilkan sifatnya seperti potret atau paparan seperti adanya.

B. Pengelolaan Peran Sebagai Peneliti

Dalam penelitian ini, peneliti berperan sebagai pengamat penuh/non partisipan. Kehadiran peneliti di lapangan tidak diketahui oleh informan dalm hal ini para pengunjung dan para anggota Pelataran Pelelangan Ikan PPI Paotere Kota Makassar.

alami tanpa adanya campur tangan dari peneliti.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pelataran Pelelangan Ikan PPI Paotere Kota Makassar secara administratif berada dalam wilayah kecamatan Ujung Tanah dengan letak geografisnya berada pada wilayah bagian utara Kota Makassar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar peta berikut ini:

D. Sumber dan Data 1. Sumber Data

Data yang akan dikaji dalam peneitian ini bersumber dari para pengunjung dan para anggota Pelataran Pelelangan Ikan PPI Paotere Kota Makassar yaitu penjual dan pembeli.

2. Data

Data yang dikaji dalam penelitian ini adalah tuturan-tuturan yang diungkapkan oleh para pengunjung dan para anggota Pelataran Pelelangan Ikan PPI Paotere Kota Makassar.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Lembar pedoman observasi 2. Lembar pedoman wawancara

3. Kartu data untuk memudahkan menganalisis data

Untuk lebih jelasnya dapat di lihat pada format masing-masing sebagai berikut:

FORMAT INSTRUMEN PENELITIAN 1. PEDOMAN OBSERVASI

No Penutur Tuturan

kriteria pematuhan dan pelanggaran

Prinsip kesantunan Konteks

1 2 3 4 5 6

2. PEDOMAN WAWANCARA

No Pertanyaan Responden keterangan

3. KARTU DATA IDENTIFIKASI

KONTEKS DATA

ANALISIS 1.……….

2...

PEMBAHASAN:

Tabel 2.1: Format instrumen penelitian

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, teknik rekam, dan teknik catat. Peneliti terlebih dahulu mengobservasi dengan mengamati situasi dan keadaan lingkungan Pelataran Pelelangan Ikan PPI Paotere Kota Makassar.

Kemudian melakukan wawancara kepada para penjual dan pembeli.

Sebelum wawancara dilakukan, terlebih dahulu penulis membuat daftar pertanyaan agar wawancara yang nantinya dilakukan terstruktur sehingga dapat menghasilkan informasi yang relevan.

Selanjutnya, dengan menggunakan teknik rekam penulis merekam kejadian faktual di lapangan. Terakhir langkah dilakukan dengan cara teknik catat, yaitu mencatat semua kejadian dari tuturan para penjual dan pembeli.

1. Metode Observasi

Teknik observasi yang digunakan dalam penenlitian ini adalah teknik observasi langsung. Observasi langsung ialah pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa menggunakan bantuan alat standar lain untuk keperluan tersebut.

Pengamatan kangsung dilaksanakan sebagaimana adanya di lapangan. Membagi teknik observasi menjadi dua, yaitu teknik observasi partisipan dan nonpartisipan.

a. Teknik Rekam

Untuk mendapatkan dat yang lebih lengkap digunakan tape recorder/handycame untuk merekam tuturan-tuturan yang diungkapkan oleh setiap pengunjung dan para anggota Pelataran Pelelangan Ikan PPI Paotere Kota Makassar dalam kegiatan interaksi jual beli, sehingga dapat diketahui tinjauan kesantunan berbahasa di Pelataran Pelelangan Ikan PPI Paotere Kota Makassar.

b. Teknik Catat

Selain teknik rekam, digunakan juga teknik catat. Teknik catat digunakan untuk mencatat tuturan-tuturan yang diungkapkan oleh penjual dan pembeli. Setelah itu, akan didapatkan data tentang wujud ragam bahasa yang santun dan tidak santun.

2. Metode Wawancara

Metode wawancara diguanakan untuk memeroleh data tentang tingkat pendidikan, usia, lamanya bekerja di Pelataran Pelelangan Ikan PPI Paotere Kota Makassar, sehingga diperoleh gambaran tentang tingkat kesantunan bertutur para anggota Pelataran Pelelangan Ikan PPI Paotere Kota Makassar.

G. Teknik Pengolahan Data

Untuk mengetahui jenis-jenis kesantunan berbahasa dan maksud penuturnya memakai ragam bahasa tersebut, yaitu dengan menggunkan metode observasi meliputi teknik rekam dan teknik catat. Pertama teknik

rekam, yaitu saat penutur memakai bahasa kasar atau tidak santun, penulis tanpa diketahui oleh penutur merekam tuturan yang diungkapkan dengan mengandung kata-kata kasar.selanjutnya, data tersebut ditranskrip agar lebih mudah mengenali unsur-unsur realisasi kesantunan dari setiap ujaran.

Kedua, teknik catat, yaitu dengan mencatat fenomena kebahasaan yang telah direkam, lalu dari hasil transkrip telah diperoleh data tulis yang selanjutnya dapat diidentifikasi. Proses identifikasi dari setiap data yang dilakukan untuk memisahkan kalimat mana yang dibutuhkan dan tidak dibutuhkan lagi.

Setelah selesai melakukan dengan teknik rekam dan teknik catat, selanjutnya adalah dengan penyalinan ke dalam kartu dat dan menganalisisnya, sehingga akan diperoleh data yang relevan.

Berikut ini adalah rincian langkah-langkah dalam mengolah data, yaitu:

1. Mentranskrip Data Hasil Rekaman

Setelah penulis memperoleh data berupa tuturan dari pedagang/penjual dan pembeli melalui hasil rekaman dan catatan, maka selanjutnya peneliti mentranskrip/memindahkan data tersebut dengan cara menulis kembali semua hasil tuturan yang diujarkan pedagang/penjual dan pembeli.

2. Mengidentifikasi dan Mengklarifikasi Data

Berdasarkan hasil transkrip yang diperoleh selanjutnya data tersebut akan diidentifikasi. Selama proses identifikasi, data tersebut akan

dipisahkan kalimat mana yang dibutuhkan dan tidak dibutuhkan untuk proses selanjutnya.

3. Menyalin ke Dalam Kartu Data

Setelah data sudah diklarifikasi, maka selanjutnya data tersebut akan disalin ke dalam kartu data. Hal ini dimaksudkan agar lebih mudah mengelompokkan tuturan mana yang termasuk ke dalam karakteristik menurut prinsip kesantunan Leech.

4. Menganalisis Kartu Data

Berdasarkan data yang diperoleh dari peneliti, selanjutnya akan melalui proses analisis berdasarkan teori prinsip kesantunan Leech. Dari analisis kartu data tersebut akan tergambar santun atau santun tuturan yang diujarkan oleh penjual dan pembeli di sekitar Pelataran Pelelangan Ikan PPI Paotere Kota Makassar.

5. Lembar Wawancara

Penulis mengajar pertanyaan kepada penutur bahasa di sekitar Pelataran Pelelangan Ikan PPI Paotere Kota Makassar. Data dianalisis secara deskriptif untuk menggambarkan data tentang penutur bahasa di sekitar Pelataran Pelelangan Ikan PPI Paotere Kota Makassar (jenis kelamin, usia, pendidikan, profesi).

6. Menyimpulkan

Untuk tahap ini, hasil analisis akan menghsilkan simpulan tentang tuturan-tuturan yang diungkapkan oleh para pengunjung dan para anggota Pelataran Pelelangan Ikan PPI Paotere Kota Makassar, apakah

tuturan itu mematuhi atau melanggar prinsip kesantunan Leech berdasarkan data tuturan yang ditemukan.

H. Defenisi Operasional

Defenisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini ialah wujud kesantunan berbahasa di sekitar Pelataran Pelelangan Ikan PPI Paotere Kota Makassar sebagai upaya untuk menelaah dan mengkaji bentuk bahasa yang digunakan oleh para pengunjung dan para anggota Pelataran Pelelangan Ikan PPI Paotere Kota Makassar sebagai berikut:

1. Realisasi kesantunan adalah cara menyampaikan ungkapan/berbicara dalam bertutur kata dengan halus, baik dan santun dalam interaksi komunikasi verbal.

2. Wujud kesantunan adalah tuturan yang di dalamnya tercermin nilai- nilai kesopanan/kesantunan berdasarkan nilai sosial dan budaya masyarakat di Kota Makassar, dalam eujud tuturan berupa perintah, pemberian izin,ajakan dan larangan.

3. Pematuhan prinsip kesantunan adalah tuturan atau bahasa yang sifatnya halus dan tidak menyakiti perasaan lawan tutur, Pelanggaran prinsip kesantunan adalah tuturan atau bahasa yang sifatnya kasar dan menyakiti perasaan lawan tutur dalam lingkungan sekitar Pelataran Pelelangan Ikan PPI Paotere Kota Makassar berdasarkan prinsip kesantunan Leech dengan enam maksim, yaitu : maksim kebijakan, maksim kemurahaan, maksim penghargaan, maksim kesederhanaan, maksim kecocokan, dan maksim simpati.

39 A. Pengantar

Pada bab ini akan diuraiakan tuturan yang diujarkan oleh penjual, pembeli (pakulontong), dan pengunjung yang berada di pelataran pelelangan ikan PPI Paotere Kota Makassar dalam hal Interaksi Jual Beli. Tuturan yang dimaksud adalah tuturan yang berupa pematuhan dan pelanggaran prinsip kesantunan berdasarkan prinsip kesantunan Leech.

Proses pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dengan terjun langsung ke lapangan yang berlokasi di PPI Paotere Kota Makassar. Selama beberapa hari penulis mengamati, merekam, dan mencatat kejadian berupa tuturan yang diujarkan para penjual, pembeli (pakulontong), dan pengunjung di sekitar pelataran pelelangan ika PPI Paotere Kota Makassar secara alami (tanpa campur tangan) peneliti. Dari hasil pengamatan, perekaman, pencatatan, peneliti menemukan beberapa tuturan baik yang dikategorikan sebagai pematuhan maupun yang termasuk dalam kategori pelanggaran prinsip kesantunan berdasarkan prinsip kesantunan Leech.

B. Prinsip Kesantunan Leech

Berbicara tidak selamanya berkaitan dengan masalah yang bersifat tekstual, tetapi seringkali pula berhubungan dengan persoalan yang bersifat interpersonal. Prinsip kesantunan memiliki sejumlah maksim kebijaksanaan, maksim kecocokan, maksim kemurahan, maksim penghargaan, maksim pujian, dan maksim simpati.

Berikut peneliti akan menganalisis tuturan langsung di sekitar pelataran pelelangan ikan PPI Paotere Kota Makassar oleh penjual, pembeli, dan pengunjung. Tuturan yang dianalisis berupa tuturan yang melanggar dan mematuhi prinsip kesantunan Leech.

C. Hasil Penelitian

1. Pelanggaran Prinsip Kesantunan Leech

a) Pelanggaran Maksim Kemurahan/kedermawanan

Kedermawanan/kemurahan merupakan istilah yang mengarah kepada sikap atau perilaku suka memberi dan menolong. Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa Maksim Kedermawanan/

Kemurahan yaitu kurangi keuntungan diri sendiri, tambahi pengorbanan diri sendiri.

Dalam konteks tuturan sehari-hari yang spontan, banyak ditemukan pelanggaran terhadap maksim ini, baik disengaja maupun tidak disengaja. Seperti tuturan di bawah ini:

A:“berapaharganya duabasket?”

B:“Rp.350.000,- kita ambilkankiom.”

A:“Rp.300.000,- monah?”

B:“tidak bisa om, Rp. 175.000,- 1 basket rata na ambilkanki orangom.”

A:“Rp.330.000,- paenah?”

B:“tambahimiRp. 10.000,-om.”

A:“itumo ka ambilka 2basket.”

B: “tambahimi ye Rp. 10.000,- asalkan ada sedikit om, ka mahal

jugaki kodongmodalnya.”

A:“kasi’masukmi pae dikantong.”. (Lampiran kartu data 01).

Konteks tuturan di atas adalah seorang bapak yang hendak membeli ikan sarden kemudian bapak tersebut bertanya mengenai harga jual ikan sarden kepada penjual (juragang) ikan sarden berapa harga jual ikan tersebut kalau membeli lebih dari satu basket. Dari data tuturan di atas berdasarkan hasil analisis, ditemukan bahwa tuturan yang diujarkan oleh (B) (penjual (juragang) ikan sarden) melanggar prinsip kesantunan Leech di akhir percakapan. Ada ungkapan bahwa sebagai manusia rajin-rajinlah melakukan kebajikan, salah satunya adalah dermawan.

Hendaknya sebagai seorang penjual harus memiliki rasa kasih sayang dan rasa bermurah hati kepada pembeli, bukan dengan cara mengemis demi mendapatkan tambahan sedikit uang. Sebagaimana tuturan yang diujarkan (B) (penjual (pacato’/mitra nelayan) ikan sarden)“tambahimi ye Rp. 10.000,- asalkan ada sedikit om, ka mahalki juga ki kodongmodalnya.” “ Penggunaan kata “kodong” pada tuturan (B) (penjual (juragang) ikan sarden) sangat jelas melanggar Maksim kedermawanan/Kemurahan.

b) Pelanggaran Maksim Penghargaan.

Dalam Maksim tersebut, setiap pelaku transaksi komunikasi diharuskan mengurangi keuntungan diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain. Setiap orang yang mematuhi maksim iniakan mendapatkan citra diri sebagai orang yang pintar menghormati

orang lain, dan akan mampu membangun kehidupan yang harmonis dan penuh dengan toleransi. Pelanggaran terhadap Maksim Penghargaan akan membuat si pelaku dicap sebagai orang yang tidak tahu caranya bagaimana cara menghormati orang lain, tidak tahu sopan santun, dan selalu iri hati. peneliti menemukan data tuturan yang melanggar maksim ini, sebagai berikut:

A: “ta’siapa tappu’nah?”

B:“e…ka'jalaki. Teamakow, tena kulle nuballi, maemakow boya maraeng.”

A: “siapaka tappu’nah?”

B:“teamakow, gappaka kusareko harga nanuta’bangka.Bannyangi tappu’na rawa.”(Lampiran kartu data 02).

Tuturan di atas berlangsung ketika seorang pembeli (pakulontong/

pengecer) ingin membeli ikan mairo dan hendak menawar ikan kepada penjual ikan mairo yang berjenis kelamin sama-sama laki dan juga seumuran. Tuturan yang diujarkan (B) termasuk tidak santun pada tuturan“e…ka'jalaki.Teamakow, tena kulle nuballi, maemakow boyamaraeng.”Dalam tuturan (B) tersebut melakukan celaan terhadap mitra tuturnya (A). Suatu tuturan dikatakan santun apabila salah satu diantaranya menjaga suasana perasaan lawan tutur sehingga dia berkenan bertutur dengan kita. Tuturan tersebut yang diujarkan (B) melanggar Maksim Penghargaan dan mengandung unsur sarkasme.

Pada data berikut, peneliti menemukan pelanggaran mengenai maksim ini, dengan tuturan sebagai berikut:

A: “siapa tappu’na sibaske’?”

B:“limastangnga (Rp. 550.000,-)daeng.”

A:“appa’stangnga (Rp. 450.000,-)mo?”

B: “tena’ kulle sari’.”

C:“kurang stali lima(Rp. 475.000,-) pae?”

B:“tenamo kulle daeng lima mang tompi stangnga (Rp.550.000,-) tenamo kurang. Punna tenakirapiki, kipilarimi katte. Ka lima rua stangnga (Rp.525.000,-) antumodala’na.”.

(Lampiran kartu data 10).

Pelanggaran Maksim penghargaan terjadi pada tuturan “tenamo kulle daeng lima mang tompi stangnga(Rp. 550.000,-) tenamo kurang. Punna tena kirapiki, kipilarimi katte. Ka lima rua stangnga (Rp. 525.000,-) antu modala’na.” pada kata “Punna tena kirapiki, kipilarimi katte.” Walaupun ada kata “Katte” istilah adat Bugis Makassar untuk penghormatan kepada orang yang lebih tua namun dalam konteks ini ada kata “kipilarimi”, membuat tuturan tersebut menjadi tidak santun seyogyanya sebagai seorang pedagang salah satu modal utama yang harus dipegang yakni membuat kenyamanan pembeli sehingga barang dagangan bisa laku terjual. Pada data ini tuturan yang diujarkan telah jelas melanggar Maksim Penghargaan.

Data tuturan berikut yang masih mengenai pelanggaran Maksim Penghargaan dengan tuturan sebagai berikut:

A:“sareangmi rodong tawwa anne,nia’mi doe’na. ka kau sumpaepa nu’menteng-menteng tenapa nummalli, lampapi nganu harganalampa ero’makow malli.”

B: “sare tonga se’re pinggawa.”

A:“tayangmianjo mae punnania’inja allemi.”.

(Lampiran kartu data 17).

Maksim Penghargaan mengaharuskan para peserta tutur dituntut tidak mengeluarkan cacian pada lawan tuturnya. Seperti yang terjadi pada tuturan ini“sareangmi rodong tawwa anne, nia’mi doe’na. ka kau sumpaepa nu’menteng-menteng tenapa nummalli, lampapi nganu hargana lampa ero’makow malli.”. Tuturan tersebut mengandung unsur cacian terhadap lawan tuturnya ditambah dengan volume suara pada waktu itu sangat keras sehingga menimbulkan ketidaksantunan.

Ini jelas melanggar prinsip kesantunan Leech pada Maksim Penghargaan, yaitu kurangi cacian pada orang lain dan tambahi pujian pada orang lain.

c) Pelanggaran Maksim Kecocokan/Kemufakatan.

Maksim kecocokan sering disebut juga dengan Maksim Kesepakatan atau Maksim Kemufakatan. Di dalam maksim ini ditekankan agar para peserta tutur dapat saling membina kecocokan

atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kecocokan antara diri penutur dengan dengan mitra tutur, masing- masing dari mereka akan bersikap santun. peneliti menemukan data tuturan yang melanggar maksim ini, sebagai berikut:

A: “siapa?”

B: “sampulo ringgit (Rp. 250.000,-).”

A: “ruangbi (Rp. 200.000,-) mo?”

B:“munna salapang ringgit (Rp.225.000,-) ta’baluka daeng.”

A:“salapangringgit (Rp. 225.000,-) pae?

B:“Dikana manna salapang ringgit (Rp. 225.000,-)ta’baluka.

Boli’mi.”. (Lampiran kartu data 03).

Pada tuturan di atas jelas bahwa adanya ketidakcocokan antara penjual (B) dengan pembeli (A). sebagaimana pada kartu data tertera terjadi tawar menawar, namun tidak ada kesetujuan atau kemufakatan.

Tuturan yang melannggar Maksim tersebut diujarkan oleh (B) dengan tuturan“Dikanamanna salapang ringgit(Rp. 225.000,-)ta’baluka.

Boli’mi.”.

Sampel yang peneliti temukan pelanggaran maksim ini, ada juga pada data tuturan berikut:

A:“bossambei rong limang kayu (5),ka caddi dudui?”

B:“teamakow nyambe-nyambei.Punna nyambe-nyambekow tena nummalli,ka nakke lagi tujuh ringgit (Rp.17.500,-) rata kualleangngi, lampa kau erokko pilei, tenamo numalli sari’

punna nupilei. Nuballassika antu.”(Lampiran Kartu data 05).

Konteks tuturan tersebut terjadi pada pagi hari sekitar jam 07:15 Wita pada hari Rabu, 6 Agustus 2014 seorang pakulontong (pembeli/pengecer) membeli ikan cakalang yang sudah putus harga.

Tuturan pada kartu data tersebut yang termasuk kategori tidak santun ialah“teamakownyambe-nyambei. Punna nyambe-nyambekow tena nummalli, ka nakke lagi tujuh ringgit (Rp.17.500,-) rata kualleangngi, lampa kau erokko pilei,tenamo numalli sari’ punnanupilei. Nu ballassika antu.” Tuturan tersebut jelas melangar prinsip Kesantunan Leech Maksim Kecocokan/kemufakatan, yang mengharuskan bahwa peserta tutur hendaknya saling membina kecocokan dan mengurangi ketidak sesuaian dengan mitra tuturnya.

Data tuturan berikut yang masih mengenai pelanggaran Maksim Kecocokan dengan tuturan sebagai berikut:

A: “siapa tappu’na layanga se’restangnga (Rp.150.000,-)?”

B:“tena nia’ se’restangnga (Rp.150.000,-) katte, jukuta’ruangbi tarallena (Rp.200.000,-) antu.”

A:“o…kukana ta’ se’re stangnga(Rp.150.000,-).”

B:“tenaniakatte,a’lappo-lappoka lagi battangna tase’re stangnga (Rp.150.000,-) lampaero’ki ga’gayya.”.

(Lampiran kartu data 16).

Seperti yang tertera di atas percakapan interaksi antara pakulontong yang hanya mengetes penjual (mitra nelayan) mengenai harga dari ikan tersebut. Tapi pacato’/penjual (mitra nelayan) dengan pakulontong (pembeli pengecer) tidak memilki kesepakatan atau kecocokan dalam hal harga ikan, seperti yang tertera pada kartu data 16 yang melanggar Maksim Kecocokan/Kemufakatan “tena nia katte, a’lappo-lappoka lagi battangna tase’restangnga (Rp.150.000,-) lampaero’ki

ga’gayya.”

2. Pematuhan Prinsip Kesantunan Leech a) Pematuhan Maksim Kebijaksanaan

Bijakasana dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bijaksana diartikan sebagai sifat yang selalu menggunakan akal budi, arif, adil, kecakapan dalam mengahadapi atau memecahkan suatu masalah. berikut ini ada data tuturan yang mematuhi Maksim Kebijaksanaan:

A:“nakkerong antu daengsibaske’ka leba’mi ku bayara.”

B:“taikamma anne, ka puniwangngi battu rawa ripabongkaranga, na kana ratemakow ripa’balukanga.”

C:“kammaannesari’,kitayangmi anjo mae ka jaiji. Ka anne tawwa nia’mi doe’nalampa sumpaepana’tayang.”

B:“tabe’ pae doe’na saretonga si baske’?”

C: “iye’, kitayangmi anjo mae.”(Lampiran kartu data 09).

Konteks tuturan di atas adalah sesama pakulontong (pembeli pengecer) saling berebut ikan yang telah putus harga. salah satu dari pakulontong (pembeli pengecer) telah lebih dulu menitip uang kepada pacato’ (mitra nelayan). Dari data tuturan tersebut berdasarkan hasil analisis, ditemukan bahwa tuturan yang diungkapkan oleh (C) pacato’

(mitra nelayan) mematuhi prinsip kesantunan Leech pada maksim kebijaksanaan dengan tuturan “kamma anne sari’, ki tayangmianjo mae ka jaiji. Kaanne nia’mi doe’nalampa sumpaepa na’tayang.”

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bijaksana merupakan kecakapan dalam mengambil atau mengahadapi masalah. Seorang pacato’ (mitra nelayan) bijaksana dalam mengambil keputusan dengan menggunakan tuturan yang santun kepada lawan tuturnya, supaya kedua pakulontong (pembeli pengecer) tidak berselisih.

Data tuturan berikut yang masih mengenai pematuhan Maksim Kebijaksanaan dengan tuturan sebagai berikut:

A: “berapami itu udangta 1 kilo?”

B: “Rp. 35.000,-1 kilo.”

A: “kasi’ka 1 kilo?”

B: “tabe’ ibu udangta 1 kilo di’.”

A:“ini daeng uangta (Rp. 50.000,-)kembalimi?”

Dokumen terkait