Pandangan Behavioral, perilaku dibentuk berdasarkan hasil dari segenap pengalamannya yang berupa interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya yang membentuk sebuah kepribadian seseorang. Sehingga dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasikan kondisi-kondisi belajar. Kepribadian seseorang dengan yang lainnya berbeda-beda karena kenyataannya manusia memiliki pengalaman yang berbeda dalam kehidupannya. Carl Rogers menyatakan konseling adalah serangkaian hubungan langsung dengan individu konseli dengan tujuan memberikan bantuan kepadanya agar dapat mengubah sikap dan perilakunya.10 Konselor dalam pendekatan ini biasanya berfungsi sebagai guru, pengarah dan ahli yang mendiagnosa tingkahlaku yang maladaptif dan menentukan prosedur untuk mengatasi persoalan tingkah laku individu.
Menurut Winkel dalam Hartono menyatakan bahwa perubahan dalam perilaku itu harus diusahakan melalui suatu proses belajar (learning) atau belajar kembali (relearning), yang berlangsung selama proses konseling.11Dengan kata lain proses konseling pada dasarnya juga dipandang sebagai proses belajar. Proses belajar disini maksudnya belajar untuk bertingkahlaku kearah yang lebih baik dengan bantuan konselor kemudian pada akhirnya konseli dapat terbiasa dengan berperilaku yang maladaptif meskipun tanpa dibimbing konselor terus-menerus.
10 Hartono, Soedarmadji, Psikologi Konseling EdisiRevisi¸ (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012). hlm. 27
11Arintoko, wawancara konseling di sekolah, (Yogyakarta: C.V Andi Offsce, 2011), hlm.
34-35
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa konseling behavioral adalah suatu teknik terapi dalam konseling yang berlandaskan teori belajar yang berfokus pada tingkah laku individu untuk membantu konseli mempelajari tingkah laku baru dalam memecahkan masalahnya melalui teknik- teknik yang berorientasi tindakan.
Dalam konseling, konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladatif, memperkuat serta mempertahan kanperilaku yang diinginkan dan membentuk pola tingkahlaku dengan memberi ganjaran atau reinforcement yang menyenangkan segera setelah tingkahlaku yang diharapkan muncul.
Komalasari berpendapat bahwa asumsi tingkahlaku yang bermasalah dalam konseling behavioral adalah:
a. Tingkahlaku yang berlebihan (excessive), tingkahlaku yang berlebihan misalnya yaitu: merokok, terlalu banyak main games, dan sering memberi komentar di kelas. Tingkahlaku excessive dirawat dengan menggunakan teknik konseling untuk menghilangkan atau mengurangi tingkahlaku.
b. Tingkahlaku yang kurang (deficit), adapun tingkahlaku yang deficit adalah terlambat masuk sekolah, tidak mengerjakan tugas dan bolos sekolah.
tingkahlaku deficit diterapi dengan menggunakan teknik meningkatkan tingkahlaku.12
Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perilaku rendahnya perilaku disiplin beserta ciri-cirinya maka dapat dikategorikan kedalam tingkahlaku yang kurang (deficit). Oleh karena itu untuk menanamkan perilaku
12Komalasari Gantika dkk ,Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT. Indeks, 2011), hlm.
157
disiplin peserta didik dalam mematuhi tata tertib di sekolah maupun di rumah, maka peneliti dalam memberikan layanan konseling pendekatan behavioral sangatlah tepat.
Tujuan pendekatan behavioral berorientasi pada pengubahan atau modifikasi perilaku konseli, yang diantaranya untuk:
a. Menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar.
b. Penghapusan hasil belajar yang tidak adaptif.
c. Member pengalaman belajar yang adaptif namun belum dipelajari.
d. Membantu konseli membuang respons-respons yang lama yang merusak diri atau maladatif dan mempelajari respons-respons yang baru yang lebih sehat atau sesuai (adjustive).
e. Konseli belajar perilaku baru dan mengeliminasi perilaku yang maladatif, memperkuat seta mempertahankan perilaku yang diinginkan.
f. Penetapan tujuan dan tingkahlaku seta upaya pencapaian sasaran dilakukan bersamaan antara konseli dan konselor.13
1. TEORI BELAJAR SOSIAL ALBERT BANDURA
Teori pembelajaran sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang tradisional (behavioristik). Teori pembelajaran sosial ini dikembangkan oleh Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip teoriteori belajar perilaku, tetapi memberi lebih banyak penekanan pada efek-efek dari isyarat-isyarat pada perilaku, dan pada proses-proses mental internal.
13Ibid, hlm. 156.
Salah satu asumsi paling awal mendasari teori pembelajaran sosial Bandura adalah manusia cukup fleksibel dan sanggup mempelajari bagaimana kecakapan bersikap maupun berperilaku. Titik pembelajaran dari semua ini adalah pengalamanpenglaman tak terduga (vicarious experiences). Meskipun manusia dapat dan sudah banyak belajar dari pengalaman langsung, namun lebih banyak yang mereka pelajari dari aktivitas mengamati perilaku orang lain.14
Asumsi awal memberi isi sudut pandang teoritis Bandura dalam teori pembelajaran sosial yaitu: (1) Pembelajaran pada hakikatnya berlangsung melalui proses peniruan (imitation) atau pemodelan (modeling). (2) Dalam imitation atau modeling individu dipahami sebagai pihak yang memainkan peran aktif dalam menentukan perilaku mana yang hendak ia tiru dan juga frekuensi serta intensitas peniruan yang hendak ia jalankan. (3) Imitation atau modeling adalah jenis pembelajaran perilaku tertentu yang dilakukan tanpa harus melalui pengalaman langsung. (4) Dalam Imitation atau modeling terjadi penguatan tidak langsung pada perilaku tertentu yang sama efektifnya dengan penguatan langsung untuk mempasilitasi dan menghasilkan peniruan. Individubdalam penguatan tidak langsung perlu menyumbangkan komponen kognitif tertentu (seperti kemampuan mengingat dan mengulang) pada pelaksanaan proses peniruan. (5) mediasi internal sangat penting dalam pembelajaran, karena saat terjadi masukan indrawi yang menjadi dasar pembelajaran dan perilaku dihasilkan, terdapat operasi interna;
yang mempengaruhi hasil akhirnya.
14 Herly Janet Lesilolo,”Penerapan Teori Belajar Sosial Albert Bandura Dalam Proses Belajar Mengajar Di Sekolah”, Jurnal, KENOSIS Vol. 4 No. 2. 2 Desember 2018, hlm.190.
Dengan demikian inti dari pembelajaran modeling adalah (1) Mencakup penambahan dan pencarian perilaku yang diamati, untuk kemudian melakukan generalisasi dari satu pengamatan ke pengamatan lain. (2) Modeling melibatkan proses-proses kognitif, jadi tidak hanya meniru. Tetapi menyesuaikan diri dengan tindakan orang lain dengan representasi informasi secara simbolis dan menyimpannya untuk digunakan di masa depan. (3) Karakteristik modeling sangat penting. Manusia lebih menyukai model yang statusnya lebih tinggi dari pada sebaliknya, pribadi yang berkompeten daripada yang tidak kompeten dan pribadi yang kuat daripada yang lemah. Artinya konsekuensi dari perilaku yang dimodelkan dapat memberikan efek bagi pengamatnya.(4) Manusia bertindak berdasarkan kesadaran tertentu mengenai apa yang bisa ditiru dan apa yang tidak bisa. Tentunya manusia mengantisipasi hasil tertentu dari modeling yang secara potensial bermanfaat.15
2. Penerapan teori belajar sosial Albert Bandura dalam Proses Menanamkan kedisiplinan
Teori belajar sosial Albert Bandura memaknai bahwa peserta didik memiliki sifat:
1. Intensionalitas
Peserta didik adalah perencana yang bukan hanya sekedar ingin memprediksi masa depan, tetapi intens membangun komitmen proaktif dalam mewujudkan setiap rencana.
15 Ibid.hlm.192.
2. Mem-prediksi
Peserta didik memiliki kemampuan mengantisipasi hasil tindakan, dan memilih perilaku mana yang dapat memberi keberhasilan dan perilaku yang mana untuk menghindari kegagalan.
3. Reaksi-diri
Peserta didik lebih daripada sekedar berencana dan merenungkan perilaku kedepan karena manusia juga sanggup memberikan reaksi-diri dalam proses motivasi dan meregulasi diri terhadap setiap tindakan yang dilakukan.
4. Refleksi diri
Peserta didik adalah mahkluk yang dilengkapi dengan kemampuan merefleksidiri. Kemampuan manusia merefleksi-diri, membentuk kepercayaan-diri dari manusia, bahwa manusia sanggup melakukan tindakan- tindakan yang akan menghasilkan efek yang diinginkan.16