• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori

a. Jual Beli Dalam Hukum Islam 1) Pengertian

Jual beli menurut bahasa yaitu mutlaq-al-mubadalah yang berarti tukar menukar secara mutlak. Menurut Jalaluddin al- Mahally pengertian jual beli secara bahasa adalah:

اقم ةلب ةضواعملا هج و ىلع ء يشب ء يش

Tukar menukar sesuatu dengan dengan adanya ganti atau imbalan”.

Sedangkan jual beli menurut istilah adalah:

اكلمتو اكيلمت لامب ل ام ةلد ابم

tukar menukar harta dengan harta yang berimplikasi pada pemindahan milik dan kepemilikan.

Berdasarkan penjelasan diatas, jual beli adalah transaksi tukar-menukar uang dengan barang berdasarkan suka sama suka menurut cara yang ditentukan syariat, baik dengan ijab dan kabul yang jelas, atau dengan cara saling memberikan

15 Kukuh Bagus Budi Irawan, praktek jual beli dengan Sistem Dropship Diinjau dari Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Hukum Islam, (Skripsi, Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum, IAIN Tulungagung, 2018)

barang atau uang tanpa mengucapkan ijab dan kabul, seperti yang berlaku pada pasar swalayan.

Dalam Islam, melakukan jual beli dibolehkan berdasarkan QS Al-Baqarah (2:275)











Artinya :… Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba

2) Rukun dan Syarat a. Rukun Jual beli

1. Ba’I wa musytari (penjual dan pembeli) 2. Mabi’ wa tsaman (benda dan uang) 3. Sighat ijab dan Kabul.16

b. Syarat Jual beli

1. Syarat Pelaku akad

a. Berakal dalam arti mumayiz

b. Hendaknya pelaku transaksi tidak sendirian, dengan demikian akad yang dilakukan oleh satu orang yang mewakili dua pihak umumnya tidak sah, kecuali jika wakil itu adalah ayah

c. Atas kehendak sendiri.

16 Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah Prinsip dan Implementasinya Pada Sektor Keuangan

Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm. 63-66

2. Syarat barang yang menjadi objek akad a. Suci (halal dan baik)

b. Bermanfaat

c. Milik orang yang melakukan akad d. Mampu diserahkan oleh pelaku akad e. Mengetahui status barang

3. Syarat akad (Ijab dan kabul) a. Pelaku transaksi

b. Hendaknya pernyataan qabul sesuai dengan pernyataan ijab

c. Transaksi di satu tempat.17 3) Dasar hukum Jual beli

a. Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah (2): 275











Artinya: “… Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba …” (QS. Al-Baqarah 2: 275

b. Firman Allah dalam QS. An-Nisa (4):29

17 Elpina pitriani dan Deni Purnama, Dropshipping Dalam Perspektif Konsep Jual Beli

Islam, Vol. 3. No. 2, Oktober 2015, hlm. 92-93

















































Artinya: “ Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu”.(QS. An-Nisa 4:29).

c. Hadis Nabi :”Dari Rifa’ah ibn Rafi, bahwa Rasulullah Saw., ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) apa yang paling baik, Rasulullah Saw., ketika itu menjawab: Usaha tangan manusia sendiri dan jual beli yang diberkati”, (HR. Al-Bazzah dan Al-Hakim)

d. Hadis Nabi, Rasulullah menyatakan : jual beli itu didasarkan kepada suka sam suka”. (HR. Al-Baihaqi) e. Hadis Nabi, Rasulullah Saw, bersabda: “pedagang yang

jujur dan terpercaya itu sejajr (tempatnya di surga) dengan para Nabi, para shiddiqin, dan para syuhada”.

4) Bentuk-bentuk jual beli

Jumhur ulama membagi jual beli darisegi sah atau tidaknya menjadi dua bentuk, yaitu:

a. Jual beli yang shahih

Jual beli yang shahih apabila jual beli itu di isyariatkan, memenuhi rukun dan syaat yang ditentukan; bukan milik orang lain, tidak tergantung pada hak khiyar lagi.

b. Jual beli yang batal

Jual beli yang batal apabila salah satu atau seluruhnya rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tida di syariatkan. 18

b. Jual beli dalam peraturan perundang-undangan 1) Pengertian Jual Beli

Jual beli juga disebut dengan perdagangan dalam kitab undang- undang hukum dagang. Sehinggan perdagangan adalah perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan dalam melakukan perdagangan/bisnis baik barang/jasa maupun surat berharga untuk memperoleh keuntungan.

2) Prinsip dasar perjanjian Jual Beli a. Prinsip penggunaan istilah

Istilah yang dipakai dalam perdagangan harus jelas dapat dipahami oleh pihak lain agar tidak menimbulkan pemahaman dan penafsiran yang berbeda.

b. Prinsip penawaran dan penerimaan

18 Mardani, Hukum Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2015), hlm. 171

Prinsip ini dikenal dengan penyesuaian kehendak, dimana ada terjadiya kesepaktan antara kedua belah pihak.

c. Prinsip itikat baik

Prinsip ini menekankan bahwa para pihak yang melakukan suatu tindakan atau perbuatan harus didasarkan dengan dasar itikat baik. Dan meyakini bahwa tindakan atau perbuatan yang di lakukan dilindungi oleh hukum.

d. Prinsip peralihan resiko

Dimana prinsip ini menekankan bahwa para pihak harus bertanggungjawab untuk memikul resiko yang terjadi dalam suatu transaksi.

e. Prinsip ganti rugi

Prinsip ini mengandaikan bahwa setiap pihak yang dirugikan berhak untuk menuntut ganti rugi atas kerugian yang timbuk karena tidak dipenuhinya atau dilanggaranya atau diabaikannya suatu ketentuan dalam perjanjian oleh pihak lainnya.19

3) Syarat yang harus dipenuhi agar suatu perjanjian dalam jual beli sah dan mengikat bagi para pihak

a. Syarat subjektif, yaitu syarat yang berkenaan dengan kondisi para pihak yang akan mengikatkan diri dalam suatu perjanjian. Dimana para pihak harus memenuhi kriteria

19 Djoko Imbawani Atmaja, Hukum Dagang Indonesia(sejarah, pengertian, dan prinsip-

prinsip hukum dagang), (Malang: Setara Press, 2016), hlm 44-49

memiliki akal sehat sehingga dapat mempertanggungjawabkan pada dirinya sendiri.

b. Syarat Objektif, yaitu mengenai objek yang diperjanjikan atau yang disepakati, sesuai yang diisyaratkan dalam undang-undang bahwa objek perjanjian haruslah sesuatu yang dapat ditentukan jenisnya dan ukurannya serta kondisi nyata dari objek yang harus diketahui oleh para pihak.20

2. Dropshipping a. Pengertian

Drosphipping adalah teknik manajemen pasokan dimana pengecer tidak perlu menyimpan barang dalam persediaan, melainkan hanya memberitahukan jika ada pesanan dari pelanggan dan rincian pengiriman ke pihak grosir yang kemudian pihak grosir mengirimkan barang langsung ke pelanggan. Seperti bisnis ritel, pengecer mendapat untung dari selisih antara harga grosir dan eceran.

Semacam perantara, reseller, atau makelar begitulah peran dalam sistem jual beli dropshipping ini. Bedanya, pemilikproduk akan mengirim barang tersebut kepada pembeli atas nama perantara/reseller/makelar sebagai penjual. Pembeli tidak akan mengetahui bahwa produk yang ia beli sebenarnya bukan milik

20 Ibid, hlm. 194-195

penjual. Dan penjual bebas untuk menentukan sendiri harga jual yang tentunya sudah dinaikkan dari harga yang dibeli.21

Sistem penjualan dropshipping ini sistem dimana dropshipper selaku penjual menjual barang ke consumen dengan bermodalkan fotodari supplier/ toko tanpa harus mnyetok barang terlebih dahulu dan menjual ke konsumen dengan harga yang ditentukan oleh dropshipper. setelah itu konsumen memesan dan kemudian menstransfer uang ke rekening dropshipper, dropshipper membayar ke supplier sesuai dengan harga grosir yang diberikan supplier (ditambah dengan harga ongkos kirim dari konsumen) serta memberikan data-data pelanggan (nama, alamat, no.ponsel) kepada supplier. Barang yang dipesan akan dikirimoleh supplier ke pelanggan/pembeli. Namun yang menarik, nama pengirim yang tercantum tetaplah nama dropshipper.22

b. Model kerjasama Dropshipping mempunyai 2 ketentuan yaitu:

1. Grosir/supplier sebagai pemasok barang produksi dan sebagai pengirim barang

21 DotCommunity, Sukses Berbisnis Online Dropshippin, (Denpasar, Bali: Elex Media

Komputindo, 2013), hlm. 9-10.

https://www.google.co.id/books/edition/SUKSES_BERBISNIS_ONLINE_DROPSHIPPING/MeR MDwAAQBAJ?hl=id&gbpv=1. D

22 Ahmad Syafii, Step By Step Bisnis Dropshipping & Reseller, (Jakarta: PT.

Gramedia, 2013), hlm. 1

2. Dropshipper sebagai penjual yang bertatap muka pada konsumen dengan harga dropshipper sendiri atau harga kesepakatan supplier dan dropshipper.23

Dropshipper adalah pelaku usaha yang menjual produk dari supplier yang tanpa perlu memiliki produk terlebih dahulu dimana dropshipper tinggal memasrkannya di media sosial ataupun secara langsung. Supplier adalah pemilik toko/ grosir yang menyediakan barang/produk kepada pelaku usaha dan juga yang mengirim produk langsung kepada konsumen setelah pemesanan. Sehingga menyangkut stok barang dan pengiriman semua itu ditanggung oleh pihak supplier dan dropshipper cukup hanya memasarkan produk setelah ada konsumen yang memesan baru dropshipper memberitahukan supplier mengenai ketersediaan barang.24

c. Kelebihan dan kekurangan sistem jual beli dropshipping 1. Kelebihan

a) Modal yang dibutuhkan lebih sedikit b) Mudah untuk memulai

c) Biaya rendah d) Lokasi fleksibel

e) Pilihan produk yang beragam f) Mudah untuk skala

2. Kekurangan

23 Ibid,hlm 3

24 Ibid, hlm. 4

a) Kerugian b) Margin rendah c) Masalah persediaan d) Kompleksitas pengiriman e) Kesalahan pemasok.25 d. Dasar Hukum Dropshipping

Jual beli dengan sistem ini sudah berkembang pesat.

Perkembangan tersebut tidak hanya berkembang dalam perdagangan saja namun dalam tata cara perdagangannya itu sendiri, dimana tata cara berkembangnya dengan cara adanya suatu perjanjian diantara para pihak yang sepakat dalam mengadakan suatu perdagangan.26 Bahkan ada hal-hal yang tidak tegas atau diperjanjikan secara diam-diamsudah dianggap perjanjian.27Namun jika adanya perjanjian secara lisan dan tulisan (akta dibawah tangandan dengan akta autentik) maka itu bisa disebut tegas.28

Dengan semakin pesat berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, membuat sistem perdagangan yang semula bertemu langsung dengan para pihak kini menjadi berubah. Adanya teknologi yang semakin berkembang salah satunya internet sebagai

25 Mark Hayes, The Ultimate Guide To Dropshipping, (inggris: Lulu Enterprises

Incorporated, 2013), hlm. 2-4

26 Haris Faulidi Asnawi, Transaksi Bisnis E-Commerce Presfektif Islam, (Yogyakarta:

Magistra Insania Press, 2004), hlm. 9

27 Abdul Halim dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-Commerce, (Yogyakarta: pustaka pelajar, 2006), hlm. 98

28 Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia (Jakarta: PT. Buku Kita, 2009), hlm.

48

sarana teknologi yang gunakan sebagai alat pertukaran informasi dengan siapapun dan dimanapun pihak tersebut berada, tanpa adanya batas ruang dan waktu.29 Dalam transaksi elektronik ada beberapa hal yang menyangkut dalam dasar perdaganganatau jual beli, seperti cara berbelanja, dan berdagang dalam transaksi elektronik serta cara mempromosikan barang di media sosial.30 Dalam transaksi ini buykanlah transaksi perdagangan yang seperti biasanya yang ditemukan bahwa dalam transaksi perdagangan ini membuat suatu kesepakatan tanpa harus melakukan pertemuan secara langsung antara kedua belah pihak, sehingga transaksi ini memudahkan orang dalam bertransaksi bisnis secara cepat dan tentunya tidak luput dari resiko yang nantinya akan menimbulkan beberapa aspek hukum yang timbul.31

Dalam transaksi elektronik ini seharusnya dan selayaknya harus dipayungi oleh hukum baik oleh peraturan perundang-undang perlindungan konsumen dan hukum Islam tentang perjanjian.

Menurut Undang-undnag perlindungan konsumen perjanjian itu akan sah apabila memenuhi syarat ada empat syarat yaitu:

1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak

Kesepakatan harus didasarkan atas kemauan bebas, dan suatu perjanjian akan sah apabila didasarkan dengan

29 Ibid, hlm. 100

30 Edmon Makarim, Komplikasi Hukum Talematika, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

2003), hlm. 65

31 Ibid, hlm. 67

kesepakatan yang sempurna. Dalam pasal 1321 KHUPerdata kata sepakat tidak didasarkan oleh kemauan bebas atau tidak sempurna apabila mengandung kekhilafan, paksaan dan penipuan.32

2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum

Menerangkan bahwa ada beberapa orang yang tidak cakap membuat perjanjian, yaitu:

a) Orang yang belum dewasa

b) Mereka yang ditarhu dibawah pengampunan

c) Orang orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua kepada siapa undang-undangtelah melarang membuat perjanjian tersebut.33

3. Adanya objek tertentu 4. Adanya sebab yang halal

Sedangkan dalam hukum Islam atau kompilasi hukum ekonomi syariah bahwa syarat sah suatu perjanjian ada 4 yaitu dalam Pasal 22 Rukun dan sayarat akad terdiri atas:

1. pihak-pihak yang berakad;

2. obyek akad;

3. tujuam pokok akad; dan

32 Subekti, Kitab Undang-Undang, hlm. 296

33 Karsela, “Perlindungan Hukum Terhadap Kerugian Dropshipper Prespektif Wahbah Az-Zuhaili”, Studi Kasus Mahasiswa Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, (skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sumatera Utara, Medan, 2020), hlm. 38

4. kesepakatan.

Penjelasan mengenai syarat diatas tersebut dalam pasal 23 menerangkan mengenai para pihak (penjual dan pembeli) yaitu:

1. pihak-pihak yang berakad adalah orang perseorangan, kelompok orang, persekutuan, atau badan usaha;

2. Orang yang berakad harus cakap hukum, berakal, dan tamyiz.

Pasal 24 menerangkan mengenai obek dalam jual beli yaitu:

1. Obyek akad adalah amwal atau jasa yang dihalalkan yang dibutuhkan oleh masing-masing pihak.

2. Objek akad harus suci, bermanfaat, m ilik sempurna dan dapat diserahterimakan.

Pasal 25 menerangkan mengenai ijab qabul bahwa Sighat akad dapat dilakukan dengan jelas, baik secara lisan, tulisan, dan/atau perbuatan.

e. Unsur Dropshipper

Menurut fiqh muamalah, bisnis dropship diperbolehkan apabila memenuhi beberapa rukun, yaitu:

1. Penyetok barang/ pemilik barang(supplier) 2. Pemasar barang (Dropshipper)

3. Pembeli/pemesan (Konsumen).34 f. Syarat Dropshipper

34 Abdul Rahman Gazaly DKK, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 71

Ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Mendapatkan izin untuk menjual barang, dimana pelaku harus memiliki akal yang sehat.

2. Pembeli harus sehat akal, bukan pembeli yang masih anak kecil atau orang yang tidak waras/orang gila yang tidak memiliki kemampuan untuk menjual barang.

3. Barang yang dijual harus barang yang diperbolehkan baik bersih dan juga dapat diserah terima nantinya.

4. Produk yang djual diketahui dengan jelas bahwa produk tersebut halal. Begitu pula dengan dropshipper dan supplier harus menjelaskan produk yang dijual beserta harganya agar tidak termasuk ke dalam barang yang tidak jelas (gharar) yang dilarang dalam Islam.35

5. Memenuhi ijab dan qabul (shighat), kesepakatan yang menunjukkan keinginan ridha kedua belah pihak dalam jual beli.

6. Dan memenuhi untuk memiliki barang bagi pembeli dan penjual memiliki harga barang sesuai dengan akad jual beli yang sah dan tanpa harus menunggu serah terima

Unsur dan syarat dropshipper sama dengan unsur dan syarat jual beli. Adapun rukun dan syarat menurut kalangan jumhur ada empat, yaitu:

35 Ahmad Wardi muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Amza, 2010), hlm. 187

1. Penjual 2. Pembeli

3. Barang dan harga 4. Ijab dan qabul.36

Jumhur Fuqaha membagi jual beli menjadi dua macam yaitu shahih dan ghairu shahih, antara lain:

1. Jual beli shahih yaitu jual beli yang disyariatkan terpenuhinya rukun dan syarat-syaratnya. Seperti jual beli uang dengan barang (jual beli salam), jual beli murabah.

2. Jual beli ghairu shahih yaitu jual beli yang tidak terpenuhinya rukun dan syarat dan tidak mempunyai objek akad, sehingga masuk dalam kategori jual beli bathil dan jual beli fasid.

Jual beli yang dilarang dalam Islam yaitu:

a. Jual beli barang yang rusak (fasid)

Jual beli barng yang rusak dimana penjual tidak memberitahukan kondisi barang kepada pembeli bahwa adanya cacat barang pada barang yang dijual oleh penjual.

b. Jual beli barang dengan unsur penipuan

Adanya barang yang rusak yang tidak sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati, seperti halnya penjual olshop yang memasarkan barang dimedia sosial lalu setelah

36 Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah (Prinsip dan Implementasi Pada Sektor Keuangan

Syariah), (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm 65

dipesan oleh konsumen yang dikirim tidak sesuai dengan yang dijelaskan diawal pemesanan.37

g. Hal-hal yang dilarang dalam Jual beli Dropshipping

Dalam transaksi jual beli model dropshipping hal yang perlu dihindarkan yaitu, penipuan, ketidakjelasan barang dan harga. Sistem dropshipping itu pada praktiknya bisa melanggar prinsip tersebut yang dapat menimbulkan keluar dari aturan syariat.

Kejujuran merupakan kunci utama keberhasilan dan kemajuan suatu bisnis. Promosi yang tidak jujur merupakan salah satu bentuk kebohongan yang akan merugikan pembisnis dan produknya. Hal yang menjadi kekhawatiran antara penjual dan pembeli yaitu jika pembeli tidak melakukan pembayaran atau melunasi sisa pembayaran.

Pembisnis online harus menampakkan spesifikasi dan bentuk barang yang di jual secara utuh. Oleh karena itu penjualan online yang berbasis media sosial, penjual harus menampilkan fisik dari produk tersebut dari berbagai macam sisi. Bahkan jika peril penjual menampilkan video dari produk yang akan di jualnya, baik dari cara penggunaannya sehingga pembeli dapat menilai kualitas produk yang ditawarkan tersebut.

Kejelasan barang yang diperjual belikan paling tidak memenuhi empat hal, antara lain:

37 Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah (Prinsip dan Implementasi Pada Sektor Keuangan Syariah), (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm 71-73

1. Law fulness , produk-produk yang disedikakn dalam jual beli dropshipping barang yang halal untuk dipergunakan oleh manusia.

2. Existence, online shop yang serius akan memberikan pelayananyang baik, mulai dari tampilan produk yang dipromosikan dengan menampilkan ciri-ciri produkdengan rinci, mencantumkan alamat penjual yang jelas dan kontak yang dapat dihubungi.

3. Delivery, online shop selama pengiriman nya ada yang tidak sesuaidengan waktu yang dijanjikan. Jadi harus diperhitungkan.

4. Price Determination, dalam promosi penjual telah menampilkan semua gambar beserta deskripsi produknya.38 3. Peraturan Perlindungan Konsumen dan Hukum Islam

Pengertian Perlindungan konsumen dalam pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 menyatakan “segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”.39 Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum ke dalam bentuk perangkat baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat refresif, yang bersifat lisan maupun yang bersifat tertulis. Perlindungan hukum memliki suatu gambaran tersendiri dri fungsi hukum yang memiliki konsep

38 Labib Nubahai, Konsep Jual Beli Model Dropshipping Presfektif Ekonomi Islam, vol.4.

No. 1. Juni 2019, hlm 94-95

39 Burhanuddin, Hukum Perlindungan Konsumen & Sertifikasi Halal, (Malang: UIN-Maliki Press, 2011), hlm. 1-2

bahwa hukum memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.

Dalam hal ini, sarana perlindungan hukum dibagi menjadi dua macam yang dapat dipahami, yaitu sarana perlindungan hukum Preventif dan sarana perlindungan Hukum Represif. Perlindungan Hukum Preventif subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu suatu keoutusan pemerintah mendapat bentuk yang definitive. Tujuannya mencegah terjadinya sengketa. sedangkan Perlindungan hukum Represif untuk memberikan suatu argumentasi berkaitan dengan upaya hukum yang dapat dilakukan dalam hal terjadi sengketa antara pihak.

Yang tujuannya untuk menyelesaikan sengketa.40

Dalam perlindungan konsumen ada beberapa komponen yang harus diperhatikan dan dipahami baik oleh konsumen dan pelaku usaha. Antara lain:

a. Pengertian Konsumen dan Pelaku Usaha

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.41

40 Simon, Wahyu Tampunolon, “Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Ditinjau Dari Undang-undang Perlindungan Konsumen”, Vol. 04, No. 1, Maret 2016, hlm. 53-54

41 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Rajawali Pers, 2017), hlm. 4-5

Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegatan dalam wilayah Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama- sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.42

b. Hak-hak Konsumen dan Pelaku Usaha 1) Hak-hak Konsumen

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan /atau jasa

b. Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan/ atau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan /atau jasa

d. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/ atau penggantuan, apabila barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai denfan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

42 Ibid., hlm. 8-9

2) Hak-hak Pelaku usaha

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik

c. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

c. Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha 1) Kewajiban Konsumen

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan

b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

2) Kewajiban Pelaku Usaha

a. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

b. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak disktiminatif

c. Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.43

Pembatasan ganti kerugian tersebut diatur dalam pasal 19 Undang-undang Perlindungan Konsumen, sebagai berikut:

a) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

b) Ganti kerugian yang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenisnya atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.44

Hukum Islam adalah hukum yang diturunkan Allah SWT melalui Rasul-Nya untuk disebarluaskan dn dipedomani oleh manusia guna

43Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Rajawali Pers, 2017),, hlm. 38-52

44 Ibid, hlm. 69

Dokumen terkait