• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORETIS .................................................................. 12-24

B. Kerukunan Antara Umat Beragama

Kata rukun secara etimologis berasal dari bahasa Arab Ruknun (rukun) yang memiliki arti sebagai tiang, dasar dan sila. Kemudian berkembang dalam bahasa Indonesia sebagai kata sifat yang berarti cocok, selaras, sehati, dan tidak berselisih. Sedangkan dalam bahasa Inggris disepadankan dengan harmonius atau cancord. Dengan demikian, kerukunan adalah kondisi sosial yang ditandai dengan adanya keselarasan, kecocokan, atau ketidak-berselisihan (harmony, cocordance).

Dalam literatur ilmu sosial, kerukunan diartikan dengan istilah integrasi yang berarti “the creation and maintenance of diversified patterns of interactions among autonomous units”. Kerukunan juga mencerminkan hubungan timbal balik yang ditandai oleh sikap saling menerima, mempercayai, menghargai, menghormati, dan saling memaknai kebersamaan.21

Menurut Sai Agil Husin Al- Munawwar dalam bukunya Fiqih Hubungan Antar Agama mengatakan bahwa:

Kata rukun pada awalnya menjadi terminologi agama yang memiliki arti

“sendi” atau “tiang penyangga”. Kemudian kata rukun menjadi khazanah kekayaan bahasa Indonesia. Kata rukun dimaksudkan untuk menerangkan

21Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama: Merajut Kerukunan, Kesetaraan Gender, dan Demokratisasi dalam Masyarakat Multikultural (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama 2005), h. 7.

bentuk kehidupan masyarakat yang memiliki keseimbangan khususnya antara hak dan kewajiban. Dengan demikian, kerukunan memiliki arti suatu kondisi sosial yang ditandai oleh adanya keselarasan, kecocokan, dan tidak ada perseteruan.

Kerukunan juga merupakan proses terwujudnya dan terpeliharanya pola interaksi yang beragam antara unit, unsur, sub sistem yang otonom. Misalnya, keselarasan berinteraksi antara kelompok keagamaan yang berbeda. Kerukunan mencerminkan hubungan timbal-balik yang memiliki ciri saling menerima, saling menghargai satu sama lain, dan memiliki sikap toleransi yang tinggi.22

Dalam buku yang berjudul “Memaknai Toleransi Kita” mengatakan bahwa:

Dalam konteks kemajemukan yang telah menjadi jati diri dari bangsa Indonesia, maka terminologi kerukunan adalah kata kunci yang sangat penting yang kendalanya sudah teruji dari zaman ke zaman. Masyarakat mengenal kata rukun warga, rukun tetangga, rukun kampung, sebagai perangkat-perangkat yang ada dalam birokrasi pemerintahan pada ruang lingkup desa dan kota. Para orang terdahulu di suatu kelompok masyarakat, akan memberi kesempatan kepada pasangan baru agar mereka dapat membina dan mewujudkan hidup yang rukun sebagai sepasang suami istri.23

Berbicara tentang kerukunan, maka tidak akan terlepas dari pembicaraan konflik. Karena dimana ada kerukunan maka tentu adanya konflik. Kerukunan dapat mereduksi konflik, disamping itu secara fungsional dan struktural berfungsi untuk membangun keseimbangan masyarakat (social equilibirium). Kerukunan juga berfungsi untuk mengontrol, memelihara, menguatkan dan membangun ikatan sosial struktur masyarakat. Kerukunan mengontrol suatu unsur untuk saling mengikat dan memelihara sebuah keutuhan bersama agar tetap eksis dan

22Said Agil Husin Al- Munawwar, Fiqih Hubungan Antar Agama(Cet. III; Jakarta:

Ciputat Press, 2005), h. 60.

23Depertemen Agama, Memaknai Toleransi Kita (Majalah Al-Marhamah, no 118, Mei, Makassar: 2007), h. 20.

18

survived.24 Oleh karena itu, jika suatu masyarakat mendambakan kerukunan di dalam lingkungannya maka konflik dalam hal apapun harus dihindari.

Kata rukun dan konflik selalu berjalan beriringan karena kedua hal tersebut sering terjadi dalam suatu masyarakat, baik masyarakat banyak maupun sedikit. Rukun dan konflik salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu kelompok masyarakat, namun kerukunan selalu ada untuk mendamaikan kelompok masyarakat. Mursyid Ali mengatakan bahwa:

Konflik seringkali dimaknakan sebagai suasana interaksi sosial yang ditandai adanya perseteruan,perselisihan, permusuhan, kecurigaan, ketidakharmonisan,serta perbedaan kepentingan. Konflik dapat terjadi antar individu maupun kelompok kepentingan seperti kepentingan politik, etnik, organisasi sosial, dan konflik antara kelompok buruh dengan kelompok majikannya.25

Kerukunan juga tidak lepas kaitannya dengan toleransi karena, tanpa adanya penerapan nilai-nilai toleransi dalam diri seseorang maka kerukunan mustahil untuk terwujud. Dalam bahasa Indonesia toleransi memiliki arti kelapangan dada (dalam) arti suka rukun kepada siapa pun dan memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk mengutarakan pendapat sehingga tidak memaksakan keyakinan dan cara berpikir orang lain.26 Toleransi memiliki tujuan utama yaitu mewujudkan kerukunan dalam kehidupan masyarakat yang menganut keyakinan yang berbeda-beda. Oleh karena itu, tidak salah jika toleransi biasanya disebut sebagai pilar utama yang menjadi faktor terwujudnya kerukunan antara umat beragama.

24Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama: Merajut Kerukunan, Kesetaraan Gender, dan Demokratisasi dalam Masyarakat Multikultural. h. 7.

25Mursyid Ali, Pemetaan Kerukunan Kehidupan Beragama di Berbagai Daerah di Indonesia (Cet. I; Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2009), h. 302.

26Samiang Katu, Manajemen Kerukunan Umat Beragama di Indonesia. h. 97.

Kerukunan antara umat beragama bukan berarti merelatifir agama-agama yang ada dengan melebur kepada satu totalitas (sinkretisme agama). Melainkan menjadikan agama-agama yang ada sebagai sebuah madzhab dari agama totalitas itu sebagai salah satu cara atau sarana untuk mempertemukan, mengatur hubungan luar antara orang yang tidak seagama atau antara golongan umat beragama di dalam setiap proses kehidupan sosial kemasyarakatan. Dengan demikian, kerukunan yang dimaksudkan ini agar bisa terbina dan terpelihara hubungan baik antara masyarakat yang berbeda agama dalam hal pergaulan.

Urgensi sebuah kerukunan adalah untuk mewujudkan kesatuan pandangan yang membutuhkan kesatuan sikap, guna untuk memelihara suatu kesatuan, perbuatan dan tindakan. Sedangkan kesatuan perbuatan dan tindakan dapat menanamkan rasa tanggungjawab bersama umat beragama, sehingga tidak ada pihak yang melepaskan diri dari tanggungjawab atau bahkan menyalahkan orang lain. Dengan adanya kerukunan umat beragama, masyarakat bisa menyadari bahwa negara adalah umat yang beragam dan beragama. Karena itu, kerukunan umat beragama bukanlah kerukunan yang bersifat sementara bukan pula kerukunan yang politis. Tapi kerukunan hakiki yang dilandasi dan dijiwai oleh agama masing-masing.27

Ada beberapa pedoman yang diterapkan untuk tetap menjalin kerukunan antar umat beragama dengan baik diantaranya: Saling menghormati satu sama lain artinya setiap umat beragama senangtiasa menanamkan sikap saling menghormati baik menghormati dalam hal sosial maupun agama. Kebebasan dalam beragama

27Said Agil Al-Munawwar, Fikih Hubungan Antar Agama (Jakarta: Ciputat Press, 2005), h. 5.

20

artinya setiap manusia mempunyai kebebasan dalam memilih agama yang akan dianutnya tanpa ada paksaan dari siapa pun. Menerima setiap orang dengan apa adanya tanpa melihat dari sisi mana pun artinya menerima orang lain tanpa melihat kekurangan dan kelebihannya. Selalu berpikir positif artinya setiap orang perlu menanamkan dalam dirinya pikiran yang positif agar tidak selalu berpikiran negatif pada orang lain.28

Kerukunan umat beragama merupakan hasil dialog yang dilakukan antara pemeluk agama. Selain dialog, interaksi yang baik juga merupakan sumber pendukung terciptanya kerukunan antar umat beragama. Salah satu contoh dialog antara umat beragama yaitu pada tanggal 9-16 September 1974 di Kairo, disana diadakan pertemuan antara delegasi dari Vatikan dan Majelis Tertinggi untuk kepentingan-kepentingan Islam. Utusan dari Vatikan yaitu Kardinal Sergio Pignedoli dan lima orang imam sebagai anggota dari kebangsaan Arab.

Sedangkan delegasi dari pihak Islam adalah ulama dan tokoh Islam yang dipimpin oleh Muhammad Tewfik Oweida. Kedua belah pihak ini kemudian membicarakan tentang ari “Imam Ketuhanan pada masa depan, dan bagaimana menyampaikan dakwah pada remaja”. Dari pertemuan ini terjalinlah persahabatan antara Islam dan Kristen.29