• Tidak ada hasil yang ditemukan

Klasifikasi Model dalam Persahabatan

ةَثيِبَخ ُ

B. Adab-Adab dalam Persahabatan

6. Klasifikasi Model dalam Persahabatan

1. Kita sangat memerlukan sahabat untuk bergaul, sebagaimana keperluan kita terhadap makanan.

Terhadap orang yang mana kita memerlukannya, seperti keperluan kita terhadap makanan adalah merupakan pergaulan yang terbaik. Karena mereka itu adalah para ulama yang memiliki pengetahuan yang luas tentang

22 Ahmad Muhammad Yusuf, Ensiklopedi Tematis Ayat Al-Qur’an dan Hadits Jilid 4, terj Achmad Sunarto.hlm.23

Allah, perintah dan larangan Allah, serta mengetahui tentang tipu daya musuh-musuh Allah. Mereka juga memiliki wawasan tentang berbagai macam penyakit hati dan berusaha mencari obatnya. Ia berjuang untuk Allah dan Rasulnya, memberi nasehat yang baik kepada sesama kaum muslim. Jika kita dapat bergaul dalam kehidupan masyarakat, maka kita memperoleh keuntungan yang besar. 23

2. Bergaul dengan orang-orang baik

Setiap orang harus berusaha memilih teman dan saudara dari kalangan orang-orang shaleh dan orang-orang yang bertakqwa, agar kelak dikumpulkan di Padang Mahsyar bersama mereka. Dan ini merupakan salah satu keutamaan bersahabat dengan orang yang baik.24

3. Bergaul kepada sahabat, yaitu bergaul seperti keperluan kita terhadap obat

Sahabat yang kita perlukan bagaikan seperti obat ini, yaitu bagaikan tubuh kita sangat mengharapkan obat ketika sedang sakit, tetapi setelah badan sehat, obat tersebut tidak kita perlukan lagi. Pergaulan seperti ini adalah dari golongan orang-orang yang memerlukannya ketika bekerjasama dalam bidang kemaslahatan hidup. Seperti sama-sama mengendalikan sebuah perkumpulan sama-sama berbincang masalah perniagaan, dalam musyawarah serta dalam perkara muamalat lainnya.

4. Bergaul dengan sahabat, bergaul bagaikan menghampiri penyakit Bergaul dengan model sahabat seperti ini hanya merugikan kehidupan kita, karena ia senantiasa membawa kekacauan dan kerugian bagi

23 Muhammad Isa Selamat, Penawar Jiwa dan pikiran,hlm.63

24 Ahmad Muhammad Yusuf, Ensiklopedi Tematis Ayat Al-Qur’an dan Hadits Jilid 4, terj. Achmad Sunarto. Hlm.23

agama dan aktivitas kita. Golongan seperti ini mereka mempunyai sifat egois yang terlalu tinggi, mementingkan diri sendiri dan ingin menjatuhkan keberadaan orang lain. Jika kita menemui sahabat yang seperti ini hendaklah kita berhati-hati dalam bergaul dengannya, sebaliknya janganlah menjauhkan diri daripadanya. Berusahalah untuk menunjukkan kepadanya sesuatu yang baik yang harus dilakukan dalam bergaul dengan orang lain.25

5. Bergaul dengan sahabat, yaitu bergaul yang dapat menimbulkan bencana

Merupakan suatu keharusan bagi manusia untuk menjauhi teman yang buruk dan fasiq, supaya kelak tidak dikumpulkan bersama mereka di hari kiamat, karena seorang sahabat akan menyeret sahabatnya.26

Golongan orang seperti ini mereka pembawa bid‟ah yang sesat, menyimpang dari ketentuan Sunnah Rasulullah SAW. Mereka pandai memutarbalikkan kebenaran, sunnah mereka jadikan sebagai bid‟ah dan bid‟ah dijadikan sebagai sunnah. Bagi orang yang mengetahui, maka tidak layak bergaul bersama mereka, karena ia akan menjadikan hati kita sakit dan mati.27

6. Bergaul dengan orang yang rakus terhadap dunia

Karena bersahabat dengannya adalah racun yang mematikan. Sebab, tabiat manusia adalah suka meniru dan mengikuti, bahkan bisa jadi tanpa disadarinya. Jadi, duduk bersanding dengan orang rakus akan membuat sifat

25 Muhammad Isa Selamat, Penawar Jiwa dan pikiran,hlm.63

26 Ahmad Muhammad Yusuf, Ensiklopedi Tematis Ayat Al-Qur’an dan Hadits Jilid 4, terj Achmad Sunarto (Jakarta: widya Cahaya, 2009) cet.1 hlm.23

27 Muhammad Isa Selamat, Penawar Jiwa dan pikiran, (Jakarta, Kalam Mulia:

2005) cet.3 hlm.63-64

rakusmu meningkat. Sedangkan duduk bersanding dengan orang zuhud akan menambah kezuhudanmu.28

7. Bergaul atau bersahabat dengan orang bodoh

Karena akan berujung pada kesendirian dan keterkucilan. Hal terbaik yang ia lakukan justru akan mencelakai dirimu padahal ia bermaksud memberi faedah. Karena itu, lebih baik memiliki musuh yang cerdas daripada teman yang bodoh. Juga bersahabat dengan orang yang buruk budi pekerti, ia tidak akan mampu menguasai diri di saat marah dan syahwat.29

8. Bergaul atau bersahabat dengan seorang pembohong

Karena jika berteman dengan seorang pembohong engkau pasti akan tertipu olehnya, sebab ia laksana fatamorgana, bisa membuat yang jauh menjadi dekat dan yang dekat menjadi jauh.30

28 Shalih Ahmad Asy-Syami, Untaian Nasihat Imam Ghazali, terj. Kaserun AS.

Rahman (Jakarta: Turos Khazanah Pustaka,2014).hlm.15

29 Shalih Ahmad Asy-Syami, Untaian Nasihat Imam Ghazali, terj. Kaserun AS.

Rahman.hlm.15

30 Shalih Ahmad Asy-Syami, Untaian Nasihat Imam Ghazali, terj. Kaserun AS.

Rahman.hlm.15

39 BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG KITAB JAMI’ AL-BAYAN FII TAFSIR AL-QUR’AN KARYA IMAM ATH-THABARI

A. Biografi Ibnu Jarir Ath-Tabari 1. Riwayat Hidup Ibnu Jarir Ath-Thabari

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib, Abu Ja‟far. Dilahirkan di kota Amul (kota terbesar di Tabarstan).

Sebenarnya banyak sekali ulama yang lahir di kota ini, namun mereka tidak menisbatkan diri kepadanya, melainkan menisbatkan diri mereka kepada

“Tabarstan”, termasuk Imam Ath-Thabari.1

Mayoritas sejarawan mengatakan bahwa imam ini dilahirkan pada tahun 224 H. Namun sebagian dari mereka mengatakan bahwa ia dilahirkan pada akhir tahun 224 H, dan sebagian yang lain mengatakan bahwa ia dilahirkan pada awal tahun 225 H, Pendapat ini dinisbatkan kepada muridnya yang bernama Al-Qadhi Ibnu Kamil yang menceritakan bahwa suatu hari ia pernah menanyakan hal itu kepada gurunya, yakani Ath-Thabari.

Ia bertanya,”Bagaimana anda bisa ragu dalam masalah ini?” Thabari menjawab, “karena penduduk negeri kami biasanya menetapkan tanggal kelahiran seseorang sesuai dengan kejadian tertentu dan bukan dengan tahun, maka tanggal lahirku pun ditetapkan sesuai dengan kejadian yang terjadi di negeri kami pada saat itu.2

Ayahnya tergolong orang yang berada dan dikenal sebagai pecinta ilmu dan ulama, ia pun senantiasa memotivasi dan mensupport puteranya

1 Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-thabari, Jami’ Al-Bayan an Ta’wil Ayi Al-

Qur’an, (Jakarta: Pustaka Azzam,2007),hlm.7-8

2 Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-thabari, Jami’ Al-Bayan an Ta’wil Ayi Al-

Qur’an, hlm.7-8

untuk menutut ilmu. Ath-Thabari pun menuruti perintah ayahnya dengan senang hati, lalu mulailah tampak tanda-tanda kecerdasan dan kepiawaiannya sejak awal menuntut ilmu. Ath-Thabari pernah menegur salah seorang muridnya yang bernama Ibnu Kamil karena melarang anaknya yang baru berusia sembilan tahun untuk mempelajari ilmu hadits dengan alasan usianya masih terlalu dini untuk tingkatan ilmu ini. Ketika Ath- Thabari mengetahui hal tersebut, ia pun menegurnya dan mengatakan, “Aku telah hafal Al-Qur‟an ketika umurku 7 tahun, menjadi imam shalat ketika umurku 8 tahun, dan menulis hadits di usia 9 tahun.3

Ath-Thabari memulai petualangan keilmuannya ketika berusia 12 tahun (236 H). Beliau banyak belajar ke beberapa daerah dan berguru ke beberapa ulama yang ahli di bidangnya masing-masing. Perjalanan pertamanya adalah ke Ray, sebuah kota yang terletak di Tehran, Iran. Di kota ini, beliau belajar hadits kepada salah satu guru utamanya yaitu Muhammad bin Humaid Al-Razi ketika ia berusia 17 tahun. Selain itu, Ibn Humaid juga mengajarkan tentang sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw. (Al-Sirah) karya Ibn Ishak, sejarah pra-islam dan islam awal. Kemudian Ath-Thabari pergi ke Baghdad pada 241 H untuk belajar fikih kepada Imam Ahmad bin Hanbal, namun sayang Imam Ahmad bin Hanbal terlebih dulu wafat beberapa saat sebelum Ath-Thabari sampai di kota itu.

Pada tahun 242 H, Ath-Thabari melanjutkan perjalanan intelektualnya ke Bashrah. Di kota ini, beliau belajar hadits kepada Muhammad bin Al-Ma‟alli dan Muhammad bin Basyar. Kemudian beliau pergi ke Kufah dan berguru kepada Hanna bin Al-Sary dan Abu Kuraib Muhammad bin Al-„Ala Al-Hamdani. Setelah itu, beliau pergi ke Baghdad

3 Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir Ath-thabari, Jami’ Al-Bayan an Ta’wil Ayi Al-

Qur’an, hlm.7-8

dan tinggal di sini untuk beberapa lama sebagai tahap pertama petualangan intelektualnya.4

Ath-Thabari mengembara ke Baghdad, kota kedamaian, lalu menulis hadits dan tinggal di sana untuk beberapa lama. Di samping mempelajari ilmu hadits, ia juga mempelajari ilmu fiqih dan ilmu Al-Qur‟an, setelah itu ia pergi ke Mesir.

Dalam perjalanannya ke Mesir, ia menulis dari para Syaikh di Syam dan sekitarnya hingga tiba di Fusthath (Ibu kota Mesir lama pada masa pemerintahan sahabat Amru bin Ash RA.) pada tahun 253 H, di mana terdapat sejumlah syaikh dan para ulama dari madzhab Maliki, Syafi‟i, Ibnu Wahab dan yang lainnya, lalu ia pun berguru kepada mereka.5

2. Karya-karya Ibnu Jarir Ath-Thabari

a. Âdâb Al-Qadhâh. Kitab ini berisi tentang pujian dan etika yang harus dimiliki oleh para hakim, persasian, tuduhan, dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para hakim.

b. Âdâb Al-Manâsik. Kitab ini berisi tentang segala hal yang harus dipersiapkan bagi seorang calon haji.

c. Âdab Al-Nufûs. Kitab ini menjelaskan tentang akhlak yang seharusnya dimiliki dan diamalkan oleh seorang Muslim.

d. Ahkâm Syarâ’i Al-Islâm atau Lathîf Al-Qaûl Fî Al-Bayân ‘an Ushûl Al-Ahkâm. Kitab ini menguraikan tentang kaidah-kaidah Ushûliyyah dalam menetapkan suatu hukum. Dalam kitab ini sangat terlihat ketajaman berpikir, analisis, dan kekuatan Ath- Thabari beragumentasi dalam menetapkan hukum. Karena itu,

4 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Kl;asik

Moderen, hlm.1-2

5 Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, Terj: Masturi Irham, dan Asmu‟i Taman, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2006), cet.1 hlm.10-11

kitab ini dianggap sebagai kumpulan mazhabnya dalam bidang fikih.

e. Ikhtilâf Al-‘Ulamâ atau Ikhtilâf Al-Fuqahâ’ atau Ikhtilâf ‘Ulamâ’

Al-Amshâr Fi Ahkâm Syarâ’i Al-Islâm. Kitab ini menguraikan tentang perdebatan para ahli fikih dalam berbagai masalah hukum, terutama yang berkaitan dengan muamalah. Kitab ini terdiri dari 3000 lembar.

f. Al-Basîth atau Basîth Al-Qaûl fî Ahkâm Syarâ’i Al-Islâm. Kitab ini menguraikan masalah Fikih yang dimulai dari bab Thaharah (bersuci) hingga masalah yang dimungkinkan muncul di masa depan. Dalam setiap pembahasannya, Ath-Thabari mengemukakan perbedaan pendapat dari kalangan sahabat, tabiin, dan tokoh agama dari setiap umat atau daerah. Kitab ini berisi 1500 lembar.

g. Târîkh Al-Umam wa Al-Mulûk atau Târîkh Al-Rasûl wa Al-mulûk, tetapi kitab ini dikenal dengan nama Târikh Ath-Thabarî. Kitab ini berisi tentang sejarah permulaan waktu, penciptaan Adam/manusia, para Nabi dan Rasul, kisah Nabi Muhammad saw.

Hingga pembahasan sejarah pada 302 H.

h. Târîkh Rijâl min Al-Shahâbah wa Al-Tabi’în. Kitab ini menguraikan riwayat hidup singkat para sahabat dan tabiin.

i. Kitâb Al-Tabshîr. Kitab ini berisi tentang surat menyurat Ath- Thabarî ke penduduk Amol, thabaristan. Kitab ini berisi 30 lembar.

j. Tahdzîb Al-Âtsâr wa Tafshîl Al-Tsâbit ‘an Rasûlullûh saw. Min al-al-Akhbâr. Kitab ini memulai pembahasannya dari Abu Bakar ra. Yang menurutnya dianggap shahih, kemudian menjelaskan kedudukan setiap hadits, permasalahan fikih dan pendapat para

ulama tentang fikih. Ath-Thabari juga menyelesaikan musnad Ahl Al-Bait, mawali, sebagian dari musnad Ibnu „Abbas. Namun, Ath-Thabari meninggal sebelum sempat menyempurnakannya.

k. Jâmi’ Al-Bayân ‘An Ta’wîl Ay Al-Qur’ân. Kitab Tafsir ini terdiri dari 18 jilid yang dimulai dari surah Al-Fatihah hungga An-Nas.

Dalam penafsirannya, Ath-Thabari mengutip riwayat dari Nabi Muhammad saw., pendapat sahabat, dan tabiin serta melakukan tarjih (menguatkan pendapat tertentu setelah melakukan analisis/kritik). Ath-Thabari juga menyinggung masalah kebahasaan dan qiraat dalam penafsirannya.

l. Al-Qirâ’at atau Al-Jâmi’ Al-Qirâ’at. Kitab ini terdiri dari 18 jilid.

Di dalamnya, Ath-Thabari menyebutkan qira’at yang masyhur dan syadz, menjelaskan alasan-alasannya, kemudian memilih bacaan untuk dirinya di antara bacaan-bacaan tersebut.6

Dokumen terkait