• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II. LANDASAN TEORITIS

2.1.4. Konservatisma

Dengan demikian arus kas dapat digunakan sebagai alat prediksi kerugian perusahaan di masa yang akan datang untuk pengambilan keputusan pemakai.

Investor dan kreditor mampu untuk mendapatkan bantuan dalam meramalkan tingkat deviden masa depan jika mereka mempunyai informasi mengenai jenis-jenis arus kas berikut:

1. Arus kas yang berkaitan dengan operasi masa berjalan mendasar dari perusahaan.

2. Arus kas berulang dan sewaktu-waktu yang tak berkaitan dengan operasi masa berjalan, tetapi berasal dari kejadian tak terduga atau keinginan untuk mempertahankan lingkungan yang baik untuk perusahaan di masa depan.

3. Arus kas yang diperlukan untuk meningkatkan fasilitas operasi dan persediaan, atau memperoleh dari penjualannya apabila tidak diperlukan untuk operasi di masa depan.

4. Kas yang diperoleh dari atau dibayarkan pada pemegang saham dan pemegang obligasi sebagai bagian dari pendanaan.

5. Pembayaran deviden kepada para investor dengan klaim prioritas, seperti pemegang saham preferen.

yang inheren dalam lingkungan bisnis sudah cukup dipertimbangkan. Oleh karena itu, konservatisma menjadi konvensi penting dalam laporan keuangan dan mengimplikasikan kehati-hatian dalam mengakui dan mengukur pendapatan dan aktiva. Pernyataan FASB Statement of Concept No.2 tersebut menegaskan bahwa pelaporan yang hati-hati (konservatisma) tersebut didasarkan pengembangan kepercayaan yang hati-hati terhadap hasil dimasa mendatang yang terlepas dari perbedaan kepentingan yang disajikan oleh manajemen.

Dalam penelitian Lasdi (2008) terdapat beberapa penelitian mengenai konservatisma, yaitu Holthausen dan Watts (2001) memberikan bukti yang menunjukkan bahwa konservatisma akuntansi sudah ada sebelum penetapan standar formal dan regulasi di Amerika Serikat. Penelitian Qiang (2003) juga membuktikan bahwa terdapat peningkatan kecenderungan perusahaan di Amerika untuk menerapkan konservatisma akuntansi secara sukarela. Widya (2004) mereplikasi penelitian Qiang (2003) dan menemukan bukti yang sama untuk Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa manajer perusahaan mempunyai insentif untuk melaporkan secara konservatif bahkan dalam kondisi tidak adanya aturan dan regulasi yang memerintahkan pelaporan secara konservatif.

Ada berbagai cara untuk mendefinisikan dan menginterpretasi konservatisma yang dinyatakan oleh beberapa peneliti. Menurut konsep konservatisma, dalam keadaan yang tidak pasti manajer perusahaan akan menentukan pilihan perlakuan atau tindakan akuntansi yang didasarkan pada keadaan, harapan kejadian, atau hasil yang dianggap kurang menguntungkan.

Suwardjono (1989) menyatakan bahwa konsep ini memiliki implikasi pada prinsip akuntansi, yaitu akuntansi mengakui biaya atau rugi yang kemungkinan

akan terjadi, tetapi tidak mengakui pendapatan atau laba dengan segera walaupun kemungkinan besar terjadi. Watts (2003) mendefinisikan konservatisma sebagai perbedaan verifiabilitas yang diminta untuk pengakuan laba dibandingkan rugi.

Bliss(dalam Watts, 2003) memberikan bentuk definisi yang paling ekstrim yaitu tidak mengantisipasi laba, tetapi mengantisipasi semua rugi. Basu (1997) menyatakan bahwa konservatisma merupakan praktik akuntansi yang mengharuskan tingkat verifikasi yang lebih tinggi untuk mengakui good news sebagai keuntungan daripada bad news sebagai kerugian.

Dari sudut pandang manajemen atau penyusun laporan keuangan mendefinisikan sebagai metode akuntansi yang melaporkan aktiva dengan nilai terendah, kewajiban dengan nilai tertinggi, menunda pengakuan pendapatan, serta mempercepat pengakuan biaya. Menurut Watts, 1986; Wolk, 2000; Penman dan Zhang, 2002 bahwa definisi tersebut menunjukkan bahwa akuntansi konsevatif tidak hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi, tetapi juga estimasi yang mengakibatkan nilai buku aktiva menjadi relatif rendah. Definisi konservatisma yang lebih deskriptif adalah memilih prinsip akuntansi yang mengarah pada minimalisasi laba kumulatif yang dilaporkan, yaitu mengakui pendapatan lebih lambat, mengakui biaya lebih cepat, menilai aset dengan nilai yang lebih rendah, dan menilai kewajiban dengan nilai yang lebih tinggi. Menurut Hendriksen (1992) (dalam Dahlia Sari, 2004) dinyatakan bahwa konservatisma adalah prinsip untuk melaporkan informasi akuntansi yang terendah dari beberapa kemungkinan nilai untuk aktiva dan pendapatan serta yang tertinggi dari beberapa kemungkinan nilai kewajiban dan beban.

2.1.4.2. Kritik terhadap Konservatisma

Para penyusun standar mengindikasikan bahwa konservatisma tidak diharapkan keberadaannya dalam penyusunan laporan keuangan. Prinsip ini menyebabkan laporan keuangan menjadi bias sehingga terjadi kesalahan dalam interpretasi kondisi ekonomi perusahaan. Para akademisi juga mengkritik konservatisma karena berpengaruh negatif terhadap manfaat atribut laba tertentu bagi penilaian kondisi ekonomi perusahaan. Penman dan Zhang (2002) menyatakan bahwa konservatisma menghasilkan understatement (overstatement) laba dalam periode pertumbuhan (penurunan) investasi, yang berpengaruh negatif terhadap kemampuan prediktif dari laba sekarang terhadap laba masa depan.

Kritik terhadap terhadap konservatisma menyatakan bahwa pada awalnya prinsip ini memang akan menyebabkan laba dan aktiva menjadi rendah, namun akhirnya akan membuat laba dan aktiva menjadi tinggi dimasa datang. Dengan kata lain, laba dan aktiva akan menjadi tidak konservatif dimasa datang. Hal ini dibantah oleh pendukung konservatif yang menyatakan bahwa konservatisma menyajikan laba dan aktiva dengan prinsip menunda pengakuan keuntungan dan secepatnya mengakui adanya kerugian. Prinsip ini memang akan menyebabkan laba dan aktiva periode berjalan menjadi lebih rendah. Bila terjadi kenaikan laba dan aktiva pada dimasa datang akibat penerapan prinsip ini, hal tersebut disebabkan oleh keuntungan yang semula ditunda pengakuannya, telah diakui perusahaan karena dipastikan akan terealisasi. Jadi bukan berarti peningkatan laba dan aktiva masa datang merupakan cermin dari tidak konservatifnya perusahaan (Watts, 2003). Pendukung konservatisma juga menyatakan bahwa laporan keuangan yang disusun dengan cara yang konservatif akan menyajikan informasi

sesungguhnya dari perusahaan, sehingga akan membantu investor dan kreditor dalam pengambilan keputusan investasi.

Diantara pro-kontra mengenai manfaat konservatisma, beberapa penelitian telah dilakukan untuk menjawab pro-kontra tersebut.

Dalam penelitian Dahlia Sari (2004) disebutkan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Penman dan Zhang (2000) menyatakan bahwa konservatisma justru menyebabkan kualitas laba menjadi rendah. Hal ini disebabkan karena akuntansi konservatif akan langsung membebankan biaya investasi pada periode berjalan yang meyebabkan laba menjadi lebih rendah dan tercipta hidden reserve (cadangan tersembunyi). Bila pada tahun berikutnya perusahaan menurunkan biaya investasinya, maka akan terjadi likuiadasi cadangan tersembunyi sehingga laba menjadi lebih tinggi, sehingga para analis yang menggunakan book rate of return (nilai laba yang diambil dari laporan keuangan laba rugi) perusahaan untuk memprediksi masa depan akan melihat bahwa alat yang mereka gunakan memiliki kualitas yang buruk karena tidak bisa untuk mengestimasi nilai perusahaan.

Sebaliknya, Ahmed et al (1998) menemukan bahwa akuntansi yang konservatif dapat memberikan informasi dalam penilaian perusahaan. Di Indonesia telah dilakukan penelitian oleh Mayangsari dan Wilopo (2002) yang hasilnya menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat konservatisma yang diterapkan perusahaan maka semakin tinggi nilai perusahaan.

Dalam penelitian Riedl (2008) terdapat pernyataan Givoly dan Hayn (2002) yang memberikan bukti bahwa kenaikan konservatisma berkaitan dengan kenaikan fluktuasi laba sekarang (current earnings), tetapi bukti tersebut tidak menjelaskan bagaimana konservatisma akuntansi mempengaruhi kemampuan

prediksi laba sekarang (current earnings). Jika laba yang berfluktuasi cenderung kurang persisten yang tercerminkan dari memiliki autokorelasi yang lebih negatif pada laba, maka tidak bisa langsung menyatakan bahwa hal itu akan menyebabkan kemampuan laba yang lebih rendah. Menurut Lipe (1990), kemampuan prediksi laba mencerminkan kemampuan laba periode lalu untuk memprediksi laba dimasa datang dan hal ini ditangkap oleh varian guncangan pada the univariate earning process. Sebagai contoh, jika seri laba menunjukkan autokorelasi dari negatif satu, berarti hal ini fully mean-reversal, persistensi laba rendah tetapi kemampuan prediksi laba mungkin bisa tinggi .

Selain kritik terhadap konservatisma akuntansi, terdapat bukti juga bahwa pelaporan keuangan saat ini tidak hanya konservatif tetapi menjadi semakin konservatif selama tiga puluh tahun terakhir ini (Givoly dan Hayn, 2000; Watts dan Holthausen, 2001). Hal ini membuktikan bahwa banyak manfaat yang diterima perusahaan dari pelaporan yang konservatif. Contohnya, Watts (2003) menyatakan bahwa konservatisma akuntansi muncul dari insentif yang berkaitan dengan biaya kontrak, litigasi, pajak, dan politik yang bermanfaat bagi perusahaan untuk mengurangi biaya keagenan dan mengurangi pembayaran yang berlebihan kepada pihak-pihak seperti manajer, pemegang saham, pengadilan, dan pemerintah. Mayangsari dan Wilopo (2002) membuktikan bahwa konservatisma akuntansi memiliki relevansi nilai, yang berarti konservatisma akuntansi bermanfaat dalam memprediksi kondisi keuangan perusahaan di masa mendatang.

Watts (2003) meminta pemahaman mendalam terhadap manfaat konservatisma bagi para penyusun standar dan regulator yang berusaha untuk mengurangi peran prinsip ini dalam penyusunan laporan keuangan. Pengabaian akuntansi

konservatif dalam penyusunan standar akan mengakibatkan standar yang dihasilkan berdampak buruk bagi pelaporan keuangan.

Praktik konservatisma bisa terjadi karena standar akuntansi yang berlaku di Indonesia yang mengijinkan perusahaan untuk memilih berbagai metode untuk diterapkan dalam kondisi yang sama. Penggunaan metode akuntansi yang berbeda akan menghasilkan laba yang berbeda. Misalnya, PSAK No. 14 mengenai persediaan, dimana metode akuntansi yang paling konservatif dalam penilaian persediaan adalah metode persediaan LIFO (asumsi perekonomian dalam keadaan inflasi), sedangkan yang paling optimis adalah metode persediaan FIFO. Kedua metode tersebut akan menghasilkan laba yang berbeda. Penerapan metode persediaan LIFO akan menghasilkan laba yang lebih kecil dibandingkan metode persediaan FIFO (dalam keadaan inflasi). PSAK No.17 mengenai akuntansi penyusutan, dimana metode penyusutan atau amortisasi bagi aktiva tetap atau tidak berwujud akan lebih konservatif jika periode penyusutan semakin pendek, dan semakin optimis jika periode penyusutan semakin panjang. Metode penyusutan double declining balance relatif lebih konservatif dibandingkan metode penyusutan stright line, karena menghasilkan cost yang lebih tinggi sehingga laba menjadi relatif kecil. PSAK No. 20 mengenai biaya riset dan pengembangan, dimana jika biaya riset diakui sebagai cost pada periode berjalan, maka perusahaan akan menghasilkan laporan yang cenderung konservatif.

Sebaliknya apabila biaya riset dicatat sebagai aktiva, maka laporan keuangan cenderung optimis. Biaya riset yang dicatat sebagai cost pada periode berjalan menyebabkan cost menjadi lebih tinggi sehingga menghasilkan laba yang kecil.

Dengan demikian, adanya kebebasan memilih standar akuntansi menghasilkan

angka-angka yang berbeda dalam laporan keuangan yang menyebabkan laba cenderung konservatif dan laba cenderung optimis.

Laba yang konservatif tidak dapat dilepaskan dari pemilihan metode- metode akuntansi yang digunakan oleh manajemen. Pemilihan metode akuntansi yang konservatif tidak terlepas dari kepentingan manajemen untuk memaksimalkan kepentingannya dengan mengorbankan kesejahteraan pemegang saham atau biasa disebut dengan problem keagenan, seperti yang disajikan dalam teori keagenan (Jensen dan Meckling, 1976) dalam Kiryanto dan Suprianto (2006).

Foster (1986) menyebutkan ada enam alasan perusahaan memilih metode akuntansi, yaitu menaati peraturan yang berlaku, konsistensi pada model akuntansi, menyajikan keadaan ekonomi yang sebenarnya, dapat dibandingkan dengan perusahaan lain dalam industri yang sama, konsekuensi ekonomi terhadap perusahaan, dan konsekuensi ekonomi terhadap manajemen (dalam Ratna Dewi, 2004).

2.1.4.3. Pengukuran Konservatisma

Pada penelitian Ratna Dewi (2004), ada berbagai cara untuk mengukur tingkat konservatisma, yaitu:

1) Penman dan Zhang (2002, 2000) menggunakan conservatism index (C-score) sebagai proksi konservatisme neraca, dan earnings quality indicator (Q-score) untuk menghitung tingkat konservatisma laba rugi. C-score menunjukkan tingkat estimasi cadangan akibat penggunaan metode akuntansi konservatif.

Q-score menunjukkan kualitas laba akibat penggunaan metode yang

konservatif.

2) Konservatisma juga diukur menggunakan akrual, yaitu selisih antara net income dan cash flow. Net Income yang digunakan adalah net income sebelum depresiasi dan amortisasi, sedangkan cash flow yang digunakan adalah cash flow operational. Apabila akrual bernilai negatif, maka laba digolongkan konservatif (Givoly dan Hayn 2002). Hal ini disebabkan karena laba lebih rendah dari cash flow yang diperoleh oleh perusahaan pada periode tertentu.

3) Ukuran lain yang dapat digunakan untuk mengetahui konservatisma laporan keuangan adalah nilai aktiva yang understatements dan kewajiban yang overstatements. Proksi yang digunakan untuk mengukur adalah rasio market- book value yang menceminkan nilai pasar aktiva relatif terhadap nilai buku aktiva perusahaan. Rasio yang bernilai lebih dari 1, mengindikasikan penerapan akuntansi yang konservatif karena perusahaan mencatat nilai perusahaan lebih rendah dari nilai pasarnya. Rasio ini digunakan oleh Beaver dan Ryan (2000) ketika meneliti tingkat konservatisma.

Proksi konservatisma terbaik yang dapat menjelaskan tingkat konservatisma secara komprehensif belum diketahui. Akan tetapi dalam penelitian ini, peneliti hanya akan menggunakan proksi konservatisma akrual seperti yang telah digunakan penelitian sebelumnya, yaitu Givoly dan Hayn (2002), Dahlia Sari (2004), dan Ratna Dewi (2004).

2.1.5. Penelitian Sebelumnya Mengenai Kemampuan Laba dan Arus Kas dalam

Dokumen terkait