BAB 2. KAJIAN PUSTAKA
2.3 Konsumen
2.3.1 Pengertian Konsumen
Konsumen dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti yaitu pemakai barang hasil produksi, pemakai jasa, penerima pesan iklan.
Menurut Janus Sidabalok, “Konsumen adalah semua orang yang membutuhkan barang dan jasa untuk mempertahankan hidupnya sendiri, keluarganya ataupun untuk memilihara atau merawat harta bendanya”.20 Sedangkan menurut Dr.
Munir Fuady, “Konsumen adalah pengguna akhir dari suatu produk, yaitu setiap pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan (diperjual-belikan).21 Dari pendapat-pendapat sarjana diatas maka pengertian konsumen adalah setiap individu yang mendapatkan barang atau jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu, atau setiap
18 Ibid, h. 160.
19 Ibid, h. 163.
20 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Cetakan ke-1 (Bandung: Citra Aditya, 2006) h.17.
21 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis-Menata Bisnis Modern di Era Global (Bandung: Citra Aditya, 2008) h.227.
individu yang mendapatkan barang atau jasa dengan tujuan untuk membuat barang atau jasa lain untuk diperdagangkan kembali, atau setiap individu pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik untuk kepentingan pribadi, keluarga,, orang lain ataupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) mengatur tentang pengertian konsumen, terdapat dalam ketentuan Pasal 1 butir 2 yang menyatakan bahwa, “konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Terdapat beberapa unsur definsi konsumen yang dapat diambil dari pengertian diatas, yaitu: 22
a. Setiap Orang
Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Konsumen juga harus mencakup badan usaha dengan makna luas daripada hukum agar tidak timbull keraguan.
b. Pemakai
Istilah pemakai digunakan untuk menunjukkan suatu barang dan/atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi jual beli.
c. Barang dan/atau jasa
UUPK mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
d. Yang tersedia dalam Masyarakat
Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran (ketentuan Pasal 9 Ayat (1) huruf e UUPK). Syarat yang dituntut masyarakat konsumen tidak mutlak karena perdangan yang makin kompleks.
e. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup lain Transaksi konsumen tidak hanya ditunjukan untuk kepentinan sendiri akan tetapi
22 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: Sinar Grafik, 2008) h.27.
15
juga barang dan/atau jasa atau bahkan untuk makhluk hidup lain, contohnya hewan dan tumbuhan.
f. Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan
Pengertian konsumen dalam UUPK dipertegas, yakni hanya konsumen akhir.
Batasan tersebut sudahh bisa dipakai dalam peraturan perlindungan konsumen di berbagai Negara.
2.3.1 Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak adalah sesuatu yang harus dipenuhi atau didapatkan oleh setiap orang sejak sebelum lahir. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dikerjakan atau dilaksanakan olehh setiap orang. Hak tidak dapat dipisahkan dari kewajiban, kedua hal tersebut harus berimbang. Adanya pengaturan tentang hak dan kewajiban konsumen diharapkan mempermudah para konsumen untuk dilindungi hak-hak dan kewajiban dan/atau untuk mendapatkan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen yang patut.
1. Hak Konsumen menurut Pasal 4 UUPK:
a. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengomsumsi barang dan/atau jasa.
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c. Hak untuk informasi benar, jelas dan jujjur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa.
e. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan atau dibayar secara benar dan jujur serta tidak diskriminasi.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan//atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya..
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2. Kewajiban konsumen menurut Pasal 5 UUPK:
a. Membaca atau mengikuti petunjjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang sudah disepakati.
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut
2.3.2 Penyelesaian Sengketa Konsumen
Pengertian sengketa konsumen terdapat dalam Pasal 1 Angka (8) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor:
350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang menentukan bahwa :
Sengketa konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang dan/atau memanfaatkan jasa.
Berdasarkan pengertian diatas, dijelaskan bahwa pelaku usaha dan konsumen merupakan pihak-pihak yang pasti ada dalam sengketa konsumen. Sedangkan menurut A.Z Nasution berpendapat sengketa konsumen adalah sengketa anatara konsumen dengan pelaku usaha (baik dalam hukum publik maupun hukum privat) tentang produk barang tertentu yang dikomsumsi oleh konsumen dan/atau jasa yang ditawarkan pelaku usaha.23
UUPK membagi proses penyelesaian sengketa menjadi 2 (dua) bagian, yaitu;
penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non litigasi) dan penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan (litigasi). Penyelesaian sengketa di luar pengadilan terdiri dari :
23 A.Z Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Daya Widya, 2000) h. 48.
17
1. Penyelesaian secara damai yang dilakukan para pihak itu sendiri, dimana penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan konsumen) tersebut tanpa melalui proses di pengadilan atau BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), dan tidak bertentangan dengan UUPK.
2. Penyelesaian sengketa juga dapat melalui lembaga yang berwenang mengadili, yaitu melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen).
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau yang biasa disebut BPSK adalah suatu lembaga yang berwenang menyelesaikan perselisihan di luar pengadilan yang memutuskan pelaksanaan atau penetapan eksekusinya dan harus meminta keputusan dari pengadilan. Keanggotaan BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) terdiri atas unsur pemerintah, unsur pelaku usaha dengan syarat bahwa setiap unsur diwakili oleh sedikit-dikitnya tiga orang, dan sebanyak-banyaknya lima orang.
Penyelesainnya dapat menggunakan enam cara, yaitu, konsilasi, mediasi dan arbitase.
a. Konsultasi adalah suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan seorang konsultan, dimana konsultan memberikan pendapatnya kepada klien sesuai dengan keperluan dan kebutuhan kliennya.
b. Negoisasi adalah suatu upaya penyelesaian sengketa diantara para pihak tanpa melalui proses pengadilan melalui diskusi (musyawarah) dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif.
c. Konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa diantara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak berpihak pada pelaku usaha ataupun konsumen.24
24 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) h. 95.
d. Mediasi adalah proses negoisasi penyelesaian sengketa atau pemecahan masalah dimana pihak-pihak ketiga yang tidak memihak (importial) bekerjasama dengan para pihak yang bersengketa membantu 25
e. Penilaian ahli adalah proses penyelesaian sengketa melalui pendapat ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis dan sesuai dengan bidang keahliannya.
f. Artbitase adalah salah satu bentuk adjudikasi privat. Pengertian arbitase terdapat dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yaitu salah satu cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan, yang didasarkan pada perjanjian arbitase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang mengalami sengketa.
Penyelesaian sengketa konsumen dapat pula melalui proses litigasi atau pengadilan. Dalam Pasal 54 ayat (3) UUPK menyatakan bahwa putusan yang di jatuhkan oleh lembaga BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) bersifat mengikat dan final. Jika para pihak yang bersengketa tidak setuju atas putusan tersebut dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri untuk diputus. Meskipun dikatakan di dalam UUPK bahwa hanya memberikan hak kepada pihak yang tidak merasa puas atas putusan tersebut untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, namun dengan mengingat akan relativitas dari
“tidak merasa puas”, maka peluang mengajukan kasasi sebenarnya terbuka bagi setiap pihak dalam berperkara.