PERLINDUNGAN HUKUM DATA PRIBADI KONSUMEN PADA PINJAMAN ONLINE
SKRIPSI
Oleh
DELLA TARAGINA SUGIARTANA 170710101418
PROGRAM SARJANA HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JEMBER
2021
i
SKRIPSI
Oleh :
DELLA TARAGINA SUGIARTANA NIM : 17071010141
PROGRAM SARJANA HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS JEMBER
2021
ii
MOTTO
Hidup Bukan Sekedar Membawa Pulang Materi Sebanyak-banyaknya, Tapi Tentang Bagaimana Kamu Berbuat Baik, Peduli Terhadap Sesama Dan
Mencintai Diri Sendiri, Sederhananya; Start A Good Things, And Still Grounded.
(Helobagas)
iii
1. Kepada kedua Orang tuaku yang tersayang Mama Armila Diana dan Papa Dwi Sugiyanto, S.H. yang selalu memberikan kasih sayang, kesabaran, mensupport dan selalu mendoakanku hingga ada pada titik ini, serta adikku Ghaissani Izzati Sugiartana yang selalu menghiburku.
2. Bapak/Ibu Guru Dosen sejak pendidikan taman kanak-kanak sampai menginjak perguruan tinggi yang telah tulus membimbing, mengajarkan, dan membekali ilmu pengetahuan dengan penuh kesabaran dan juga keikhlasan.
3. Almamater Universitas Jember yang saya banggakan.
iv
PRASYARAT GELAR
PERLINDUNGAN HUKUM DATA PRIBADI KONSUMEN PADA PINJAMIN ONLINE
SKRIPSI
Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Ilmu Hukum (S1) dan mencapai gelar Sarjana
Hukum.
BAGIAN HUKUM PERDATA UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS HUKUM 2021
v
Skripsi berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Akibat Terjadinya Merger Pada Bank” telah disetujui pada:
hari, tanggal :
tempat : Fakultas Hukum Universitas Jember
Dosen Pembimbing Utama Dosen Pembimbing Anggota
Dr. Ermanto Fahamsyah, S.H., M.H. Dr. Firman Floranta Adonara, S.H., M.H.
NIP. 197905142003121002 NIP. 198009212008011009
vi
PENGESAHAN
Skripsi berjudul “Perlindungan Hukum Data Pribadi Konsumen Pada Pinjaman Online” karya Della Taragina Sugiartana telah diuji dan disahkan pada:
hari, tanggal :
tempat : Fakultas Hukum Universitas Jember
Panitia Penguji:
Ketua, Sekertaris,
Dr. Fendi Setyawan, SH., M.H. Dr. Rahmadi Indra Tektona, S.H., M.H.
NIP: 197202171998021001 NIP : 198210192006042001 Anggota Penguji I, Anggota Penguji II,
Dr. Ermanto Fahamsyah, S.H., M.H. Dr. Firman Floranta Adonara, S.H., M.H.
NIP. 197905142003121002 NIP. 198009212008011009 Mengesahkan,
Dekan,
Dr. Bayu Dwi Anggono, S.H., M.H.
NIP. 198206232005011002
vi
Hari : Tanggal :
Bulan :
Tahun :
Diterima oleh Panitia Penguji Fakultas Hukum Universitas Jember.
Pantia Penguji :
Ketua Dosen Penguji Sekretaris Dosen Penguji
Dr. Fendi Setyawan, S.H., M.H. Dr. Rahmadi Indra T, S.H., M.H.
NIP: 197202171998021001 NIP: 198010112008121001 Anggota Penguji,
1. Dr. Ermanto Fahamsyah, S.H., M.H. : ...
NIP. 197905142003121002
2. Dr. Floranta Adonara, S.H., M.H. : ...
NIP. 198009212008011009
viii
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Della Taragina Sugiartana
NIM : 170710101418
Fakultas/Program Studi : Hukum/Ilmu Hukum
Menyatakan dengan sebenarnya, bahwa karya ilmiah ini yang berjudul
“Perlindungan Hukum Data Pribadi Konsumen Pada Pinjaman Online” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya, dan belum pernah diajukan pada instansi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta saya bersedia menerima sanksi akademik jika ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember,
Yang Menyatakan,
Della Taragina Sugiartana NIM. 170710101418
ix
petunjuk serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Data Pribadinya Pada Pinjaman Online”. Penulisan skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk menyelesaikan Program Studi Ilmu Hukum pasa Fakultas Hukum Universitas Jember serta mencapai gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Jember.
Penulis pada kesempatan ini tak lupa mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, antara lain:
1. Dr. Ermanto Fahamsyah, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing dan memberikan pengetahuannya dengan sabar sehingga penulisan skipsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu;
2. Dr. Firman Floranta Adonara, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Anggota yang juga bersedia meluangkan waktu dalam mengarahkan, memberi ilmu dan nasehat serta dengan sabar mendampingi penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik dan tepat waktu;
3. Dr. Fendi Setyawan, S.H., M.H., selaku Ketua Penguji yang bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan mengavaluasi skripsi ini sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik;
4. Dr. Rahmadi Indra Tektona, S.H., M.H., selaku Sekretaris Penguji yang juga telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji dan mengavuluasi skripsi ini sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik;
5. Bapak Dodik Prihatin AN, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan pengarahan serta bimbingan akademik;
6. Dr. Bayu Dwi Anggono, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember,
7. Seluruh Dosen beserta seluruh Staf Fakultas Hukum Universitas Jember yang telah banyak memberikan bantuan selama perkuliahan;
8. Kedua Orang Tua penulis, Papa Dwi Sugiyanto, S.H., dan Mama Armila Diana tercinta, terimakasih atas semangat dan doa yang diberikan kepada penulis, terimakasih atas segala kasih, sayang ketulusan, kesabarannya selama ini, dan terimakasih telah berjuang dengan keras dalam membiayai kuliah penulis dan juga adikku Ghaissani Izzati Sugiartana yang telah memberikan dukungan semangat, kasih sayang dan do’a kepada penulis;
x
9. Sahabat-sahabat Penulis, Hehalhafizh Naufal Virsaces, Sintya Yuni Permatasari, Diana Nofitasari, Yufrida Nindi, Dicky Indra, Dyah Fitri, Royhana Sari, Demayu Mega, Gadis Vergy, Zainal Abidin yang telah menemani dan memberikan semangat kepada Penulis untuk selalu semangat dan terus belajar;
10. Teman-teman kecil, Kharisma Maulia, Regina Dinda, Nauval Aby, Roynaldo Gusti, Nina Septry, Intan Aulia, Dewi Widya yang tidak lupa memotivasi satu sama lain untuk mengerjakan skripsi;
11. Teman-teman Fakultas Hukum Universitas Jember Angkatan 2017, terimakasih do’a dan dukungannya;
12. Semua pihak yang telah mengulurkan bantuan kepada penulis baik secara langsung maupun secara tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
13. Last but not least, i wanna thank me. I wanna thank me for believing in me. I wanna to thank me for doing all of this hard work. I wanna to thank me for having days off. I wanna thank me for never quitting.
Semoga do’a, bimbingan, dan semangat yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Akhir kata, pada kesempatan ini penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan kemanfaatan bagi semua pihak yang membutuhkan.
Jember,...
Della Taragina Sugiartana
xi
atau sebagian lahir dengan bantuan dan fasilitasi diatas jaringan komputer.
Pinjaman yang dilakukan secara online ini memicu timbulnya suatu perbuatan hukum yang akan melahirkan konsekuensi hukum. Dampak positif yang dapat dirasakan dari pinjaman online ini adalah masyarakat dimudahkan untuk mengajukan pinjaman tanpa harus menggunakan Agunan seperti di bank pada umumnya, praktis karena dapat diakses dimana saja melalui smartphone. Selain dampak positif, ada pula dampak negatif yang mengakibatkan konsekuensi hukum, dimana pinjaman online selalu melampirkan data pribadi sebagai syarat pinjaman, hal ini dapat mengakibatkan data pribadi pengguna pinjaman online disalahgunakan bagi penyelenggara pinjaman online untuk menakuti-nakuti konsumen agar tunduk dan patuh kepada kebijakan pinjaman online. Cara tersebut melanggar hak privasi seseorang karena mengganggu kenyamanan para konsumen dalam beraktivitas sehari-hari dan menimbulkan rasa tidak percaya dari konsumen kepada penyelenggara pinjaman online yang dapat mempengaruhi eksistensi pinjaman online di Indonesia. Pihak penyelenggara wajib bertanggung jawab atas perbuatan yang mereka lakukan dan mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk selalu menjamin hak-hak dan kewajiban konsumen pengguna pinjaman online. Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis, mengangkat skripsi ini dengan rumusan masalah yang akan dibahas ialah Apa bentuk perlindungan hukum data pribadi konsumen pada pinjaman online, Apa akibat hukum penyalahgunaan data pribadi konsumen pada pinjaman online, dan Apa upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen yang dirugikan atas penyalahgunaa data pribadi konsumen pada pinjaman online. Tujuan penulisan pada skipsi ini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum yang dapat hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini yaitu untuk memenuhi tugas akhir, menerapkan ilmu pengetahuan khususnya disiplin ilmu hukum, menyebarkan ilmu yang berguna dalam dunia pengadilan dan melengkapi syarat-syarat akademik guna memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Jember. Tujuan khusus yang dihendak dicapai dalam penulisan skripsi ni yaitu memahami bentuk perlindungan hukum data pribadi konsumen pada pinjaman online, akibat hukum penyalahgunaan data pribadi konsumen pada pinjaman online, dan upaya yang dapat ditempuh konsumen atas penyalahgunaan data pribadinya pada pinjaman online.
Pada kajian pustaka menjelaskan suatu uraian sebuah teori, pengertian perbuatan melawan hukum, unsur-unsur perbuatan hukum, pengertian perlindungan hukum, bentuk perlindungan hukum, pengertian konsumen, hak dan kewajiban konsumen, penyelesaian sengketa konsumen, pengertian data pribadi, dasar hukum perlindungan data pribadi, pengertian pinjaman uang berbasis teknologi informasi, perjanjian dalam peminjaman uang berbasis teknologi, pihak-
xii
pihak dalam perjanjian online, perusahaan pemberi pinjaman online, serta dasar yuridis yang relevan digunakan sebagai dasar bagi penulis untuk mengkaji lebih dalam agar mengetahui kepastian hukum mengenai perlindungan hak dan kewajiban konsumen terkait adanya penyalahgunaan data pribadi konsumen.
Adapun metode penelitin yang digunakan dalam penulisan skripsi ini ialah suatu metode terarah dan sistematis sebagai cara untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran sebab nilai suatu penulisan skripsi tidak lepas dari metodologi yang digunakan. Metode penelitian yang digunakan meliputi 5 (lima) aspek, yaitu (1) tipe penelitian; (2) pendekatan masalah; (3) sumber bahan hukum; (4) analisa bahan hukum; dan (5) sistematika penulisan.
Hasil dari pembahasan pada skripsi ini bahwa bentuk perlindungan hukum data pribadi konsumen pada pinjaman online terdapat 2 (dua) bentuk perlindungan hukum yaitu bentuk perlindungan hukum secara internal yang dikeluarkan oleh pihak Akulaku dan perlindungan hukum secara eksternal yang dikeluarkan pemerintah. Akibat hukum bagi penyelenggara pinjaman online atas penyalahgunaan data pribadi konsumen ialah berupa ganti kerugian bersifat immateril kepada konsumen, karena immateril itu bukan kebendaan maka besar kecilnya ganti rugi berdasarka kesepakatan negoisasi keduda pihak atau pertimbangan hakim. Upaya yang dapat ditempuh konsumen atas penyalahgunaan data pribadinya dengan cara penyelesaian sengketa di pengadilan dan penyelesaian sengketa diluar pengadilan (negoisasi).
Kesimpulan dari penulisan skripsi ini berdasarkan uraian pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya mengenai perlindungan hukum data pribadi konsumen pada pinjaman online. Dapat ditarik kesimpulan berdasarkan 3 (tiga) rumusan masalah: Pertama, Bentuk perlindungan hukum data pribadi konsumen pada pinjaman online terbagi menjadi 2 (dua) yaitu, perlindungan hukum internal dari pihak Akulaku yang memuat syarat dan ketentuan yang harus di patuhi oleh pihak-pihak dalam perjanjian online. Dan perlindungan hukum eksternal dari pemerintah yang memberikan perlidungan hukum bagi data pribadi konsumen.
Kedua, akibat hukum bagi penyelenggara pinjaman online berupa ganti rugi bagi bersiat immateril yang besar kecilnya ditentukan oleh hasil kesepakatan negoisasi atau pertimbangan hakim. Ketiga, upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen atas penyalahgunaan data pribadinya yaitu melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan cara negoisasi atau penyelesaian sengketa di pengadilan . Saran dari penulisan skripsi ini berdasarkan uraian kesimpulan diatas adalah peraturan perlindungan hukum yang dikeluarkan oleh pihak Akulaku maupun pemerintah diharapkan menjadi acuan munculnya peraturan-peraturan mengenai data pribadi, hendaknya pelaku usaha memberikan contoh yang baik kepada konsumen untuk taat pada peraturan yang berlaku, hendaknya jika gagal mengamankan data pribadi pihak-pihak yang bersengketa dapat melakukan upaya penyelesaian sengketa dngan cara yang sudah ditentukan di dalam Undang-undang.
xiii
facilitation over a computer network. This online loan can trigger a legal action that will have legal consequences. The positive impact that can be felt from this credit is that it is easier for the public to submit proposals without having to use collateral as in banks in general, practical because it can be accessed anywhere via a smartphone.
In addition to the positive impact, there are also negative impacts that result in legal consequences, where online loans always use personal data as a credit condition, this can result in the personal data of online application users being misused for online credit providers to scare consumers into submitting and complying with credit policies. on line. This method violates a person's right to privacy, interferes with the comfort of consumers in their daily activities and creates a sense of distrust from consumers to credit providers which can affect online trust in Indonesia. The organizers must be responsible for the actions they take and comply with the applicable laws and regulations to always guarantee the rights and obligations of online credit application users. Based on the description of the background above, the author raises this thesis with the formulation of the problem to be discussed, namely What forms of legal protection of consumer personal data on online loans, What is the legal consequences of misuse of consumer personal data on online loans, and What legal remedies can be taken by consumers who are harmed for the misuse of consumer personal data on online loans. The purpose of writing in this thesis is divided into 2 (two) namely general objectives and special objectives. The general goals that can be achieved in writing this thesis are to fulfill the final task, apply knowledge, especially the discipline of law, spread knowledge that is useful in the court world and complete the academic requirements in order to obtain a Bachelor of Law degree at the University of Jember. The specific objectives to be achieved in writing this thesis are to understand the forms of legal protection of consumer personal data on online loans, the legal consequences of misuse of consumer personal data on online loans, and the efforts that consumers can take for the misuse of their personal data on online loans.
The literature review explains a description of a theory, against the law, legal action, understanding legal protection, forms of legal protection, understanding consumers, consumer rights and obligations, consumer dispute resolution, understanding personal data, legal basis for personal data protection, understanding information technology-based money loans, agreements in lending money. technology-based, parties to online agreements, online lending companies, as well as relevant juridical grounds are used as a basis for the authors to study more deeply in order to find out legal certainty regarding the protection of consumer rights and obligations related to the misuse of consumer personal data.
xiv
The research method used in writing this thesis is a directed and systematic method as a way to find, develop and test the truth because the value of writing a thesis cannot be separated from the methodology used. The research method used includes 5 (five) aspects, namely (1) the type of research; (2) problem approach; (3) sources of legal materials; (4) analysis of legal materials; and (5) writing systematics.
The result of the discussion in this thesis is that there are 2 (two) forms of legal protection for consumer personal data on online loans, namely the form of internal legal protection issued by the Akulaku and external legal protection issued by the government. The legal consequence for online loan providers for misuse of consumer personal data is in the form of immaterial compensation to consumers, because immaterial is not material, the amount of compensation is based on a negotiated agreement between the two parties or the judge's consideration. Efforts that can be taken by consumers for the misuse of their personal data by way of dispute resolution in court and dispute resolution outside the court (negotiation).
The conclusion of this thesis is based on the description of the discussion that has been stated previously regarding the legal protection of consumer personal data on online loans. Conclusions can be drawn based on 3 (three) problem formulations: First, the form of legal protection of consumer personal data on online loans is divided into 2 (two), namely, internal legal protection from Akulaku which contains terms and conditions that must be obeyed by parties in online agreement. And external legal protection from the government that provides legal protection for consumers' personal data. Second, the legal consequences for online loan providers are in the form of compensation for immaterial nature, the size of which is determined by the results of a negotiation agreement or judge's consideration. Third, legal remedies that can be taken by consumers for the misuse of their personal data are through dispute resolution out of court by means of negotiation or dispute resolution in court. Suggestions from writing this thesis based on the description of the conclusions above are the legal protection regulations issued by Akulaku and the government are expected to be a reference for the emergence of regulations regarding personal data, business actors should set a good example for consumers to comply with applicable
regulations, if it fails securing personal data the disputing parties can make efforts to resolve the dispute in the manner specified in the law.
xv
HALAMAN SAMPUL DEPAN...i
HALAMAN SAMPUL DALAM...ii
HALAMAN MOTTO...iii
HALAMAN PERSEMBAHAN...iv
HALAMAN PRASYARAT GELAR...v
HALAMAN PERSETUJUAN ...vi
HALAMAN PENGESAHAN...vi
HALAMAN PENETAPAN ...viii
HALAMAN PERNYATAAN...ix
HALAMAN UCAPAN TERIMAKASIH...x
HALAMAN RINGKASAN...xii
HALAMAN SUMMARY...xiv
HALAMAN DAFTAR ISI...xvi
BAB 1. PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang Masalah...1
1.2 Rumusan Masalah... 5
1.3 Tujuan Penelitian...5
1.4 Manfaat Penelitian...6
1.4.1 Manfaat Teoritis...6
1.4.2 Manfaat Praktis...6
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA... 7
2.1 Perbuatan Melawan Hukum...7
2.1.1 Pengertian Perbuatan Melawan Hukum...7
2.1.2 Unsur-unsur Perbuatan Hukum...9
2.2 Perlindungan Hukum...11
2.2.1 Pengertian Perlindungan Hukum...11
xvi
2.2.2 Bentuk Perlindungan Hukum...12
2.3 Konsumen...13
2.3.1 Pengertian Konsumen...13
2.3.2 Hak dan Kewajiban Konsumen...15
2.3.3 Penyelesaian Sengketa Konsumen...16
2.4 Data Pribadi...19
2.4.1 Pengertian Data Pribadi...19
2.4.2 Dasar Hukum Perlindungan Data Pribadi...19
2.5 Pinjaman Uang Berbasis Teknologi Informasi...21
2.5.1 Pengertian Pinjaman Uang Berbasis Teknologi Informasi...21
2.5.2 Perjanjian Dalam Layanan Pinjaman Berbasis Teknologi Informasi. . ...21
2.5.3 Pihak-pihak Dalam Perjanjian Pinjaman Online...23
2.5.4 Perusahaan Penyelenggara Pinjaman Online...26
BAB 3. METODE PENELITIAN...34
3.1 Tipe Penelitian...34
3.2 Pendekatan Masalah... 35
3.3 Sumber Bahan Hukum...36
3.3.1 Bahan Hukum Primer...36
3.3.2 Bahan Hukum Sekunder...36
3.4 Metode Pengumpulan Bahan Hukum...37
3.5 Analisa Bahan Hukum...37
BAB 4. PEMBAHASAN... 39
4.1 Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Atas Data Pribadinya pada Pinjaman Online...39
4.1.1 Bentuk Perlindungan Hukum Internal...39
4.1.2 Bentuk Perlindungan Hukum Eksternal...43
4.1.3 Contoh Kasus Pada Pinjaman Online...45
4.2 Akibat Hukum Penyalahgunaan Data Pribadi Konsumen Pada Pinjaman Online... 48
4.3 Upaya Hukum...51
4.3.1 Upaya Hukun Non-Litigasi...53
4.3.2 Upaya Hukum Litigasi...59
xvii
xviii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Teknologi informasi merupakan salah satu bentuk perkembangan zaman.
Pesatnya perkembangan teknologi ditengah masyarakat mampu merubah pola pikir masyarakat secara global, baik dalam hal positif maupun negatif karena teknologi sangat berperan dalam menentukan kesejahteraan masyarakat dan dalam memicu terjadinya perbuatan hukum.1 Seiring dengan berkembangnya teknologi diikuti pula dengan berkembangnya hukum di Indonesia, kemajuan dapat ditinjau dari adanya aturan-aturan baru yang berkaitan dengan peristiwa yang terjadi di masyarakat. Khususnya kebijakan di bidang hukum yaitu mengembangkan peraturan perundang-undangan yang mendukung kegiatan perekonomian dalam mengahadapi era perdagangan bebas tanpa merugikan kepentingan nasional. Kegiatan ekonomi yang dimaksud adalah lembaga pembiayaan konsumen.
Kemajuan teknologi saat ini berfungsi tidak hanya menjadi tempat untuk bertukar informasi tetapi juga memberikan wadah bagi produsen dan konsumen untuk memudahkan menawarkan atau memperoleh barang ataupun jasa. Salah satu bentuk perkembangan teknologi adalah adanya internet yang belakangan ini banyak dimanfaatkan dalam teknologi informasi salah satunya untuk mengembangkan industri keuangan, para pengguna jasa tersebut dapat mengakses layanan informasi dengan sistem Peer to Peer Lending industri finansial teknologi. Industri finansial teknologi adalah suatu layanan jasa keuangan yang berkembang di Indonesia dengan memanfaatkan sebuah teknologi, dengan cara melakukan pembayaran digital seperti utang piutang atau pinjaman secara online.
2
1 Ahmad M Ramli, Menuju Kepastian Hukum di Bidang : Informasi dan Transaksi Elektronik (Jakarta : Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia,2005) h. 2.
2 Abdul Halim Barkatullah dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-commerce: Studi Sistem Keamanan dan Hukum Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005) h. 1 .
1
Berdasarkan Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ( selanjutnya disebut UU ITE), Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum, yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Sistem pinjaman pada aplikasi pinjaman online dilaksanakan dengan menyelenggarakan perjanjian pinjam- meminjam yang mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman melalui internet tanpa perlu bertatap muka secara langsung. Pinjam meminjam menurut Pasal 1754 Burgerlijk Wetboek (selanjutnya disebut BW) adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah uang dengan nominal yang sama dengan jenis dan mutu yang sama pula. Penyelenggaraan perjanjian pada layanan pinjaman online dilakukan dengan cara melengkapi dokumen elektronik , lalu penerima dan pemberi pinjaman dihubungkan yang kemudian membentuk suatu hubungan hukum.
Kehadiran sistem peer to peer lending memberi dampak positif bagi masyarakat Indonesia, salah satunya bagi beberapa penduduk yang tinggal di daerah terpencil dapat melaksanakan kegiatan pinjam-meminjam uang dengan mudah. Pelaksanaan pemberian kredit pada pinjaman online ini dinilai lebih cepat dan dapat diberikan tanpa agunan, lain halnya dengan bank yang secara yuridis menyatakan bahwa Kredit Tanpa Agunan (KTA) tidak mungkin terjadi, dan walaupun bank memberikan kredit tanpa agunan khusus , hal itu bukan berarti bahwa pemberian kredit tersebut tanpa disertai agunan sama sekali. 3
Seperti halnya yang terjadi pada perusahaan Fintech yang sedang populer di masyarakat yaitu perusahaan Akulaku Inc., yang mengembangkan aplikasi bernama Akulaku yang menawarkan pinjaman online, dimana pada situs layanannya menyediakan pinjaman lebih mudah tanpa harus memakai kartu kredit
3 Djoni S. Gozali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Cetakan Kedua, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2012) h. 286.
3
dan bebas jaminan. Langkah pertama dalam mengajukan pinjaman, setiap pemohon pinjaman harus menginstall aplikasi Akulaku di Google Play Store ataupun App Store, setelah itu mengikuti petunjuk sistem untuk mendaftarkan nomor handphone dan mengisi kelengkapan data diri seperti nama, kartu tanda penduduk, slip gaji 3 bulan terakhir bagi pegawai dan bagi pengusaha wajib melampirkan Nomor Wajib Pajak (NPWP) atau daftar rekening koran. 4 Kemudian jika dokumen pribadi tersebut sudah sesuai dan pemohon sudah menentukan barang yang akan dicicil di marketplace yang bekerja sama dengan Akulaku, maka pihak Akulaku akan mengkonfirmasi pengajuan pinjaman sesuai dengan permintaan pemohon yang terlebih dahulu telah dianalisis dan diberikan bunga pinjaman.
Akulaku menerapkan kebijakan jatuh tempo pada tanggal 7 setiap bulannya dan apabila pemohon pinjaman tidak tepat waktu membayar tagihan, maka ada denda yang akan di kenakan yaitu 10% dari total tagihan.5 Perpanjangan masa pinjaman untuk pembayaran dapat diajukan melalui aplikasi akulaku dengan ketentuan tertentu, jika peminjam tidak dapat membayar tagihan tepat waktu maka pihak perusahaan Akulaku.Inc akan mengutus para deb collector untuk mendatangi dan menagih pinjaman. Peristiwa di atas secara tidak langsung telah menimbulkan peristiwa hukum antara peminjam dan pihak perusahaan penyedia pinjaman sesuai dengan asas konsesualisme. Setiap perjanjian pasti timbul hak dan kewajiban bagi pihak pemberi pinjaman (debitur) dan pihak penerima pinjaman (kreditur). Kreditur sendiri mempunyai hak untuk mendapatkan
4
Ulia Kumalasari, 2020, “Cara Daftar Akulaku”, URL: https://rumus.co.id/cara- daftar-akulaku/ , diakses pada tanggal 2 Oktober 2020 pukul 22.12 WIB.
5Daniel Cahyadi, 2019, “Ini yang Akan Terjadi Jika Tidak Membayar Tagihan Akulaku Tepat Waktu!”, URL: https://jalantikus.com/news/25847/ini-akan-terjadi-jika- tidak-membayar-tagihan-akulaku-tepat-waktu/, diakses tanggal 3 Oktober 2020 pukul 11.30 WIB.
perlindungan dan keamanan atas kerahasiaan data pribadinya yang telah dicantumkan pada awal perjanjian dan kewajiban debitur adalah menjaga kerahasiaan data pribadi kreditur yang telah dicantumkan.
Pelanggaran pada konsumen pengguna aplikasi Akulaku banyak terjadi di lapangan, dimana konsumen merasa resah akibat pihak akulaku menyebarluaskan data pribadi mereka tanpa pemberitahuan dan izin pemilik. Pihak Akulaku mengirimkan sms berupa jumlah utang yang dipinjam, dan peringatan tagihan yang jatuh tempo pada seluruh kontak konsumen. Tak hanya itu Pihak Akulaku juga melakukan teror pada kontak-kontak tersebut dengan menelfonnya berkali- kali dan bahkan dengan perkataan mengancam. Tindakan penyalahgunaan data konsumen merupakan perbuatan melawan hukum sesuai dengan Burgerlijk Wetboek dan merupakan tindakan kriminal yang melanggar hukum pidana.
Pengumpulan dan penyebarluasan data pribadi merupakan bentuk sebuah pelanggaran terhadap privasi. Karena Data pribadi merupakan suatu aset atau komoditas bernilai ekonomi tinggi.6 Sistem peminjaman online tidak luput dari penyantuman data pribadi para konsumennya. Mengenai hal itu, perlindungan data pribadi telah diatur dalam layanan pinjaman online melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/PJOK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Perlindungan data pribadi terdapat pada Pasal 26 huruf a PJOK yang menyatakan bahwa penyelenggara wajib “menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya sejak data tersebut diperoleh hingga data tersebut dimusnahkan”. Hal ini berarti pihak pemberi pinjaman memiliki kewajiban untuk merahasiakan data pribadi konsumenya dimulai dari awal proses perjanjian pinjam-meminjam terjadi hingga berakhirnya masa perjanjian tersebut.
Kewajiban tersebut harus dilaksanakan guna terwujudnya perlindungan data pribadi peminjam. Pelanggaran pada contoh kasus diatas membuat timbulnya rasa tidak nyaman masyarakat yang menyambut positif adanya inovasi di bidang ekonomi karena adanya celah kebocoran data pribadi mereka.
6Arsyad Sanusi, Teknologi Informasi & Hukum E-commerce (Jakarta:Dian Ariesta, 2004) h. 9.
5
Berdasakan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk mengkaji dan meneliti permasalahan tersebut dalam sudut pandang hukum keperdataan, oleh karenanya, penulis mengangkat judul skripsi yaitu
“PERLINDUNGAN HUKUM DATA PRIBADI KONSUMEN PADA PINJAMAN ONLINE”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa bentuk perlindungan hukum data pribadi konsumen pada pinjaman online?
2. Apa akibat hukum penyalahgunaan data pribadi konsumen pada pinjaman online?
3. Apa upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen yang dirugikan atas penyalahgunaan data pribadi pada pinjaman online?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu:
1. Untuk menemukan bagaimana bentuk perlindungan hukum data pribadi konsumen dalam pinjaman online
2. Untuk menemukan akibat hukum tentang penyalahgunaan data pribadi konsumen pada pinjaman online.
3. Untuk menemukan upaya hukum yang dapat ditempuh konsumen yang dirugikan atas penyalahgunaan data pribadi pada pinjaman online.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dan pengetahuan bagi perkembangan di bidang hukum Perdata terkait Perlindungan Hukum Data Pribadi
b. Memperbanyak literatur dalam kepustakaan khususnya mengenai Perlindungan Hukum Data Pribadi
1.4.2 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yang berguna bagi masyarakat luas pada umumnya dan pembaca khususnya mengenai Perlindungan Hukum Data Pribadi dan permasalahan yang diteliti serta memberikan suatu gambaran informasi terhadap penelitian yang sejenis.
BAB 2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perbuatan Melawan Hukum
2.1.1 Pengertian Perbuatan Melawan Hukum
Perbuatan melawan hukum dalam bahasa Belanda disebut dengan onrechmatige daad dan dalam bahasa inggris disebut dengan tort. Kata tort artinya salah (wrong), akan tetapi dalam dalam bidang hukum, kata tort itu sendiri berkembang sedemikian rupa sehingga berarti kesalahan perdata yang bukan berasal dari wanprestasi dalam suatu perjanjian kontrak. Perbuatan melawan hukum awalnya di ambil oleh Perancis pada dasar-dasar dari hukum Romawi, setelah itu terjadilah proses generalisasi oleh Hukum Perancis, yakni dengan berkembangnya suatu prinsip perbuatan melawan hukum yang sederhana, akan tetapi dapat menjangkau semua, berupa perbuatan melawan hukum yang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain, yang menyebabkan orang yang terkena salahnya yang menimbulkan kerugian tersebut maka harus mengganti kerugian. Akhirnya rumusan tersebut diterapkan juga di Belanda yang kemudian oleh Belanda dibawa ke Indonesia yang sekarang dapat ditemukan di pasal 1365 KUHPerdata Indonesia.
Perkembangan sejarah tentang perbuatan melawan hukum di negeri Belanda dapat dibagi menjadi 3 (tiga) periode, salah satunya adalah periode antara tahun 1838-1919 dimana pengertian tentang perbuatan melawan hukum diperluas, sehingga mencakup pelanggaran terhadap hak subjektif orang lain.
Artinya, perbuatan melawan hukum adalah berbuat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku atau bertentangan dengan hak subjektif orang lain. Berdasarkan putusan Hoge Raad 1919 melangar hukum diartikan sebagai berikut:7
7Salim H.S., Pengantar Hukum Perdata Tertulis, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006) h. 170.
7
a. Melanggar hak orang lain, seperti hak pribadi (integritas tubuh, kebebasan kehormatan, dan lain-lain);
b. Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku;
c. Bertentangan dengan kesusilaan, yaitu perbuatan yang dilakukan seseorang bertentangan dengan sopan santun yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat;
d. Bertentangan dengan kecermatan yang harus diindahkan dalam masyarakat.
Perbuatan melawan hukum mulai diakui sebagai suatu bidang hukum tersendiri hingga hukum Anglo Saxon membaginya menjadi tiga bagian yaitu:
a. Perbuatan dengan unsur kesengajaan (dengan unsur kesalahan) b. Perbuatan kelalaian (dengan unsur kesalahan)
c. Perbuatan tanpa kesalahan (tanggung jawab mutlak)8
Mutlak Pasal 1365 KUHHPerdata, maka yang dimaksud dengan perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.
Ilmu hukum mengenal 3 (tiga) kategori dari perbuatan melawan hukum, yaitu:9 a. Perbuatan melawan hukum karena kesengajaan;
b. Perbuatan melawan hukum tanpa kesalahan (tanpa unsur kesengajaan maupun kelalaian);
c. Perbuatan melawan hukum karena kelalaian.
Dengan demikian tiap perbuatan melanggar, baik yang disengaja atau tidak sengaja yang sifatnya melanggar yang berarti unsur kesengajaan dan kelalaian di sini telah terpenuhi. Kemudian yang dimaksud dengan hukum dalam Pasal diatas adalah segala ketentuan dan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis dan segala sesuatu yang dianggap sebagai hukum, maka dari itu jelas bahwa yang dilanggar itu adalah hukum dan yang dipandang atau dianggap sebagai hukum, seperti peraturan perundang- undangan, adat atau norma-norma kebiasaan yang mengikat, keputusan hakim dan lain sebagainya. Selanjutnya agar pelanggaran hukum ini dapat dikatakan
8 Munir Fuady, Perbandingan Hukum Perdata, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005) h. 80.
9 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002) h.
3.
9
telah melalukan perbuatan melawan hukum, akibat dari pelanggaran hukum itu harus membawa kerugian bagi pihak lain, akan tetapi adakalanya pelanggaran hukum itu tidak harus membawa kerugian pada pihak lain.
2.1.2 Unsur-unsur Perbuatan Hukum
Unsur-unsur yang harus dipenuhi agar seseorang dapat dikataan telah melakukan perbuatan melawan hukum ialah:
1. Perbuatan itu harus melawan hukum (onrechtmatig).
2. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian.
3. Perbuatan itu harus dilakukan dengan keselahan (kelalaian).
4. Antara perbuatan dan kerugian yang timbul harus ada hubungan kausal.10 Abdulkadir Muhammad menyebutkan bahwa unsur-unsur perbuatan melawan hukum yaitu:
1. Perbuatan itu harus melawan hukum
Unsur yang pertama ini telah dikemukakan di atas di syarat-syarat perbuatan hukum. Dalam unsur pertama ini sebenarnya terdapat dua pengertian, yaitu
“perbuatan” dan “melawan hukum” namun keduanya saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya yang dapat dibuktikan dengan dua cara yaitu dengan cara penafsiran bahasa, melawan hukum menerangkan sifatnya dari perbuatan itu dengan kata lain “melawan hukum” merupakan kata sifat, sedangkan “perbuatan” yang sifatnya “melawan hukum”, maka terciptalah kalimat yang menyatakan “perbuatan melawan hukum”. Pengertian perbuatan melawan hukum dalam arti sempit, hanya meliputi hak orang lain, dan kewajiban si pembuat yang bertentangan atau hanya melanggar hukum/undang-undang saja sedangkan dalam arti luas, telah meliputi kesusilaan dan kepatutan yang berlaku dalam lalu lintas masyarakat terhadap diri dan barang-barang orang lain.
2. Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian
10 Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia (Jakarta:
Sinar Grafika, 2006) h. 24.
Kerugian yang dimaksud di dalam unsur kedua ini, undang-undang tidak hanya menjelaskan tentang ukurannya dan yang termasuk kerugian itu, tetapi undang-undang hanya menyebutkan sifat dan kerugian tersebut yaitu materiil dan imateriil. Materiil adalah bersifat kebendaan (zakelijk) , contohnya kerugian karena rusaknya rumah, hilangnya keuntungan, sedangkan immaterial adalah bersifat tidak kebendaan, contohnya hilangnya kepercayaan, dirugikan nama baik seseorang, atau harga diri.
3. Perbuatan itu hanya dilakukan dengan kesalahan.
Menurut hukum perdata, seseorang itu dikatakan bersalah jika terhadapnya dapat disesalkan bahwa ia telah melakukan//tidak melakukan suatu perbuatan yang seharusnya dihindarkan. Perbuatan yang seharusnya dilakukan/tidak dilakukan itu tidak terlepas dari pada dapat atau tidaknya hal-hal itu dikira- kira. Dapat dikira-kira itu harus diukur secara objektif, artinya manusia normal dapat mengira-ngirakan dalam keadaan tertentu perbuatan seharusnya dilakukan/tidak dilakukan.11
Berdasarkan pendapat diatas berarti perbuatan melawan hukum itu adalah perbuatan yang sengaja atau lalai melakukan suatu perbuatan yang dapat diperhitungkan oleh pikiran manusia sebagai tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukannya perbuatan itu. Seseorang dapat dikatakan bersalah, jika seseorang melakukan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang.
Sedangkan jika seseorang tidak melakukan suatu perbuatan, sementara perbuatan tersebut adalah sebuah perintah maka hal itu dapat dikatakan orang tersebut bersalah.
4. Antara perbuatan dan kerugian ada hubungan kausal
Pasal 1365 KUHPerdata, hubungan kausal dapat dilihat pada kalimat perbuatan yang karena kesalahannya menimbulkan kerugian, sehingga kerugian itu timbul disebabkan oleh adanya suatu perbuatan, atau kerugian itu timbul disebabkan adanya perbuatan, atau kerugian itu merupakan akibat dari perbuatan. Jika antara kerugian dan perbuatan terdapat hubungan kausalitas (sebab akibat), maka sudah pasti dapat dikatakan bahwa kerugian merupakan akibat dari suatu perbuatan.
R. Suryatin mengemumakan pendapat yang berbeda, beliau mengatakan:
11 Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, h. 147.
11
Pasal 1365 memuat beberapa unsur yang harus dipenuhinya, agar supaya dapat menentukan adanya suatu perbuatan melanggar hukum. Unsur pertama adalah perbuatan itu harus melanggar undang-undangan. Perbuatan itu menimbulkan kerugian (unsur kedua), sehingga antara perbuatan dan akibat harus ada sebab musabab. Unsur ketiga ialah harus ada kesalahan di pihak yang berbuat.12
Menurut pernyataan di atas unsur dari perbuatan melawan hukum itu adalah sebagai berikut:
1. Perbuatan itu harus melanggar undang-undang
2. Perbuatan itu mengakibatkan kerugian, sehingga antara perbuatan dan akibat harus ada sebab musabab.
3. Harus ada kesalahan di pihak yang berbuat.13
Terdapat perbedaan unsur-unsur yang dikemukakan para Ahli hukum diatas, dimana Abdulkadir Muhammad mengemukakan perbuatan lebih luas, yaitu terhadap hukum yang termasuk didalamnnya Undang-undang, sedangkan R.
Suryatin hanya mengemukakan hubungan kausal yang digabungkan dengan unsur perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian.
2.2 Perlindungan Hukum
2.2.1 Pengertian Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar setiap individu dapat menikmati hak-hak yang diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalahh sebuah upaya hukum yang harus diberikan aparat penegak hukum sebagai untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.14
Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan
12 R Suryatin, Hukum Perikatan (Jakarta: Pradnya Paramita, 2001) h. 83.
13 Ibid, h. 38.
14 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, Citra Aditya Bakti, 2000) h. 54.
ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia.15 Perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan adanya hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya.
Sebagai subyek hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan suatu tindakan hukum.16 Hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan tidak terpenuhinya hak-hak tersebut. Menurut M. Isnaeni teori perlindungan hukum itu ditinjau dari sumbernya dibedakan menjadi dua (2) macam yakni perlindungan hukum
“eksternal” dan perlindungan hukum “internal”.17
2.2.2 Bentuk Perlindungan Hukum a. Perlindungan Hukum Internal
Perlindungan hukum pada dasarnya dikemas sendiri oleh para pihak pada saat membuat perjanjian, dimana pada saat mencantumkan klausula-klausula kontrak, kedua belah pihak menginginkan agar masing-maisng kepentingannya terpenuhi atas dasar kata sepakat. Resiko diusahakan dapat di antisipasi lewat pemberkasan, lewat klausula-klausula yang dikemas atas dasar sepakat pula, sehingga dengan klausula itu para pihak akan memperoleh perlindungan hukum berimbang atas kesepakatan kedua belah pihak. Perlindungan hukum internal seperti itu baru dapat diwujudkan oleh para pihak, jika kedudukan hukum kedua belah pihak relatif sederajat dalam arti para pihak mempunyai bargaining power yang relatif berimbang, sehingga atas dasar asas kebebasan berkontrak masing- masing pihak dalam perjanjian tersebut memiliki hak untuk menyatakan kehendak sesuai kepentingannya. “Pola ini dijadikan landasan pada waktu para pihak merangkai klausula-klausula perjanjian yang sedang digarapnya, sehingga
15 Setiono. Rule of Law (Supremasi Hukum), (Surakarta: Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, 2004) h. 3.
16 CST Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2018) h. 102.
17 Moch. Isnaeni, Pengantar Hukum Jaminan Kebendaan, (Surabaya: Revka Petra Media, 2016) h. 159-160.
13
perlindungan hukum dari masing-masing pihak dapat terwujud secara lugas atas inisiatif mereka.”18
b. Perlindungan Hukum Eksternal
Perlindungan hukum eksternal yang dibuat oleh penguasa lewat regulasi bagi kepentingan pihak yang lemah, “sesuai hakekat aturan perundangan yang tidak boleh berat sebelah dan bersifat memihak, secara proporsional juga wajib diberikan perlindungan hukum yang seimbang sedini mungkin kepada pihak lainnya.”19 Ada kemungkinan terjadi dimana pada awal dibuatnya suatu perjanjian, terdapat pihak yang relatif lebih kuat dari pihak lainnya, tetapi dalam pelaksanaan perjanjian pihak yang semula kuat itu, justru bisa menjadi pihak yang dirugikan, yakni misalnya saat debitor wanprestasi, maka kreditor selayaknya perlu perlindungan hukum juga.
2.3 Konsumen
2.3.1 Pengertian Konsumen
Konsumen dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti yaitu pemakai barang hasil produksi, pemakai jasa, penerima pesan iklan.
Menurut Janus Sidabalok, “Konsumen adalah semua orang yang membutuhkan barang dan jasa untuk mempertahankan hidupnya sendiri, keluarganya ataupun untuk memilihara atau merawat harta bendanya”.20 Sedangkan menurut Dr.
Munir Fuady, “Konsumen adalah pengguna akhir dari suatu produk, yaitu setiap pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan (diperjual-belikan).21 Dari pendapat-pendapat sarjana diatas maka pengertian konsumen adalah setiap individu yang mendapatkan barang atau jasa yang digunakan untuk tujuan tertentu, atau setiap
18 Ibid, h. 160.
19 Ibid, h. 163.
20 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Cetakan ke-1 (Bandung: Citra Aditya, 2006) h.17.
21 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis-Menata Bisnis Modern di Era Global (Bandung: Citra Aditya, 2008) h.227.
individu yang mendapatkan barang atau jasa dengan tujuan untuk membuat barang atau jasa lain untuk diperdagangkan kembali, atau setiap individu pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik untuk kepentingan pribadi, keluarga,, orang lain ataupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut UUPK) mengatur tentang pengertian konsumen, terdapat dalam ketentuan Pasal 1 butir 2 yang menyatakan bahwa, “konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Terdapat beberapa unsur definsi konsumen yang dapat diambil dari pengertian diatas, yaitu: 22
a. Setiap Orang
Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang dan/atau jasa. Konsumen juga harus mencakup badan usaha dengan makna luas daripada hukum agar tidak timbull keraguan.
b. Pemakai
Istilah pemakai digunakan untuk menunjukkan suatu barang dan/atau jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari transaksi jual beli.
c. Barang dan/atau jasa
UUPK mengartikan barang sebagai setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.
d. Yang tersedia dalam Masyarakat
Barang dan/atau jasa yang ditawarkan kepada masyarakat sudah harus tersedia di pasaran (ketentuan Pasal 9 Ayat (1) huruf e UUPK). Syarat yang dituntut masyarakat konsumen tidak mutlak karena perdangan yang makin kompleks.
e. Bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup lain Transaksi konsumen tidak hanya ditunjukan untuk kepentinan sendiri akan tetapi
22 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: Sinar Grafik, 2008) h.27.
15
juga barang dan/atau jasa atau bahkan untuk makhluk hidup lain, contohnya hewan dan tumbuhan.
f. Barang dan/atau jasa itu tidak untuk diperdagangkan
Pengertian konsumen dalam UUPK dipertegas, yakni hanya konsumen akhir.
Batasan tersebut sudahh bisa dipakai dalam peraturan perlindungan konsumen di berbagai Negara.
2.3.1 Hak dan Kewajiban Konsumen
Hak adalah sesuatu yang harus dipenuhi atau didapatkan oleh setiap orang sejak sebelum lahir. Kewajiban adalah sesuatu yang harus dikerjakan atau dilaksanakan olehh setiap orang. Hak tidak dapat dipisahkan dari kewajiban, kedua hal tersebut harus berimbang. Adanya pengaturan tentang hak dan kewajiban konsumen diharapkan mempermudah para konsumen untuk dilindungi hak-hak dan kewajiban dan/atau untuk mendapatkan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen yang patut.
1. Hak Konsumen menurut Pasal 4 UUPK:
a. Hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengomsumsi barang dan/atau jasa.
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c. Hak untuk informasi benar, jelas dan jujjur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa.
e. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan atau dibayar secara benar dan jujur serta tidak diskriminasi.
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi dan//atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya..
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2. Kewajiban konsumen menurut Pasal 5 UUPK:
a. Membaca atau mengikuti petunjjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang sudah disepakati.
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut
2.3.2 Penyelesaian Sengketa Konsumen
Pengertian sengketa konsumen terdapat dalam Pasal 1 Angka (8) Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor:
350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen yang menentukan bahwa :
Sengketa konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan/atau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang dan/atau memanfaatkan jasa.
Berdasarkan pengertian diatas, dijelaskan bahwa pelaku usaha dan konsumen merupakan pihak-pihak yang pasti ada dalam sengketa konsumen. Sedangkan menurut A.Z Nasution berpendapat sengketa konsumen adalah sengketa anatara konsumen dengan pelaku usaha (baik dalam hukum publik maupun hukum privat) tentang produk barang tertentu yang dikomsumsi oleh konsumen dan/atau jasa yang ditawarkan pelaku usaha.23
UUPK membagi proses penyelesaian sengketa menjadi 2 (dua) bagian, yaitu;
penyelesaian sengketa diluar pengadilan (non litigasi) dan penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan (litigasi). Penyelesaian sengketa di luar pengadilan terdiri dari :
23 A.Z Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Daya Widya, 2000) h. 48.
17
1. Penyelesaian secara damai yang dilakukan para pihak itu sendiri, dimana penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan konsumen) tersebut tanpa melalui proses di pengadilan atau BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen), dan tidak bertentangan dengan UUPK.
2. Penyelesaian sengketa juga dapat melalui lembaga yang berwenang mengadili, yaitu melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen).
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau yang biasa disebut BPSK adalah suatu lembaga yang berwenang menyelesaikan perselisihan di luar pengadilan yang memutuskan pelaksanaan atau penetapan eksekusinya dan harus meminta keputusan dari pengadilan. Keanggotaan BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) terdiri atas unsur pemerintah, unsur pelaku usaha dengan syarat bahwa setiap unsur diwakili oleh sedikit-dikitnya tiga orang, dan sebanyak-banyaknya lima orang.
Penyelesainnya dapat menggunakan enam cara, yaitu, konsilasi, mediasi dan arbitase.
a. Konsultasi adalah suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak tertentu (klien) dengan pihak lain yang merupakan seorang konsultan, dimana konsultan memberikan pendapatnya kepada klien sesuai dengan keperluan dan kebutuhan kliennya.
b. Negoisasi adalah suatu upaya penyelesaian sengketa diantara para pihak tanpa melalui proses pengadilan melalui diskusi (musyawarah) dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif.
c. Konsiliasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa diantara para pihak dengan melibatkan pihak ketiga yang netral dan tidak berpihak pada pelaku usaha ataupun konsumen.24
24 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008) h. 95.
d. Mediasi adalah proses negoisasi penyelesaian sengketa atau pemecahan masalah dimana pihak-pihak ketiga yang tidak memihak (importial) bekerjasama dengan para pihak yang bersengketa membantu 25
e. Penilaian ahli adalah proses penyelesaian sengketa melalui pendapat ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis dan sesuai dengan bidang keahliannya.
f. Artbitase adalah salah satu bentuk adjudikasi privat. Pengertian arbitase terdapat dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yaitu salah satu cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan, yang didasarkan pada perjanjian arbitase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang mengalami sengketa.
Penyelesaian sengketa konsumen dapat pula melalui proses litigasi atau pengadilan. Dalam Pasal 54 ayat (3) UUPK menyatakan bahwa putusan yang di jatuhkan oleh lembaga BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) bersifat mengikat dan final. Jika para pihak yang bersengketa tidak setuju atas putusan tersebut dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri untuk diputus. Meskipun dikatakan di dalam UUPK bahwa hanya memberikan hak kepada pihak yang tidak merasa puas atas putusan tersebut untuk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, namun dengan mengingat akan relativitas dari
“tidak merasa puas”, maka peluang mengajukan kasasi sebenarnya terbuka bagi setiap pihak dalam berperkara.
2.4 Data Pribadi
2.4.1 Pengertian Data Pribadi
Setiap negara tentu memerlukan teknologi dan informasi dalam mengikuti perkembangan zaman serta untuk menunjang berkembangnya sektor-sektor tertentu di negaranya , salah satunya Indonesia. Sebuah data pada saat ini merupakan aset yang berharga untuk bisnis maupun organisasi yang terus menerus mengumpulkan, mengolah, menyimpan bahkan menjual data sebagai komoditas, terutama yang berkaitan dengan konsumen. Data adalah informasi
25 Ibid, h. 109.
19
yang merupakan bagian tertentu dari catatan-catatan kesehatan, kerja sosial, pendidikan atau yang disimpan sebagai bagian dari suatu sistem penyimpanan yang relevan.26
Menurut Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam sistem Elektronik Pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa data pribadi adalah data perserorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenarannya serta dilindungi kerahasiannya.
Secara umum data pribadi terdiri atas fakta-fakta yang berkaitan dengan individu yang merupakan informasi yang bersiffat pribadi sehingga orang yang bersangkutan ingin menyimpan untuk dirinya sendiri dan/atau membatasi orang lain untuk menyebarkan dan menyalahgunakannya. Secara khusus, data pribadi menggambarkan suatu informasi perorangan yang memiliki karakteristik berbeda-berbeda setiap individu. Suatu data dapat dikatakan data pribadi apabila data tersebut memuat tentang seseorang, sehingga dapat digunakan untuk mengidentiffikasi seseorang pemilik data. Misalnya, nomor telefon dalam secarik kertas dapat disebut juga sebuah data, namun apabila nomor tersebut terdapat sebuah nama pemilik nomor telfonnya maka disebut data pribadi.
2.4.2 Dasar Hukum Perlindungan Data Pribadi
Pengaturan data pribadi di Indonesia belum diatur secara khusus dalam undang-undang. Akan tetapi terdapat ketentuan perundang-undangan lain yang berlaku di Indonesia yang dapat digunakan untuk mempertahankan data pribadi kita. Pasca amandemen konstitusi UUD 1945, hak atas privasi termasuk didalamnya data pribadi diakui sebagai salah satu hak konstitusional warga negara.27 Ketentuan mengenai jaminan perlindungan data pribadi dimuat di dalam Pasal 28G Ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
26 Purwanto, Penelitian Tentang Perlindungan Hukum Data Digital (Jakarta: Badan Pembinaan Nasional, 2007) h.13.
27 Djafar, W. 2019. Hukum Perlindungan Data Pribadi di Indonesia: Lanskap, Urgensi dan Kebutuhan Pembaruan. In Seminar Hukum dalam Era Analisis Big Data, Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum UGM (Vol. 26).
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”.
Peraturan perundang-undangan yang memuat poin-poin yang berhubungan data pribadi, perlindungan, pengumpulan, pemrosesan, penggunaan, pembukaan data pribadi dapat dikategorikan menjjadi beberapa sektor, yaitu; telemonuikasi dan informatika, kependudukan dan kearsipan, keuangan perbankan dan perpajakan, perdagangan dan perindustrian, layanan kesehatan, keamanan dan penegakan hukum. Adapun peraturan perundang-undangan yang memuat data pribadi antara lain:
1. UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (sebagaimana telah dirubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998).
2. UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan.
3. UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (sebagaimana telah dirubah menjadi UU No. 24 Tahun 2013).
4. UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (sebagaimana telah dirubah menjadi UU. 19 Tahun 2016).
5. UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
6. UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kerarsipan.
7. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Sistem Elektrronik.
2.5 Pinjaman Uang Berbasis Teknologi Informasi
2.5.1 Pengertian Pinjaman Uang Berbasis Teknologi Informasi
Definisi pinjam-meminjam menurut Pasal 1754 BW adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah uang yang sama dengan jenis dan mutu yang sama pula.
Perjanjian pinjam meminjam uang online atau dikenal juga dengan istilah Peer to Peer Lending (P2P Lending) pada dasarnya sama seperti perjanjian pinjam meminjam uang konvensional, hanya saja yang
21
membedakan adalah para pihak tidak bertemu langsung, para pihak tidak perlu saling mengenal karena terdapat penyelenggara pinjaman yang akan mempertemukan para pihak dan pelaksanan perjanjian dilakukan secara online .28 Terdapat perbedaan proses pengajuan pinjaman antara bank konvensional dan aplikasi penyedia layanan pinjaman online. Untuk bank sendiri prosesnya memakan waktu sekitar 7-14 kerja sedangkan aplikasi pinjaman online hanya 2 jam – 3 hari.
2.5.2 Perjanjian Dalam Layanan Pinjaman Berbasis Teknologi Informasi Secara umum, perjanjian dapat terjadi melalui tindakan langsung ataupun tidak langsung dari kedua belah pihak yang masing-masing berperan baik bertindak untuk dan atas nama dirinya sendiri atau sebagai bertindak untuk dan atas nama sebuah perusahaan yang diwakilinya. Dimana pihak pertama melakukan penawaran (offeror) diterima oleh penerima (offeree) dengan kondisi-kondisi hukum yang jelas serta bertujuan menciptakan suatu hubungan hukum (rechtsbetrekking) kondisi-kondisi yang dimaksud adalah adanya kesepakatan, kecakapan, objek tertentu dan sebab yang halal.29
Seiring berkembangnya teknologi di masa ini, membuat banyak inovasi baru muncul dan membuka peluang usaha salah satunya perusahaan fintech yang melahirkan perjanjian-perjanjian secara online berbasis teknologi informasi dalam sektor layanan keuangan. Perjanjian online adalah perjanjian yang sebagian lahir atau seluruhnya lahir dengan bantuan dan fasilitasi di atas jaringan komputer yang saling terhubung. Dimana perjanjian tersebut termuat dalam dokumen elektronik dan media elektronik lainnya.
Perjanjian layanan pinjam-meminjam uang secara online diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBT). Diatur
28Ernama, Budiharto, Hendro, “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial Technology (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016)”, Diponegoro Law Journal, Vol. 6, No. 3, 2017, h. 6..
29 Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2006) h. 5.
bahwa dalam Pasal 18 Peraturan Otiritas Jasa Keuangan, Perjanjian pelaksanaan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi meliputi:
a. Perjanjian antara penyelenggara dengan pemberi pinjaman; dan b. Perjanjian antara pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman.
Bahwa selanjutnya dalam Pasal 19 ayat 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016, dijelaskan bahwa Perjanjian penyelenggaraan layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi antara penyelenggara dengan pemberi pinjaman dituangkan dalam dokumen elektronik. Dokumen elektronik dalam Pasal 1 angka 5 UU Nomor 11 Tahun 2008 (yang telah dirubah UU Nomor 19 Tahun 2016), didefinisikan sebagai setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud wajib paling sedikit memuat:
a. nomor perjanjian;
b. tanggal perjanjian;
c. identitas para pihak;
d. ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak;
e. jumlah pinjaman;
f. suku bunga pinjaman;
g. besarnya komisi;
h. jangka waktu;
i. rincian biaya terkait;
j. ketentuan mengenai denda (jika ada);
k. mekanisme penyelesaian sengketa; dan
23
l. mekanisme penyelesaian dalam hal penyelenggara tidak dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya.
Penyelenggara layanan pinjaman online wajib menyediakan akses informasi kepada penerima pinjaman atas posisi pinjaman yang diterima.
Berdasarkan yang tertera pada Pasal 24 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/PJOK.01.2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, bahwa Penyelenggara wajib menggunakan escrow account dan virtual account dalam rangka Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Penyelenggara wajib menyediakan virtual account bagi setiap Pemberi Pinjaman. Dalam rangka pelunasan pinjaman, Penerima Pinjaman melakukan pembayaran melalui escrow account Penyelenggara untuk diteruskan ke virtual account Pemberi Pinjaman. Informasi penggunaan dana paling sedikit memuat:
a. jumlah dana yang dipinjamkan kepada Penerima Pinjaman;
b. tujuan pemanfaatan dana yang dipinjamkan oleh Penerima Pinjaman;
c. besaran bunga pinjaman; dan d. jangka waktu pinjaman.
2.5.1 Pihak-pihak Dalam Perjanjian Pinjaman Online 1. Penyelenggara
Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi sebagaimana dijelaskan pada Pasal 1 Angka 6 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Penyelenggara dinyatakan sebagai Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang berbentuk badan hukum ataupun koperasi.
Penyelenggara layanan pinjaman berbasis teknologi wajib mengajukan permohonan pendaftaraan dan perizinan ke Otoritas Jasa Keuangan dan tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Penerima Pinjaman
Pengertian penerima pinjaman dijelaskan pada Pasal 1 angka 7 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 adalah orang dan/atau badan hukum yang mempunyai utang karena perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Ketentuan penerimaan pinjaman menurut Pasal 15 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/pe.01/2016 Penerima pinjaman berupa perseorangan berwarga negara Indonesia dan atau suatu badan hukum yang harus berasal dan berdomisili di Indonesia. Ketika proses pinjam meminjam terjadi penyelenggara layanan pinjam meminjam mempertemukan atau menghubungkan penerima pinjaman dan pemberi pinjaman.
3. Pemberi Pinjaman
Penerima Pinjaman menurut Pasal 1 angka 8 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 adalah orang, badan hukum, dan/atau badan usaha yang mempunyai piutang karena perjanjian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Penerima pinjaman adalah pihak yang memberikan pinjaman atau pendanaan kepada penerima pinjaman yang kemudian dipertemukan oleh penyelenggara layanan. Ketentuan pemberi pinjaman diatur dalam Pasal 16 PJOK Nomor 77/.01/2016 adalah dapat berasal dari dalam dan/atau luar negeri. Pemberi pinjaman sebagaimana dimaksud adalah orang perseorangan warga negara Indonesia, orang perseorangan negara asing, badan hukum Indonesia/asing, badan usaha Indononesia atau asing dan atau lembaga internasional.
4. Hubungan Hukum Penyelenggara dan Penerima Pinjaman
Hubungan hukum yang terjadi antara penyelenggara dengan penerima pinjaman yakni atas dasar perjanjian pengguna layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi. Perjanjian tersebut lahir ketika penerima pinjaman telah melakukan penerimaan terkait dengan segala ketentuan penggunaan yang ditetapkan oleh penyelenggara dan kemudian mengajukan permohonan peminjaman berdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan pula oleh penyelenggara30. Penyelenggara telah menetapkan suatu ketentuan
30 Ernama, Budiharto, Hendro, Op.Cit., h. 10
25
penggunaan dan kebijakan privasi yang disetujui oleh pihak penerima pinjaman