• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMBAGA LELANG BERSIFAT PASIF

PMK.06/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang sekarang diganti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/

PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Peraturan tersebut memuat:

1. Prinsip dan Jenis Lelang

a. Setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/atau dihadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh Undang- Undang atau Peraturan Pemerintah206.

b. Lelang dilaksanakan walaupun hanya diikuti oleh 1 (satu) orang Peserta Lelang207. Setiap pelaksanaan dibuatkan Risalah Lelang208. Dalam hal tidak ada Peserta Lelang, lelang tetap dilaksanakan dan dibuatkan Risalah Lelang209. Kemudian Lelang yang telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak dapat dibatalkan210.

c. Jenis Lelang, terdiri dari211:

1) Lelang Eksekusi212, terdiri dari213: a) Lelang Eksekusi PUPN;

b) Lelang Eksekusi pengadilan;

c) Lelang Eksekusi pajak;

d) Lelang Eksekusi harta pailit;

206 Lihat Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

207 Lihat Pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

208 Lihat Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

209 Lihat Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

210 Lihat Pasal 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

211 Lihat Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

212 Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan, dokumen- dokumen lain yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan (Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang).

213 Lihat Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

e) Lelang Eksekusi Pasal 6 UU Hak Tanggungan;

f) Lelang Eksekusi benda sitaan Pasal 45 KUHAP;

g) Lelang Eksekusi barang rampasan;

h) Lelang Eksekusi jaminan fidusia;

i) Lelang Eksekusi barang yang dinyatakan tidak dikuasai atau barang yang dikuasai negara eks kepabeanan dan cukai;

j) Lelang Eksekusi barang temuan;

k) Lelang Eksekusi gadai;

l) Lelang Eksekusi barang rampasan yang berasal dari benda sitaan Pasal 18 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001; dan

m) Lelang Eksekusi lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

2) Lelang Noneksekusi Wajib214, terdiri dari215: a) Lelang Barang milik Negara/Daerah;

b) Lelang Barang milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah;

c) Lelang Barang milik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;

d) Lelang Barang milik Negara yang berasal dari aset eks kepabeanan dan cukai;

e) Lelang Barang gratifikasi;

f) Lelang aset properti bongkaran Barang milik Negara karena perbaikan;

g) Lelang aset tetap dan barang jaminan diambil alih eks bank dalam likuidasi;

h) Lelang aset eks kelolaan PT Perusahaan Pengelola Aset;

i) Lelang aset properti eks Badan Penyehatan Perbankan Nasional;

214 Lelang Noneksekusi Wajib adalah Lelang untuk melaksanakan penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan dijual secara lelang (Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang).

215 Lihat Pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

j) Lelang Balai Harta Peninggalan atas harta peninggalan tidak terurus dan harta kekayaan orang yang dinyatakan tidak hadir;

k) Lelang aset Bank Indonesia;

l) Lelang kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama, dan

m) Lelang lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.

3) Lelang Noneksekusi Sukarela216, terdiri dari217:

a) Lelang Barang milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah berbentuk persero;

b) Lelang harta milik bank dalam likuidasi kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;

c) Lelang Barang milik perwakilan negara asing; dan

d) Lelang Barang milik perorangan atau badan usaha swasta.

2. Pejabat Lelang218, yang terdiri dari Pejabat Lelang Kelas I219, dan Pejabat Lelang Kelas II220, di mana:

a. Pejabat Lelang Kelas I berwenang melaksanakan lelang untuk semua jenis lelang atas permohonan Penjual221.

b. Pejabat Lelang Kelas II berwenang melaksanakan lelang Noneksekusi Sukarela atas Permohonan Balali lelang atau Penjual222.

216 Lelang Noneksekusi Sukarela adalah Lelang atas Barang milik swasta, perorangan atau badan hukum/

badan usaha yang dilelang secara sukarela (Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/

PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang).

217 Lihat Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

218 Lihat Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

219 Pejabat Lelang Kelas I adalah Pejabat Lelang pegawai DJKN yang berwenang melaksanakan Lelang Eksekusi, Lelang Noneksekusi Wajib, dan Lelang Noneksekusi Sukarela (Pasal 1 angka 15 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang).

220 Pejabat Lelang Kelas II adalah Pejabat Lelang swasta yang berwenang melaksanakan Lelang Noneksekusi Sukarela (Pasal 1 angka 16 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang).

221 Lihat Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

222 Lihat Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

3. Persiapan Lelang, di mana223:

a. Penjual yang akan melakukan penjualan barang secara lelang melalui KPKNL, harus mengajukan surat permohonan lelang dengan disertai dokumen persyaratan lelang kepada Kepala KPKNL untuk meminta jadwal pelaksanaan lelang.

b. Dalam hal Lelang Eksekusi PUPN, permohonan lelang diajukan melalui nota dinas yang ditandatangani oleh Kepala Seksi Piutang Negara KPKNL dan disampaikan kepada Kepala KPKNL bersangkutan.

c. Dalam hal Lelang Noneksekusi Wajib Barang Milik Negara pada KPKNL, permohonan lelang diajukan melalui nota dinas yang ditandatangani oleh Kepala Sub Bagian Umum KPKNL dan disampaikan kepada Kepala KPKNL bersangkutan.

d. Dalam hal Lelang Eksekusi Benda Sitaan Pasal 45 KUHAP berupa ikan hasil tindak pidana perikanan, surat permohonan lelang berikut dokumen persyaratannya dapat disampaikan terlebih dahulu oleh Penjual kepada Kepala KPKNL, melalui faksimil atau surat elektronik (email).

e. Surat permohonan dan dokumen persyaratan lelang disampaikan kepada KPKNL pada saat pelaksanaan lelang.

f. Penjual atau Pemilik Barang yang bermaksud melakukan penjualan secara lelang melalui Balai Lelang atau Kantor Pejabat Lelang Kelas II, harus mengajukan permohonan lelang secara tertulis kepada Pemimpin Balai Lelang atau Pejabat Lelang Kelas II, disertai dokumen persyaratan lelang sesuai dengan jenis lelangnya224. g. Dalam hal dokumen persyaratan lelang telah lengkap dan Legalitas

formal subyek dan obyek lelang225 telah terpenuhi, serta Pemilik Barang telah memberikan kuasa kepada Balai Lelang untuk

223 Lihat Pasal 11 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

224 Lihat Pasal 12 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

225 Legalitas Formal Subyek dan Obyek Lelang adalah suatu kondisi di mana dokumen persyaratan lelang telah dipenuhi oleh Penjual sesuai jenis lelangnya dan tidak ada perbedaan data, menunjukkan hubungan hukum antara Penjual (subyek lelang) dengan barang yang akan dilelang (obyek lelang), sehingga meyakinkan Pejabat Lelang bahwa subyek lelang berhak melelang obyek lelang, dan obyek lelang dapat dilelang.

menjual secara lelang, Pemimpin Balai Lelang mengajukan surat permohonan lelang kepada Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II untuk dimintakan jadwal pelaksanaan lelangnya226. h. Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II tidak boleh menolak

permohonan lelang yang diajukan kepadanya sepanjang dokumen persyaratan lelang sudah lengkap dan telah memenuhi Legalitas Formal Subyek dan Obyek Lelang227.

i. Dalam hal terdapat gugatan sebelum pelaksanaan lelang terhadap obyek Hak Tanggungan dari pihak lain selain debitor/

tereksekusi, suami atau istri debitor/tereksekusi yang terkait kepemilikan, Lelang Eksekusi Pasal 6 UU Hak Tanggungan tidak dapat dilaksanakan228.

j. Terhadap obyek Hak Tanggungan, pelaksanaan lelangnya dilakukan berdasarkan titel eksekutorial dari Sertipikat Hak Tanggungan yang memerlukan fiat eksekusi229.

k. Permohonan atas pelaksanaan lelang dilakukan oleh Pengadilan Negeri, kecuali jika pemegang hak tanggungan merupakan lembaga yang menggunakan sistem syariah maka permohonan dilakukan oleh Pengadilan Agama230.

4. Penjual

Penjual adalah orang, badan hukum atau badan usaha atau instansi yang berdasarkan peraturan perundang-undangan atau perjanjian berwenang untuk menjual barang secara lelang231. Penjual bertanggung jawab terhadap232:

226 Lihat Pasal 12 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

227 Lihat Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

228 Lihat Pasal 14 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

229 Lihat Pasal 14 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

230 Lihat Pasal 14 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

231 Pasal 1 angka 19 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

232 Pasal 17 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

a. keabsahan kepemilikan barang;

b. keabsahan dokumen persyaratan lelang;

c. penyerahan barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;

d. penyerahan barang dokumen kepemilikan kepada Pembeli; dan e. penetapan Nilai Limit.

Penjual bertanggung jawab terhadap gugatan perdata dan/atau tuntutan pidana yang timbul akibat tidak dipenuhinya peraturan perundang-undangan di bidang Lelang oleh Penjual. Selain itu Penjual bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi terhadap kerugian yang timbul, dalam hal tidak memenuhi tanggung jawab. Penjual harus menguasai fisik barang bergerak yang akan dilelang, kecuali barang tak berwujud, antara lain hak tagih, hak cipta, merek, dan/atau hak paten. Penjual dapat menggunakan Balai Lelang untuk memberikan jasa pralelang dan/atau jasa pasca lelang233.

Penjual menentukan cara penawaran lelang dengan mencantumkan dalam Pengumuman Lelang234. Kemudian dalam hal Penjual tidak menentukan cara penawaran lelang, Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas I atau Pejabat Lelang Kelas II berhak menentukan sendiri cara penawaran lelang235.

5. Tempat Pelaksanaan Lelang, di mana tempat pelaksanaan lelang harus dalam wilayah kerja KPKNL atau wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II tempat barang berada236.

6. Penentuan waktu pelaksanaan lelang

Waktu pelaksanaan lelang ditetapkan oleh: Kepala KPKNL dan Pejabat Lelang Kelas II yang dilakukan pada jam dan hari kerja KPKNL237.

233 Lihat Pasal 17 ayat (2) s.d ayat (5) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

234 Pasal 18 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

235 Lihat Pasal 18 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

236 Lihat Pasal 22 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

237 Lihat Pasal 24 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

7. Surat Keterangan Tanah/Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKT/

SKPT)238

Pelaksanaan lelang atas barang berupa tanah atau tanah dan bangunan harus dilengkapi dengan SKT/SKPT dari kantor pertanahan setempat. Penerbitan SKT/SKPT kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat diajukan oleh Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II.

Dalam hal barang berupa tanah atau tanah dan bangunan yang akan dilelang belum terdaftar di Kantor Pertanahan setempat, Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II mensyaratkan kepada Penjual untuk meminta Surat Keterangan dari Lurah/Kepala Desa yang menerangkan status kepemilikan Barang. Kemudian berdasarkan Surat Keterangan tersebut, Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II meminta SKT/SKPT ke Kantor Pertanahan setempat. Biaya pengurusan SKT/SKPT atau Surat Keterangan Lurah/Kepala Desa menjadi tanggung jawab Penjual.

8. Pembatalan Sebelum Lelang

Lelang yang akan dilaksanakan hanya dapat dibatalkan dengan permintaan Penjual atau berdasarkan penetapan atau putusan dari lembaga peradilan239.

9. Jaminan Penawaran Lelang

Dalam setiap pelaksanaan lelang, Peserta Lelang harus menyetorkan atau menyerahkan jaminan penawaran lelang240.

10. Pelaksanaan Lelang

Dalam pelaksanaan lelang, Pejabat Lelang dapat dibantu oleh Pemandu Lelang. Pemandu Lelang terdapat dalam Pasal 63 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang di mana dalam pelaksanaan lelang, Pejabat Lelang dapat dibantu oleh Pemandu Lelang (Afslager).

238 Lihat Pasal 25 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

239 Lihat Pasal 27 s.d Pasal 33 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

240 Lihat Pasal 34 s.d Pasal 43 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Pemandu Lelang dapat berasal dari Pegawai DJKN atau dari luar pegawai DJKN241.

11. Nilai Limit

Setiap pelaksanaan lelang diisyaratkan adanya Nilai Limit.

Penetapan Nilai Limit menjadi tanggung jawab Penjual dan persyaratan adanya Nilai Limit dapat tidak diberlakukan pada Lelang Noneksekusi Sukarela atas barang bergerak milik perorangan atau badan hukum atau badan usaha swasta242.

12. Pengumuman Lelang

Pengumuman lelang wajib didahului dengan Pengumuman Lelang yang dilakukan oleh Penjual. Penjual harus menyerahkan bukti Pengumuman Lelang sesuai ketentuan kepada Pejabat Lelang243. 13. Penawaran Lelang

Penawaran lelang dapat dilakukan dengan cara lisan, tertulis, atau tertulis dilanjutkan dengan lisan, dalam hal penawaran tertinggi belum mencapai limit244.

14. Bea Lelang sebagaimana diatur dalam Pasal 72 s.d Pasal 73 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

15. Pembeli, sebagaimana diatur dalam Pasal 74 s.d Pasal 78 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

16. Pembayaran dan Penyetoran di mana pelunasan Harga Lelang dan Bea Lelang harus dilakukan secara tunai (cash) atau cek atau giro paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pelaksanaan lelang245.

241 DJKN merupakan singkatan dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. DKJN adalah unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan yang mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang barang milik negara, kekayaan negara dipisahkan, kekayaan negara lain-lain, penilaian, piutang negara, dan lelang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lihat Pasal 1 angka 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

242 Lihat Pasal 43 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

243 Lihat Pasal 51 s.d Pasal 62 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

244 Lihat Pasal 64 s.d Pasal 71 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

245 Lihat Pasal 79 s.d Pasal 83 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

17. Penyerahan Dokumen Kepemilikan Barang, sebagaimana diatur di dalam Pasal 84 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/

PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

18. Risalah Lelang, sebagaimana diatur di dalam Pasal 85 s.d Pasal 96 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

19. Administrasi Perkantoran dan Pelaporan bagi KPKNL dan DJKN246. Lelang merupakan mekanisme pasar sehingga dalam pembentukan harga semata-mata ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran. Oleh karena kewenangan untuk menetapkan nilai limit harga ada pada pihak Penjual. Pejabat Lelang dalam hal ini hanyalah adalah sebagai agen dari penjual yang mempertemukan dengan pembeli. Harga yang terbentuk pada saat lelang tanpa ada campur tangan dari Pejabat Lelang. Bahkan ketika harga yang ditawarkan oleh penjual menurut pembeli terlalu mahal, sehingga peminat lelang tidak mampu menawarkan minimal dari nilai limit pelaksanaan lelang harus ditunda dan tidak boleh dipaksakan untuk dilepas. Kecuali dalam lelang noneksekusi sukarela berupa barang bergerak tidak mencantumkan nilai limit.

Sebagai catatan, biasanya nilai kredit maksimal yang dapat diberikan oleh kreditur dalam hal ini lembaga keuangan (bank) berada di kisaran 70% s.d 80% dari nilai agunan obyek jaminan. Namun demikian, dalam praktiknya seringkali nilai kredit yang diberikan tersebut jauh di bawah nilai agunan, dikarenakan aspek kemampuan bayar (kemampuan kredit) yang didasarkan dari penghasilan rata-rata, jumlah tanggungan, dan hal-hal lainnya. Dalam hal terjadi kesenjangan yang sangat besar antara nilai kredit yang dikucurkan jika dibandingkan dengan nilai agunan, debitur tidak memiliki kemampuan apapun untuk memberikan opini bahkan masukan, sebab prinsip dari perjanjian kredit bank hanya mengenal istilah take it or leave it.

Kondisi ini sangat berpengaruh bilamana di kemudian hari debitur dianggap cidera janji. Fakta bahwa dalam pelaksanaan parate eksekusi,

246 Lihat Pasal 97 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

terjadi tarik menarik kepentingan debitur dengan kepentingan kreditur.

Kreditur acapkali hanya fokus pada upaya pelunasan kredit macet, sementara debitur tentu berharap ada sisa kelebihan yang dihasilkan dari proses lelang.

Merujuk pada ketentuan Pasal 20 jo Pasal 6 UU Hak Tanggungan jo Pasal 45 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, nilai limit lelang ditentukan oleh pemohon lelang atau kreditur yang dalam hal ini sebagai pemegang hak tanggungan. Dengan demikian maka, kewenangan untuk menentukan berapa limitasi harga lelang atas obyek jaminan milik debitur tidak lagi berada dalam wilayah seimbang, di mana debitur tidak dapat ikut andil terhadap penentuan tersebut.

Kepentingan kreditur yang hanya fokus pada pelunasan kredit macet tentu akan memberikan limit harga yang membuat pembeli (peserta lelang) tertarik untuk membelinya, bukan untuk menentukan harga setinggi-tingginya sebagaimana keinginan debitur. Kemudian, secara umum motivasi orang datang ke tempat lelang untuk mendapatkan harga yang murah dan jauh di bawah pasaran. Kondisi demikian tentu menyulitkan debitur, sebab kepentingan debitur mustahil untuk diakomodasi.

Sekalipun terdapat ketentuan mengenai limitasi harga lelang obyek hak tanggungan yang ditentukan oleh pemohon lelang dalam hal ini kreditur pemilik hak tanggungan, namun faktanya banyak terjadi limit harga berada jauh di bawah nilai obyek jaminan dan hanya cukup untuk melunasi kredit macet milik debitur. Penilai atau appraisal independen seringkali tidak bersikap profesional, artinya hanya berada dalam posisi kreditur. Hal ini, karena mereka bekerja atas perintah kreditur atau pemegang hak tanggungan, sehingga penaksiran harga yang dilakukan atas suatu obyek hak tanggungan hanya untuk memenuhi standar prosedur semata, misalnya menentukan nilai harga berdasarkan nilai NJOP (Nilai Jual Obyek Pajak), padahal nilai NJOP tidak dapat dijadikan sebagai nilai riil atas suatu obyek tanah dan bangunan.

Akhirnya, pelaksanaan parate eksekusi mengabaikan prinsip- prinsip keadilan dan keseimbangan, di mana lahirnya hubungan hukum antara kreditur dengan debitur tidak dapat dilepaskan dari konteks saling menguntungkan. Keuntungan kreditur ada pada bagi hasil/bunga dari kredit yang dikucurkan, sementara keuntungan bagi debitur, kredit tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan taraf kesejahteraanya.

Dengan kedudukan yang saling menguntungkan tersebut, seharusnya kesepakatan yang dibuat oleh para pihak harus memiliki keseimbangan hak dan kewajiban dengan berdasar pada asas keseimbangan.

Asas keseimbangan menurut Herlien Budiono adalah asas yang dimaksudkan untuk menyelaraskan pranata-pranata hukum dan asas- asas pokok hukum perjanjian yang dikenal dalam KUH Perdata dengan mendasarkan pada pemikiran dan latar belakang individualisme pada satu pihak dan di lain pihak pada cara pikir bangsa Indonesia.

Keseimbangan dalam membuat perjanjian sangat penting agar terjadi keseimbangan hak dan kewajiban di antara para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Dengan demikian terjadi keselarasan dalam pelaksanaan perjanjian tersebut247.

Berdasarkan pertimbangan di atas, perlu diberdayakan dan diseimbangkan posisi tawar bagi pihak debitur. Dalam konteks ini, asas keseimbangan yang bermakna equal-equilibrium akan bekerja memberikan keseimbangan manakala posisi tawar para pihak menjadi tidak seimbang. Tujuan dari asas keseimbangan adalah hasil akhir yang menempatkan posisi para pihak seimbang (equal) dalam menentukan hak dan kewajibannya248.

247 Lihat Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm. 29.

248 Lihat Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian: Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2010, hlm. 40.

BAB IV

KELEMAHAN KELEMAHAN

PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SAAT INI

A. inkOnsistensi MuAtAn MAteRi dAlAM uu HAk tAnGGunGAn