• Tidak ada hasil yang ditemukan

Macam-Macam Qirâ‟ât Ditinjau Dari Segi Sanad

Para ulama dan ahli Al-Qur`an cepat tanggap untuk menjaga kemurnian Al-Qur`an dengan menjaga bacaan yang sanadnya kepada Rasulullah Saw. maka pada akhir abad kedua Hijriyah, mulailah para

36 Mannâ` Khalîl al-Qattân, Studi Ilmu-Ilmu Qur`an, terj. Mudzakir, h. 226

37Rosihon Anwar, „Ulum Al-Qur`an, (Jakarta: CV Pustaka Setia, 2010), Cet. ke-2, h. 149 38Romlah Widayati, Implikasi Qira`ah Syadzdzah Terhadap Istinbath Hukum: Analisis terhadap Penafsiran abu Hayyan dalam Tafsir al-Bahr al-Muhith,h. 22

ulama, terutama pada ahli Al-Qur`an melakukan kegiatan meneliti, menyeleksi dan menguji kebenaraan Qirâ‟ât yang dikatakan sebagai bacaan Al-Qur`an. Penelitian dan pengujian tersebut dilakukan dengan memakai kaidah dan kriteria yang telah disepakati oleh para ahli Qirâ‟ât. Suatu Qirâ‟ât baru dianggap sah apabila memenuhi tiga kriteria,39 diantara ulama yang menetapkan tiga parameter ini adalah Syaikh al-Makkî ibn Abî Thâlib (w.347 H/958 M) dan parameter ini di populerkan oleh Ibnu al-Jazarî (w. 833 H/1429 M) yang dicantumkan dalam bait Thayyibah al-Nasyr:

ِْوْحَّنلاَْوْجَوَْقَفَوْاَمُّْلُكَو

ْ

يَوَْيََلااَمِتْحاِْمْسَّرلِلَْناَكَو ْ#

ْ

ُْناَءْرُقْلاَوُىاًداَنْسِاَّْحَصَو

ْ

ُْناَكْرَْلْاُةَثَلََّثلاِْهِذَهَ ف ْ#

ْ

ِْتَبْ ثَاٌْنْكُرُّْلَتَْيَاَمُثْ يَحَو

ْ

ِْةَعْ بَّسلاْ ِفُِْوَّنَاْوَلُْهُذْوُذُش ْ#

“Setiap Qirâ‟ât yang sesuai dengan segi kaidah nahwu (bahasa), sesuai dengan rasm (tulisan) Mushaf `Utsmâni dan memiliki sanad shahih, adalah (termasuk) Al-Qur`an. Inilah ketiga rukun (diterimanya Qiâât), sewaktu ada salah satu rukun yang cacat, maka pasti Qirâ‟ât itu Syadz seklipun ada pada Qiâât Sab`ah.”40

Ketiga kriteria yang dimaksud di atas adalah:

1. Mempunyai sanad yang mutawatir, yakni bacaan itu diterima dari guru-guru yang terpercaya, tidak ada cacat, dan mata rantai sanadnya yang sambung sampai Rasulullah Saw,

2. Sesuai dengan Rasm Usmani41 yaitu kaidah mengenai hadzf (membuang suatu huruf atau tidak mencantumkannya dalam tulisan), az-Ziyâdah (penambahan), al-Badl (penggantian), washal (bersambung), dan al-fashal (berpisah). Hal inilah yang

39Ahmad Fathoni, Kaidah Qirâ‟ât Tujuh 1&2, 4-5

40Romlah Widayati, Implikasi Qira`ah Syadzdzah Terhadap Istinbath Hukum: Analisis terhadap Penafsiran abu Hayyan dalam Tafsir al-Bahr al-Muhith,h. 35-36

41 Ahmad Fathoni, Kaidah Qirâ‟ât Tujuh 1&2, h. 4-5

23 membedakan tulisan Al-Qur`an dengan tulis resmi yang digunakan dalam bahasa Arab.42

3. Sesuai dengan kaidah tata bahasa Arab.

Berdasarkan penelitian dan pengujian yang dilakukan oleh pakar Qirâ‟ât dengan menggunakan kaidah dan kriteria tersebut, maka para ulama mengklarifikasikan Qirâ‟ât Al-Qur`an yang didasarkan pada jumlah perawi, menurut as-Suyûthî yang didukung oleh Ibnu al-Jazarî membagi Qirâ‟ât menjadi:

1. Mutawâtir adalah Qirâ‟ât yang diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang cukup banyak pada setiap tingkatan dari awal sampai akhir, yang bersambung sanadnya sampai kepada Rasulullah Saw.43 Contoh Qirâ‟ât mutawatir adalah Qirâ‟ât Sab`ah.44 Qirâ‟ât sab`ah ini diriwayatkan oleh tujuh Imam Qirâ‟ât dengan masing-masing imam memiliki dua orang perawi. Tujuh Qirâ‟ât ini yang dipopulerkan oleh Abu Bakar Ibnu Mujahid (w.324/ 938)45 tentu mempunyai murid banyak yang meriwayatkan dan meneruskan Qirâ‟âtnya guru-gurunya hingga sampai kepada kita. Namun, dalam disiplin Ilmu Qirâ‟ât yang dimulai oleh „Amr Ad-Dânî (w. 444 H/1052 M) dan dilanjutkan oleh Imam As-Syâthibî (w. 590 H/ 1193 M) yang merupakan murid `Amr Ad-Dânî, hanya menggambil 2 (dua) orang Perawi dari masing-masing Imam Qirâ‟ât. Imam Qirâ‟ât beserta 2 (orang) perawi yang dimaksud46diantaranya adalah:

42Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur`an, (Jakarta: Amzah, 2012), Cet ke-1, h. 43 43Ahmad Fathoni, Kaidah Qirâ‟ât Tujuh 1&2, h. 5

44Romlah Widayati, Implikasi Qira`ah Syadzdzah Terhadap Istinbath Hukum: Analisis terhadap Penafsiran abu Hayyan dalam Tafsir al-Bahr al-Muhith, h. 38

45Ahsin Sakho Muhammad, Buku 1 Modul pembelajaran Ilmu Qirâ‟ât, (Tangerang:

Institut Ilmu Al-Qur`an Jakarta Press, t.t. ), h. 17 46Ahmad Fathoni, Kaidah Qirâ‟ât Tujuh 1&2, h. 6

a. Qirâ‟ât Imam Nâfi‟(w. 169 H) diriwayatkan oleh Qâlûn (w. 220 H) dan Warsy (w. 197 H)

b. Qirâ‟ât Imam Ibnu Katsîr (w. 120 H) diriwayatkan oleh Al-Bazzî (w. 250 H) dan Qunbul (w. 291 H)

c. Qirâ‟ât Imam Abû „Amr (w. 154 H) diriwayatkan oleh Ad-Dûrî (w. 246 H) dan As-Sûsî (w. 261 H)

d. Qirâ‟ât Imam Ibnu „Ȃmir (w. 118 H) diriwayatkan oleh Hisyâm (w. 245 H) dan Ibnu Dzakwân (w. 242 H)

e. Qirâ‟ât Imam „Ȃshim (w. 128 H) diriwayatkan oleh Syu‟bah (w. 193 H) dan Hafsh (w. 180 H)

f. Qirâ‟ât Imam Hamzah (w. 156 H) diriwayatkan oleh Khalaf (w. 229 H) dan Khallâd (w. 220 H)

g. Qirâ‟ât Imam Al-Kisâ‟î (w. 189 H) diriwayatkan oleh Abû Al-Hârits (w. 240 H) dan Ad-Dûrî yang merupakan perawi dari Abû „Amr. Namun, ketika beliau berstatus sebagai perawi dari Al-Kisâî beliau biasa disebut “Dûrî al- Kisâ‟î”.47

Di samping Tujuh Imam Qirâ‟ât tersebut, para ulama juga memilih 3 (tiga) orang Imam lagi yang Qirâ‟âtnya bernar dan mutawatîr, yaitu Abû Ja„far, Ya„qub, dan Khalaf. Ketiga Imam Qirâ‟ât ini ditambah dengan Tujuh Imam Qirâ‟ât di atas biasa disebut dengan Qirâ‟ât Sepuluh atau Qirâ‟ât Imam Sepuluh (Qirâ‟ât „Asyr). Ketiga Imam itu juga mempunya banyak perawi sebagaimana Imam Tujuh. Namun, masing-masing Imam Qirâ‟ât diambil 2 (dua) orang perawi, yaitu:

a. Qirâ‟ât Imam Abu Ja„far (w. 130 H) diriwayatkan oleh Ibnu Wardân (w. 160 H) dan Ibnu Jammâz (w. 170 H)

47 Ahmad Fathoni, Kaidah Qirâ‟ât Tujuh 1&2, h. 6-9

25 b. Qirâ‟ât Imam Ya„qûb (w. 205 H) diriwayatkan oleh

Ruwais (w. 238 H) dan Rauh (w. 234 H)

c. Qirâ‟ât Imam Khalaf yang merupakan perawi dari Imam Hamzah. Adapun perawi Imam Khalaf ialah: Ishâq (w.

286 H) dan Idrîs (w. 293 H).48

2. Masyhûr adalah Qirâ‟ât yang sanadnya shahîh. Akan tetapi, jumlah periwayatnya tidak sampai sebanyak periwayat mutawatir. Qirâ‟ât ini sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan tulisan mushaf Utsmânî. Qirâ‟ât ini populer dikalangan ahli Qirâ‟ât dan mereka tidak memandangnya sebagai Qirâ‟ât yang salah.49

3. Âhâd adalah Qirâ‟ât yang sanadnya shahîh. Akan tetapi tidak cocok dengan Rasm Utsmânî ataupun kaidah bahasa Arabnya.50 At-Tirmidzî dalam kitab Jami„-nya dan Al-Hâkim dalam Mustadrak-nya menempatkan Qirâ„ât seperti ini dalam bahasan khususnya, diantaranya riwayat Al-Hâkim dari Abû Hurairah meneyebutkan bahwa Nabi Saw. membaca ayat:

َْلََف .ٍُيْْعَاْ ِتاَّرُ قْْنِمْْمَُلََْيِفْخُاآَمٌْسْفَ نُْمَلْعَ ت ْ

51

“Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka, yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata.” (QS. As-Sajdah [32]:17)52

Qirâ‟ât versi Mushaf „Utsmani:

           

48 Ahmad Fathoni, Kaidah Qirâ‟ât Tujuh 1&2, h. 9-10

49Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur`an I, (Jakarta: Rajawali Pers, 1993), Cet. ke- 1, h.

120

50Ahmad Fathoni, Kaidah Qirâ‟ât Tujuh 1&2, h. 6 51Rosihon Anwar, „Ulum Al-Qur`an, h. 152 52Rosihon Anwar, „Ulum Al-Qur`an, h. 152

53

.

“Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai Balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.”54

4. Syâdz adalah Qirâ‟ât yang tidak mempunyai sanad yang shahîh atau Qirâ‟ât yang tidak memenuhi tiga syarat yang sah untuk dapat diterima sebagai suatu Qirâ‟ât.55 Telah banyak kitab yang ditulis untuk jenis Qirâ‟ât ini. diantara macam Qirâ„ât ini adalah:

QS. Al-Fatihah [1]:4

ِْنْيِّدلاَْمْوَ يَْكَلَم

ْ

Qirâ‟ât versi Mushaf „Utsmani:

56

   

Contoh lainnya adalah:

QS. Al-Fatihah [1]:5

57

ُْدَبْعُ يَْكَّيَِّإ

Qirâ‟ât versi Mushaf „Utsmani:

58

 

53Lihat Al-Qur`an Al-Karîm Bi Arasmi Al-Utsmâni Bi Riwayati Hafsh „an-„Âshim, (Dar As-Salâm, t.t), Surah As-Sajdah ayat 17, h. 416

54Lihat Al-Qur`an Hafalan dan Terjemahan Surah As-Sajdah Ayat 17, (Jakarta:

Almahira, 2016), Cet. ke-1, h. 416

55Ahmad Fathoni, Kaidah Qirâ‟ât Tujuh 1&2, h. 6

56Lihat Al-Qur`an Al-Karîm Bi Arasmi Al-Utsmâni Bi Riwayati Hafsh „an-„Âshim Surah Al-Fatihah ayat 4, h. 1

57Rosihon Anwar, „Ulum Al-Qur`an, h. 153

58Lihat Al-Qur`an Al-Karîm Bi Arasmi Al-Utsmâni Bi Riwayati Hafsh „an-„Âshim Surah Al-Fatihah ayat 5, h. 1

27

5. Mudraj adalah Qirâ‟ât yang disisipkan ke dalam ayat Al-Qur`an sebagai tambahan yang biasanya dipakai untuk memperjelas makna atau penafsiran, dan tentunya Qirâ‟ât yang demikian tidak dianggap sebagai bacaan yang sah.59 Contohnya Qirâ‟ât Abi Waqqash yaitu:

QS. An-Nisâ‟ [4]:12

ُْوَلَو

ٍّْمُاْْنِمٌْتْخُاْْوَاٌْخَا

و

Qirâ‟ât versi Mushaf „Utsmani:

   

Juga seperti Qirâ‟ât Ibn „Abbas:

QS. Al-Baqarah [2]: 198

.ِّجَْلْاِْمِسْوُمْ ِفِْْمُكِّبَّرْْنِم ًلَْضَفاْوُغَ تْ بَ تْْنَاٌْحاَنُجْْمُكْيَلَعَْسْيَل

Qirâ‟ât versi Mushaf „Utsmani:

      

Juga seperti Qirâ‟ât Ibn Zubair:

QS. Ali „Imrân: 104

.ْمُكِّبَرْْنِمْ ًلَْضَفْاْوُغَ تْ بَ تْْنَاٌْحاَنُجْْمُكْنِمْْنُكَتْلَو

Qirâ‟ât versi Mushaf „Utsmani:

59 Ahmad Fathoni, Tuntunan Praktis Al-Kalimâtu Al-Farsyiyah Plus Sûrah al-Baqarah s/d Sûrah Ȃli Imrân Qirâât Nâfi Riwayat Qâlûn, (Jakarta: IIQ Press, 2018), Cet. ke-3, h. 10

        





6. Maudû„ adalah Qirâ‟ât buatan, yakni bacaannya disandarkan kepada seseorang yang tidak memiliki mata rantai sanad.60 Adapun maksud Qirâ‟ât Tujuh, Qirâ‟ât Sepuluh dan Qirâ‟ât Empat Belas adalah sebagai berikut:61

1. Al-Qirâ‟ât as-Sab„ (

ُْعْبَّسْلاْ ُتاَءاَرِقْلا

) adalah Qirâ‟ât yang diriwayatkan oleh tujuh Imam Qirâ‟ât yang telah di paparkan di atas.

2. Al-Qirâ‟ât al-„Asyr (

ُْرْشَعْلاْ ُتاَءاَرِقْلا

) adalah Qirâ‟ât Sab„ah yang dilengkapi dengan imam Qirâ‟ât, yakni Qirâ‟ât Ya‟qub, Qirâ‟ât Khalaf, Qirâ‟ât Yazîd bin Qa‟qa‟ (Abû Ja„far).

3. Al-Qirâ‟ât al-Arba„ „Asyr (

رَشَعْ ْعَبْرَْلْاْ ْتاَءاَرِقْلا

) adalah Qirâ‟ât

„Asyrah ditambah empat Imam Qirâ‟ât, yakni Qirâ‟ât Hasan Bashri, Qirâ‟ât Ibn Muhaisihin, Qirâ‟ât Yahyâ al-Yazîdî, dan Qirâ‟ât al-Syanabudz.

Dalam menilai kemutawatirannya Syeikh `Abd al-Fattâh al-Qâdhî yang menukil pendapat Ibn al-Jazârî di dalam kitab “Munjid al- Muqri‟în” menyatakan:62

60Ahmad Fathoni, Kaidah Qirâ‟ât Tujuh 1&2, h. 5

61 Ahmad Fathoni, Tuntunan Praktis Al-Kalimâtu Al-Farsyiyah Plus Sûrah al-Baqarah s/d Sûrah Ȃli Imrân Qirâât Nâfi Riwayat Qâlûn, h. 10-11

62 Ahmad Fathoni, Tuntunan Praktis Al-Kalimâtu Al-Farsyiyyah Plus Sûrah al-Baqarah s/d Sûrah Ȃli Imrân Qirâât Nâfi Riwayat Qâlûn, h. 12

29

ْ ِلَّوَْلْاِْرْدَّصلاْ ِفَِْداَرَأْْنِإَوَْرَشَعْلاَْءاَرَوٌْةَءاَرِقَْمْوَ يْلاُْدَجْوُ ي َلا

ْْنِإُْلِمَتْحَيَ ف

Dokumen terkait