• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Perkembangan dan Penyebaran Ilmu Qirâ‟ât

Artinya:“Qirâ‟ât adalah Ilmu tentang cara mempraktikkan kosa kata Al-Qur`an dan perbedaanya dengan menyandarkan kepada perawinya.”20

Menurut Imam ad-Dimyâthî al-Bannâ:

َْلَاَعَ تِْاللْ ِباَتِكِلَْْيِْلِقاَنلاُْقاَفِّتِاُْوْنِمُْمَلْعُ يٌْمْلِعَْوُىْ ِتاَءاَرِقلاُْمْلِع

ْْمُهُ ف َلَِتْخاَو ْ

ْْنِمْ َكِلَذِْْيَْغَوْ ِلْصَوْلاَوْ ِلْصَفْلاَوِْْيِْكْسَتلاَوْ ِكْيِرْحَتلاَوْ ِتاَبْ ثِْلْاوْ ِفْذَلْاْ ِفِ

.ِعاَمِسلاُْثْيَحْْنِمِْهِْيَْغَوْ ِلاَدْبِلْاَوِْقْطُنلاِْةَئْ يَى

ْ

Artinya: “Ilmu Qirâ‟ât adalah ilmu untuk mengetahui cara mengucapkan kosa kata Al-Qur`an, baik yang disepakati maupun yang tidak disepakati para perawinya, seperti hadzf, itsbat, tahrîk (memberi harakat), taskîn, fashl, washl, ibdâl, dan lain-lainnya yang diperoleh melalui sima`.”21

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Qirâ‟ât adalah ilmu untuk mengetahui cara mengucapkan kosa kata dalam Al-Qur`an berdasarkan periwayatan Qirâ‟ât, baik yang disepakati imam Qirâ‟ât maupun tidak yang diperoleh melalui proses sima„

(indera pendengaran) dan naql (periwayatan). Mengenai pengertian sima„ ad-Dimyâthî berpendapat lain, dimana kata sima„ disini bukan hanya diartikan dengan mendengar dari lafaz guru. Melainkan sima„

dan musyâfahah yaitu mendengar dan belajar Al-Qur`an dengan memperhatikan pengucapan makhraj yang benar.22

15 macam-macam bacaan Al-Qur`an kepada Rasulullah Saw. Kemudian Rasulullah mengajarkan kepada umat Islam saat itu.23

Ad-Dzahabî dalam kitabnya yang bernama Thabaqât al-Qurrâ`

menyatakan bahwa sahabat yang terkenal sebagai guru dan ahli Qirâ‟ât Al-Qur`an berjumlah tujuh orang yaitu: `Utsmân bin `Affân,

`Alî bin Dardâ‟, Ubay bin Ka‟ab, Zaid bin Tsâbit, `Abdullah bin Mas‟ûd, Abû Dardâ dan Abû Mûsâ al-Asy‟arî. Sebagian besar para sahabat mempelajari Qirâ‟ât dari Ubay, diantaranya yaitu: Abû Hurairah, Ibn `Abbâs dan `Abdullah bin Sâib. Ibn `Abbâs tidak hanya belajar kepada Ubay, tetapi beliau juga belajar kepada Zaid bin Tsâbit. Kemudian para tabi‟in dari setiap wilayah mempelajari Qirâ‟ât Al-Qur`an kepada para sahabat yang merupakan mata rantai pertama dan utama periwayatan Qirâ‟ât Al-Qur`an.24

Sejarah pertumbuhan dan perkembangan Qirâ‟ât Al-Qur`an dibagi dalam dua tahap, yaitu:

1. Tahap riwayat dengan lisan yang dimulai sejak diutusnya Rasulullah Saw. sampai abad ke-60 H. Dimana pada saat itu Al-Qur`an dijaga dalam ingatan dan ditulis pada lembaran- lembaran yang berserakan. Pengajaran dan pengembangan Qirâ‟ât pada era ini hanya dilakukan dengan lisan (talaqqî) saja.

2. Tahap pembukuan ilmu Qirâ‟ât yang dimulai sejak abad 60 H sampai 255 H. Pada periode ini ilmu Qirâ‟ât mulai disusun dalam bentuk karangan ilmiah sehingga hasilnya sampai saat ini tetap dijadikan pedoman bagi pengajar Qirâ‟ât.25

23Ahmad Munif Suratmaputera, Nida` Al-Qur`an Jurnal Kajian Al-Qur`an Wanita, h. 8 24Ahmad Munif Suratmaputera, Nida` Al-Qur`an Jurnal Kajian Al-Qur`an Wanita, h. 9 25Ahmad Munif Suratmaputera, Nida` Al-Qur`an Jurnal Kajian Al-Qur`an Wanita, h. 9

Dari kedua tahap tersebut, Muhammad al-Habsy melakukan perincian lagi megenai tahap-tahap perkembangan ilmu Qirâ‟ât. Beliau membagi sejarah perkembangan Qirâ‟ât dalam periode-periode kesejarahan sebagai berikut:

a. Masa Pertumbuhan Qirâ‟ât

Masa ini adalah masa ketika Rasulullah Saw. masih hidup. Pada era ini Qirâ‟ât Al-Qur`an lahir selaras dengan pewahyuan Al-Qur`an melalui malaikat Jibril.

Kemudian malaikat Jibril mengajarkan bacaan kepada Rasulullah Saw. dengan demikian seluruh bacaan Al- Qur`an baik Qirâ‟ât sepuluh atau Qirâ‟ât tujuh tidak boleh menyeleweng dari bacaan yang telah diajarkan oleh Rasulullah Saw.26

b. Masa Pembentukan Qirâ‟ât

Masa ini adalah masa para sahabat Nabi, tidak ada perkara yang lebih menarik perhatian para sahabat melebihi kesibukannya dalam membaca Al-Qur`an.

Maka tidak heran apabila banyak para sahabat yang hafal Al-Qur`an sekaligus ahli Qirâ‟ât. Para sahabat ini belajar bacaan Al-Qur`an langsung dari Rasulullah Saw dengan cara bertatap muka. Adapun sahabat Nabi yang ahli dalam membaca Al-Qur`an diantaranya: 27

1) Abû Bakar as-Shiddîq 2) `Umar bin Khaththab

26 Ahmad Munif Suratmaputera, Nida` Al-Qur`an Jurnal Kajian Al-Qur`an Wanita, h.

10

27Ahmad Munif Suratmaputera, Nida` Al-Qur`an Jurnal Kajian Al-Qur`an Wanita, h.

10-11

17 3) Utsmân bin `Affân

4) Talhah bin`Ubaidillâh 5) Sa`ad bin Abî Waqas 6) `Abdullah bin Mas`ûd 7) `Amr bin `Ash

8) Ubay bin Ka`ab 9) Ibn `Umar

10) Sâlim maulâ Abî Hudzaifah 11) Zaid bin Tsâbit

12) Muâdz bin Jabal 13) `Abdullah bin `Abbâs

14) `Abdullah bin `Amr bin `Ash 15) `Abdullah bin Zubair

16) `Abdullah bin Sa`îd al-Makhzûmî 17) Anas bin Mâlik

18) Sa`ad bin `Ubaid 19) Abû Dardâ‟

20) Hudzaifah bin al-Yamân al-`Abbâsî

Pada periode ini para sahabat menjaga dan memelihara bacaan Al-Qur`an melalui kekuatan hafalannya.28

c. Masa Perkembangan Qirâ‟ât

Masa perkembangan ini ditandai dengan lahirnya para imam Qirâ‟ât. Pada masa ini para sahabat mulai menyebarkan bacaan Al-Qur`an ke berbagai wilayah

28Ahmad Munif Suratmaputera, Nida` Al-Qur`an Jurnal Kajian Al-Qur`an Wanita, h.

11

kekuasan Islam dan juga kepada masyarakat,29 untuk menghindari perkara-perkara yang tidak diinginkan berkenaan dengan Al-Qur`an, khalifah Utsmân bin Affan telah mempersiapkan beberapa sahabat yang ahli dalam bidang ini untuk disebar ke beberapa negeri seperti Makkah, Bashrah, Syam, Kufah, dan lain-lain.

Utusan-utusan tersebut oleh khalifah „Utsmânbi Affan telah dibekalkan dengan mushaf beliau (mushaf

„Utsmâni), dengan harapan dapat mengajarkan pada setiap penduduk negeri dengan menggunakan mushaf tersebut.

Di antara utusan-utusan Utsmân bin Affan ialah:30 1) `Abdullah bin Sa`îd al-Makhzûmî (w. 80 H),

di utus ke Makkah

2) Abû „Abdurrahman As-Sulami (w. 47 H), di utus ke negeri Kufah. Beliau mengejarkan Al- Qur`an di Kufah semenjak khalifah „Utsmân bin Affan hingga pemerintah Al-Hajj.

3) „Âmir bin Abdul Qais (w. 55 H), di utus ke negeri Bashrah.

4) Al-Mughirah bin Abi Syihab Al-Makhzûmi (w. 70 H), di utus ke negeri Syam.

5) Zaid bin Tsâbit (w. 45 H), ditugaskan mengajar di kalangan penduduk Madinah.

29 Ahmad Munif Suratmaputera, Nida` Al-Qur`an Jurnal Kajian Al-Qur`an Wanita, h.

11

30Ismail Masyhuri al-Hafiz, Ilmu Qira‟atul Qur‟an, (Langkawi: Syarikat Nurulkhas, tt), h. 81-82

19 Berkat hasil usaha para sahabat yang diarahkan oleh khalifah „Utsmân bin Affan maka lahirlah para ahli Qirâ‟ât dari golongan tabi„in31 yang telah belajar kepada para sahabat.32

d. Masa Pembukuan Qirâ‟ât

Masa ini bermula pada abad ketiga Hijriyah. Qirâ‟ât yang berkembang pesat diberbagai wilayah Islam, sehingga daerah ini memiliki imam Qirâ‟ât tersendiri.

Hal ini memicu terjadinya kerancuan dan penyelewengan dalam membaca Al-Qur`an. Melihat adanya kejadian tersebut, akhirnya para ulama Qirâ‟ât berinisiatif untuk melakukan seleksi terhadap bacaan yang berkembang pada saat itu dengan menyusun kriteria-kriteria Qirâ‟ât yang benar.

e. Masa Pemantapan Qirâ‟ât

Setelah Ibn Mujahid menetapkan tujuh imam Qirâ‟ât yang mutawâtir, selanjutnya imam Syâthibî melakuan pemantapan terhadap gagasan ini dengan menulis kitab tentang Qirâ‟ât Sab„. Pada masa inilah Qirâ‟ât Al- Qur`an yang dikembangkan dan dimantapkan adalah Qirâ‟ât Imam Tujuh.33

31 Ismail Masyhuri al-Hafiz, Ilmu Qira‟atul Qur‟an, h. 82

32Ahmad Munif Suratmaputera, Nida` Al-Qur`an Jurnal Kajian Al-Qur`an Wanita, h.

11

33Ahmad Munif Suratmaputera, Nida` Al-Qur`an Jurnal Kajian Al-Qur`an Wanita, h.

12

f. Masa Penyebaran Qirâ‟ât

Ketika telah melewati abad keempat Hijriyah, para ulama sepakat dengan gagasan Qirâ‟ât Sab„, maka gagasan ini secara serentak disebarkan ke madrasah- madrasah di wilayah Islam. Ibn Hazm menyebutkan bahwa ketika Rasulullah Saw. wafat, agama Islam menyebar ke seluruh Jazirah Arab baik yang di pelosok desa maupun di kota bermaksud untuk menyebarkan Ilmu Qirâ‟ât. Pada era ini Ibn Hazm berpendapat bahwa masjid yang terdapat dalam wilayah kekuasan Islam menjadi media penting pada fase awal penyebaran Qirâ‟ât.34

Dokumen terkait