BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYAFA’AT
B. Macam-Macam Syafa‟at
Syafa‟at juga termasuk masalah akidah yang sangat penting;
karena banyak orang yang tersesat dalam menetapkannya dan sebagian lainnya berlebihan dalam menetapkannya, sedangkan sebagian lainnya bersikap tengah-tengah dalam masalah tersebut.
Ditinjau dari nilai penting, waktu, dan sasaran yang dituju syafa‟at, kalangan ulama membagi syafa‟at ada lima macam:
Pertama, syafa‟at yang dihkususkan kepada Nabi Muhammad Saw. artinya, syafa‟at ini hanya diberikan kepada Nabi Muhammad Saw, tidak kepada nabi-nabi yang lain. Syafa‟at ini diberikan untuk menenangkan orang-orang Islam dari kengerian yang dirasakan umat manusia pada hari kiamat kelak. Di samping itu, syafa‟at Rasulullah Saw diberikan untuk meringankan umat Islam saat penghisaban dan melintas di atas shirat al-mustaqim (sebuah titian yang digambarkan lebih halus dari sehelai rambut dan lebih tajam dari sebilah pedang).
Siapa saja yang membaca dan mengetahui kengerian hari kiamat, niscaya akan mengetahui nilai syafa‟at Rasulullah Saw kepada orang- orang Islam. Nilai syafa‟at tersebut yaitu demi meringankan beban mereka dari kengerian hari kiamat.17
kedua, syafa‟at Rasulullah Saw yang diberikan untuk memasukkan segolongan umat Islam ke dalam surga tanpa perhitungan (hisab), dan dapat meringankan siksa orang yang berdosa. Inilah syafa‟at yang luar biasa.Pada hari kiamat kelak, Allah
17 Ahmad Fawaid Syadzili, Al-Mausu‟ah al-Qur‟aniyyah (Ensiklopedi al-Qur‟an, Kehidupan Akhirat), (Jakarta: PT. Kharisma Ilmu), h. 42
21
Swt memeriksa kebajikan dan keburukan yang pernah dilakukan manusia, sekecil apapun, semasa hidupnya.18
Ketiga, syafa‟at untuk kaum yang masuk neraka, lalu beliau memberikan syafa‟atnya untuk mereka dan orang-orang yang dikehendaki Allah Ta‟ala.19 Kemudian Nabi Muhammad Saw memintakan syafa‟at buat mereka, yang ternyata dikabulkan Allah Swt yang maha pengampun lagi maha penyayang. Allah Swt kemudian mengampuni dosa-dosanya dan memasukkannya ke surga.20
Keempat, syafa‟at bagi orang yang masuk neraka yaitu dari kalangan para pendosa. Para malaikat, Nabi, dan orang-orang mukmin memohonkan syafa‟at bagi saudara-saudara mereka di neraka. Kemudian Allah Ta‟ala mengeluarkan orang-orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallah sehingga tidak ada yang tersisa di dalamnya, melainkan orang-orang kafir.21
Kelima, bertambahnya derajat penduduk surga, hal ini tidak diingkari oleh Mu‟tazilah dan mereka juga tidak megingkari adanya syafa‟at pada saat di padang Mashyar.22
Sedangkan Syeikh Ibn „Uṡaimin membagi syafa‟at menjadi dua bagian, yaitu syafa‟at yang batil dan syafa‟at yang benar.23
Pertama: Syafa‟at yang batil adalah syafa‟at yang diharapkan oleh orang musyrik terhadap berhala-berhala yang mereka sembah,
18 Ahmad Fawaid Syadzili, Al-Mausu‟ah al-Qur‟aniyyah (Ensiklopedi al-Qur‟an, Kehidupan Akhirat), h. 42
19 Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2015), cet. 4, h. 276
20 Ahmad Fawaid Syadzili, Al-Mausu‟ah al-Qur‟aniyyah (Ensiklopedi al-Qur‟an, Kehidupan Akhirat), h. 43
21 Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, h. 276
22 Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, h. 276
23 Abdurrahman Hasan Habanakah, Akidah Islam dan Dasar-dasarnya, Pent. A.M.
Basamalah, (Cet. I, Jakarta: Gema insani Press, 1998), H. 169
mereka menyangka bahwa berhala-berhala itu akan menjadi penolong mereka.
Kedua: Syafa‟at yang benar, yaitu syafa‟at yang memenuhi tiga syarat, sebagai berikut.
a. Keridhaan Allah kepada orang yang memberi syafa‟at.
b. Keridhaan Allah kepada orang yang diberi syafa‟at.
Akan tetapi Syafa‟at Al-Uẓmā (syafa‟at kubra yang terjadi dipadang mahsyar), ketika itu manusia berbondong-bondong datang kepada para nabi agar memintakan syafa‟at kepada Allah, mereka semua tidak mampu karena uzur yang ada pada mereka kecuali Rasulullah SAW., itu berlaku umum bagi segenap manusia, apakah yang diridhai Allah ataupun orang yang tidak diridhai-Nya.
c. Izin Allah dalam memberikan syafa‟at.
Izin ini tidak akan ada kecuali setelah keridhaan-Nya kepada orang yang memberi syafa‟at dan yang akan mendapatkan syafa‟at.24
Dari segi syariat syafa‟at itu ada dua bagian: Syafa‟at disisi Allah dan syafa‟at disisi makhluk.
1. Syafa‟at disisi Allah bukan seperti syafa‟at yang berlaku di tengah makhluk. Syafa‟at disisi allah adalah bahwa Allah Swt memuliakan sebagian hamba-hambaNya untuk berdoa bagi seseorang dari kaum muslimin yang berhak mendapatkan azab karena suatu dosa besar yang pernah dilakukannya, kemudian dia memberi syafa‟at disisiNya agar Allah memaafkannya dan tidak
24 Abdurrahman Hasan Habanakah, Akidah Islam dan Dasar-dasarnya, Pent. A.M.
Basamalah, h. 169
23
mengazabnya; karena dia pada dasarnya adalah seorang yang bertauhid.25
Syafa‟at disisi Allah memiliki dua syarat: pertama, syafa‟at terlaksana dengan izin Allah, sehingga tidak ada seorang pun yang dapat memberikannya syafa‟at disisi Allah kecuali dengan izin-Nya. Kedua, orang yang diberikan syafa‟at adalah orang yang bertauhid dan beriman, dari orang-orang yang ucapan dan amal perbuatannya.26
2. Syafa‟at disisi makhluk ada dua bagian: pertama, syafa‟at yang baik (asy-syafa‟ah al-Hasanah), yaitu dalam perkara-perkara yang baik, yang dapat diperantarai oleh orang yang memiliki apa yang menjadi hajat dan kebutuhan orang banyak agar dia mennunaikannya untuk mereka. Allah Swt berfirman,
“ Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya.”(Q.S.
an-Nisa: 85)
Ini adalah syafa‟at yang baik dan memberikannya mendapat pahala; karena di dalamnya ada manfaat bagi kaum muslimin dalam menunaikan hajat kebutuhan mereka dan mereka dapat memperoleh tuntunan hidup mereka yang dapat memberi manfa‟at untuknya, kemudian di dalamnya tidak ada faktor melangkahi hak orang atau menzalimi seorang pun.27
25Syaikh, Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Penjelasan Matan Al-Aqidah Ath- Thahawiyah Akidah Ahlus Sunnah wal Jama‟ah, terj. Abdurrahman Nuryaman, h. 131
26 Syaikh, Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Penjelasan Matan Al-Aqidah Ath- Thahawiyah Akidah Ahlus Sunnah wal Jama‟ah, terj. Abdurrahman Nuryaman, h. 132
27 Syaikh, Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Penjelasan Matan Al-Aqidah Ath- Thahawiyah Akidah Ahlus Sunnah wal Jama‟ah, terj. Abdurrahman Nuryaman, h. 130
Kedua, syafa‟at yang buruk (asy-Syafa‟ah as-Saiyi‟ah).
Ialah memperantarai perkara-perkara yang haram, seperti memperantarai agar digugurkannya hukuman bagi orang yang wajib mendapatkannya. Termasuk juga syafa‟at untuk mengambil hak orang lain dan memberikannya untuk orang yang tidak berhak.28 Allah Swt berfirman,
Dan Barangsiapa memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya.(QS. An-Nisa‟:
85).
Pengertian dan penafsiran dari syafa‟at itu mencakup beragam pendapat dari para ahli kalam dan tafsir. Keberagaman pendapat tentang syafa‟at, memberikan suatu penjelasan bahwasanya syafa‟at terbagi atas :
Syafa‟at Takwiniyyah (asy-Syafa‟at at-Takwiniyyah)
Syafa‟at Qiyadiyyah (asy-Syafa‟at al-Qiyadiyyah)
Syafa‟at Musthalahah (asy-Syafa‟at al-Musthalahah) 1. Syafa‟at Takwiniyyah29
Syafa‟at Takwiniyyah, berkaitan dengan kesaksian ilmiah filosofis tentang adanya sistem alam semesta yang ditegakkan atas dasar silsilah sebab akibat (kausalitas). Ia tidak berdiri sendiri pada dzat-Nya, ia tidak berdiri sendiri dalam illat (sebab) dan pengaruh
28Syaikh, Shalih bin Fauzan al-Fauzan, Penjelasan Matan Al-Aqidah Ath- Thahawiyah Akidah Ahlus Sunnah wal Jama‟ah, terj. Abdurrahman Nuryaman, h. 131
29Syafa‟at takwiniyyyah yaitu syafa‟at yang berkaitan dengan pandangan ilmiah- filosofis memberi kesaksian tentang adanya sistem alam semesta yang ditegakkan atas dasar silsilah sebab-akibat dan ikatan segenap fenomena alam. (lihat buku, Syaikh Ja‟far Subhani, Mafahim Al-Qur‟an: al-Syafa‟ah, Terj. Ahsin Muhammad, Tentang Dibenarkannya Syafa‟at dalam Islam: Menurut Al-Qur‟an dan Sunnah, h. 65)
25
yang dimilikinya. Dalam iradat dan ijin Allah Swt.30 Seperti Allah isyaratkan dalam Firman-Nya:
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?”(QS. Yunus [10]: 3)
Alam semesta itu memiliki hubungan saling pengaruh mempengaruhi dengan izin-Nya. Semua sebab, baik dzat maupun pengaruhnya, terjadi karena Allah dan berdasar izin-Nya. Tidak ada sesuatu pun yang bisa memberi perantara/ syafa‟at dalam urusan apa saja sebelum memperoleh izin-Nya. Allah-lah yang merupakan penyebab asli, dan tidak sesuatu pun menjadi pemberi syafa‟at sebelum mendapat izin-Nya.
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa Alam semesta merupakan sesuatu yang mumkin al-wujud (wujudnya bersifat mungkin, tidak wajib) maka ia tidak berdiri sendiri pada Dzat-Nya. Sebagaimana halnya pula ia tidak berdiri sendiri dalam
„illat (sebab) dan pengaruh yang dimilikinya, dalam arti ia tidak memberikan pengaruh kecuali dengan iradat dan izin Allah SWT.
Bahwa ia berdiri sendiri dalam pengaruh yang dimilikinya, niscaya ia
30Syaikh Ja‟far Subhani, Mafahim Al-Qur‟an: al-Syafa‟ah, Terj. Ahsin Muhammad, Tentang Dibenarkannya Syafa‟at dalam Islam: Menurut Al-Qur‟an dan Sunnah, (Jakarta:
Pustaka Hidayah, 1992), h. 65
harus berdiri sendiri pula dalam perwujudannya, sebab tidak bisa dibantah bahwa kemandirian dalam sebab itu merupakan kelanjutan dari kemandirian dalam wujud31
2. Syafa‟at Qiyadiyyah (syafa‟at berupa bimbingan)32
Syafa‟at jenis ini berupa kepemimpinan para Nabi, para wali, para imam, para ulama, dankitab-kitab suci yang berfungsi sebagai syafa‟at (pertolongan), dan syafa‟at itu membebaskan manusia dari akibat-akibat dan pengaruh-pengaruh perbuatan jahat. Syafa‟at ini berfungsi mencegah manusia masuk ke dalam kemaksiatan dan azab- Nya.33
Syafa‟at ini berkaitan dengan kepengikutan orang mukallaf dan bimbingan para Nabi serta petunjuk-petunjuk al-Qur‟an yang terealisasikan dalam lingkungan duniawi yang hasilnya dalam kehidupan ukhrawi. Ikatan-ikatan maknawiyyah yang terjalin antara masing-masing individu di dunia, berubah menjadi bentuk yang kasat mata di akherat. Ketika seseorang tertentu menjadi sebab bagi diperolehnya petunjuk olehorang lain, maka hubungan qiyadah (bimbingan) dan teladan yang baikyang terjadi di antara keduanya akan menjadi nyata di akherat. Orang yang memberi petunjuk adalah
31Syaikh Ja‟far Subhani, Mafahim Al-Qur‟an: al-Syafa‟ah, Terj. Ahsin Muhammad, Tentang Dibenarkannya Syafa‟at dalam Islam: Menurut Al-Qur‟an dan Sunnah, h. 66
32Syafa‟at Qiyadiyyah adalah syafa‟at berupa bimbingan, kepemimpinan para nabi, para wali, para imam, para ulama, dan kitab-kitab suci yang berfungsi sebagai pemberi syafa‟at (pertolongan). (lihat buku, Syaikh Ja‟far Subhani, Mafahim Al-Qur‟an: al-Syafa‟ah, Terj. Ahsin Muhammad, Tentang Dibenarkannya Syafa‟at dalam Islam: Menurut Al-Qur‟an dan Sunnah, h. 69)
33Syaikh Ja‟far Subhani, Mafahim Al-Qur‟an: al-Syafa‟ah, Terj. Ahsin Muhammad, Tentang Dibenarkannya Syafa‟at dalam Islam: Menurut Al-Qur‟an dan Sunnah, h. 69
27
tela dan dan imam, sedangkan yang diberipetunjuk menjadi pengikut dan makmum.34
3. Syafa‟at Mushthalahah35
Yang dimaksud dengan syafa‟at Mushthalahah adalah sampainya rahmat dan maghfirah Allah SWT kepada hamba-hamba- Nya melalui perantaraan para wali dan orang-orang suci di antara hamba-hamba-Nya. Maghfirah dan ampunan bisa diperoleh hamba- hamba-Nya melalui jalan-jalan dan sebab-sebab tertentu Oleh para wali, orang-orang suci, do‟a dan permohonan mereka. AllahSwt.
menjadikan do‟a-do‟a mereka sebagai maghfirah dan ampunan.36 Syafa‟at jenis ini berlaku pula bagi Nabi Muhammad Saw, sepertiyang telah difirmankan Allah sebagi berikut :
“Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa [4]: 64).
34Murtadha Muthahhari, Keadilan Ilahi; Asas pandangan Dunia Islam, terj.Al-„Adl Al-Ilahiy, (Bandung: Mizan, 2009), cet 1, h. 211
35Syafa‟at Mushthalahah adalah rahmat dan maghfirah Allah Swt kepada hamba- hambanya melalui perantaraan para wali dan orang-orang suci di antara hamba-hamba-Nya.
(lihat buku, Syaikh Ja‟far Subhani, Mafahim Al-Qur‟an: al-Syafa‟ah, Terj. Ahsin Muhammad, Tentang Dibenarkannya Syafa‟at dalam Islam: Menurut Al-Qur‟an dan Sunnah, h. 77)
36Syaikh Ja‟far Subhani, Mafahim Al-Qur‟an: al-Syafa‟ah, Terj. Ahsin Muhammad, Tentang Dibenarkannya Syafa‟at dalam Islam: Menurut Al-Qur‟an dan Sunnah, h. 77
Allah SWT mengizinkan rasul Muhammad Saw untuk mendo‟akan umat sebagai ampunan/maghfirah. Do‟a inilah yang disebut syafa‟at. Hakekatnya syafa‟at ini merupakan karunia yang diberikan Allah SWT kepada ahli ikhlas, dan mengampuni mereka dengan wasithah do‟a orang yang diizinkan memberi syafa‟at untuk memuliakan orang itu dan memberi maqam yang terpuji. Allah SWT mengizinkan Nabi Muhammad Saw untuk memberikan izin, guna memuliakan Nabi Muhammad “Khataman Nabiyyin”.37
Menurut Ibnu Taimiyah (W. 728 H), ulama Fiqih mazhab Hambali yang termasuk kaum Ahlussunah yang dipandang sebagai pemurni ajaran Islam, membagi syafa‟at atas tiga bentuk, yaitu: 38
1) Syafa‟at yang diterima oleh orang-orang yang sedang berada di padang mahsyar ketika sedang menunggu pengadilan Allah Swt.Syafa‟at ini disebut juga dengan asy-syafa‟ah al- uzma (syafa‟at yang paling besar). Syafa‟at dalam bentuk pertama dan kedua hanya diberikan oleh Nabi Muhammad Saw kepada umatnya.
2) syafa‟at yang diterima oleh para penghuni surga, tetapi mereka belum dapat masuk ke dalamnya sebelum beroleh syafa‟at. Syafa‟at dalam bentuk kedua ini juga diterima oleh para calon penghuni neraka, tetapi mereka belum dimasukkan ke dalam neraka; dengan adanya syafa‟at dari Nabi Muhammad Saw mereka tidak jadi masuk neraka.
3) syafa‟at untuk para pelaku dosa dari kalangan orang-orang yang beriman. Syafa‟at bentuk ketiga ialah dalam bentuk
37 Teungku Muhammad Hasbi asy-Syiddiqiy, al-Islami, PT. Pustaka Rizki Putera, Semarang, 2001, h. 401
38Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar baru Van Hoeve, 1996), jil. 6, cet. 1, h. 1678
29
meringankan dosa orang-orang yang berdosa. Syafa‟at dalam bentuk ketiga inilah yang disangkal adanya oleh kaum Muktazilah dan Khawarij.39