• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karya-Karya M. Quraish Shihab

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SYAFA’AT

A. Biografi Muhammad Quraish Shihab

2. Karya-Karya M. Quraish Shihab

Untuk memeberi gambaran umum karakter pemikiran Quraish Shihab, akan ditulis di sini karya-karyanya yang diterbitkan dan telah tersebar secara luas. Karya yang di urai disini, dibatasi hanya dalam bentuk publikasi buku karena saking banyaknya tulisannya yang terdapat di berbagai media, baik jurnal, Koran buku, dan media lain.

Berikut sejumlah karya-karyanya:13

Tafsir al-manar, Keistimewaan dan Kelemahannya, Ujung Pandang, IAIN Alaudin, 1984.

Filsafat Hukum Islam, Jakarta, Depag, 1987.

Pandangan Islam Tentang Perkawinan Usia Muda, MUI, Unisco, 1990.

Tafsir al-Amanah, Jakarta, Pustaka Kartini, 1992.

Panduan Shalat Bersama Quraish Shihab, Republika Press, 2003.

Sunnah Syiah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? Kajian Atas Konsep Ajaran Dan Pemikiran, Lentera Hati, Ciputat, 2007.

Menyingkap Tabir Ilahi, Asma al-Husna dalam Perspektif al- Qur‟an, Jakarta, Lentera Hati, 1998.

12 Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur‟an Kajian Atas Tafsir Al- Misbah, hal. 122

13 Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur‟an Kajian Atas Tafsir Al- Misbah, h. 125

Asma al-Husna Dalam Persfektif al-Qur‟an, Lentera Hati, Ciputat, 2008.

Ensiklopedia Al-qur‟an Kajian Kosakata, Lentera Hati, Ciputat, 2007.

Sejarah dan Ulum Al-Qur‟an, Jakarta, Pustaka Firdaus, 1999.

Fatwa-Fatwa Al-Qur‟an dan Hadis, Bandung, Mizan, 1999.

Fatwa-Fatwa Seputar Wawasan Agama, Bandung, Mizan, 1999.

Fatwa-Fatwa Seputar Tafsir al-Qur‟an, Bandung, Mizan, 1999.

Haji Bersama M. Quraish Shihab Panduan Praktis Manuju Haji Mabrur, Bandung, Mizan, 1999.

Panduan Puasa Bersama Muhammad Quraish Shihab, Jakarta, Republika, 1999.

Mahkota Tuntunan Ilahi; Tafsir Surah al-Fatihah, Jakarta, Untagama, 1988.

Hidangan Ilahi dalam Ayat-Ayat Tahlil, Jakarta, Lentera Hati, 1996.

Lentera al-Qur‟an Kisah dan Hikmah Kehidupan, Bandung, Mizan, 1994.

Studi Kritis Tafsir al-Manar Karya Muhammad Abduh dan M. Rashid Rida, Bandung, Pustaka Hidayah, 1994.

Pengantin al-Qur‟an: Kalung Permata Buat Anak-Anakku, Jakarta, Lentera Hati, 2007.14

14Buku berjudul pengantin al-Qur‟an ini sebelumnya merupakan kumpulan dari tiga buah buku yang sengaja dibuat untuk pernikahan ketiga putrinya tercinta, yaitu: Najelaa Shihab, Najwa Shihab dan Nasywa Shihab. Pembaca dengan mudah akan merasakan

“getaran kasih sayang” seorang bapak kepada anaknya yang tercinta. Beliau mengadreskan

“Pengantin al-Qur‟an” pada surat ke-55 yang dinamai „Arus al-Qur‟an yang lebih populer dinamakan ar-Rahman.

61

Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Jakarta, Lentera hati, 2000.

Perjalanan Menuju Keabadian, Kematian, Surga dan Ayat- Ayat Tahlil, Jakarta, Lentera Hati, 2001.

Menjemput Maut, Jakarta, Lentera Hati, 2002.

Mistik,Seks dan Ibadah, Jakarta, Republika, 2004.

Jilbab, Pakaian Wanita Muslimah Pandangan Ulama Masa Lalu dan Cendekiawan Kontenporer, Jakarta, Lentera Hati, 2004.

Membumikan al-Qur‟an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Mizan, Bandung, 2007.

Kehidupan Setelah Kematian Surga yang Dijanjikan al- Qur‟an, Jakarta, Lentera Hati, 2008.

Al-Lubab: Makna, Tujuan dan Pelajaran dari al-Fatihah dan Juz „Amma, Jakarta, Lentera Hati, 2008.

Membumikan al-Qur‟an Jilid 2, Jakarta, Lentera Hati, 2011, dll.

Dari review kepustakaan buku-buku karya Quraish Shihab di atas, dapat dideskripsikan bahwa metode dan sikapnya terhadap persoalan-persoalan sosial dan kemanusian, secara umum karya- karya tersebut di atas dapat dikelompokkan menjadi dua hal.

Pertama, karya-karya yang bisa dikelompokkan dalam tafsir tahlili seperti pada karya Tafsir al-Misbah, Tafsir al-Qur‟an al-Karim, Tafsir Atas Surah-Surah Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu, Mahkota Tuntunan Ilahi; Tafsir Surah al-Fatihah, Jakarta, Untagama, 1988. Kedua, karya-karya yang dikelompokan dalam Tafsir maudhu‟i. menarik untuk diungkapkan bahwa dari 50 karya Quraish Shihab yang ditemukan hampir 90 % masuk kelompok tafsir

Maudhu‟i. mulai dari buku Wawasan al-Qur‟an, Membumikan al- Qur‟an, dan lain-lain seperti telah diuraikan di atas, hampir semua karya tafsir maudhu‟i merupakan refleksi penyampaian Quraish Shihab berkenaan dengan masalah social keagamaan di masyarakat.

Pada akhirnya, Quraish Shihab adalah sosok yang memadukan antara originalitas paham keagamaan dengan persoalan-persoalan kontemporer (al-jam‟u bain al-asalah wa al-mu‟asarah).15

B. Profil Tafsir Al-Misbah

1. Latar Belakang Tafsir Al-Misbah

Tafsir ini diberi nama al-Misbah oleh penulisnya. Dari segi penamaannya, al-Misbah berarti “lampu, pelita, atau lentera”. Yang mengindikasikan makna kehidupan dan berbagai persoalan umat diterangi oleh cahaya al-Qur‟an. Penulisannya mencitaka al-Qur‟an akan semakin „membumi‟ dan mudah dipahami oleh pembacanya.16

Karya tafsir yang ingin penulis hadirkan di hadapan anda ini merupakan karya besar seorang Guru Besar Tafsir Indonesia yang menuntut ilmu di negri Kinanah, tempatnya di Universitas al-Azhar Kairo Mesir. Muhammad Quraish Shihab namanya. Ketika masih tinggal di sana, putra kedua Prof KH. Abdurrahman Shihab, ini mulai menulis Tafsir al-Misbah pada Jum‟at 4 Rabi‟ul Awal 1420 H yang bertepatan dengan 18 Juni 1999 M.17 Dan dirampungkan pada hari Jum‟at 8 rajab 1423 H/5 September 2003.18

15 Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur‟an Kajian Atas Tafsir Al- Misbah, h. 125-153

16Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia, h. 273

17Mafri Amir, MA dan Dr. Lilik Ummi Kultsum, M.Ag, Literatur Tafsir Indonesia, h. 251

18 Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur‟an Kajian Atas Tafsir Al- Misbah, hal. 154

63

Tafsir al-Misbah diterbitkan pertama kali pada tahun 2000 dan disambut antusias oleh kaum Muslimin Indonesia, khususnya para peminat kajian tafsir al-Qur‟an. Al-Misbah cetakan baru dilengkapi dengan navigasi rujukan silang yang eksotik, dicetak dengan kemasan hard cover, dan dikemas dengan bahasa sederhana yang mudah dipahami, namun menarik dan menelisik. Al-Misbah menghimpun lebih dari 10.000 halaman yang memuat kajian tafsir al- Qur‟an. Dengan kedalaman ilmu dan kepiawaian penulisnya dalam menjelaskan makna sebuah kosa kata dan ayat al-Qur‟an, tafsir ini mendapat tempat khusus di hati khalayak.19

Tafsir yang terdiri dari 15 Volume besar ini menafsirkan al- Qur‟an secara tahlili, yaitu ayat per ayat berdasarkan tata urutan al- Qur‟an yang tauqifi. Inilah yang membedakan tafsir ini dengan Quraish Shihab lainnya semisal Lentera Hati, Membumikan al- Qur‟an, Pengantin al-Qur‟an, Wawsan al-Qur‟an, Mukjizat al- Qur‟an, dan lainnya yang menggunakan pendekatan tematik (maudhu‟i), yakni menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an berdasarkan topik tertentu, bukan berdasarkan tata urutannya dalam mushaf.20

Begitu menariknya uraian yang terdapat dalam banyak karyanya, pemerhati karya tafsir Nusantara, Howard M. Faderspiel, merekomendasikan bahwa karya-karya tafsir M. Quraish Shihab layak bahkan wajib menjadi bacaan dan rujukan setiap muslim di indonesia sekarang ini.21

Dengan rendah hati, penafsir ini menyampaikan kepada pembaca bahwa apa yang dihidangkan pada karya tafsir ini bukanlah

19Mafri Amir, MA dan Dr. Lilik Ummi Kultsum, M.Ag, Literatur Tafsir Indonesia, h. 252

20Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia, h. 274

21Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia, h. 277

sepenuhnya ijtihad penafsir sendiri. Tafsir Al-Misbah banyak mengemukakan „uraian penjelas‟ terhadap sejumlah mufassir ternama sehingga menjadi referensi yang mumpuni, informatif, dan argumentatif.22

Akan tetapi ia banyak merujuk karya-karya ulama terdahulu dan kontemporer, serta pandangan-pandangan mereka sungguh banyak penulis nukil. Sebut saja misalnya Mahmud Syaltut, Sayyid Quthb, Muhammad al-Madani, Muhammad Hijazi, Ahmad Badawi, Muhammad Ali ash-Shabuni, Muhammad Sayyid Tanthawi, Syaikh Mutawalli asy-Sya‟rawi, Syaikh Muhammad Hussein ath- Thabathabai (seorang ulama Syiah terkemuka), dan terakhir Ibrahim Ibnu Umaral-Baqa‟I (w. 887 H/1480M), yang mana karya tafsirnya yang berjudul Nazm al-Durar ketika masih berupa manuskrip menjadi bahan disertasi penulis tafsir ini di Universitas al-Azhar Kairo Mesir, dua puluh tahun yang lalu.23

2. Metode Tafsir Al-Misbah

Setelah memastikan metode-metode penafsiran al-Qur‟an sebagaimana yang telah dipetakan di atas kemudian dihadapkan pada metode penafsiran yang dilakukan oleh M. Quraish Shihab dalam kitabnya Tafsir al-Misbah, dalam hal ini, ia membagai metode tafsir kepada empat metode yaitu: Metode Tahlili24 (al-Manhaj al-Tahlili),

22Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia, h. 277

23Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur‟an Kajian Atas Tafsir Al- Misbah, hal. 155

24Metode Tahlili berarti, menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an dengan cara meneliti semua aspeknya dan meyingkap seluruh maksudnya, dimulai dari uraian makna kosakata, makna kalimat, maksud setiap ungkapan, kaitan antar pemisah (munasabat) sampai sisi-sisi keterkaitan antar pemisah itu, dengan bantuan asbab an-nuzul, riwayat-riwayat yang berasal dari Nabi Saw, Sahabat, dan Tabi‟in. prosedur ini dilakuka dengan mengikuti susunan mushaf, ayat per ayat dan surat per surat.

65

metode Ijmali25 (al-Manhaj al-ijmali), metode muqaran26 (al-manhaj al-muqaran), metode maudhu‟I27 (al-manhaj al-maudhu‟i) atau metode tematik. Yang di maksud metode dalam sub bab ini adalah metode penafsiran yang bisa digunakan dalam wacana „Ulum al- Qur‟an, dan umumnya digunakan oleh para ulama tafsir, yaitu metode-metode diatas.28

Adapun metode yang digunakan Quraish shihab dalam tafsir ini menggunakan gabungan dari metode tahlili dan metode maudhu‟i.

Cara ini dipilih Quraish Shihab, karena beliau menilai bahwa beliau mesti menguraikan seluruh ayat al-Qur‟an sesuai dengan mushaf Utsmani tahlili. Tetapi beliau mesti pula mengelompokan ayat-ayat sesuai dengan temanya, agar kandungan ayat tersebut dapat dijelaskan sesuai topiknya, yakni metode maudhu‟i .29

Quraish Shihab menggunkan dua metode sekaligus dalam Tafsir al-Misbah karena dari segi teknik tahlili menafsirkan ayat demi ayat yang terpisah antara satu dengan lainnya sehingga tidak disuguhkan kepada pembaca untuk memahami isi al-Qur‟an. Oleh sebab itu ia menambahkan metode maudhu‟i, karena metode ini menafsirkan satu surah secara menyeluruh dan mendetail yang menjelaskan antara berbagai masalah yang dikandung dalam surah

25Metode Ijmali yaitu menafsirkan al-Qur‟an secara global.Dengan metode ini, mufassir berupaya menjelaskan makna-makna al-Qur‟an dengan uraian singkat dan bahasa yang mudah sehingga dapat dipahami oleh semua orang, mulai dari orang yang berpengetahuan luas sampai orang yang berpengetahuan sekadarnya.

26Metode Muqaran (perbandingan) adalah menjelaskan ayat-ayat al-Qur‟an dengan merujuk pada penjelasan-penjelasan para mufassir.Atau membandingkan ayat-ayat al- Qur‟an yang berbicara tentang tema tertentu, atau membandingkan ayat-ayat al-Qur‟an dengan hadits-hadits Nabi.

27Metode Maudhu‟I (tematik) adalah menghimpun seluruh ayat al-Qur‟an yang memiliki tujuan dan tema yang sama.

28Ahmad Rajafi, Nalar Fiqih Muhammad Quraish Shihab, h. 62

29Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur‟an Kajian Atas Tafsir Al- Misbah, h. 163

tersebut sehingga surat ini tampak secara utuh, dan juga metode maudhu‟i tergolong praktis dan sistematis bagi para pembaca yang mempunyai waktu sedikit atau sibuk.30

Secara khusus ia menggunakan metode tahlili melalui beberapa karyanya terutama dalam karya magnum opusnya Tafsir Al- Misbah yang ia tulis menggunakan metode tahlili dengan corak adab al-ijtima‟i (social kemasyarakatan)31

3. Corak (Laun) Tafsir Al-Misbah

Yang di maksud corak penafsiran adalah warna yang terlihat secara umum dalam satu karya tafsir. Corak tafsir ini dipengaruhi oleh kecenderungan, minat, dan bidang yang dikuasai oleh setiap mufassir. Perjalanan kehidupan dan peristiwa yang terjadi di lingkungan mufassir pun tidak luput dapat mempengaruhi corak tafsirnya. Oleh sebab itu, diketahuinya corak tafsir lah yang dapat membedakan antara satu tafsir dengan tafsir lainnya.32

Secara umum dapat dikatakan tafsir di Indonesia banyak terpengaruh oleh corak tafsir Mesir. Yakni banyak memakai konsep tafsir Adabi-Ijtima‟i33(sastra kemasyarakatan). Pertama kali corak ini dipandang sebagai corak tafsir kontemporer. Sample awal dari corak ini bisa kita lihat dalam tafsir Al-Manar karya Rasyid Ridha dan M.

Abduh. Memang kondisi masyarakat pada waktu itu sedang tunduk

30http://www.rumahbangsa.netmetode-dan-corak-tafsir-al-misbah.html (diakses pada 02/07/2017, hari minggu, pukul 14.59 WIB)

31Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur‟an Kajian Atas Tafsir Al- Misbah, h. 162

32http://www.rumahbangsa.netmetode-dan-corak-tafsir-al-misbah.html (diakses pada 061/07/2017, hari Rabu, pukul 10.00 WIB)

33Tafsir Adabi Ijtima‟I berupa menyingkapkan keindahan bahasa al-Qur‟an dan mukjizat-mukjizatnya; menjelaskan makna-makna dan maksud-maksudnya; memperlihatkan aturan-aturan al-Qur‟an tentang kemasyarakatan; dan mengatasi persoalan-persolan yang dihadapi umat Islam secara khusus dan permasalahan umat lainnya secara umum.

67

kepada imperialisme barat. Maka timbullah niatan untuk bangkit mengejar ketertinggalannya dan bangkit dari ajaran mereka sendiri.34

Tafsir dengan metode ini digunakan agar al-Qur‟an lebih dekat dengan masyarakat dan juga untuk menjawab problematika yang mereka rasakan waktu itu, pertama kali tafsir corak ini berkembang di Mesir. Paham progresif dan modernis inilah yang kemudian juga muncul di Indonesia. Apalagi waktu itu Indonesia pun sedang mengalami penjajahan yang dilakukan oleh Belanda dan Jepang dalam waktu hampir bersamaan.Maka paham progresif dan modernis ini cepat menyebar di Indonesia.35

Begitu juga, kitab Tafsir yang berjumlah 15 jilid ini mempunyai corak penafsiran Adabi Ijtima‟i. Kita juga bisa mengatakan bahwa tafsir ini memiliki kecenderungan lughwai. Hal ini didasarkan kepada banyaknya pembahasan tentang kata. Apalagi terhadap kata atau ungkapan yang selama ini disalah pahami oleh sebagian pembaca.36

4. Sumber Penafsiran Al-Misbah

Adapun yang dimaksud dalam sumber penafsiran di sini adalah hal-hal atau materi yang digunkan untuk menjelaskan makna dan kandungan ayat. Atau menurut M. Yunan Yusuf, yaitu cara seseorang mufassir memberikan tafsirannya, apakah menafsiran al- Qur‟an dengan menggunakan al-Qur‟an, al-Qur‟an dengan hadits, al-

34Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia, h. 281

35Dr. Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia, h. 261

36Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia, h. 283

Qur‟an dengan riwayat sahabat, kisah israiliyyat, atau menafsirkan al-Qur‟an dengan akal fikiran (ra‟y).37

Menurut literature Ulumul Qur‟an, sumber penafsiran ini dibagi pada dua macam, pertama; penafsiran bi al-ma‟tsur, yaitu penfsiran al-Qur‟an dengan al-Qur‟an, hadits, pendapat para sahabat, dan tabi‟in. kedua, meggunakan penafsiran bi al-Ra‟y, yaitu penafsiran yang dilakukan dengan menetapkan rasio sebagai titik tolak. Adapun tafsir bi-Ra‟y disebut juga dengan tafsir bi al-Ijtihad, yaitu penafsiran yang menggunakan penalaran akal.38

Dalam tafsir al-Misbah ini, cenderung mengatakan bahwasanya sumber penafsiran yang dipakai oleh Quraish Shihab ini menggunakan sumber bi al-Ra‟y. Namun terkadang juga di tempat- tempat tertentu, Quraish Shihab menggabungkan penafsiran bi al- Ra‟y dengan bi al-Ma‟tsur (dengan riwayat).

Akan tetapi terjadi ikhtilaf pada ranah tafsir ini memiliki kuantitas yang jauh lebih banyak dari ranah sebelumnya (tafsir bil ma‟tsur). Ini tidaklah mengherankan, sebab landasan dan pijakan jenis tafsir ini adalah hasil ijtihad, tafakur dan istinbath yang kualitasnya berbeda-beda pada setiap mufassir.39

5. Sistematika Penulisan Tafsir Al-Misbah

Adapun maksud dari sistematika penulisan di sini adalah tehnik penyajiann suatu penafsiran dalam bentuk tulisan dalam suatu kitab. Sudah barang tetu setiap suatu karya, pasti terdapat sebuah

37Nasaruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur‟an. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), Cet. II, h.27

38 M. Quraish Shihab, Sejarah dan Ulumul al-Qur‟an, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999)

39Mafri Amir, MA, Literatur Tafsir Indonesia, h. 281

69

system yang dipakai oleh penulisnya.Hal ini dimaksudkan agar memudahkan dalam penyususnan karya tersebut.

Tafsir al-Misbah yang diteliti berjumlah 15 volume, yang dicetak oleh penerbit Lentera Hati, Jakarta, tahun 2006, cetakan ketujuh. Jika melihat lebih jauh, tafsir ini disusun berdasarkan sistematika yang dimulai dari penamaan surat disertai penjelasannya, baru kemudian masuk ke penjabaran ayat. Dari setiap ayat, diurai panjang lebar sisi bahasa dalam berbagai persepsi, pendapat mufasir, disuguhkan munasabah dengan ayat lain, termasuk juga degan pengkelompokan berikutnya.40

Misalnya pada volume 1, dimulai dengan kata pengantar, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan juz satu dengan mengurai surat al-Fatihah, lalu mengelompokkan menjadi dua yaitu kelompok pertama ayat satu samapai empat, dan kelompok kedua ayat kelima samapi tujuh. Selanjutnya menafsir surat al-Baqarah yang dibagi menjadi Sembilan kelompok ayat. Sedang juz dua melanjutkan kelompok kesepuluh sampai dua puluh tiga.41

Memperhatikan sistematika yang digunakan oleh Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah, tampaknya tidak jauh berbeda dengan sistematika ulama-ulama tafsir pada umumnya. Quraish Shihab sebelum masuk ke ayat, ia menyebutkan jumlah ayat dan tempat turunnya ayat, atau katagori Madaniah atau Makiyah. Setelah itu, ia menjelaskan nama surat disertai dengan pendapat mufassir,

40Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur‟an Kajian Atas Tafsir Al- Misba, h. 156

41Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur‟an Kajian Atas Tafsir Al- Misbah, h. 156

yang kemudian diikuti dengan dalil baik dari hadis maupun al- Qur‟an.42

Setelah itu, kemudian masuk pada penafsiran ayat. Selain itu, Qurasih Shihab dalam menafsirkan dari susunan surat, ia mengawali dengan pengelompokkan ayat, baru kemudian masuk pada penafsiran. Pada penafsiran yang dilakukannya, ditemukan penafsiran ayat dengan ayat, ayat dengan hadis, kemudian sebagian besar juga dilengkapi dengan analisis bahasa, pendapat mufassir, ilmu qira‟at dan jarang dinukil juga dari sains.43

42Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur‟an Kajian Atas Tafsir Al- Misbah, h. 156

43Hasani Ahmad Said, Diskursus Munasabah Al-Qur‟an Kajian Atas Tafsir Al- Misbah,, h. 156

75 BAB IV

ANALISA TENTANG SYAFA’AT DALAM TAFSIR AL-MISBAH KARYA M. QURAISH SHIHAB

A. Penafsiran Syafa’at dalam tafsir Al-Misbah

Untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh tentang ayat syafa‟at dalam al-Qur‟an maka sudah seharusnya ayat-ayat yang membahas tentang syafa‟at itu dikumpulkan terlebih dahulu dan mengelompokkannya sehingga dapat dilihat keterkaitannya antara ayat yang satu dengan ayat yang lainnya, sehingga ayat lainnya dapat menafsirkan satu sama lain, karena jika kita hanya membatasi membahas pada satu ayat dan mengabaikan ayat yang lainnya maka kita hanya akan memperoleh suatu pemahaman yang sepotong dan tidak sempurna, dan akan melahirkan pendapat-pendapat yang menyimpang dalam bidang keislaman dan aqidah.

Metode yang lebih akurat dalam memahami ayat-ayat al-Qur‟an, dan yang seharusnya dilakukan oleh seorang peneliti al-Qur‟an adalah metode tafsir maudhu’i. metode inilah yang dalam kajian syafa‟at akan mencoba melakukan guna memperoleh pemahaman yang benar tentang syafa‟at.

Sebelum menjelaskan penafsiran Quraish Shihab terhadap ayat- ayat syafa‟at, terlebih dahulu penulis akan menyampaikan ayat-ayat yang berbicara tentang syafa‟at di dalam al-Qur‟an.

Dari sekian banyak ayat tentang syafa‟at dalam al-Qur‟an berjumlah 26 ayat 19 surat di dalam kitab Mu’jam al-fadz al-Qur’an al- Karim, ada beberapa ayat al-Qur‟an yang secara substansial, dilihat dari pengertian atau maksud kata syafa‟at. Tema syafa‟at dalam al-Qur‟an

akan penulis klsifikasikan menjadi 4 kelompok, kelompok ayat inilah yang penulis angkat dalam skripsi ini:

1. Syafa‟at Hanya Milik Allah Semata.1

QS. Saba‟ [34]: 23, dan QS. Az-Zumar [39]: 43-44 2. Syafa‟at Para Nabi dan Malaikat.2

QS. Al-Anbiyaa‟ [21]: 28

3. Mereka Yang Dapat Memberi dan Mendapat Syafa‟at atas Izin Allah.3

QS. Thaahaa [20]: 109 dan QS, Maryam [19]: 87 4. Penyesalan Orang Kafir di Saat Tidak Ada Syafa‟at.4

QS. Al-A‟raaf [7]: 53

Oleh karena itu, langkah pertama yang akan dilakukan adalah mengelompokkan ayat-ayat tersebut dalam satu deret, sehingga satu sama lain bisa saling menafsirkan, dan sebagian dari ayat-ayat tersebut bisa menjadi petunjuk dalam menginterprestasikan ayat-ayat lain. Dalam bab ini akan dikemukakkan uraian mengenai penafsirann al-Misbah terhadap ayat-ayat syafa‟at. Karena itu pembahasan berfokus pada ayat- ayat yang relevan dengan masalah tersebut.

Setelah meneliti ayat-ayat dalam al-Qur‟an, disini penulis menemukan ayat-ayat yang membicarakan tentang syafa‟at di dalam kitab Mu’jam al-fadz al-Qur’an al-Karim yang berjumlah 26 ayat.5

1Ahsin Sakho Muhammad, dkk, Al-Qur’an Tematis takdir & Hari Akhir, (Perpustakaan Nasional: Yayasan SIMAQ, 2010), Cet kedua, h. 129.

2Ahmad Muhammad Yusuf, Himpunan Dalil Dalam Al-Qur’an & Hadits, (Jakarta:

PT. Segoro Madu Pustaka), h. 335.

3Ahsin Sakho Muhammad, dkk, Al-Qur’an Tematis takdir & Hari Akhir, h. 130

4Ahsin Sakho Muhammad, dkk, Al-Qur’an Tematis takdir & Hari Akhir, h. 131

5Mu’jam Alfadz al-Qur’an al-Karim, jilid 2, terbitan tahun 1970 M, h. 153

Dokumen terkait