• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.6. Peran masyarakat mempertahankan kepercayaan terhadap tempat keramat sehingga sampai saat ini masih bertahan

5.6.3. Melestarikan Tradisi Nenek Moyang

“...Sebenarnya kalau kita pikir –pikir apa benar itu sudah pernah terjadi?karena budaya sebenarnya yang mempengaruhi pola pikir manusia dan kemudian ini kami ikuti.

Karena budaya ini saya harus mempercayainya. Kalau dipikir- pikir ingin rasanya saya membuktikan kebenarannnay tetapi katekutan tersendiri dalam pribadi saya sendiri. Saya kwatir dikarenakan opini –opini masyarakat yang sangat menakutkan.

Tetapi dibalik itu banyak orang menyatakan itu hanyalah sebagi mitos dalam masyarakat karena itu jaman dulu, dan tidak pernah lagi terjadi sekarang. Seandainya itu benar terjadi saya akan semakin yakin. Kita tidak tau apakah jaman dulu itu benar terjadi atau tidak karena cerita yang kami dengar dan mungkin itu cerita juga yang didengar orang tua dari nenek moyang mereka. Itu aja sich menurutku...” (Andro Naibaho)

Hasil wawancara pada tanggal 11 November 2013

Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat dikatakan bahwa ada 3 faktor yang melatarbelakangi masyarakat mempercayai tempat keramat ini yaitu tradisi (kebiasaan), agama primitif sebagai sumber keselamatan, dan mitos yang berkembang di masyarakat. Ketiga faktor inilah yang mempengaruhi atau yang melatarbelakangi masyarakat percaya pada tempat keramat hingga saat ini. Mempercayai tempat keramat ini tidak tertutup kemungkinan bagi masyarakat yang memiliki pendidikan tinggi. Kepercayaan ini dipercayai masyarakat, baik masyarakat yang pendidikan rendah maupun masyarakat yang memiliki pendidikan tinggi. Ketiga faktor ini yang berpengaruh membentuk perilaku masyarakat, hingga masyarakat taat untuk melakukan peraturan yang berlaku di masyarakat.

Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam kalangan masyarakat tradisional pengaruh dan keterikatan pada nilai- nilai tradisi sangat kuat. Disana hampir tidak terdapat pemisahan yang jelas antara ha-hal yang religius dan profan. Setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat diyakini sebagai kegiatan yang bersifat sosial religius. Banyak tradisi terancam hancur dan musnah justru oleh ketidakpedulian para pemiliknya artinya, kita tidak boleh berhenti pada tahap pengungkapan rasa prihatin saja, tetapi diharapkan adanya partisipasi dalam melestarikan tradisi tersebut. Tradisi dapat terlestari dengan baik, apabila tradisi tersebut dijaga dan dipertahankan oleh masyarakat. Tradisi adalah bentuk pewarisan para nenek moyang kepada generasinya supaya dijaga, dipertahankan, dan diwariskan kepada generasi selanjutnya yang memiliki nilai yang sangat berharga di masyarakat khususnya masyarakat yang masih memegang nilai-nilai tradisional. Untuk melestarikan tradisi (kebiasaan) yang diwariskan nenek moyang, masyarakat berusaha untuk melakukan usaha.

Demikian dengan masyarakat Daerah Tamba, Untuk mempertahankan kepercayaan ini masyarakat tetap melestarikan tradisi atau kebiasaan yang diwariskan nenek moyang. Mempertahankan kepercayaan merupakan nilai yang sangat berharga bagi masyarakat yang dijunjung tinggi oleh masyarakat daerah sekitar. Ada beberapa hal yang dilakukan oleh masyarakat Daerah Tamba untuk melestarikan tradisi nenek moyang mereka yang sampai saat ini masih dilaksanakan. Untuk lebih jelasnya berikut hasil wawancara dengan salah seorang informan.

“...Untuk melestarikan tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang kami, kami hanya berusaha untuk menjaga sikap dan tindakan kami. Mematuhi semua peraturan yang berlaku dan mau mendengar larangan ataupun anjuran yang diberikan oleh orang tua cukup hanya itu saja. Jika dilarang menebang pohon ataupun mengambilnya kami tidak megambilnya, jika

Hal ini juga senada dengan yang disampaikan oleh kepala Desa Janjimaria seputar upaya untuk melestarikan tradisi nenek moyang.

“…Dari zaman dahulu hingga pada sekarang ini, hal yang dilakukan masyarakat untuk melestarikan tradisi ini adalah menjalankan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Jika masyarakat tidak melanggar peraturan yang ada, saya rasa kita akan aman-aman saja dan tidak ada masalah cukup hanya menjalankan semua peratuaran yang berlaku…” (Jasa Haro Munte)

Hasil wawancara 23 Desember 2013).

Sejalan dengan hasil wawancara dengan Kepala Desa Janjimaria, hal yang sama juga diungkapkan oleh kepala Desa Tamba Dolok yaitu Ibu Merika Tamba yang menyatakan bahwa:

ada kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh para orang tua zaman dahulu terhadap tempat keramat ini yaitu berupa penyembahan yang dilakukan oleh masyarakat. Saat meminta bantuan kepada penghuni tempat tersebut kita tidak hanya menjaga sikap tetapi kita juga melakukan beberapa tindakan yaitu berupa upacara, membuat sesajen, Pembacaan doa, dan sebagainya. (Merika Tamba)

Hasil wawancara tanggal 3 Januari 2014

Sejalan dengan hasil wawancara diatas maka peneliti melihat bahwa untuk mempertahankan kepercayaan terhadap tempat keramat, masyarakat harus ikut serta dalam melestarikan tradisi nenek moyang dengan cara menjaga perilaku masyarakat.

Seperti yang dikatakan oleh Krech dalam Rusli Ibrahim (2001) Perilaku sosial itu tampak dalam pola respons antar orang yang dinyatakan dengan hubungan timbal balik antar pribadi. Perilaku itu ditunjukkan dengan perasaan, tindakan, sikap, dan keyakinan terhadap sesuatu hal. Dari hasil wawancara dengan informan tersebut dapat kita lihat apa saja tindakan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai bentuk perilaku masyarakat terhadap tempat keramat yaitu:

1. Melaksanakan upacara.

Upacara akan dilakukan setelah persiapan upacara sudah lengkap. Persiapan tersebut yaitu dengan membawa perlengkapan upacara seperti napuran (Daun sirih), tinopingan (Beras yang diwarnai dengan kunyit). Upacara ini dilakukan dengan bersamaan oleh para pengunjung. Upacara ini dilakukan oleh orang yang memiliki kepentingan terhadap tempat keramat yang dilakukan secara bersamaan. Tujuan daripada upacara ini untuk memohon dan meminta keselamatan serta berkah bagi kelurga atau sekaligus meminta kesembuhan dalam menghadapi penyakit.

Informan kunci yang telah ditentukan menuturkan pendapat mereka mengenai pelaksanaan upacara.

“…Molo naeng mangelek hami ikkon diparrohahon do sude akka perlengkapan na porlu, Alana akka perlengkapan on porlu do, molo adong na hurang apala sada, hami dang boi mamele. Ikkon jolo lengkap do sude baru pe dimulai…”

(J.Tamba)

Hasil wawancara tanggal 11 November 2013 Artinya

“…Perlengkapan upacara sangat kami perhatikan, karena perlengkapan ini sangat dibutuhkan saat upacara supaya upacara berjalan dengan sempurna. Upacara tidak akan dilanjutkan saat alat untuk melakukan upacara tidak lengkap.

Maka pengunjung harus berusaha untuk melengkapi peralatan tersebut…” (J.Tamba)

Hasil wawancara tanggal 11 November 2013.

2. Pembacaan Doa pembukaan

Pada Tahap ini upacara akan dilakukan dengan membaca doa pembukaan.

Saat pembacaan upacara sedang berlangsung seluruh peserta dalam keadaan mengheningkan cipta serta ikut membaca doa dalam hati. Isi doa penyembahan tersebut adalah doa permohanan kepada para penghuni tempat keramat. Setelah pembacaan doa selesai pemimpin doa menyuruh bagi setiap orag supaya meletakkan daun sirih tersebut ke tempat keramat tersebut, agar harapan mereka dapat

dikabulkan. Misalnya keinginan untuk mendapat rejeki yang melimpah, kesehatan, dan keinginan memperoleh keturunan.

Untuk lebih jelasnya berikut hasil wawancara dengan salah seorang informan.

“...Molo hita manjalo rohape ikkon mangelek, pasahat on ta nadirohantai, dohot lapatanna, ikkon adong do tangian pangelekon tu akka oppung naparjolo i molo hita naeng mangido asa ditangihon pangidoanta i.(O.lbn Gaol)

Artinya

“...Saat kita mau meminta, kita harus memohon. Kita sampaikan apa yang ada dalam hati kita. Kita harus ada doa permohonan kepada nenek moyang kalau kita mau meminta supaya keinginan kita bisa terkabul...”(O.lbn Gaol)

Hasil wawancara 14 November 2013

5.6.4. Faktor Pendukung dan penghambat dalam melestarikan Tradisi

Dokumen terkait